Anda di halaman 1dari 20

PAPER

PANCASILA SEBAGAI FALSAFAH BANGSA INDONESIA

“Penulisan Paper ini dibuat untuk diajukan sebagai


salah satu syarat mengikuti Pelatihan Kader Lanjut (PKL)
yang diselenggarakan oleh PC PMII Kab. Sukabumi”

DISUSUN OLEH:

BASRUDIN MAKKA

PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA


KOMISARIAT STISIP WIDYAPURI MANDIRI
CABANG KABUPATEN SUKABUBUMI
MASA KHIDMAT TAHUN 2021-2022
ABSTRAK

Fenomena globalisasi berpengaruh kepada pergeseran atau perubahan tata nilai, sikap
dan perilaku pada semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Perubahan yang positif dapat memantapkan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup
bangsa dan mengembangkan kehidupan nasional yang lebih berkualitas. Tuntutan dan aspirasi
masyarakat terakomodasi secara positif disertai upaya-upaya pengembangan, peningkatan
pemahaman, penjabaran, pemasyarakatan, dan implementasi Pancasila dalam semua aspek
kehidupan. Adapun perubahan yang negatif harus dideteksi dan diwaspadai sejak dini serta
melakukan aksi pencegahan berbagai bentuk dan sifat potensi ancaman terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Tulisan ini bertujuan mengkaji sejarah perumusan Pancasila menjadi azas dasar
falsafah negara dan pemersatu bangsa. Metode yang digunakan adalah studikepustakaan,
yaitu rangkaian kegiatan mencari, membaca, mencatat, menelaah laporan-laporan, dan bahan
pustaka yang memuat teori-teori yang relevan dengan permasalahan dalam mengungkapkan
peristiwa masa lampau. Hasil kajian menunjukkan bahwa kemerdekaan yang diraih oleh
bangsa Indonesia bukanlah hadiah dari Belanda ataupun Jepang. Kemerdekaan diraih melalui
perjuangan panjang penuh liku-liku dengan pengorbanan harta benda, jiwa, dan raga. Pada
17-08-1945 merupakan titik kulminasi perjuangan bangsa. Kemerdekaan secara de facto
belum cukup, dukungan dan pengakuan dunia internasional (de yure) sangat dibutuhkan.
Salah satu syarat untuk diakui oleh dunia internasional, bahwa negara merdeka itu wajib
memiliki Dasar Negara dan UUD Negara. Perumusan Pancasila sebagai calon Dasar Negara
dimulai melalui sidang BPUPKI. Usulan calon Dasar Negara telah disampaikan oleh tokoh-
tokoh dihadapan sidang pertama BPUPKI. Pada sidang kedua disampaikan hasil rumusan
Pancasila oleh Panitia sembilan yang lazim dikenal sebagai Piagam Jakarta. Susunan
Pancasila, terutama sila pertama dalam Piagam Jakarta diusulkan untuk diganti, sehingga
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. UUD 1945 dan Pancasila disahkan oleh PPKI menjadi
Dasar Negara, pemersatu, dan rumah bersama bangsa Indonesia.

Kata kunci : Pancasila, Falsafah, Pemersatu Bangsa Indonesia


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pancasila merupakan karunia yang tiada tara dari Tuhan Yang Maha Esa kepada
bangsa Indonesia. Pancasila menjadi sumber cahaya bagi seluruh bangsa Indonesia dalam
membangun peradaban bangsanya di masa-masa selanjutnya. Dalam membangun bangsa,
Pancsila merupakan sumber energi sebagai kekuatan dan sekaligus sebagai pedoman
dalam memperjuangkan kemerdekaan, menjadi alat pemersatu membangun kerukunan
berbangsa, dan sebagai pandangan hidup sehari-hari bagi bangsa Indonesia.
Sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia berhasil melewati berbagai
ancaman, gangguan, tantangan, dan hambatan. Banyak sekali anasir pemecah belah yang
senantiasa membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, antara lain sentimen suku
agama, ras, dan antar golongan, primordialisme, dan ketimpangan pembangunan (Pokja
Tannas, 2010). Namun bangsa Indonesia wajib bersyukur karena masih memiliki konsep
dasar falsafah Pancasila yang dilandasi nilai- nilai sejarah, cita-cita dan ideologi, sebagai
pemandu untuk mencapai tujuan negara. Falsafah Pancasila memandu bangsa Indonesia
memandang dinamika kehidupan dan menentukan arah pemecahan perihal politik,
ekonomi, sosial dan lingkungan menuju masyarakat yang mandiri, maju, adil, dan
makmur.
Sebagai dasar, ideologi dan falsafah bangsa, Pancasila selalu diuji ketahanannya
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang multikultural seperti
Indonesia. Sejak disahkannya sebagai azas dan landasan negara, mulai dari jaman awal
kemerdekaan, jaman Orla, Orba, dan bahkan sampai dewasa ini, Pancasila selalu menarik
untuk dibicarakan. Ini berarti bahwa semakin penting sebuah peristiwa maka semakin
tinggi nilai simboliknya, sehingga semakin terbuka dan semakin menarik untuk
diperdebatkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai dasar falsafah negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era
reformasi dewasa ini, terutama pasca pilkada serentak tahun 2024 mendatang. Dalam
kontestasi Pilkada serentak tanggal 14 Juni 2024, semua kontestan peserta pemilu dengan
calonnya masing-masing berusaha dan berjuang keras untuk memenangkan calon yang
diusungnya. Dalam memenangkan calon yang diusungnya terkadang sering melampaui
prinsif-prinsif berdemokrasi. Pelaksanaan pemilu yang seharusnya diwujudkan
berdasarkan demokrasi konstitusional, namun yang terjadi kemudian adalah demokrasi
identitas, politisasi agama, etnis, ekonomi, dan sebagainya. Akibatnya persatuan dan
kesatuan yang telah cukup lama dirajut oleh komponen bangsa ini akhirnya mengalami
sebuah distorsi yang sangat mengkhawatirkan. Pancasila yang telah disepakati sebagai
jati diri bangsa seakan-akan kembali dipersoalkan. Pancasila yang merupakan budaya
bangsa yang dibangun dari mosaik keberagaman kebudayaan bangsa yang begitu
indahnya, sepertinya digugat dan dipersoalkan kembali oleh kelompok-kelompok tertentu
dalam masyarakat. Merkahnya sinar matahari di bulan Juni 1945, 76 tahun yang lalu
disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenegaraan yang sangat bersejarah bagi
bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila sebagai pemersatu bangsa, seakan-akan
kehilangan daya perekatnya.
Penentuan siapa yang merumuskan pertama Pancasila mungkin akan dengan mudah
memancing perdebatan. Di antara elemen-elemen (oknum) yang secara terusmenerus
menggugat berpendapat bahwa penggali Pancasila adalah Mr. Muh. Yamin, dengan
alasan bahwa tiga hari sebelum pidato Bung Karno 1 Juni 1945, Mr. Muh. Yamin pada
29 Mei 1945 telah menyampaikan suatu pidato yang memuat kelima sila tersebut. Ada
juga yang berpendapat bahwa yang lahir pada 1 Juni 1945 adalah nama Pancasila,
alasannya bahwa kelima sila itu sesungguhnya sudah ada sejak jaman nenek moyang
bangsa ini ada, sehingga tidak mungkin lagi dikenali hari lahirnya. Sementara itu ada juga
yang berpendapat bahwa Mr. Muh. Yamin dan Mr. Soepomo adalah penggali Pancasila,
alasannya kedua tokoh ini telah menyampaikan lima pokok pikiran di depan sidang
BPUPKI. Selain itu bahkan ada yang berpendapat bahwa pidato Bung Karno, 1 Juni 1945
merupakan pidato penutup, yang tidak lain sebagai rangkuman pidato yang diucapkan
oleh tokoh-tokoh sebalumnya, oleh karena itu pidato Bung Karno merupakan hasil
kompilasi dari tiga hari sidang sebelumnya.
Namun yang harus disadari bahwa Pancasila telah ada dalam segala bentuk
kehidupan rakyat Indonesia. Sejarah bangsa Indonesia telah mencatat bahwa di antara
tokoh perumus gagasan tentang calon dasar negara (Pancasila) itu adalah Mr. Muh.
Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Suatu pertanyaan yang senantiasa dilontarkan,
namun tetap saja menarik yaitu mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan
yang sekaligus dapat menunjukkan eksistensinya dari guncangan kisruh politik di negara
ini? Jawabannya karena Pancasila itu merupakan media pemersatu bangsa yang di
dalamnya terkandung nilai-nilai toleransi, harmonisasi, dan bersifat terbuka mengikuti
perkembangan jaman.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh
warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-
apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah
berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda
maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya
keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Sebagai dasar Negara Indonesia, Pancasila menjadi landasan fundamental dalam
kehidupan berbangsa. Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat
Indonesia terkecuali bagi mereka yang tidak pancasilais. Pancasila sebagai falsafah hidup
menginginkan agar moral pancasila menjadi cita-cita dan merupakan inti semangat
bersama dari berbagai moralyang secara nyata terdapat di Indonesia. Ini berarti bahwa
wawasan nilai-nilai yang terkandungdalam pancasila secara kultural diinginkan agar
tertanam di kehidupan masyarakat. Sehingga pancasila juga sebagai alat pemersatu dalam
hidup kerukunan berbangsa, serta sebagaipandangan hidup untuk kehidupan manusia
Indonesia sehari-hari. Dengan demikian bahwapancasila sebagai falsafah hidup bangsa
harus diketahui oleh seluruh warga Negara Indonesiaagar menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan olehpendiri bangsa tanpa adanya
keraguan guna memperkuat kesatuan dan persatuan bangsa danNegara Indonesia.
Pancasila merupakan dasar falsafah negara oindonesia, sehingga dapat diartikan
kesimpulan bahwa pancasila merupakan dasar falsafah dan ideologi negara yang
diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa indonesia, sebagai dasar pemersatu,
lambang persatuan dan kesatuan, serta bagian pertahanan bangsa dan negara. Pancasila
sebagai satu-satunya ideologi yang dianut bangsa indonesia tak ada yang mampu
menandinginya. Indonesia yang terdiiri atas berbagai dan suku bangsa dapat dipersatukan
oleh pancasil. Itu sebabnya sering kali pancasila dianggap sebagai ideologi yang sakti.
Siapa pun coba menggulingkannya, akan berhadapan langsung dengan seluruh
komponen-komponen kekuatan bangsa dan negara indonesia. Sebagai dasar negara
republi indonesia (way of life), pancasila nilai-nilainya telah dimiliki oleh bangsa
indonesia sejak zaman dulu. Nilai-nilai tersebut meliputi nilai budaya, adat-istiadat dan
religiusitas yang diimplimentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jati diri bangsa
indonesia melekat kuat melalui nilai-nilai tersebut yang dijadikan pandangan hidup.
Tindakan serta perilaku masyarakat nusantara sejak dahulu kala telah tercermin dalam
nilai-nilai pancasila. Untuk itu, pendiri republik indonesia berusaha merumuskan
nilainilai luhur itu kedalam sebuah ideologi bernama pancasila.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan
masalah pokok yang akan dibahas, yakni Bagaimana pengertian pancasila?, Bagaimana
sejarah dan proses parumusan Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa dan bagaimana
Kebangkitan Nasionalisme?, Bagaimana upaya membangun Karakter Bangsa yang sesuai
dengan Nilai-Nilai Pancasila dan bagaimana Implementasinya?

A. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah Menjelaskan Pengertian Pancasila, Menjelaskan
perumusan Pancasila sebagai pemersatu Bangsa dan kebangkitan nasionalisme,
Menjelaskan karakter Bangsa Indonesia yang sesuai Nilai-Nilai Pancasila dan proses
implementasinya dan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Pelatihan Kader Lanjut
(PKL) yang diselenggarakan oleh PC PMII Kab. Sukabumi
PEMBAHASAN

Pengertian Pancasila
Secara etimologi dalam bahasa Sansekerta (Bahasa Brahmana India), Pancasila
berasal dari kata ‘Panca’ dan ‘Sila’. Panca artinya lima, sila atau syila yang berarti batu
sendi atau dasar. Kata sila bisa juga berasal dari kata susila, yang berarti tingkah laku yang
baik. Jadi secara kebahasaan dapat disimpulkan bahwa Pancasila berarti lima batu sendi atau
dasar. Atau dapat dikatakan sebagai lima tingka laku yang baik.
Pancasila adalah sistem ajaran bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan bernegara
dan bermasyarakat. Bangsa Indonesia meyakini kebenaran nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila sebagai pedoman berpikir dan bertindak. Karena itu, setiap manusia ingin
melakukan tindakan harus bercermin pada nilai-nilai Pancasila terlebih dahulu. Pancasila
sebagai norma fundamental berfungsi sebagai suatu cita-cita atau ide yang harus diwujudkan
menjadi suatu kenyataan.
Wujud Pancasila sebagai konkret ialah Pancasila dalam setiap perbuatan, tingkah laku
dan sikap hidup sehari-hari. Pancasila adalah etika dan moral bangsa Indonesia dalam arti
merupakan inti bersama dari bersama dari berbagai moral yang secara nyata terdapat di
Indonesia. Bangsa Indonesia mempunyai berbagai moral yang berasal darimagama-agama,
kepercayaan, dan adat istiadat. Masing-masing moral itu mempunyai coraknya sendiri,
berbeda satu sama lain dan hanya berlaku bagi kelompok yang bersangkutan.
Namun demikian, dalam moral-moral itu terdapat unsur-unsur bersama yang bersifat
umum dan mengatasi segala paham golongan. Dengan demikian, nampaklah bahwa moral
Pancasila mengatasi segala golongan dan bersifat nasional. Pancasila adalah lima asas moral
yang relevan untuk di tetapkan menjadi dasar Negara. Karena itu, nilai-nilai Pancasila yang
juga memiliki ilmu pengetahuan dari aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi itu harus
mampu dijadikan landasan dasar dalam upaya mengembangkan Pancasila dan mengatasi
persoalan bangsa Indonesia saat ini. Pancasila menurut para ahli, yaitu:
1. Prof. Muhammad Yamin
Pancasila berasal dari kata Panca yang berarti lima dan Sila yangberarti sendi, atas, dasar,
atau peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Maka demikian Pancasila merupakan
lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah lakumyang penting dan baik.
2. Notonegoro
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia, sehingga dapat diambil kesimpulan
bahwa Pancasila merupakan dasar falsafah dan ideology Negara yang diharapkan
menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambing persatuan
dan kesatuan serta sebagai pertahanan bangsa dan Negara Indonesia.
3. Ir. Soekarno
Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun-temurun sekian abad lamanya
terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian, Pancasila tidak saja falsafah
Negara, tetapi lebih luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
Sejarah dan Perumusan Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa
Perjanjian luhur yang diikrarkan perjanjian luhur yang diiklarkan bangsa Indonesia,
tidak semata di bangun atas kesamaan perangai, melainkan lebih pada kesadaran geo-politik,
cita-cita, dan nilai-nilai luhur hidup dan mengakar dalam kepribadian bangsa Indonesia.
Menurut Bung Karno, bangsa Indonesia melewati perjuangan panjang dengan
mempersembahkan segenap pengorbanan dan penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut
cara, dan jalan yang ditempuhnya sendiri, yang merupakan hasil antara proses sejarah,
tantangan perjuangan, dan citacita masa depan, yang secara keseluruhan membentuk karakter
kepribadiannya. Karakter kepribadian bangsa Indonesia inilah yang selanjutnya ditetapkan
sebagai pandangan hidup dan dasar negara yakni pancasila. Karena itu, pancasila tidak lahir
secara tiba-tiba pada 1 juni 1945. Pancasila merupakan penjelmaan dari jiwa dan kepribadian
bangsa Indonesia yang telah hidup sejak dahulu hingga sekarang. Pancasila adalah filsafat dan
pandangan hidup yang digali melalui pemikiran sedalam-dalamnya dari budaya, sifat dan cita-
cita bangsa yang di yakini sebagai kenyataan norma-norma dan nilai-nilai yang paling benar,
paling adil, paling baik, dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Pancasila merupak titik
temu dari pluralitas bagi bangsa Indonesia NKRI yang menjadi perjanjian luhur bangsa, dan
pancasila menjadi payung kebinekaannya.
Menjaga perjanjian luhur anak bangsa merupakan tugas bagi generasi bangsa. Oleh
karena itu, ormas-ormas Islam di Indonesia termasuk NU sejak awal hingga erakemerdekaan,
era ordelama, era ordebaru, dan era reformasi, senantiasa menunjukkan kesetiaan dan
komitmen dan NKRI sebagai negara bangsa dan pancasila sebagai lambang dasarnya.
Kesetiaan dan komitmen NU, ini bisa dilihat dalam lintasan sejarah Indonesia:
1. Tahun 1936 dalam muktamar di Banjarmasin, NU mengukuhkan piagam Indonesia
sebagai negara bangsa.
2. Tahun 1945-1946, NU mendeklarasikan resolusi jihad untuk mempertahankan
kemerdekaan Indonesia.
3. Tahun 1954 dalam munas se-Indonesia di Cipanas Bogor, NU menetapkan piagam waliy
al-amri al-doruri bi al-Shaukah untuk legitimasi kekuasaan Soekarno sebagai presiden
RI yang sah.
4. Tahun 1967 dalam muktamar di bandung, NU mengeluarkan deklarasi pancasila.
5. Tahun 1983 dalam munas alim ulama NU di Situbondo, NU membuat piagam
hububangan agama dan pancasila.
6. Tahun 2006 dalam munas dan konbes NU di Surabaya ditetapkan maklumat NU yang
meneguhkan kembali komitmen kebangsaan untuk mempertahankan dan
mengembangkan pancasila dan UUD 45 dalam wadah NKRI.
7. Tahun 2011 dalam harlah NU ke-85 NU mengeluarkan maklumat untuk menyelamatkan
NKRI dan pancasila dari fundamentalime agama (radikalisme) dan fundamentalime pasar
(liberalisme).
Sikap NU dan juga ormas-ormas lain di Indonesia yang mendukung Pancasila bukan
tanpa alasan. Mereka berfikir, bahwa selama ini ideologi ini dianggap mampu mewujudkan
kemaslahatan umat dan menjaga stabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila
dianggap mampu mewadahi kebinekaan yang ada di Indonesia. Sejarah membuktikan bahwa
wacana-wacana untuk mengganti Pancasila dengan ideologi lain hanya membawa dampak
keburukan dan kekisruhan politik, ini seperti terlihat dari adanya upaya DI/TII, PKI, dan
belakangan ini, yakni wacana khilafah yang diusung oleh HTI.
Menurut Kaelan, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia sebelum disahkan
pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI, nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan negara, yang berupa nilai adat
istiadat, kebudayaan serta nilai-nilai religius. Nilainilai tersebut telah ada dan melekat serta
teramalkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pandangan hidup, sehingga matari Pancasila
yang berupa nilai-nilai tersebut tidak lain adalah bangsa Indonesia sendiri, sehingga bangsa
Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila. Nilai-nilai tersebut kemudian diangkat dan
dirumuskan secara formal oleh para pendiri negara untuk dijadikan sebagai dasar filsafat
Negara Indonesia.
Dalam perspektif historis, kelahiran, perumusan dan pengesahan Pancasila melewati
perdebatan, pembahasan dan kajian yang cukup lama yang melibatkan berbagai pihak dan
kelembagaan yakni Badan Penyidik Usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), Panitia
Sembilan dan terakhir Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Perang Dunia II (1939-1945) yang melibatkan negara-negara sekutu (Amerika Serikat,
Inggris, Prancis, Belanda, Rusia, Cina) dengan negara-negara Fasis (Jerman, Italia, dan
Jepang) pecah. Negara Belanda diserbu oleh Nazi Jerman 5 Mei 1940 dan takluk 10 Mei
1940, yang mengakibatkan Ratu Wilhemina dengan jajaran pemerintahan kerajaan mengungsi
ke Inggris, sehingga pemerintah kerajaan Belanda masih dapat berkomunikasi dengan
pemerintah jajahan Indonesia.
Janji-janji tentang sebuah negara merdeka yang pernah disampaikan pemerintah
kerajaan Belanda merupakan sebuah strategi agar sistem pemerintahan yang sedang
diterapkan di Indonesia kala itu tidak mendapat kesulitan. Janji Belanda tentang kemerdekaan
bangsa Indonesia di kelak kemudian hari hanyalah kebohongan belaka, karena tidak akan
pernah menjadi suatu kenyataan, sebab sampai Belanda menyerah tanggal 10 Mei 1940
kepada Nazi Jerman, kemerdekaan bangsa Indonesia itu tidak pernah terwujud.
Pada tanggal 7 Desember 1941 Jepang membom Pear Horbour salah satu pangkalan
penting Amerika Serikat di Lautan Pasifik, yang memicu meletusnya perangpasifik. Dalam
kurun waktu singkat Jepang telah berhasil menguasai negeri Cina, Philifina, dan termasuk
Indonesia. Bangsa Jepang dengan gigih menghalau Belanda dan berhasil menguasai Indonesia
sejak 9 Maret 1942. Jepang sangat menyadari bahwa menguasai Indonesia tidaklah mudah,
mengingat wilayah nusantara ini telah cukup lama dikuasai oleh Belanda. Itu berarti budaya
Barat (Belanda) di nusantara ini sudah cukup kuat pengaruhnya, untuk itulah Jepang harus
bekerja ekstra keras untuk menarik simpati masyarakat Indonesia. Berbagai propaganda
dilakukan Jepang untuk menarik simpati rakyat Indonesia. Setiap hari radio Jepang
mengumandangkan lagu “Indonesia Raya” dengan seruan: sambutlah saudara tua Dai Nipon,
berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Jepang mempropagandakan bahwa kehadirannya di
Indonesia bukan dengan tujuan menjajah, namun membantu bangsa Indonesia
memperjuangkan kemerdekaan, melepaskan diri dari cengkeraman penjajahanbangsa Barat
(Belanda).
Jepang memperbolehkan rakyat Indonesia mengibarkan bendera merah putih dan
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Tipu muslihat yang dilancarkan oleh tentara
Jepang sangat ampuh, di mana-mana rakyat Indonesia membantu Jepang mengalahkan dan
sekaligus mengusir Belanda. Kepercayaan yang telah berhasil dibangun oleh Jepang menjadi
modal utama untuk menggalang kekuatan dalam membantu Jepang dalam memenangkan
peperangan Asia Timur Raya.
Bermodalkan kepercayaan, Jepang berhasil membentuk perkumpulan pemuda
(Seinendan), pemudi (Fujinkai), tentara PETA, pasukan Jibaku-Tai dan lain-lain untuk
menghadapi segala kemungkinan yang dilakukan pihak sekutu dalam perang Asia Timur
Raya.Di samping itu Jepang juga telah berhasil meyakinkan bangsa Indonesia yang mayoritas
beragama Islam bahwa mati dalam peperangan untuk membela tanah air adalah “suhada”
(mati
yang paling terhormat).
Dalam kenyataannya pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia ternyata jauh
lebih kejam daripada penjajahan Belanda. Akibat kekejaman Jepang, maka terjadi
pemberontakan tentara PETA di Blitar (Jawa Timur). Rakyat Indonesia sangat kecewa akibat
tipumuslihat Jepang. Akibatnya terjadilah perlawanan “bawah tanah” terhadap Jepang. Di sisi
yang lain Jepang mulai terdesak oleh gempuran pihak sekutu. Kekecewaan yang dialami
rakyat Indonesia dengan cepat dapat diketahui. Jepang sangat menyadari apabila kekecewaan
itu tidak segera diatasi tentu akan merugikan perjuangannya untuk memenangkan perang Asia
Timur Raya. Untuk mengatasi kekecewaan itu Jepang berjanji akan memberikan hadiah
kemerdekaan kelak dikemudian hari kepada bangsa Indonesia.
Menyikapi janji Jepang itu, ada dua pola sikap di kalangan para pejuang tanah air. Ada
yang percaya akan janji Jepang tersebut, namun sebagian lagi meragukan akan kesungguhan
janji itu. Bagi yang setuju tentu dengan segala upaya tetap komit membantu Jepang dalam
peperangan melawan sekutu. Sementara yang meragukan, mereka beranggapan bahwa janji
kemerdekaan itu tidak lebih hanya sebuah taktik Jepang untuk tetap meraih simpati dan
dukungan maksimal dari rakyat Indonesia dalam menghadapi pihak sekutu.
Sebagai tindaklanjut atas janji itu, terutama bagi mereka yang meragukan janji itu,
kembali Jepang menegaskan bahwa seandainya janji itu direalisasikan apakah bangsa
Indonesia sudah siap menjadi negara merdeka, merumuskan persyaratan yang dipenuhi bagi
suatu negara merdeka, misalnya apakah sudah siap dengan dasar negara. Untuk menegaskan
dan sekaligus sebagi bukti komitmen Jepang akan janji itu maka tanggal 1 Maret 1945 Jepang
mengemukakan akan membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI). Badan ini baru terbentuk tanggal 29 April 1945 dan dilantik tanggal 28
Mei 1945 kemudian mulai bekerja tanggal 29 Mei 1945. Badan ini beranggotakan 60 0rang
dengan ketua Dr. Radjiman Widiodiningrat.
Dengan dibentuknya BPUPKI, bangsa Indonesia dapat secara legal mempersiapkan
diri menjadi negara merdeka, merumuskan persyaratan yang harus dipenuhi bagi sebuah
negara merdeka. Hal yang pertama kali dibahas dalam sidang BPUPKI adalah permasalahan
“Dasar Negara”. Sidang BPUPKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu:sidang pertama
berlangsung tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, hasil sidang pertama ini akan dibahas dalam
sidang kedua yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 16 Juli 1945.
Sidang BPUPKI pertama berlangsung selama empat hari, secara berturut-turut tiga
tokoh yang tampil berpidato menyampaikan gagasan/usulan sebagai calon dasar negara. Pada
hari pertama tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh. Yamin yang diberi kesempatan untuk
menyampaikan pidatonya, tanggal 31 Mei 1945 pidato disampaikan oleh Mr. Soepomo,
sementara pada hari terakhir tepatnya tanggal 1 Juni 1945 kesempatan diserahkan kepada Ir.
Soekarno untuk menyampaikan pidato tentang rencana calon dasar negara.
Dalam pidatonya, Mr. Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan Dasar Negara
Indonesia sebagai berikut: 1) Pri Kebangsaan; 2) Pri Kemanusiaan; 3) Pri Ketuhanan; 4) Pri
Kerakyatan (permusyawatan dan perwakilan) dan; 5) Kesejahteraan Rakyat (Keadilan sosial).
Isi pidato yang disampaikan Mr. Muh. Yamin terdiri dari lima usulan, namun dari kelima
usulan tersebut Mr. Muh. Yamin tidak memberi nama atau istilah terhadap kelima usulan
tersebut. Pada akhir pidatonya Mr. Muh. Yamin juga menyerahkan naskah sebagai lampiran
yaitu suatu rancangan usulan sementara berisi rumusan UUD RI yang dimulai dengan kata
pembukaan.
Berbeda dengan usulan yang disampaikan Mr. Muh. Yamin, Mr. Soepomo memulai
pidatonya dengan mengemukakan teori-teori negara sebagai berikut: 1) Teori negara
perseorangan (individualis). Menurut paham ini, negara adalah masyarakat hukum (legal
society) yang disusun atas kontrak antara seluruh individu (contract social); 2) Paham negara
kelas (class theory) yang sering disebut sebagai teori golongan. Menurut teori ini, negara
adalah alat dari suatu golongan (suatu klasse) untuk menindas klasse lain. Negara kapitalis
adalah alat bagi penguasa (kaum borjuis), oleh karena itu kaum Marxis menganjurkan untuk
meraih kekuasaan agar kaum buruh (proletar) dapat ganti menindas kaum borjuis. Selanjutnya
dalam pidato tentang usulan rencana dasar negara, Mr. Soepomo menyampaikan lima usulan
calon Dasar Negara yang terdiri dari: 1) Nasionalisme/internasionalisme; 2) Takluk kepada
Tuhan; 3) Kerakyatan; 4) Kekeluargaan dan ; 5) Keadilan rakyat. Pada kesempatan ini, Mr.
Soepomo walaupun dalam usulannya ada lima rancangan usulan, namun kelima usulan
tersebut belum diberikan nama.
Usulan calon dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya disampaikan
oleh Ir. Soekarno. Pidato Ir. Soekarno tentang usulan calon dasar negara disampaikan secara
lisan tanpa teks. Ir. Soekarno mengusulkan Dasar Negara yang terdiri dari lima prinsip yang
rumusannya sebagai berikut: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia); 2) Internasionalisme
(peri kemanusiaan); 3) Mufakat (demokrasi); 4) Kesejahteraan sosial; dan 5) Ketuhanan Yang
Maha Esa (Ketuhanan yang berkebudayaan).
Lima prinsip sebagai calon dasar negara yang telah disampaikan dalam pidato
tersebut, oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Peserta sidang bertanya
kepada Ir. Soekarno tentang asal-usul nama Pancasila yang diusulkan. Ir. Soekarno menjawab
secara lugas, bahwa nama itu adalah atas saran salah seorang teman beliau yang ahli
bahasa.Namun siapa ahli bahasa yang memberikan saran kepada Ir. Soekarno sampai dewasa
ini belum ada yang mampu mengungkapkan.
Menurut Ir. Soekarno, kelima sila itu masih bisa diperas menjadi “Tri Sila”, meliputi:
1) Sosio Nasionalisme yang merupakan sintesa dari “kebangsaan (nasionalisme) dengan peri
kemanusiaan (internasionalisme); 2) Sosio Demokratis yang merupakan sintesa dari
“mufakat” (demokrasi) dengan kesejahteraan sosial dan; 3) Ketuhanan. Selanjutnya Ir.
Soekarno juga mengusulkan bahwa “Tri Sila” dapat diperas lagi menjadi “Eka Sila”, yang
intinya adalah gotong royong.
Ir. Soekrno mengusulkan agar Pancasila dijadikan sebagai dasar falsafah negara dan
pandangan hidup bangsa Indonesia (philosophische grondslag) atau pandangan dunia yang
setingkat dengan aliran-aliran besar dunia sebagai weltanschauung, dan di atas dasar itulah
didirikan negara Indonesia. Pidato Ir. Soekarno sangat menarik untuk disimak, pertama
karena pidato itu disampaikan secara lisan yang membangun kesan bahwa apa yang
disampaikan dalam sidang itu memang sudah disiapkan secara matang oleh Ir. Soekarno
berdasarkan pengalaman selama memperjuangkan cita-cita kemerdekaan bangsanya. Kedua,
dalam pidato itu Ir. Soekarno juga membandingkan dasar filsafat negara “Pancasila” dengan
ideologi-ideologi besar dunia yang lain, seperti: ideologi Liberalisme, Komunisme,
Kosmopolitisme, San Min Chui, Chauvinisme dan lain-lainnya.
Pidato Ir. Soekarno yang disampaikan pada sidang pertama BPUPKI sangat menarik
dicermati, sebab pidato tanggal 1 Juni 1945 itu hampir mirip dengan pidato yang disampaikan
tanggal 4 Juli 1927 ketika Ir. Soekarno, Ciptomangunkusumo, Sartono dan tokohtokoh
lainnya mendirikan Partai Nasional Indonesia. Sebab Marhaenisme yang menjadi azas Partai
Nasional Indonesia adalah mencakup tiga azas yaitu: 1) Ketuhanan; 2) Sosio Nasionalisme
(Kemanusiaan dan Kebangsaan) ; 3) Sosio Demokrasi (Musyawarah = Demokrasi Politik dan
Kesejahteraan Sosial = Demokrasi Ekonomi). Artinya tiga dari lima usulan calon dasar negara
yang disampaikan dalam pidato 1 Juni 1945 sudah pernah disampaikan pada saat mendirikan
PNI tanggal 4 Juli 1927.
Sidang BPUPKI ke dua dilanjutkan dengan agenda membahas pidato berkenaan
dengan usulan calon asas dasar negara yang telah disampaikan oleh tiga tokoh sejak tanggal
29 Mei sampai tanggal 1 Juni 1945. Pembahasan terhadap ketiga usulan calon asas dasar
negara itu tidak lagi dibahas oleh seluruh anggota BPUPKI, namun telah ditetapkan sembilan
tokoh yang dipercaya mampu mengemban tugas mulia itu. Kesembilan tokoh ini kemudian
lebih dikenal dengan istilah “Panitia Sembilan”, terdiri dari : 1) Ir. Soekarno; 2) Drs. Moh.
Hatta; 3) Mr. A.A. Maramis; 4) Abikoesno Tjokro soejoso; 5) Abdoel Kahar Muzakir; 6) Haji
Agus Salim; 7) Mr. Ahmad Soebardjo; 8) K.H. WachidHasym dan ; 9) Mr. Muh. Yamin.
Melalui rapat-rapat yang secara intensif dilakukan (14 – 16 Juli 1945), akhirnya
Panitia Sembilan telah mencapai suatu hasil yang sangat baik yaitu suatu perumusan
Pancasila, yang lazim dinenal dengan istilah “Piagam Jakarta”, yang susunannya sebagai
berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perumusan serta sistematika Pancasila yang tertuang dalam Piagam Jakarta dapat
diterima oleh BPUPKI dalam sidang 14 – 16 Juli 1945.
Pancasila sebagai dasar negara belum final, karena BPUPKI belum merupakan
perwakilan yang representatif. Oleh karena BPUPKI adalah sebuah badan hasil bentukan
Jepang, sehingga dipandang belum mencerminkan perwakilan orang Indonesia. Untuk
memenuhi kepentingan itu, maka harus segera dibentuk suatu panitia untuk mempersiapkan
segala sesuatunya untuk kemerdekaan Indonesia.
Pada tanggal 7 Agustus diumumkanakan dibentuk , 9 Agustus 1945 Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mulai bekerja, Ir. Soekarno sebagai ketua dan Drs. Moh.
Hatta sebagai wakil ketua. Keanggotaan dari PPKI ini seluruhnya adalah terdiri dari orang-
orang Indonesia untuk memeriksa hasil-hasil kerja BPUPKI sebagai bahan persiapan
kemerdekaan Indonesia nanti. Setelah kemerdekaan keanggotaan PPKI disempurnakan,
sehingga menjadi Badan Nasional. Semula PPKI bertugas untuk memeriksa hasil-hasil
BPUPKI, kemudian mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting yaitu:
1. Mewakili seluruh bangsa Indonesia
2. Sebagai pembentuk negara (yang menyusun negara Republik Indonesia setelah
Proklamasi Kemerdekaan 17-18-1945).
3. Menurut teori hukum badan seperti ini mempunyai wewenang untuk meletakkan dasar
negara (pokok kaidah negara yang fundamental)(Darmodihardjo, 1989:31).
Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang bertekuk lutut kepada sekutu. Walaupun
kekalahan Jepang ini sangat dirahasiakan, namun berkat kecerdasan dan ketangkasan para
pemuda, terutama para pemuda yang bekerja di Kantor Berita, maka berita tentang kekalahan
Jepang itu sampai juga ke telinga para pemimpin pergerakan Indonesia. Sementara itu pihak
sekutu memberikan mandat kepada Inggris untuk melakukan pelucutan senjata kepada
Jepang.
Mandat sekutu kepada Inggris tidak segera dilakukan, akibatnya terjadilah kekosongan
kekuasaan (facum of power) di Indonesia. Kekalahan Jepang atas sekutu dan kekosongan
kekuasaan inilah yang dijadikan sebagai dasar alasan tokoh-tokoh pemuda pergerakan
nasional
Indonesia mendesak Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta untuk sesegera mungkin
memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Pada akhirnya tepat pukul 10.00 pagi waktu
Jakarta bertempat di Jl. Pegangsaan Timur No.56 Jakarta “Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia” diumumkan oleh dwitunggal (Soekarno-Hatta) tanggal 17-8-1945 dengan
mengatasnamakan bangsa Indonesia.
Pengakuan Indonesia sebagai negara merdeka secara internal (de facto) belum cukup.
Karena wajib mendapat pengakuan dunia internasional (de yure). Agar mendapat pengakuan
dunia internasional, maka perlu segera diambil tindakan-tindakan untuk menata Indonesia
merdeka seperti: menetapkan Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Presiden dan Wakil
Presiden dan lain-lain alat kelengkapan negara.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, pagi hari sebelum sidang menetapkan UUD 1945
sebagai Undang-Undang Dasar Negara, ada usulan dari Maluku, Sulawesi Utara, dan Bali
(Sunda Kecil) untuk merubah rumusan Sila pertama yang berbunyi Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya menjadi Ketuhanan Yang
Maha Esa. Kata-kata“dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya
(tujuh kata)” diganti menjadi “ Yang Maha Esa”.
Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 akhirnya menetapkan Undang-Undang Dasar,
yang selanjutnya dikenal dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai Dasar Negara, yang
rumusannya sebagaimana tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945. Pada waktu itu
juga sudah memilih/menetapkan Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai
Wakil Presiden Republik Indonesia, sehingga secara de facto dan secara de yure Indonesia
sudah menjadi negara merdeka, dengan menempatkan Pancasila menjadi Dasar Negara
sekaligus sebagai pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila disepakati menjadi dasar negara
paripurna, jati diri bangsa, rumah bersama warga bangsa sebab keberagaman itu merupakan
karunia, dan Pancasila sebagai dasar, ideologi, dan falsafah bangsa selalu bersifat terbuka.
Kebangkitan Nasionalisme
Sejak jaman kerajaan dan masuknya agama-agama besar di nusantara, unsur-unsur
Pancasila sebagai kebudayaan Indonesia sudah ada dalam kehidupan masyarakat, terutama
yang terkait dengan sistem kepercayaan. Kehadiran pengaruh budaya luar pada waktu itu
berjalan secaradamai, tanpa intimidasi apalagi melalui kekerasan, sehingga hubungan di
antara kedua budaya itu terjalin dan dapat berlangsung secara harmonis.
Pada masa kerajaan Majapahit cukup banyak karya sastra bernilai tinggi berhasil
diciptakan. Di antara sekian banyak karya sastra, ada dua buah karya sastra yang sangat
terkenal kala itu yaitu: kitab Negarakertagama yang dikawi oleh Mpu Prapanca, dan kitab
Sutasoma yang dikawi oleh Mpu Tantular. Dalam buku Negarakertagama terdapat istilah
“Yatnaggegwani Pancasyiila Kertasangkar bhisekaka Krama”, artinya raja wajib
menjalankan dengan setia kelima pantangan begitu pula upacara-upacara ibadat dan
penobatan. Sementara dalam kitab Sutasoma terdapat istilah “Pancasila Krama”, artinya lima
dasar tingkah laku atau perintah kesusilaan. Pancasila Krama ini juga sering disebut “Ma
Limo”, mencakup: 1) Dilarang mateni (membunuh); 2) Dilarang maling (mencuri); 3)
Dilarang madon (berzina); 4)
Dilarang mabok (minum-minuman keras) dan; 5) Dilarang main (berjudi). Kelima ini menjadi
pedoman tingkah laku yang wajib ditaati.
Hadirnya bangsa Barat (Belanda) pada akhir abad XVI di nusantara sebagai bangsa
penjajah, membawa perubahan besar bagi bangsa ini.Pada permulaan abad XX di panggung
politik internasional terhadap Dunia Timur terjadi dua peristiwa penting. Pertama, hampir
seluruh negaranegara di kawasan Asia telah dikuasai oleh bangsa Eropa seperti:Malaysia,
Singapura, dan India oleh bangsa Inggris, Philipina oleh bangsa Spanyol, Kamboja, Laos, dan
Vietnam (Indocina) oleh bangsa Prancis, Indonesia oleh Belanda. Kedua, pergolakan
kebangkitan Dunia Timur dengan ditandai timbulnya suatu kesadaran akan kekuatannya
sendiri seperti: Republik Philipina yang dipelopori Joze Rizal (1898), kemenangan Jepang
atas Rusia (1905), Republik Cina (1911) oleh Sun Yat Sen. Bagi bangsa Indonesia, peristiwa-
peristiwa ini sangat besar pengaruhnya terhadap pergolakan kebangkitan akan kesadaran
berbangsa yaitu kebangkitan nasional melalui organisasi pergerakan “Budi Utomo” (1908)
yang dipelopori oleh Dr. Wahidin Sudirohusodo bersama muridnya Dr. Sutomo.
Timbulnya gerakan nasional tidak dapat dipisahkan dengan bangkitnya nasionalisme
di Asia, yang dianggap sebagai reaksi terhadap imperialisme (penjajahan). Atas dasar itu,
maka dapat dikatakan bahwa nasionalisme itu sesungguhnya adalah jawaban bangsa Asia
termasuk bangsa Indonesia terhadap tantangan Barat. Artinya bahwa sejak kehadiran bangsa
Barat di nusantara ini sesungguhnya telah terkandung sebuah niat/nafsu untuk menjajah dan
mengeksploitasi, sehingga sejak saat itu juga telah menimbulkan reaksi masyarakat setempat.
Reaksi bangsa Asia terhadap kolonialisme dan imperialisme Barat sesungguhnya ada
dua bentuk: 1) Zelotisme, yaitu reaksi berupa menutup pintu rapat-rapat bagi pengaruh Barat
atau yang lazim juga dikenal dengan istilah isolasi, yaitu bentuk perlawanan pasif dengan cara
menolak segala pengaruh Barat. Contoh: gerakan Sanusi di Afrika Utara, gerakan Wahabi di
Arabia, gerakan Swadessi di India; 2) Herodianisme, yaitu dengan cara membuka pintu
selebarlebarnya bagi pengaruh Barat, meniru caracara Barat dan apabila sudah kuat digunakan
untuk menyerang imperialisme Barat. Reaksi seperti ini sering juga disebut sebagai bentuk
perlawanan aktif, yaitu menentang pengaruh Barat dengan menggunakan alat-alat atau senjata
dari Barat sendiri. Contoh: gerakan Mohammad Abduh di Mesir, Revolusi Turki, dan gerakan
modernisasi Jepang pada jaman Meizi Tenno.
Bangkitnya nasionalisme Indonesia tidak dapat dipisahkan dari bangkitnya
nasionalisme di Asia. Namun kalau dikatakan bahwa kebangkitan nasionalisme Indonesia
akibat pengaruh kemenangan Jepang atas Rusia (1905) dan gerakan Turki Muda (1908)
sepertinya perlu dicermati secara hati-hati. Bila kemenangan Jepang atas Rusia ditanggapi
sebagai batu dasar lahirnya kebangkitan bangsa kulit berwarna, maka kejadian lainnya harus
juga diberikan proporsi yang seimbang. Penulis cenderung mengatakan bahwa kebangkitan
nasionalisme Indonesia adalah bentuk reaksi bangsa Indonesia sendiri akibat dari kebijakan-
kebijakan pemerintahan kolonial itu sendiri. Bibitbibit perlawanan bangsa Indonesia telah
ditanam dan disemai oleh kolonial sendiri, sehingga tumbuh subur menjadi bentuk
perlawanan. Reaksi-reaksi ini dilakukan oleh bangsa Indonesia jauh sebelum tahun 1905,
seperti perlawanan Sultan Agung Mataram (1645), Sultan Ageng Tirtayasa (1650), Iskandar
Muda (1635), Untung Surapati dan Trunojoyo (1670), Pattimura (1817), Diponogoro (1825
1830), Jagaraga (1849), dan masih banyak perlawanan lainnya yang mempunyai corak, ciri,
bentuk sendiri. Sekali lagi menurut hemat penulis, bahwa kejadian-kejadian seperti
kemenangan Jepang atas Rusia, Gerakan Turki Muda, dan kejadian-kejadian lainnya di luar
Indonesia hanya merupakan faktor pendorong. Namun bagaimanapun besar dan kuatnya
dorongan itu dilakukan, apabila di dalam hati sanubari orang-orang Indonesia tidak bergelora
semangat perlawanan terhadap hegemoni kolonial, mungkin perlawanan itu lambat datangnya
atau mungkin sama sekali tidak akan pernah terjadi perlawanan.
Organisasi Budi Utomo (20-5-1908) dipandang sebagai embrio gerakan nasional
untuk mewujudkan suatu negara merdeka. Gerakan inilah yang merupakan awal gerakan
nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan
kekuatannya sendiri. Organisasi Budi Utomo merupakan pelopor pergerakan nasional,
sehingga segera setelah itu bermunculan organisasi-organisasi pergerakan yang lain, seperti:
Sarikat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, kemudian dengan cepat merubah bentuknya menjadi
gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi Sarekat Islam (SI) tahun 1911, Indische
Party (IP) tahun 1913, PKI tahun 1920, Partai Nasional Indonesia (PNI) tahun 1927, Sumpah
Pemuda (1928), dan begitu seterusnya saling bahu-membahu bermunculan organisasi
pergerakan dengan tujuan kemerdekaan bagi bangsanya.

Pengertian dan Konsep Membangun Karakter Bangsa


Membangun karakter bangsa sebenarnya sudah terpikirkan oleh bangsa Indonesia
melalui para the founding father nya jauh sebelum bangsa Indoensia merdeka. Bung Karno
amat sering menyampaikan pentingnya membangun karakter bangsa (nation character
building). Awal rintisan membangun bangsa Indonesia sebelum sumpah pemuda 28 Oktober
1928 dalam lagu kebangsaan hasil gubahan WR Supratman Indonesia raya menyatakan
bahwa Indonesia Raya dapat dibangun melalui membangun jiwanya. Simaklah bunyi syair
lagu Indonesia Raya “bangunlah jiwanya, bangunlah badannya untuk Indonesia Raya”. Syair
lagu kebangsaan Indonesia Raya tersebut tidak cukup cuma dinyanyikaan melainkan ditindak
lanjuti dengan aksi membangun bangsa ini mulai dari membangun Jiwa atau karakter
Bangsanya. Namun, yang terjadi pada bangsa Indonesia dalam pembangunannya justru
dimulai dan menitik beratkan pada aspek fisik material. Dan tidak aneh kalau hasilnya adalah
lahirnya anak-anak bangsa yang berorientasi pada faktor fisik material, individualistis. Hal ini
tercermin dalam kurikulum Pendidikan Nasional, bahkan dalam Ujian Nasionalnya. Artinya,
walau amanat para pendiri bangsa mengedepankan pembangunan karakter bangsa, namun
yang dilakukan bangsa ini justru aspek fisik material.
Berdasarkan perspektif pendidikan kewarganegaraan dikenal tiga kompetensi yaitu:
pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skill),
dan watak kewarganegaraan /civic disposition (Budimansyah,2010) atau character.
Pengetahuan kewarganegaraan berkenaan dengan apa yang seharusnya diketahui oleh seorang
warganegara mengenai negaranya seperti kehidupan politik, undang-undang
kewarganegaraan, pemerintahan, konstitusi dan seterusnya. Kecakapan kewarganegaraan
berkenaan dengan kecakapan intelektual, kecakapan emosional dan kecakapan spiritual.
Sedang watak kewarganegaraan atau karakter kewarganegaraan/ bangsa berkenaan dengan
nilai-nilai unik yang terinternalisasi dan terintegrasi dalam diri seseorang yang melandasi dan
mengarahkan sikap dan tindakannya sehingga terminifestasikan dalam perilaku seseorang
warganegara. Nilai-nilai unik tersebut dari berasal dari nilai budaya, ajaran agama, atau dasar
filsafat yang dimiliki dan disepakati oleh bangsa tersebut. Furqon (2010:12-13), menulis
dalam bukunya Pendidikan Karakter membangun peradaban bangsa bahwa karakter adalah
kualitas mental atau moral, kekuatan moral, nam, reputasi; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan dari orang lain; watak, tabi’at, mempunyai kepribadian. Lebih
lanjut menurut Furqon, seseorang berkarakter jika telah berhasil menyerap nilai dan
keyakinan yang dikehendaki masyaarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam
hidupnya (Furqon,2010). Dalam kontek karakter bangsa, maka kualitas mental atau moral,
kekuatan moral seseorang warga bangsa mampu berperilaku berbasis nilai dasar bangsa dalam
wujud kegiatan hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia di
segala bidang. Oleh karena itu membangun karakter bangsa merupakan proses internalisasi
nilai-nilai kehidupan luhur bangsa indonesia ke dalam jiwa setiap warga bangsa Indonesia
sehingga nilai-nilai tersebut terwejantahkan / termanifestasi dalam perilaku bagi pribadi
masingmasing dan dan bagi kehidupan bersama bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Indonesia. Dalam hal ini, Hutcheon menyatakan: ‘‘Where does character come from?’’ The
search for answers takes us into the sources of popular beliefs about whether or not people
learn to be sinners or saints. Religious and philosophical world views that imply an ethical
role for humans in the universe (Hutcheon,1999) (Dari mana karakter berasal? Mencari
jawaban membawa kita ke dalam sumber keyakinan populer tentang apakah atau tidak orang
belajar untuk menjadi orang berdosa atau orang-orang suci Pandangan dunia keagamaan dan
filosofis yang menyiratkan peran etis
untuk manusia di alam
semesta).
Sedang menurut Dasim, karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah
hati, olah rasa, dan oleh karsa, serta olah raga yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas
moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan (Budimansyah,1999).
Berkenaan dengan tema atau topik di atas, sudah barang tentu sasaran pembahasan di sini
adalah Pancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan negara Indonesia sebagai acuan yang akan
direvitalisasi untuk membangun karakter bangsa. Namun, persoalannya adalah dalam
implementasinya bagi pembentukan karakter bangsa tersebut. Banyak pendapat dan
pemahaman dikalangan para tokoh bangsa ini mengenai Pancasila. Baik dari aspek sejarah,
politik, yuridis, maupun aspek kultural. Oleh karena menyepakati lebih dahulu konsep
revitalisasi Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia harus dilakukan secara terbuka
namun berada dalam koridor staatsside yang digagas oleh para pendiri negara yang
menginginkan Dasar falsafah Pancasila sebagai dasar pemikiran filsafati dalam membangun
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia baik untuk kekinian maupun untuk masa depan
bangsa dan negara Indonesia.

Mencari jabaran Pancasila dan Implementasinya.


Menjabarkan Pancasila ke dalam implementasinya untuk membangun karakter bangsa
adalah bagian upaya merevitalisasi Pancasila ke dalam bentuk fungsional dalam membentuk
karakter bangsa Indonesia. Dengan kata lain menjadikan Pancasila sebagai paradigma
karakter bangsa. Keberadaan Pancasila dapat dilihat dari dua sudut, pertama secara hitoris dan
secara kultural. Kaelan yang mengutip pendapat Notonagoro menyatakan bahwa “Secara
historis Pancasila adalah merupakan suatu pandangan hidup bangsa yang nilainilainya sudah
ada sebelum secara yuridis bangsa Indonesia membentuk negara. Bangsa Indonesia secara
historis ditakdirkan oleh Tuhan yang Maha Esa, berkembang melalui suatu proses dan
menemukan bentuknya sebagai suatu bangsa dengan jatidirinya sendiri. Secara kultural dasar-
dasar pemikiran tentang Pancasila dan nilai-nilai Pancasila berakar pada nilai-nilai
kebudayaan dan nilai-nilai religius yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri sebelum
mendirikan negara” (Kaelan,2011:8).
Nilai-nilai Pancasila sebelum terbentuknya negara dan bangsa Indonesia pada
dasarnya terdapat secara sporadis dan fragmentaris dalam kebudayaan bangsa yang tersebar di
seluruh kepaulauan nusantara baik pada abad kedua puluh maupun sebelumnya, di mana
masyarakat Indonesia telah mendapatkan kesempatan untuk berkomunikasi dan berakulturasi
dengan kebudayaan lain. Nilai-nilai tersebut merupakan suatu local genius dan sekaligus
sebagai suatu
local wisdom bangsa Indonesia(Kaelan, 2011) yang kemudian disintesiskan secara dialektis
kemudian dituangkan ke dalam sebuah dasar negara yang sering disebut sebagai dasar
falsafah
negara (staats philosofiche grondslag). Pancasila yang sebab materialnya (causa materialis)
bersumber pada bersumber pada nilai-nilai budaya bangsa ini, menurut Kaelan yang
meminjam
meminjam istilah Margareth Mead, Ralp Linton, dan Abraham Kardiner dalam Anthropology
to Day, disebut sebagai National Character. Selanjutnya Linton lebih condong dengan istilah
Peoples Character, atau dalam suatu negara disebut sebagai National Identity (Kaelan,2011) ,
sehingga nilai-nilai kebudayaan dan nilai religius yang telah ada pada bangsa Indonesia,
kemudian dibahas dan dirumuskan oleh the founding fathers bangsa Indonesia, yang
kemudian disepakati dalam suatu konsensus sebagai dasar hidup bersama dalam suatu negara
Indonesia. Sebagai dasar falsafah, Pancasila yang merupakan suatu pilihan bangsa Indonesia
melalui The
Founding Fathers adalah core philosophy bangsa Indonesia, bahwa dalam hidup kenegaraan
dan kebangsaan Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang secara yuridis tercantum dalam
tertib hukum Indonesia, yaitu dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu nilainilai
Pancasila adalah sebagai sumber nilai dalam realisasi normatif dan praksis dalam kehidupan
kenegaraan dan kebangsaan. Dalam pengertian seperti ini nilai-nilai Pancasila merupakan das
sollen bagi bangsa Indonesia, sehingga seluruh derivasi normatif dan praksis berbasis pada
nilai-nilai Pancasila(Kaelan,2007:10). Dalam kedudukannya yang demikian ini, maka
Pancasila sebagai dasar negara yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, adalah
merupakan suatu cita-cita hukum (Rechtsidee), yang menguasai hukum dasar, baik hukum
dasar tertulis maupun hukum dasar tidak tertulis. Sebagai cita-cita hukum Pancasila
merupakan
konstruksi pikir yang merupakan suatu keharusan untuk mengarahkan hukum dan perilaku
masyarakat kepada cita-cita yang diinginkan masyarakat. Oleh karena itu, integritas Pancasila
sebagai sistem filsafat menjadi asas kerohanian bangsa harus dijadikan basis dan inti dalam
membangun karakter bangsa (nation and haracter building) yang sinergi dengan sistem
pembangunan nasional (Syam,2009).
Mengngingat pembangunan karakter harus bersifat berlanjut terus menerus
(sustainable), maka nilai yang dijadikan paradigma karakter haruslah nilai (values) yang
bersifat berlanjut. Membangunan karakter merupakan pembangunan manusia,, maka
sustainable values merupakan core dari pembangunan adalah Pancasila sebagai nillai-nila
kemanusia yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Sastraprateja,1998:72):
1. Hormat menghormati terhadap keyakinan regius orang lain
2. Hormat terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subyek yang tidak boleh
direduksi sebagai obyek.
3. Kesatuan sebagai bangsa yang mengatasi segala sektarianisme
4. Nilai-nilai terkait dengan demokrasi konstitusional
5. Keadilan sosial persamaan (equlity) dan (equity)
kontek revitalisasi Pancasila tersebut, akan lebih efektif jika terimplementasikan
dalam
bentuk budaya perilaku masyarakat. Dengan demikian membangun karakter bangsa berbasis
falsafah Pancasila adalah menjadikan nilainilai Pancasila tercermin dalam perilaku hidup dan
kehidupan setiap orang anggota masyarakat. Jika nilai Pancasila telah terimplementasi dalam
karater setiap orang, secara outmatif membudaya dalam perilaku masyarakat bangsa, dan
penyelenggara negara.
Persoalannya adalah, bagaimana wujud kongrit nilai-moral Pancasila tersebut yang
secara universal dapat dilaksanakan. Lima Sila dari Pancasila diderivasikan ke dalam bentuk
nilai operasional yang secara aplikatif dapat dilaksanakan. Dulu di zaman orba, ada eka
persetya pancasikarsa pernah dirinci menjadi tiga puluh enam butir; bahkan juga pernah
dirinci menjadi 45 butir. Secara tentatif, rumusan operasional nilai Pancasila dapat saja
disusun dan debatable
Sila Ketuhanan Yang Mahaesa, dapat dioperasionalkan seperti: setiap orang Indonesia
seharusnya beriman kepada Tuhan Yang Mahaesa, yang wujud perilakunya adalah
menjalankan perintah ajaran agamanya masing, bertoleransi terhadap orang lain yang
menjalani
ajarannya agamanya. Kemudian mengamalkaan ajaran agama betul memberi manfaat baagi
kepentingan orang lain/banyak. Sila Kemanusian yang adil dan beradab, diwujudkan dalam
bentuk perilaku yang saling menghargai harkat dan martabat manusia, kesamaan dalam
kemasyarakatan dan hukum, saling mengasihi, dan menyayangi satu sama lain hingga
mewujudkan kondisi yang serasi selaras dalam Indonesia, diwujudkan tiadanya diskriminasi
individu dan antar golongan, kesedian bekerjsasama untuk kepentingan bersama, bergotong
royong, rela berkorban, senantiasa sama berupaya menciptakan kerukunan, mencitai tanah air
dengan cara mencintai karya bangsa sendiri, dan lain-lain. Sila Kerakyatan yang dipimpin leh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sila itu diwujud ke dalam
menyelesaikan masalah dengan musyawarah, demokrasi substansial, dan tidak memaksakan
kehendak, dan seterusnya. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, diwujudkan
dalam bentuk perilaku menghargai hak orang lain, karya cipta orang lain, mengedepankan
kewajiban
kemudian hak yang dilaksanakan secara seimbang.
Sekali lagi bentuk perilaku di atas masih bersifat tentatif, dan dapat dirinci lebih detil
lagi sehingga betulbetul menjadi pedoman perilaku sebagai kaarakter setiap anak bangsa.
Dalam implementasinya, pedoman tersebut harus bersifat penuntun perilaku bukan perilaku
paksaan, harus bersifat manusia, sesuai dengan kodrat manusia, serta selaras dalam
implementasi manusia sebagai indidu dan masyarakat. Nilai-nilai Pancasila tersebut perlu
direvitalisasikan melalui proses deseminasi secara serius dan menggunak strategi metode
pendekat yang tepat dan rasional ilmiah, bukan indoktrinasi. Jangan pernah ada unsur
pemaksaan, melalinkan pendekatan persuasive educkatif.
Disamping itu, praktek kehidupan dalam segala bidang tercerminkan dalam etika
setiap orang dan kelompok. Misal nilai kejujuran adalah selaras dengan Nilai Pancasila. Oleh
karena itu dalam bidang politik, maka etika politik melahirkan perilaku politik yang jujur.
Dalam bidang ekonomi, jujur dalam berbisnis, dalam sosial jujur sehingga dapat dipercai oleh
sesama, dalam bidang hukum, jujur dalam penegaakan hukum, maka tercegah mafia hukum,
dalam bidang hankam, bahwa jujur melahirkan kepercayaan masyarakat pada penegak
hukum, dan seterusnya.
Tuntunan operasional tersebut di atas perlu dikaji secara bersama dan terbuka
sehingga hasil rumusan operasional nilai Pancsila dapat diterima oleh semua laapisan
masyarakat bangsa Indonesia.
PENUTUP

Kesimpilan
Berdasarkan Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa Berfilsafat adalah berpikir
secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sedangkan Pancasila sebagai sistem filsafat adalah
suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama antara sila yang
satu dengan sila yang lain untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu
kesatuan yang utuh yang mempunyai beberapa inti sila, nilai dan landasan yang mendasar.
Pancasila adalah sistem ajaran falsafah Bangsa Indonesia dalam menjalani kehidupan
Breagama, Berbangsa dan Bernegara. Bangsa Indonesia meyakini kebenaran nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila sebagai pedoman berpikir dan bertindak. Karena itu, setiap
manusia ingin melakukan tindakan harus bercermin pada nilai-nilai Pancasila terlebih dahulu.
Pancasila sebagai norma fundamental berfungsi sebagai suatu cita-cita atau ide yang harus
diwujudkan menjadi suatu kenyataan. Wujud Pancasila sebagai konkret ialah Pancasila dalam
setiap perbuatan, tingkah laku dan sikap hidup sehari-hari.
Bangsa Indonesia harus menyadari bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa
Indonesia bukanlah hadiah dari pemerintah kolonial Belanda ataupun Jepang. Kemerdekaan
Indonesia diraih melalui perjuangan panjang oleh segenap lapisan masyarakat Indonesia.
Usulan calon dasar negara merdeka mulai dibicarakan melalui sidang BPUPKI. Usulan calon
dasar negara diusulkan secara berturut-turut oleh: Mr. Muh. Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir.
Soekarno. Usulan calon dasar negara yang disampaikan oleh Ir. Soekarno diberi nama
“Pancasila”. Usulan calon dasar negara yang telah disampaikan dalamsidang pertama
BPUPKI, selanjutnya akan dibahas dalam sidang kedua oleh Panitia Sembilan yang
menghasilkan Pancasila Piagam Jakarta. Sebelum Pancsila hasil kerja Panitia Sembilan
disahkan, ada usulan agar rumusan sila pertama dirubah. Usulan tersebut disetujui, sehingga
bunyi rumusannya menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selanjutnya UUD 1945 dan
Pancasila oleh PPKI disahkan menjadi Dasar Negara Indonesia, sebagai pemersatu bangsa
yang multikultural.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Dedi Mulyadi. 2014. Internalisasi Nilai-Nilai Ideologi Pancasila, Bandung : PT Refika
Aditama
Ahmad Syafii Maarif. 2006. Studi Tentang Perdebatan Dalam Konstituante: Islam dan
Pancasila Sebagai Dasar Negara, Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia
Pimpinan MPR dan Badan Sosialisasi MPR RI. 2020. Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR
RI, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI
Poespowardojo. 1994. Sebuah Pendekatan Sosio Budaya :Filsafat Pancasila, Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama

Artikel
Iwan Nugroho. 2010. Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Falsafah Hidup Bangsa Untuk
Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Lingkungan Hidup,
Malang: Puskasi FH Universitas Widyagama
Sutan Syahrir Zabda. 2016. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial: Aktualisasi Nilai-nilai Pancasila
sebagai Dasar Falsafah Negara dan Implementasinya Dalam Pembangunan Karater
Bangsa, FKIP UMS
Ida Bagus Brata. 2017 Jurnal Santiaji Pendidikan: Lahirnya Pancasila Sebagai Pemersatu
Bangsa Indonesia, Denpasar: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Mahasaraswati
Dani Pinasang. 2012. Filsafat Pancasila Sebagai Norma Dasar (Grundnorm) Dalam Rangka
Pengembangan Hukum Nasional
Kumawi Basyir. 2013. Pancasila dan Kewarganegaraan: Pengertian, Sejarah, Landasan,
Ideologi dan Filosofinya, Surabaya: Sunan Ampel Press

Anda mungkin juga menyukai