Anda di halaman 1dari 6

TUGAS MANDIRI

IMPLEMENTASI PANCASILA
DI ERA SETELAH REFORMASI

Mata Kuliah :
Pendidikan Pancasilan dan Kewarganegaraan

Disusun oleh :
Alfath Ridho Purusha

NPM : 210410063

PROGRAM TEKNIK INDUSTRI


UNIVERSITAS PUTERA BATAM
2021/2022
1
Pancasila kini sudah jarang disebut dalam wacana politik, begitu
keluhan berbagai kalangan. Meski Pembukaan UUD 1945 dimana
rumusan Pancasila tetap dipertahankan, realitas politik dan ekonomi
Indonesia kini sudah menyimpang dari Pancasila atau UUD 1945. Sistem
politik kita, sistem demokrasi kita, sistem ekonomi kita, sudah tidak lagi
berdasar cita-cita buat apa negara ini didirikan. Benarkah sinyalemen ini?
Sistem berbangsa dan bernegara kita telah mengalami perubahan
mendasar. Secara filosofis, memang mengesankan ada pergeseran. Hal
ini tampak dari realitas kehidupan sistem politik, demokrasi, dan ekonomi
yang berjalan kenyataan, semua itu masih dalam tahapan transisi. Transisi
demokrasi ke arah bentuknya yang mantap.
Pertanyaannya, apakah perubahan itu masih mengacu pada Pancasila?
Bahwa transisi demokrasi yang sedang kita jalani adalah dalam rangka
memantapkan Pancasila atau sebaliknya? Di era globalisasi, masih
relevankah pancasila bagi masa depan bangsa? Tidak berlebih,
sekaranglah saat yang tepat untuk mengangkat. Setidaknya ada
pergeseran ke arah sistem demokrasi langsung, ekonomi pasar dengan
falsafah individualismenya. Hal ini terlepas dari wacana itu ketika kita
sedang berada di masa transisi.
Pancasila adalah sebuah falsafah atau konstitusi yang sarat dengan
kebersamaan atau kegotongroyongan. Jika kita sepakat bahwa Pancasila
atau UUD 1945 mendekati prinsip-prinsip yang dirumuskan sebagai The
European Dream, alangkah jauhnya pandangan the founding fathers kita
merumuskan falsafah dan dasar negara itu sehingga (sebenarnya) masih
amat relevan di era globalisasi. Sudah tentu, kemiripan itu hanya sebagai
komplemen "duniawi" terhadap cita-cita buat apa negara ini didirikan.
Sebab, di dalam Pancasila, ada aspek uchrowi yang hendak dicapai,
sebagaimana terkandung dalam Sila Pertama Pancasila. Karena itu, ada
yang menamakan, ideologi Pancasila itu adalah "sosialisme religius".
Kekeliruan kita selama ini, kita belum mampu mengimplementasikan
kaidah-kaidah kebersamaan, khususnya dalam bidang kesejahteraan dan
perekonomian, sebagaimana termaktub dalam Pasal 33 dan 34 UUD
1945. Bahkan, yang tampak adalah kaidah-kaidah individualisme. Di

1
sinilah perlunya kita melakukan "revitalisasi" dan menerjemahkan
Pancasila sesuai kebersamaan, termasuk Pasal 33 dan 34 UUD 1945,
dalam mewujudkan kesejahteraan dan perekonomian rakyat dan
melaksanakannya dengan konsisten.
Pancasila adalah kesepakatan para pendiri bangsa Indonesia dari
segala suku agama dan golongan dari sabang sampai merauke. Pancasila
juga alat untuk keamanan dan kemakmuran bersama untuk masyarakat
Indonesia hanya saja implementainya belum bisa dilaksanakan sebaik –
baiknya karena keadilan dan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat
Indonesia belum juga terwujud sampai saat ini. Pancasila juiga merupakan
kepribadian seluruh rakyat Indonesia hanya saja nilainilai luhur itu sudah
sangat pudar terkikis oleh perilaku yang hanya mementingkan aspek
ekonomi dan gaya hidup yang buruk.
Pancasila jarang terdengar Setelah di era lalu selalu diucapkan oleh
siapa pun seakan mantra sakti, kini cenderung melupakan Pancasila
dalam pidato-pidato resmi. “Mereka seolah ingin melepaskan diri dari
stigma masa lalu. Hal ini ditenggarai sebagai peringatan dini, bahwa
pancasila mulai tererosi dari jiwa bangsa. Kita telah salah kaprah dalam
menerapkan ajaran dan justru menyerang di medan damai. Kemana nilai
bangsa kita sebagai bangsa yang toleran dan bangsa yang ramah?
Semua hilang ditelan bumi, yang tersisa adalah penderitaan.
Parameter perubahan menjadi sangat banyak dan sensitif pada
perubahan yang lain, sementara lingkupan luas dan masing-masing
perubahan sulit diperkirakan. Para pakar ekonomi dunia meramal
Indonesia bakal menjadi lima besar ekonomi dunia, dengan catatan
menggunakan energi nuklir. Sementara itu, banyak masalah yang
mendera bangsa ini, dimana keterpurukan ekonomi akibat melonjaknya
minyak dunia. Namun bangsa yang besar adalah bangsa yang tahan uji,
kuat dalam cobaan dan selalu melakukan terobosan guna terbebas dari
penderitaan. Kita harus menembus segala rintangan sebagaimana dahulu
kita dapat merebut kemerdekaan dari penjajah. Tak ada yang sulit jika ada
kemauan, katanya.
Salah satu masalah krusial, lanjutnya, bagaimana agar sektor riil dapat
berputar cepat. Perlu disadari bahwa ketakutan pemerintah daerah di era
2
otonomi sekarang adalah banyaknya kasus korupsi APBD. Pemda
sekarang lebih senang menyimpan anggarannya di Serfitikat Bank
Indonesia (SBI), sehingga sektor riil tidak bergerak. Ketakutan ini sebagai
ekses dari setiap penyalahgunaan anggaran yang selalu dikenai sanksi
pidana. Lantas kemana Hukum Administrasi? Jika memang mereka
melanggar administrasi maka sanksinya adalah sanksi administrasi, bukan
selalu dipidana atau dipenjarakan.
setiap warga negara berhak ikut proses revitalisasi Pancasila, karena
negara yang kokoh terintegrasi adalah yang tidak ada benturan ideologi,
tidak ada separatisme yang mengancam, kuat kohesi sosialnya, friksifriksi
sosial diselesaikan dengan damai dan santun kemudian dinamika
konvergensi sentripetalterus berkembang. Keberhasilan Pancasila sebagai
ideologi, diukur dari terwujudnya kemajuan yang pesat, kesejahteraan
yang tinggi dan persatuan yang mantap dari seluruhrakyat Indonesia.
Satu lagi contoh Implementasi Pancasila mengalami degrasi dengan
semakin maraknya tindak korupsi yang dilakukan. Inilah yang membuat
masyarakat jenuh dengan doktrin Pancasila sehingga pasca-Reformasi,
popularitas Pancasila semakin memudar. Saat ini, terjadi degradasi yang
sangat signifikan terhadap Pancasila karena masyarakat tidak bisa
menemukan dan bahkan kembali mempertanyakan manfaat dasar dari
nilai tersebut.
Kondisi Bangsa Indonesia saat ini ialah lemahnya nasionalisme;
lemahnya SDM (sumber daya manusia); lunturnya disiplin; Pancasila
teralineasi atau terasingkan; demokrasi cenderung menjadi tujuan;
ambiguitas atau kedwiartian dalam pengaturan ekonomi yang
menyimpang dari kepentingan nasional, moral dan budaya bangsa yang
sedang sakit; postur kekuatan hankam yang memprihatinkan; hujatan
terhadap TNI sebagai bagian dari Orde Baru, dll.

Sebuah kenyataan yang memilukan ketika terdapat pemboman dan


gerakan separatis di negeri ini. Pancasila sebagai falsafah negara ternyata
tidak mampu menjadi sebuah jawaban dari penyelesaian permasalahan
yang dibutuhkan. Pancasila tidak lagi berada di dada burung garuda yang
gagah, melainkan burung merpati yang lemah.

3
Pancasila kini menjadi bagian “sejarah pelengkap” hadirnya bangsa
Indonesia, tidak lebih. Masyarakat dan negara tidak leagi mencoba untuk
mengangkat Pancasila sebagai sebuah landasan negara dalam
menyelesaikan persoalan bangsa. Mereka disibukkan pada permasalahan
kontemporer dan mencoba mencari jawaban atas permasalahan namun
tidak mencari dasar permasalahan.
Sangat disayangkan bila Pancasila yang menjadi akar berdirinya
bangsa Indonesia hanya menjadi penghias dalam buku dan legal formal
dalam kurikulum pendidikan. Benar kiranya bahwa sejarah selalu diukir
dan ditafsirkan oleh pemenang. Sejarah bukan milik mereka yang kalah.
Dan sejak era reformasi, Pancasila menjadi bagian dari sejarah mereka
yang kalah. Berbicara Pancasila seakan berbicara tirani orde baru yang
menghantarkan bangsa ini pada keterpurukan yang berkepanjangan.
Seluruh persoalan bangsa ini sekan diawali oleh Pancasila yang
diimplementasikan dan ditanamkan melalui P4 serta kurikulum pendidikan
ala orde baru. Berbicara Pancasila menjadi semakin tabu di era pasca
reformasi.
Karena itu, bangsa Indonesia harus berani melakukan reideologisasi
terhadap Pancasila. Artinya, kalau rezim Orde Baru telah mendegradasi
nilai-nilai fundamental Pancasila melalui “idealisasi” sekaligus
memperlakukannya sebagai “agama politik”, kiranya saat ini Pancasila
harus diposisikan kembali pada fungsinya sebagai ideologi perekat
bangsa. Menjadi sebuah ideologi modus vivendi bagi keberagaman
“primordialisme” masyarakat dan kemajemukan sistem pemikiran anak
bangsa.
jika era ini diabstraksikan sebagai era ilmu pengetahuan dan teknologi,
yang berarti secara substantif dan ekspansif iptek mampu mengubah gaya
hidup manusia, maka sejalan dengan perkembangan masyarakat ia akan
mengalami proses transformasi budaya dari tradisional ke modern. Dari
mitos ke logos, dari nasional ke trannasional, lalu ke global mondial. Pada
titik tertentu, manusia Indonesia dapat terombang-ambing, bahkan
kehilangan jati diri, jika tidak memiliki pedoman hidup bernegara.
Sehubungan dengan itu, dibutuhkan Pancasila sebagai ideologi yang telah
mengaktualisasikan diri dengan cara mengintegrasikan normanorma
4
dasar, teori ilmiah, dan fakta objektif (Kuntowibisono, 1993), sehingga
memungkinkan berlangsung proses interpretasi dan reintepretasi secara
kritis dan jujur. Tingkat akhir akan menjadikan Pancasila sebagai ideologi
yang dinamis, akomodatif, dan antisipatif terhadap kecenderungan zaman.

Anda mungkin juga menyukai