Anda di halaman 1dari 9

MENGANALISIS DINAMIKA DAN TANTANGAN PANCASILA

MELALUI PIDATO PRESIDEN SERTA TEORI ANALITIK PENGAMALAN


PANCASILA DIMASYARAKAT

DOSEN PENGAMPU : NENY FIDAYANTI, ST., M,Si

PEMBUAT
NAMA : WIRA RAMADANA
NIM : 223030501160
KATA PENGANTAR

Pancasila merupakan nafas kehidupan serta ideologi Bangsa Indonesia sekaligus alat
pemersatu perbedaan. Pendiri Bangsa Indonesia merumuskan Pancasila sejalur dengan
berkobarnya semangat kemerdekaan, yang artinya mereka sudah tahu, bahwa bagian tersulit
menjadi sebuah bangsa atau negara bukanlah berdiri ataupun merdeka, namun bersatu.
Pada masa perjuangan, Pancasila memiliki peran penting dalam menyatukan visi dan
misi pejuang serta menjadi dasar dan tujuan kemerdekaan. Namun, ketika sudah memasuki
era kemerdekaan, Pancasila kehilangan perannya sebagai dasar kehidupan bangsa. Ia tak lagi
dianggap sebagai sesuatu yang fundamental.
Kini, Pancasila berada dititik nadirnya. Sebagai generasi perubahan, kita tentu perlu
meletakkan kembali Pancasila pada tempat tertinggi. Kita perlu menghadirkan kembali
Pancasila ditengah-tengah masyarakat. Kita perlu menghidupi Pancasila dalam memori
generasi muda. Pancasila akan tetap hidup selama masyarakat Indonesia mengilhami nilai-
nilai yang terkandung didalamnya.

Palangka Raya, 5 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL…………………………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….. iii
PIDATO PRESIDEN JOKO WIDODO…………………………………………………….. 1
PIDATO PRESIDEN B.J. HABIBIE……………………………………………………….. 2
PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO……………………………... 3

iii
ANALISIS PIDATO PRESIDEN JOKO WIDODO
Perayaan hari lahir Pancasila, pada tanggal 1 Juni 2022 ini dilaksanakan di Kota
Ende, Nusa Tenggara Timur. Jokowi menerangkan, alasan dilaksanakannya perayaan ini di
Kota Ende memiliki maksud untuk mengingatkan kembali masyarakat Indonesia bagaimana
terbentuknya Pancasila. Hal ini menjadi alarm untuk kita semua, yang artinya ingatan
masyarakat mengenai sejarah Pancasila mulai luntur sehingga harus diingatkan, padahal kita
semua tahu, betapa pentingnya Pancasila untuk Bangsa Indonesia. Namun, nilai tersebut tak
lagi terlihat oleh masyarakat Indonesia sendiri.
Beliau mengajak seluruh anak bangsa untuk membumikan Pancasila serta
mengaktualisasikan nilai luhur untuk kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa.
Sebab pengamalan Pancasila ditengah-tengah masyarakat nyaris tak terlihat, tidak ada
elemen Bangsa yang berniat untuk menghidupi Pancasila. Kita seolah menyia-nyiakan niat
baik dan perjuangan para pendiri Bangsa.
Sebagai pemegang egisla presidensi G20, Jokowi mengajak seluruh elemen negara
untuk Bersatu guna menghadapi keadaan global yang sedang bergejolak, egislat yang belum
sepenuhnya berakhir, krisis energi dan pangan serta ancaman perang yang selalu mengintai
setiap saat. Satu-satunya cara agar sebuah negara atau bangsa mampu bertahan menghadapi
dinamika atau tantangan global adalah dengan Bersatu. Dan alat persatuan Bangsa Indonesia
adalah Pancasila. Memunculkan kembali semangat persatuan diera globalisasi bukanlah
persoalan yang mudah, bangsa ini sedang melawan dirinya sendiri dan bangsa ini pula yang
menjadi korban.
Jokowi juga mengajak seluruh pemimpin bangsa terutama para pejabat
pemerintahan, tokoh agama, tokoh masyarakat, para pendidik, para pemimpin partai politik,
para pemimpin dan tokoh-tokoh ormas dan para pemimpin lainnya untuk jadi teladan. Nilai
keteladanan tuan dan puan eksekutif ataupun egislative memang tak pernah ada, dan di era
sekarang, aparatur negara bersikap serupa. Ketiganya merupakan unsur negara, yang lahir
dari rakyat dan hidup atas semangat Pancasila, namun sama sekali tak mewakili masyarakat
dan melupakan tugasnya sebagai sesuatu yang membumikan Pancasila. Tokoh pendidik dan
Tokoh Agama merupakan penopang utama kehidupan bangsa saat ini, dua hal tersebut yang
masih mampu mewakili Ideologi Negara.

1
ANALISIS PIDATO PRESIDEN B.J. HABIBIE
B.J Habibie mendapat kesempatan untuk menyampaikan pidato kenegaraan yang
berdurasi hampi setengah jam dalam rangka peringatan hari lahir Pancasila, 1 Juni 2011.
Pancasila telah mengalami berbagai batu ujian dan dinamika sejarah sistem politik, sejak
jaman demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, era Orde Baru hingga demokrasi
multipartai di era reformasi saat ini. Di setiap jaman, Pancasila harus melewati alur
dialektika peradaban yang menguji ketangguhannya sebagai dasar filosofis bangsa Indonesia
yang terus berkembang dan tak pernah berhenti di satu titik terminal sejarah.
Sejak 1998, kita memasuki era reformasi. Di satu sisi, kita menyambut gembira
munculnya fajar reformasi yang diikuti gelombang demokratisasi di berbagai bidang.
Namun bersamaan dengan kemajuan kehidupan demokrasi tersebut, ada sebuah pertanyaan
mendasar yang perlu kita renungkan Bersama ; Di manakah Pancasila kini berada?
Pertanyaan ini penting dikemukakan karena sejak reformasi 1998, Pancasila seolah-
olah tenggelam dalam pusaran sejarah masa lalu yang tak lagi relevan untuk disertakan
dalam dialektika reformasi. Pancasila seolah hilang dari memori kolektif bangsa. Pancasila
semakin jarang diucapkan, dikutip, dan dibahas baik dalam konteks kehidupan
ketatanegaraan, kebangsaan maupun kemasyarakatan. Pancasila seperti tersandar di sebuah
lorong sunyi justru di tengah denyut kehidupan bangsa Indonesia yang semakin hiruk-pikuk
dengan demokrasi dan kebebasan berpolitik.
Ada sejumlah penjelasan, mengapa Pancasila seolah "lenyap" dari kehidupan kita.
Pertama, situasi dan lingkungan kehidupan bangsa yang telah berubah baik di tingkat
domestik, regional maupun global. Situasi dan lingkungan kehidupan bangsa pada tahun
1945 -- 66 tahun yang lalu -- telah mengalami perubahan yang amat nyata pada saat ini, dan
akan terus berubah pada masa yang akan datang. Kedua, terjadinya euphoria reformasi
sebagai akibat dari traumatisnya masyarakat terhadap penyalahgunaan kekuasaan di masa
lalu yang mengatasnamakan Pancasila. Semangat generasi reformasi untuk menanggalkan
segala hal yang dipahaminya sebagai bagian dari masa lalu dan menggantinya dengan
sesuatu yang baru, berimplikasi pada munculnya ‘amnesia nasional' tentang pentingnya
kehadiran Pancasila sebagai grundnorm (norma dasar) yang mampu menjadi payung
kebangsaan yang menaungi seluruh warga yang beragam suku bangsa, adat istiadat, budaya,
bahasa, agama dan afiliasi politik. Memang, secara formal Pancasila diakui sebagai dasar
negara, tetapi tidak dijadikan pilar dalam membangun bangsa yang penuh problematika saat
ini.
2
Perlunya kita melakukan reaktualisasi, restorasi atau revitalisasi nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam rangka menghadapi berbagai
permasalahan bangsa masa kini dan masa datang. Problema kebangsaan yang kita hadapi
semakin kompleks, baik dalam skala nasional, regional maupun global, memerlukan solusi
yang tepat, terencana dan terarah dengan menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pemandu
arah menuju hari esok Indonesia yang lebih baik.
Pancasila tak terkait dengan sebuah era pemerintahan, termasuk Orde Lama, Orde
Baru dan orde manapun, maka Pancasila seharusnya terus menerus diaktualisasikan dan
menjadi jati diri bangsa yang akan mengilhami setiap perilaku kebangsaan dan kenegaraan,
dari waktu ke waktu. Tanpa aktualisasi nilai-nilai dasar negara, kita akan kehilangan arah
perjalanan bangsa dalam memasuki era globalisasi di berbagai bidang yang kian kompleks
dan rumit.
Krisis ini terjadi karena luruhnya kesadaran akan keragaman dan hilangnya ruang
publik sebagai ajang negosiasi dan ruang pertukaran komunikasi bersama atas dasar
solidaritas warganegara. Demokrasi kemudian hanya menjadi jalur antara bagi hadirnya
pengukuhan egoisme kelompok dan partisipasi politik atas nama pengedepanan politik
komunal dan pengabaian terhadap hak-hak sipil warganegara serta pelecehan terhadap
supremasi hukum.
reaktualisasi Pancasila juga mencakup upaya yang serius dari seluruh komponen
bangsa untuk menjadikan Pancasila sebagai sebuah visi yang menuntun perjalanan bangsa di
masa datang sehingga memposisikan Pancasila menjadi solusi atas berbagai macam
persoalan bangsa. Melalui reaktualisasi Pancasila, dasar negara itu akan ditempatkan dalam
kesadaran baru, semangat baru dan paradigma baru dalam dinamika perubahan sosial politik
masyarakat Indonesia.

3
ANALISI PIDATO PRESIDEN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Pidato ini dilaksanakan dalam rangka perayaan hari lahir Pancasila, pada 1 Juni
2011. Presiden Soekarno pernah mengatakan, saya petik, "Sulit sekali saudara-saudara
mempersatukan rakyat Indonesia itu jikalau tidak didasarkan atas Pancasila." Hal itu Bung
Karno sampaikan pada saat peringatan ulang tahun Pancasila pada tanggal 5 Juni 1958 di
Istana Negara Jakarta. Pancasila telah lulus ujian sejarah. Bahwa kini seolah Pancasila
tersandera dan dilupakan juga penglihatan tentang hak asasi manusia yang diunggulkan
tetapi kurang diimbangi dengan kewajiban yang mesti dilaku
Refleksi kesejarahan dan kontemplasi untuk mengingat kembali gagasan cemerlang
dan pemikiran besar Bung Karno yang disampaikan oleh beliau pada 1 Juni 1945. Ingat pada
saat itu para "founding fathers" kita tengah merumuskan dasar-dasar bagi Indonesia merdeka.
Bung Karno berkali-kali mengatakan beliau bukan pembentuk atau pencipta Pancasila,
namun penggali Pancasila. Namun sejarah telah menorehkan tinta emas bahwa dijadikan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara sangat terkait erat dengan peran dan pemikiran
besar Bung Karno.  Perlunya revitalisasi Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara,
sekaligus sebagai rujukan dan inspirasi sebagai upaya menjawab berbagai tantangan
kehidupan bangsa.
Kita harus menyudahi perdebatan tentang Pancasila sebagai dasar negara. Mengapa
saudara? Karena hal itu sudah final. Tidakkah MPR RI pada tahun 1998 melalui Tap No 18
MPR 1998 telah menetapkan pacasila sebagai dasar negara? dalam era reformasi,
demokratisasi dewasa ini kita perlu menata kembali kerangka kehidupan negara kita
berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan yang lain-lain, bukan diinspirasi oleh pikiran-
pikiran lain meskipun Indonesia mengalami perubahan yang luar biasa sejak tahun 1998 yang
lalu. Terkait pemikiran besar Bung Karno yang disampaikan pada 1 Juni 1945 itu, waktu itu
saya sampaikan agar bangsa Indonesia selalu ingat dan mengetahui pandangan Bung Karno
yang orisinil, yang sejati, yang cemerlang yaitu perlunya mendirikan negara kebangsaan atau
negara nasional Indonesia.
Rakyat Indonesia harus memahami gagasan cemerlang Bung Karno yang lain, antara
lain bagaimana prinsip nasionalisme yang kita anut dan kosmopolitisme yang kita tolak,
hubungan antara demokrasi, fairplay dan mufakat serta konsep gotong royong sebagai
warisan luhur bangsa yang tidak boleh hilang, meski kita menuju dan akan jadi bangsa yang
maju dan modern.
4
Pentingnya kita menegakkan dan menjalankan negara Pancasila atau negara
berdasarkan Pancasila.Yang saya maksudkan dengan negara Pancasila, disamping Indonesia
adalah negara yang berdasarkan Pancasila, juga mesti dimaknai Indonesia bukan negara
berdasarkan yang lain-lain. Ingat saudara-saudara, sejak awal, para pendiri republik dengan
arifnya telah membangun konsensus yang bersifat mendasar, yaitu Indonesia adalah negara
berketuhanan, istilah Bung Karno, negara yang ber-Tuhan dan sekaligus negara nasional jadi
bukanlah negara agama. Meskipun bukan negara yang berdasarkan agama, agama mesti
dijunjung tinggi. Kehidupan masyarakat mestilah religius dan bukan sekuler dalam arti
meminggirkan agama dan tidak mengakui adanya Tuhan. Konsensus penting lainnya yang
tercetak abadi dalam sejarah kita adalah Indonesia adalah negara berdasarkan ideologi
Pancasila bukan ideologi-ideologi lain yang dikenal di dunia seperti kapitalisme, liberalisme,
komunisme dan fasisme. Saudara-saudara ini sangat fundamental, yaitu dasar dari Indonesia
merdeka, dasar dari negara kita adalah ideologi Pancasila.
Era reformasi demokratisasi dan globalisasi ini sebagian kalangan tertarik dan tergoda
untuk menganut ideologi lain, selain Pancasila. Ada juga yang cemas dan mengkhawatirkan
jangan-jangan ada kalangan yang kembali ingin menghidupkan pikiran untuk mendirikan
negara berdasarkan agama. Terhadap godaan apalagi gerakan nyata dari sebagian kalangan
yang memaksakan dasar negara selain Pancasila baik dasar agama atau ideologi lain sebagai
kepala negara dan kepala pemerintahan, saya harus mengatakan dengan tegas bahwa niat dan
gerakan politik itu bertentangan dengan semangat dan pilihan kita untuk mendirikan negara
berdasarkan Pancasila. Gerakan dan paksaan semacam itu tidak ada tempat di bumi
Indonesia. Jika gerakan itu melanggar hukum tentulah tidak boleh kita biarkan. Namun satu
hal, cara-cara menghadapi dan menangani gerakan semacam itu haruslah tetap bertumpu pada
nilai-nilai demokrasi dan rule of law. Tidak boleh main tuding dan main tuduh karena akan
memancing aksi adu domba yang akhirnya menimbulkan perpecahan bangsa. Disamping itu
negara tidak dapat dan tidak seharusnya mengontrol pandangan dan pendapat orang seorang.
"We cannot dan we shouldn`t control the mind of the people".
Melakukan revitalisasi nilai-nilai Pancasila melalui cara-cara yang efektif, dan perlu
kita garisbawahi melalui edukasi, sosialisasi dan keteladanan. Dan pada kesempatan yang
baik ini, hadirn saya ingin mengingatkan kembali bahwa Pancasila bukan doktrin yang
dogmatis, tapi sebuah "living ideology", sebuah "working ideology".
Sebagai ideologi yang hidup dan terbuka, Pancasila akan mampu mengatasi dan melintasi
dimensi ruang dan waktu. Saya yakin.
5

Anda mungkin juga menyukai