Pendidikan Pancasila
Kelompok 1 :
Alfian Nufal Fikriy S. (200534627616)
Bachrudin Yusuf Muhaimin (200534627640)
Estriani (200534627641)
Fikri Kurniawan (200534627623)
A. Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia sudah resmi sejak 18 Agustus
1945. Tetapi, walaupun Pancasila saat ini sudah dihayati sebagai pendoman hidup bangsa
serta dasar negara yang perwujudannya dari kebiasaan dan budaya bangsa Indonesia sendiri,
sampai saat ini awal mula ditetapkannya ataupun disebarluaskan Pancasila masih dijadikan
kajian yang memberikan banyak sekali penafsiran serta konflik yang belum terselesaikan
hingga saat ini.
Disamping itu , Pancasila memanglah memiliki sejarah yang panjang dalam proses
pembentukannya dalam perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Sejarah bersifat rentan dan
dapat menjadi ancaman bagi keutuhan negeri Indonesia. Hal tersebut disebabkan begitu
banyak kontroversi yang berkelanjutan baik mengenai siapa pengusul awal hingga apa
penyebab disebut Pancasila.
Pancasila merupakan 5 nilai dasar atau prinsip bangsa Indonesia yang ada serta
berkembang sejak dahulu. Fungsi Pancasila sebagai dasar negara, yaitu menjadi sumber
kaidah hukum yang mengendalikan negara Republik Indonesia, tercantum di dalamnya
segala unsur- unsurnya ialah pemerintah, daerah, serta rakyat. Sedangkan peran Pancasila
ialah sebagai dasar pijakan penyelenggaraan negara serta segala kehidupan negara Republik
Indonesia.
Tegar serta semangat yang tinggi menjadikan Pancasila dalam jiwa bangsa mengakar
kuat hingga terus berjaya sepanjang masa. Karena ideologi Pancasila bukan sekedar identitas
bangsa Indonesia semata, namun diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
B. Rumusan Masalah
Menurut buku dirjen dikti (2016). Ketika para pemimpin Indonesia sedang
sibuk mempersiapkan kemerdekaan sesuai dengan skenario Jepang, secara tiba-tiba
terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta
politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan
jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa
itu, 7 Agustus 1945, pemerintah pendudukan Jepang di jakarta mengeluarkan
maklumat yang berisi :
(1) Pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi
Indonesia (PPKI)
(2) Panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19
Agustus 1945
(3) Direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia akan dimerdekakan
Dalam buku dirjen dikti (2013), Terdapat dua pandangan besar terhadap
Dasar Negara yang berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan
tersebut yaitu mereka yang memenuhi “anjuran” Presiden/ Pemerintah untuk
“kembali ke UndangUndang Dasar 1945” dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan
dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara. Sedangkan pihak lainnya menyetujui
‘kembali ke Undang-Undang Dasar 1945”, tanpa cadangan, artinya dengan Pancasila
seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun, kedua usulan tersebut
tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante (Anshari, 1981: 99). Majelis
(baca: konstituante) ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959. Kejadian ini
menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit Presiden yang
disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian dirumuskan di Istana Bogor
pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5
Juli 1959 pukul 17.00 di depan Istana Merdeka (Anshari, 1981: 99-100). Dekrit
Presiden tersebut berisi:1. Pembubaran konstituante; 2. Undang-Undang Dasar 1945
kembali berlaku; dan 3. Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
Menurut buku ajar mata kuliah wajib umum Pancasila (2016), Berdasarkan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu yang pertama pada
1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua badan perwakilan, yaitu Badan
Konstituante (yang akan mengemban tugas membuat Konstitusi/Undang-Undang
Dasar) dan DPR (yang akan berperan sebagai parlemen). Pada 1956, Badan
Konstituante mulai bersidang di Bandung untuk membuat UUD yang definitif sebagai
pengganti UUDS 1950.Sebenarnya telah banyak pasal-pasal yang dirumuskan, akan
tetapi sidang menjadi berlarut-larut ketika pembicaraan memasuki kawasan dasar
negara. Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara
sebagian yang lain tetap menghendaki Pancasila sebagai dasar negara. Kebuntuan ini
diselesaikan lewat voting, tetapi selalu gagal mencapai putusan karena selalu tidak
memenuhi syarat voting yang ditetapkan. Akibatnya, banyak anggota Konstituante
yang menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang.
Keadaan ini memprihatinkan Soekarno sebagai Kepala Negara. Akhirnya,
pada 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengambil langkah “darurat” dengan
mengeluarkan dekrit. Setelah Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959, seharusnya
pelaksanaan system pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar
1945. Karena pemberlakuan kembali UUD 1945 menuntut konsekuensi sebagai
berikut: Pertama, penulisan Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Kedua, penyelenggaraan negara seharusnya
dilaksanakan sebagaimana amanat Batang Tubuh UUD ‘45. Dan, ketiga, segera
dibentuk MPRS dan DPAS. Pada kenyataannya, setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
terjadi beberapa hal yang berkaitan dengan penulisan sila-sila Pancasila yang tidak
seragam. Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi
beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat
sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960.
Pendapat kelompok kami mengenai pancasila dalam kajian sejarah Indonesia
pada Orde lama yaitu bahwa kami mendukung untuk dasar negara adalah Pancasila
yang tercantum dalam UUD 1945 karena bangsa kita Indonesia memiliki beragam
suku dan agama. Dengan begitu persatuan Indonesia akan semakin kuat dan membuat
hidup menjadi damai serta tentram. Namun kami tidak mendukung penyelewengan
terhadap UUD 1945 yang terjadi saat itu, dimana Soekarno diangkat sebagai presiden
seumur hidup.
BAB III
Analisis Kasus
A. Kasus
Sejarawan Asvi Warman Adam mengatakan, Pancasila di era Soekarno sempat diperdebatkan
sebagai dasar negara pada 1957. Para konstituante memperdebatkan dasar negara Indonesia dalam
persidangan. "Mereka berdebat apakah dasar negara itu Pancasila atau Islam atau ideologi sosial
ekonomi. Tetapi tidak satu pun dari kelompok yang mencapai suara, sehingga usul atau perdebatan itu
menjadi terkatung-katung," ujar Asvi kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, 31 Mei 2017. Namun,
karena perdebatan tersebut dianggap tidak berhasil menentukan ideologi Indonesia, maka Presiden
Soekarno kembali mengeluarkan Dekrit Presiden pada Juni 1959. "Di sana kan diperdebatkan apakah
Pancasila ataukah negara Islam. Itu tidak berhasil, upaya itu sehingga Presiden Soekarno
mengembalikan lagi ke Dekrit Presiden. Bulan Juni 1959, kembali ke UUD 1945 di mana Pancasila
itu terdapat di dalamnya," kata Asvi.
B. Tanggapan Kasus
Menurut kelompok kami memang lebih baik untuk kembali dasar negara Pancasila yang
sesuai tercantum dalam UUD 1945, karena untuk menghargai perbedaan serta untuk menjaga
persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia ini yang dimana sila pertamanya “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Apabila memilih dasar negara Islam (Pancasila yang tercantum dalam Piagam Jakarta) yang
dimana sila pertamanya “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat syariat Islam bagi
pemeluk pemeluknya” sedangkan Bangsa Indonesia tidak hanya terdiri dari agama Islam saja. Namun
Bangsa Indonesia juga memiliki penganut lain seperti agama Kristen, Hindu dan Budha, hal tersebut
dapat menyebabkan perpecahan antar bangsa sendiri.
BAB IV
Penutup
A. Kesimpulan
1. Pancasila dalam kajian sejarah Indonesia yaitu pancasila sebagai identitas bangsa
Indonesia, pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia, pancasila sebagai jiwa bangsa, dan pancasila
sebagai perjanjian luhur.
3. Pancasila pada era kemerdekaan diwali dengan dijatuhkannya bom atom di Kota
Hiroshima dan Nagasaki yang membuat Jepang menyerah terhadap Amerika dan
Sekutunya. Peristiwa tersebut membuat kekosongan kekuasaan di Indonesia, hal tersebut
tidak disia siakan oleh para tokoh nasional untuk memproklamasikan kemerdekaan bangsa
Indonesia. Untuk merealisasikan tekad tersebut, pada tanggal 15 Agustus 1945 Sukarno,
Hatta dan Rajiman didesak oleh golongan muda agar kemerdekaan bangsa Indonesia
diproklamasikan secepatnya. Dari peristiwa tersebut terjadi kesalah pahaman antara
kelompok muda dengan Sukarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas
diri Sukarno dan M.Hatta ke Rengas Dengklok. Melalui jalan berliku, akhirnya
dicetuskanlah proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, naskah tersebut
diketik oleh SayutI Melik dan dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Sukarno.
Sehari setelah proses proklamsi kemerdekaan PPKI bersidang untuk menentukan posisi
banga Indonesia menjadi bangsa yang merdeka, dan menata kelengkapan suatu negara,
pada saat perumusan pancasila ada perubahan terhadap sila ke 1 karena adanya tuntutan
dari masyarakat Indonesia bagian timur dan kemudian perubahan tersebut disepakati
secara bersama.
4. Pada era Orde lama terjadi perdebataan antara Islam sebagai dasar negara atau
Pancasila sebagai dasar negara (Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta
sebagai Dasar Negara atau kembali ke Undang-Undang Dasar 1945). Sebagai langkah
darurat Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sehingga system
pemerintahan negara didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945. Pemberlakuan
kembali UUD 1945 maka Pancasila sebagaimana termaktub atau tecatat dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Namun kenyataannya terjadi beberapa hal yang berkaitan
dengan penulisan sila-sila Pancasila yang tidak seragam dan terjadi penyelewengan
terhadap UUD 1945.
B. Saran
Pancasila yang merupakan nilai luhur serta ideologi bangsa Indonesia, namun saat ini
masyarakat sudah mulai mengabaikan bahkan melupakan nilai nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Oleh karena itu, kita sebagai penerus bangsa harus menjaga kasatuan NKRI yaitu
dengan terus mengamalkan nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kita harus menghargai perbedaan yang ada karena
kita memiliki beragam suku, ras, budaya, dan agama. Selain itu kita harus menanamkan rasa
cinta tanah air dan rela berkorban, serta menjunjung tinggi Persatuan dan Kesatuan. Dengan
begitu tatanan kehidupan di Indonesia akan tertib, tentram, aman dan damai.
DAFTAR RUJUKAN
Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2013. Bahan Ajar Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila. J akarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Kaderi, Alwi. 2015. Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi. Banjarmasin: Antasari
Press.
https://m.liputan6.com/news/read/2972686/begini-pancasila-dimaknai-di-3-zaman
Diakses pada 20 Februari 2021