NEGARA
Untuk Pemula dan Pelajar
Sigit Pramono
© ISRI PRESS, 2020
xx + 98 halaman 16 x 21 cm
1. Nilai Luhur Pancasila 2. Bung Karno Negarawan
3. Toleransi Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
ISBN: 978-602-52989-2-9
Meskipun tidak menutup mata, masih saja ada sekelompok kecil orang
yang “alergi” dengan menganggap Pancasila sebagai Toghut, berhala. Di
masa lalu juga pernah terjadi upaya mengganti Pancasila, baik secara
konstitusional-- diwujudkan pertentangan dalam Sidang Konstituante
yang mengerucut hingga dilakukan voting untuk memilih Dasar Islam
atau Dasar Pancasila, maupun cara-cara inkonstitusional yang berwujud
pemberontakan-pemberontakan seperti yang dilakukan DI/TII maupun
PKI.
Saat Sidang BPUPK mencari dasar negara yang akan didirikan, Ir.
Sukarno adalah satu-satunya peserta yang menjawab pertanyaan Ketua
Sidang BPUPK, Dr. KRT. Radjiman Wediodiningrat. Hal ini terlihat
dengan jelas dalam pidato Ir. Sukarno pada 1 Juni 1945 yang
menjelaskan tentang lima prinsip dasar Indonesia merdeka, Pancasila.
Memang di awal era reformasi wacana dan dialog yang serius tentang
Pancasila sempat surut. Pancasila tidak lagi menjadi mata pelajaran dan
mata kuliah wajib di pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.
Konsekuensinya banyak generasi muda yang dilahirkan sejak akhir tahun
1980-an akhir hingga awal tahun 2000-an awal yang tidak memiliki
pengetahuan yang cukup tentang Pancasila. Bahkan di awal reformasi
sebagian besar pejabat enggan menyebut istilah Pancasila saat
memberikan sambutan. Padahal dalam TAP MPR Nomor XVIII/1998
tentang Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan
dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan Penetapan
tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara masih secara tegas
disebutkan Pancasila sebagai Dasar Negara dengan catatan risalah
"Bahwa dasar negara yang dimaksud dalam Ketetapan ini di dalamnya
mengandung makna Ideologi Nasional sebagai cita cita dan tujuan
negara. Maksudnya setiap penyelenggara negara harus menjalankan
Pancasila sebagai dasar negara sekaligus ideologi nasional.
Untuk itulah buku yang ditulis oleh saudara Sigit ini "Pancasila nilai nilai
luhur bangsa dan dasar negara" ini dapat menjadi bagian dari upaya
memahami sejarah yang perlu disambut baik walaupun masih ada
beberapa aspek yang harus diperluas dan diperdalam. Uraian Bung Karno
dalam pidato di depan sidang BPUPK ditulis secara penuh untuk
mengenalkan pada pembaca bahwa dalam pidato tersebut tidak hanya
sekedar mengenalkan istilah Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara, philosophie grondslag, Welthanchauung
yang terdiri dari lima sila (Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau
peri-kemanusiaan, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan Sosial dan
Ketuhanan yang Maha Esa), hanya ada dalam pidato Bung Karno dan
tidak ada dalam pidato atau usulan puluhan anggota BPUPK yang lain.
Rumusan panitia sembilan yang ekstra formaliteit ini oleh Bung Karno
kemudian disampaikan pada sidang pleno kedua BPUPK tanggal 10-17
Juli 1945. Sidang BPUPK setuju rumusan tersebut menjadi pembukaan
draft UUD dan menjadi landasan dalam menyusun draft UUD.
Hal ini perlu menjadi komitmen kita bersama karena Pancasila sejak
awal selain dijadikan sarana untuk mempersatukan (meja statis) juga
menjadi panduan (Leitstar Dinamis) untuk menjadi bangsa yang lebih
bersatu, berdaulat, maju, adil dan makmur.
SEKAPUR SIRIH
KATA SAMBUTAN
KATA PENGANTAR
1. Sepatah Kata
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa
pahlawannya (Ir. Soekarno).
Pribadi yang mulia adalah pribadi yang selalu bercermin dan
meneladadi jiwa kepahlawanan para pendiri bangsa (penulis).
1. Dasar Negara
4. Ideologi Bangsa
Pancasila sebagai dasar negara adalah hal yang sudah final. Sehingga
kita semua warga negara Indonesia tidak perlu mempermasalahkan
apalagi mempertentangkannya. Tantangan ke depan bangsa ini sungguh
berat dan dengan penuh kesadaran, inilah yang seharusnya kita hadapi
dan selesaikan bersama sama secara gotong royong, dari pada tiada
hentinya memperdebatkan masalah yang sudah final tersebut. Tentunya
kekuatan-kekuatan yang memang berkeinginan untuk menentang
terciptanya tatanan yang berlandaskan Pancasila akan gembira dan terus
memberi suport terhadap perdebatan yang tiada hentinya ini.
1 Juni 1945 sebagai hari lahir dasar negara Pancasila, adalah realitas
historis, filosofis dan politis bagi bangsa Indnesia. Pancasila lahir bukan
untuk golongan tertentu pada masyarakat ataupun sebagian golongan
manusia. Pancasila mampu mengakomodir seluruh kepentingan dari
seluruh elemen yang ada di negara Republik Indonesia. Pancasilapun
bukan diciptakan oleh sesoorang yang akan mengerdilkan makna
Pancasila itu sendiri. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila
tercipta dari sejarah dialektika bangsa nusantara, yang dengan ijin dan
kehendak Tuhan Yang Maha Esa dilahirkan kembali setelah ratusan
tahun terpendam dalam alam kolonialisme barat, pada tanggal 1 Juni
1945 oleh pidato Ir. Soekarno di sidang BPUPK.
Pancasila adalah kristalisasi nilai-nilai luhur bangsa yang ikut
diperkaya dan disempurnakan oleh nilai-nilai dari luar yang tidak
bertentangan dengan jatidiri bangsa. Dengan demikian Pancasila akan
selalu bisa abadi menjadi penopang atau dasar rumah negara Republik
Indonesia ini. Hal ini karena bangsa Indonesia tidak akan pernah terasing
dengan nilai-nilai tersebut, mengingat nilai-nilai ini adalah nafas bangsa
Indonesia sendiri.
Dalam menerapkan dan mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila
maka sikap toleransi menjadi suatu keharusan. Toleransi yang berbingkai
Bhineka Tunggal Ika terbukti mampu menjadi pita persatuan bangsa
Indonesia yang beraneka ragam ini. Kita perlu merevitalisasi nilai-nilai
Bhineka Tunggal Ika dalam wujud yang disesuaikan dengan alam
kekinian. Hal ini mengingat tantangan yang dihadapi generasi sekarang
tidak selalu sama dengan tantangan yang dihadapi generasi perjuangan
kemerdekaan.
Selanjutnya nilai-nilai luhur Pancasila yang oleh bangsa Indonesia
telah dianggap benar, maka nilai-nilai tersebut menjadi pemandu dan
penuntun bagi langkah dan nafasnya bangsa ini. Sebagai dasar negara
maka Pancasila akan mengaitkan dengan hukum yang ada di negeri ini.
Pancasila dijadikan sebagai statfundamentalnorm yang berdiri di atas
hukum apapun di Indonesia termasuk hukum dasar yaitu UUD 1945.
Posisi ini menempatkan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum di Indonesia. Di sisi lain Pancasila sebagai ideologi diharapkan
mampu mematahkan musuh-musuh yang berusaha mengganggu cita-cita
bangsa Indonesia. Dan di sini Pancasila terbukti sangat mampu dalam
melihat dan mendefinisikan musuh-musuhnya. Maksudnya hanya dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasilalah seharusnya negara ini
menganalisa musuh-musuh yang membahayakannya. Selanjutnya nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila akan menjadi semangat bagi
rakyatnya dan kebijakan hukum bagi negara untuk membasmi musuh-
musuh tersebut.
Sistem komunisme, sistem kapitalisme, sistem transnasional adalah
beberapa contoh musuh yang selalu merongrong negara Indonesia dalam
mencapai cita-citanya. Sistem transnasional ini bisa didasari oleh motif
agama maupun motyif ideologi lainnya, yang jelas faham-faham tersebut
bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
DAFTAR PUSTAKA