Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERAN MAHASISWA DALAM MEMBUDAYAKAN


PANCASILA

Dosen Pengajar :
Drs. Arifin Rahman, M.Si

Nama : Chandra Pramudya Ananto


NIM : 125413201
Prodi : D3 Teknik Listrik

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2012/2013
Kata Pengantar
Assalamualaikum, Wr. Wb.
Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, dan disertai kerja keras, selesai juga, silabus atau
rangkuman ilmu dan pemikiran yang disatukan dalam sebuah makalah. Dalam makalah ini, akan
membahas Pancasila sebagai ideology bangsa dan Negara.
Diharapkan setelah membaca silabus ini, setidak nya pembaca dapat mengerti arti, makna serta
mampu mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila sangat penting
untuk dipelajari, karena Pancasila yang sejatinya sebagai landasan dasar bangsa, dan menjadi
pedoman hidup bangsa ini, mampu menciptakan masyarakat yang madani dan sejahtera.
Di dalam kandungan nilai Pancasila kita akan menemukan nilai yang sangat luar biasa, hasil olah
piker para Founder Father negeri ini, Indonesia. Dan setidaknya, kita sebagai Mahasiswa bisa
menjadi pioneer utama bangsa untuk memajukan bangsa ini, dari keterpurukan. Amin.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar Negara bangsa Indonesia hingga sekarang telah mengalami perjalanan
waktu yang tidak sebentar, dalam rentang waktu tersebut banyak hal atau peristiwa yang terjadi
menemani perjalanan Pancasila, sehingga berdirilah pancasila seperti sekarang ini didepan semua
bangsa Indonesia.
Mulai peristiwa pertama saat pancasila dicetuskan sudah menuai banyak konflik di internal para
pencetusnya, hingga sekarangpun di era reformasi dan globalisasi Pancasila masih hangat
diperbincangkan oleh banyak kalangan berpendidikan terutama kalangan Politik dan mahasiswa.
Kebanyakan dari para pihak yang memperbincangkan masalah Pancasila adalah mengenai awal
dicetuskannya Pancasila tentang sila pertama.
Memang dari sejarah awal perkembangan bangsa Indonesia dapat kita lihat bahwa komponen
masyarakatnya terbentuk dari dua kelompok besar yaitu kelompok agamis dalam hal ini didominasi
oleh kelompok agama Islam dan yang kedua adalah kelompok Nasionalis. Kedua kelompok
tersebut berperan besar dalam pembuatan rancangan dasar Negara kita tercinta ini.
Maka, setelah banyak aspek memperbincangkan pancasila sebagai dasar Negara. Sekarang
pancasilapun dijadikan bahan perbincangan sebagai prilaku yang digunakan didalam kampus.
Dimana didalam kampus tersebut akan terdidik dengan kepemimpinan pancasilan. Baik dalam
prilaku bergaul juga dalam proses belajar mengajar didalamnya. Serta molekul-molekul yang
menjadi bagiannya.
Makalah ini dibuat sebagai catatan perjalanan Pancasila dari jaman ke jaman, agar kita senantiasa
tidak melupakan sejarah pembentukan Pancasila sebagai dasar Negara, dan juga dapat digunakan
untuk menjadi penengah bagi pihak yang sedang berbeda pendapat tentang dasar Negara supaya
kedepan kita tetap seperti semboyan kita yaitu “Bhineka Tunggal Ika”. Terutama hal tersebut dalam
penerapannya dalam kehidupan kita. Termasuk dilingkungan kampus.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini secara husus membahas permasalahan sebagai
berikut:

1. Apa yang disebut pancasila sebagai dasar negara?


2. Apa yang dimaksud dengan tri darma perguruan tinggi?
3. Bagaimana cara mengaktualisasikan pancasila tersebut di perguruan tinggi atau kampus?
1.3 Tujuan Penulisan
Setelah penulis mencoba memahami akan latar belakang serta rumusan masalah diatas,
maka tujuan kepenulisan ini adalah:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan pancasila sebagai dasar negara
2. Memahami makna dari pancasila dalam prilaku sehari-hari
3. serta mengenali betul peran dan cara mengaktualisasikan pancasila sendiri dalam kehidupan,
terutama dalam lingkungan kampus

1.4 Manfaat Penulisan


Setelah penulis mencoba memahami makna dari pancasila sebagai dasar Negara, maka
penulispun tersadar akan pentingnya nilai pancasila tersebut untuk diaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Terutama dalam lingkungan kampus yang memang kebetulan terdiri dari
berbagai macam suku, adat serta agama.
Karena dasar pemikiran tersebutlah, maka sangat layak dan pantas makna, peran pancasila
kembali ditulis guna untuk kembali dibaca sebagai salah satu bahan penyadaran diri setiap individu
agar kembali mengintropeksi dirinya untuk berprilaku sesuai dengan makna pancasila.
Dimana dengan berjiwa pancasila tersebut, akan terangakai kehidupan yang matang, selaras
dan akan jauh dari poermasalahan yang didasarkan karena perbedaan adapt, suku bahkan agama
tersendiri. Maka dari itu, penulis menganggap sangat perlu menulis makalah ini.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pancasila Sebagai Dasar Negara


Sebelum kita beranjak mengenali pancasila dalam lingkungan kampus. Maka terpikir sangatlah
perlu bagi kita semua untuk mengetahui posisi, fungsi atau peran pancasila sebagai dasar negara,
sebelum kita akan melanjutkan pemahaman terhadap pancasila dan aktualisasinya dalam kampus.
Karena dengan mengetahui lebih jauh dan lebih dalam pancasila sebagai dasar Negara kita nanti
akan lebih paham untuk mengaktualisasikan dalam kehidupan kita sehari-hari, termasuk dalam
kampus.

Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD
1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 yang menandaskan
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas
nama rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Memorandum DPR-GR itu
disahkan pula oleh MPRS dengan Ketetapan No.XX/MPRS/1966 jo. Ketetapan MPR
No.V/MPR/1973 dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978 yang menegaskan kedudukan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber dari tertib hukum di Indonesia.
Inilah sifat dasar Pancasila yang pertama dan utama, yakni sebagai dasar negara
(philosophische grondslaag) Republik Indonesia. Pancasila yang terkandung dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 tersebut ditetapkan sebagai dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh
PPKI yang dapat dianggap sebagai penjelmaan kehendak seluruh rakyat Indonesia yang merdeka.
Dengan syarat utama sebuah bangsa menurut Ernest Renan: kehendak untuk bersatu (le
desir d’etre ensemble) dan memahami Pancasila dari sejarahnya dapat diketahui bahwa Pancasila
merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional karena memuat nilai-nilai yang dijunjung
tinggi oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia.
Maka pancasila merupakan intelligent choice karena mengatasi keanekaragaman dalam
masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan Pancasila sebagai
dasar negara tak hendak menghapuskan perbedaan (indifferentism), tetapi merangkum semuanya
dalam satu semboyan empiris khas Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhinneka Tunggal
Ika”.

Mengenai hal itu pantaslah diingat pendapat Prof.Dr. Supomo: “Jika kita hendak mendirikan
Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka
Negara kita harus berdasar atas aliran pikiran Negara (Staatside) integralistik … Negara tidak
mempersatukan diri dengan golongan yang terbesar dalam masyarakat, juga tidak mempersatukan
diri dengan golongan yang paling kuat, melainkan mengatasi segala golongan dan segala
perorangan, mempersatukan diri dengan segala lapisan rakyatnya …”
Penetapan Pancasila sebagai dasar negara itu memberikan pengertian bahwa negara
Indonesia adalah Negara Pancasila. Hal itu mengandung arti bahwa negara harus tunduk kepadanya,
membela dan melaksanakannya dalam seluruh perundang-undangan. Mengenai hal itu, Kirdi
Dipoyudo (1979:30) menjelaskan: “Negara Pancasila adalah suatu negara yang didirikan,
dipertahankan dan dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat
dan hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (kemanusiaan yang adil dan beradab), agar
masing-masing dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan
kesejahteraannya lahir batin selengkap mungkin, memajukan kesejahteraan umum, yaitu
kesejahteraan lahir batin seluruh rakyat, dan mencerdaskan kehidupan bangsa (keadilan sosial).”
Pandangan tersebut melukiskan Pancasila secara integral (utuh dan menyeluruh) sehingga
merupakan penopang yang kokoh terhadap negara yang didirikan di atasnya, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan hak-hak azasi
semua warga bangsa Indonesia. Perlindungan dan pengembangan martabat kemanusiaan itu
merupakan kewajiban negara, yakni dengan memandang manusia qua talis, manusia adalah
manusia sesuai dengan principium identatis-nya.
Pancasila seperti yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 dan ditegaskan keseragaman
sistematikanya melalui Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 itu tersusun secara hirarkis-piramidal.
Setiap sila (dasar/ azas) memiliki hubungan yang saling mengikat dan menjiwai satu sama lain
sedemikian rupa hingga tidak dapat dipisah-pisahkan. Melanggar satu sila dan mencari
pembenarannya pada sila lainnya adalah tindakan sia-sia. Oleh karena itu, Pancasila pun harus
dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan utuh, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Usaha
memisahkan sila-sila dalam kesatuan yang utuh dan bulat dari Pancasila akan menyebabkan
Pancasila kehilangan esensinya sebagai dasar negara.
Sebagai alasan mengapa Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat dan
utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat diantitesiskan satu sama lain. Secara tepat
dalam Seminar Pancasila tahun 1959, Prof. Notonagoro melukiskan sifat hirarkis-piramidal
Pancasila dengan menempatkan sila “Ketuhanan Yang Mahaesa” sebagai basis bentuk piramid
Pancasila. Dengan demikian keempat sila yang lain haruslah dijiwai oleh sila “Ketuhanan Yang
Mahaesa”. Secara tegas, Dr. Hamka mengatakan: “Tiap-tiap orang beragama atau percaya pada
Tuhan Yang Maha Esa, Pancasila bukanlah sesuatu yang perlu dibicarakan lagi, karena sila yang 4
dari Pancasila sebenarnya hanyalah akibat saja dari sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Pancasila sebagai dasar negara sesungguhnya
berisi:

1. Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Persatuan
Indonesia, yang ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

3. Persatuan Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil
dan beradab, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,


yang ber-Ketuha nan yang mahaesa, yang ber-Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang
ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang ber-Ketuhanan yang mahaesa, yang ber-
Kemanusiaan yang adil dan beradab, yang ber-Persatuan Indonesia, dan ber-Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan.

2.2 Aktualisasi Pancasila


Aktualisasi berasal dari kata aktual, yang berarti betul-betul ada, terjadi, atau sesungguhnya,
hakikatnya. Dimana pancasila memang sudah jelas berdiri di Negara Indonesia sebagai dasar
Negara dan ideologi Negara.
Aktualisasi Pancasila adalah bagaimana nilai-nilai Pancasila benar-benar dapat tercermin dalam
sikap dan perilaku seluruh warga negara mulai dari aparatur dan pimpinan nasional sampai kepada
rakyat biasa.
Nilai-nilai Pancasila yang bersumber pada hakikat Pancasila adalah bersifat universal, tetap
dan tak berubah. Nilai-nilai tersebut dapat dijabarkan dalam setiap aspek dalam
penyelenggaraan Negara dan dalam wujud norma-norma, baik norma hukum, kenegaraan,
maupun norma-norma moral yang harus dilaksanakan dan diamalkan oleh setiap warga Negara
Indonesia.
Aktualisasi Pancasila dapat dibedakan atas dua macam yaitu :
A. Aktualisasi objektif
Aktualisasi Pancasila yang objektif adalah aktualisasi pancasila dalam berbagai bidang kehidupan
kenegaraan yang meliputi kelembagaan Negara antara lain, legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.
Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya. Seperti politik, ekonomi, hokum
terutama dalam penjabaran kedalam undang-undang, garis-garis besar haluan Negara, hankam,
pendidikan maupun bidang kenegaraan lainnya.
B. Aktualisasi Subjektif
Aktualisasi Pancasila yang subyektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap individu terutama
dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup Negara dan masyarakat. Aktualisasi yang
subjektif tersebut tidak terkecuali baik warga Negara biasa, aparat pentelenggara Negara, penguasa
Negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik, maka dia perlu mawas diri agar
memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan sebagaimana terkandung dalam pancasila.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
memerlukan kondisi dan iklim yang memungkinkan segenap lapisan masyarakat yang dapat
mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dan dapat terlihat dalam perilaku. Perpaduan ciri tersebut di
dalam kehidupan kampus melahirkan gaya hidup tersendiri yang merupakan variasi dari corak
kehidupan yang menjadikan kampus sebagai pedoman dan harapan masyarakat.

2.3 Tridarma Perguruan Tinggi


Pembangunan di Bidang Pendidikan yang dilaksanakan atas falsafah Negara Pancasila diarahkan
untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, membentuk manusia-
manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsa
dan negara dan mencintai sesama manusia.
Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
pendidikan dan pegajaran di atas perguruan tingkat menengah berdasarkan kebudayaan bangsa
Indonesia dengan cara ilmiah yang meliputi: pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat, yang disebut Tri Darma Perguruan Tinggi.
Peningkatan peranan Perguruan Tinggi sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi dalam usaha pembangunan selain diarahkan untuk menjadikan Perguruan Tinggi
sebagai pusat pemeliharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, juga
mendidik mahasiswa untuk berjiwa penuh pengabdian serta memiliki tanggung jawab yang besar
pada masa depan bangsa dan Negara, serta menggiatkan mahasiswa, sehingga bermanfaat bagi
usaha pembangunan nasional dan pengembangan daerah.
Perlu diketahui, bahwa pendidikan tinggi sebagai institusi dalam masarakat bukanlah
merupakan menara gading yang jauh dari kepentingan masyarakat, melainkan senantiasa
mengembangkan dan mengabdi kepada masarakat. Maka menurut PP. No. 60 Th. 1999, bahwa
Perguruan Tinggi mempunyai 3 tugas pokok, yaitu:
1. Pendidikan tinggi
2. Penelitian
3. Pengabdian terhadap masyarakat
Jadi, di Perguruan Tinggi atau yang biasa disebut dengan kampus, tidak hanya mengajar akan tetapi
mendidik. Dimana dengan didikan tersebut mahasiswa akan lebih didampingi baik secara
intelektual dan emosional. Contoh umumnya adalah bagaimana cara mahasiswa bergaul dalam
sehari-hari mereka dengan berpedoman pada pancasila.

2.4 Budaya Akademik


Budaya merupakan nilai yang dilahirkan oleh warga masyarakat yang mendukungnya. Budaya
akademik merupakan nilai yang dilahirkan oleh masyarakat akademik yang bersangkutan.
· Pancasila merupakan nilai luhur bangsa Indonesia.
· Masyarakat akademik di manapun berada, hendaklah perkembangannya dijiwai oleh nilai
budaya yang berkembang di lingkungan akademik yang bersangkutan. Suatu nilai budaya yang
mendorong tumbuh dan berkembangnya sikap kerja sama, santun, mencintai kemajuan ilmu dan
teknologi, serta mendorong berkembangnya sikap mencintai seni.
Perguruan tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki cirri khas tersendiri disamping
lapisan-lapisan masyarakat lainnya. Warga dari suatu perguruan tinggi adalah insane-insan yang
memiliki wawasan dan integritas ilmiah. Oleh karena itu masyarakat akademik harus senantiasa
mengembangkan budaya ilmiah yang merupakan esensi pokok dari aktivitas perguruan tinggi.
Terdapat sejumlah cirri masyarakat ilmiah sebagai budaya akademik. Yaitu, 1. kritis 2. kreatif 3.
objektif 4. analitis 5. konstruktif 6. dinamis 7. dialogis 8. menerima kritik 9. menghargai prestasi
ilmiah/akademik 10. bebas dari prasangka 11. menghargai waktu 12. memiliki dan menjunjung
tinggi tradisi ilmiah 13. berorientasi ke masadepan 14. kesejawatan/kemitraan (PPMB 1990 II-2).
Masyarakat ilmiah inilah yang harus dikembangkan dan merupakan budaya dari suatu masyarakat
akademik.

2.5 Kampus Sebagai Moral Force Pengembangan Hukum Dan HAM


Kampus merupakan wadah kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat, sekaligus
merupakan tempat persemaian dan perkembangan nilai-nilai luhur. Kampus merupakan wadah
perkembangan nilai-nilai moral, di mana seluruh warganya diharapkan menjunjung tinggi sikap
yang menjiwai moralitas yang tinggi dan dijiwai oleh pancasila.
Kampus merupakan wadah membentuk sikap yang dapat memberikan kekuatan moral yang
mendukung lahir dan berkembangnya sikap mencintai kebenaran dan keadilan dan menjunjung
tinggi hak asasi manusia.

Masarakat kampus sebagai masyarakat ilmiah harus benar-benar mengamalkan budaya akademik.
Masarakat kampus wajib senantiasa bertanggung
jawab secara moral atas kebenaran obyektif, bertanggung jawab terhadap masarakat bangsa dan
negara, serta mengabdi pada kesejahteraan kemanusiaan. Oleh karena itu sikap masarakat kampus
tidak boleh tercemar oleh kepentingan-kepentingan politik penguasa sehingga benar-benar luhur
dan mulia.
A. Kampus Sebagai Sumber Pengembangan Hukum
Dalam rangka bangsa Indonesia melaksanakan reformasi dewasa ini suatu agenda yang
sangat mendesak untuk mewujudkan adalah reformasi dalam bidang hukum dan peraturan
perundang- undangan. Negara indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, oleh karena itu
dalam rangka melakukan penataan Negara untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis maka
harus menegakkan supremasi hukum. Agenda reformasi yang pokok untuk segera direalisasikan
adalah untuk melakukan reformasi dalam bidang hukum. Konsekuensinya dalam mewujudkan suatu
tatanan hukum yang demokratis, maka harus dilakukan pengembangan hukum positif.
Sesuai dengan tatib hukum Indonesia dalam rangka pengembangan hukum harus sesuai
dengan tatib hukum Indonesia. Berdasarkan tatib hukum Indonesia maka dalam pengembangan
hukum positif Indonesia, maka falsafah negara merupakan sumber materi dan sumber nilai bagi
pengembangan hukum. Hal ini berdasarkan Tap No. XX/MPRS/1966, dan juga Tap No.
III/MPR/2000. namun perlu disadari, bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum dasar nasional,
adalah sumber materi dan nilai bagi penyusunan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Dalam penyusunan hukum positif di Indonesia nilai pancasila sebagai sumber materi,
konsekuensinya hukum di Indonesia harus bersumber pada nilai-nilai hukum Tuhan (sila I), nilai
yamh terkandung pada harkat, martabat dan kemanusiaan seperti jaminan hak dasar (hak asasi)
manusia (sila II), nilai nasionalisme Indonesia (sila III), nilai demokrasi yang bertumpu pada rakyat
sebagai asal mula kekuasaan negara (sila IV), dan nilai keadilan dalam kehidupan kenegaraan dan
kemasyarakatan (sila V).
Selain itu, tidak kalah pentingnya dalam penyusunan dan pengembangan hukum aspirasi dan
realitas kehidupan masyarakat serta rakyat adalah merupakan sumber materi dalam penyusunan dan
pengembangan hukum.
B. Kampus Sebagai Kekuatan Moral Pembangunan Hak Asasi Manusia
Dalam penegakan hak asasi manusia tersebur, mahasiswa sebagai kekuatan

moral harus bersikap obyektif, dan benar-benar berdasarkan kepentingan moral demi harkat dan
martabat manusia, bukan karena kepentingan politik terutama kepentingan kekuasaan politik dan
konspirasi kekuatan internasional yang ingin menghancurkan negara Indonesia. Perlu kita sadari
bahwa dalam penegakan hak asasi tersebut, pelanggaran hak asasi dapat dilakukan oleh seseorang,
kelompok orang termasuk aparat negara, penguasa negara baik disengaja ataupun tidak disengaja
(UU. No. 39 Tahun 1999).
Dasawarsa ini, kita melihat dalam menegakkan hak asasi seringkali kurang adi. Misalnya
kasus pelanggaran di Timur-timur, banyak kekuatan yang mendesak untuk mengusut dan mernyeret
bangsa sendiri ke Mahkamah Internasional. Namun, ratusan ribu rakyat kita. Seperti korban
kerusuhan Sambas, Sampit, Poso dan lainnya tidak ada kelompok yang mau memperjuangkannya.
Padahal hak asasi mereka sudah diinjak-injak, jelaslah kejadian serta menderitanya mereka sama.
Akan tetapi tetap tidak ada yang mau menolong.
Jadi, marilah kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tujukan pada
dunia bahwa kita mampu dalam merealisasikan semua cita-cita dan tujuan dasar dari reformasi.
Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bahwasanya kita merupakan mahasiswa sebagai
tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi manusi masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal
yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini. Kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar
menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada siapapun.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pancasila sebagai paradigma pembangunan merupakan suatu sumber nilai, kerangka piker, model,
orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan pembangunan. Yang meliputi pembangunan
politik, IPTEK, pengembangan bidang politik, poembangunan ekonomi, pembangunan social
budaya, pengembangan hankam, pembangunan pertahanan keamanan, dan sebagai reformsi, baik
itu reformasi hukum ataupun reformasi politik. Semuanya ditujukan untuk membuat menjadikan
bangsa yang semakin berkembang dan masyarakat yang semakin mapan.
Pancasila sebagai aktualisasi diri yang berarti betul-betul ada, terjadi atau sesungguhnya. Sehingga
terbentuklah aktualisasi objektif dan subjektif. Aktualisasi Pancasila yang objektif adalah
pelaksanaan Pancasila dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, baik di
bidang legislatif, eksekutif, yudikatif maupun semua bidang kenegaraan lainnya. Aktualisasi
Pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam sikap pribadi, perorangan, setiap warga negara,
setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan setiap orang Indonesia.
Aktualisasi diripun meliputi mencakup dalam tridarma perguruan tinggi, budaya akademik dan
lingkungan kampus sebagai moral force pengembangan hukum dan HAM, yang mencerminkan
bahwa aktualisasi diri itupun benar-benar ada dan terjadi disekitar kita. Terrmasuk dalam
lingkungan kampus.
3.2 SARAN
Sebelum kita terlampau melangkah jauh, menyisakan jejak yang tidak pantas bagi seorang
mahasiswa. Marilah kita kembali pahami arti dari keberadaan pancasila itu sendiri. Serta kita harus
sadar diri, bahwa kitalah yang akan memegang Negara kita ini. Maka dari itu, mulai saat ini,
biasakanlah berprilaku, bertindak bahkan menganbil keputusan dengan jiwa pancasila kita. Karena
dengan itulah, akan terwujud bangsa yang makmur serta tujuan Negara akan mudah dicapai.

Anda mungkin juga menyukai