Anda di halaman 1dari 2

Radikalisasi Pancasila

Term radikalisasi dalam mindset mayoritas manusia saat ini kerap berkonotasi negatif. Hal ini
dimaklumi, terutama jika dikaitkan dengan berbagai gerakan yang menggunakan simbol
keagamaan (tertentu) dan dalam aksinya sering melakukan tindakan anarkisme tanpa kompromi.
Penggunaan term tersebut di sini dimaksudkan sebagai suatu revolusi gagasan menumbuhkan
spirit seluruh elemen bangsa terhadap Pancasila agar tetap efektif dan tegar sebagai pandangan
hidup bersama, yang belakangan dirasa kurang menggigit sehingga kehilangan pamornya untuk
dijadikan rujukan bagi masyarakat Indonesia.

Hilangnya pamor Pancasila tersebut, jika dirunut dapat ditemukan saat gelombang reformasi
melanda negeri ini. Euforia secara berlebihan ternyata menjadikan rakyat Indonesia yang
sebelumnya berada dalam kungkungan dan tekanan, mendadak kehilangan norma dan etika
dalam mengisi cita-cita reformasi itu sendiri. Akibatnya, Pancasila menjadi terpinggirkan. Sudah 13
tahun kita hidup di zaman reformasi, faktanya masih banyak perilaku yang bertentangan dengan
nilai-nilai universal Pancasila; kasus korupsi telah menggurita di setiap instansi dan institusi yang
ada.

Hampir setiap waktu kita disuguhi tontontan fantastis; kasus illegal logging, mafia perbankan
dan perpajakan, markus, istana dalam penjara, pelanggaran HAM, dll. sampai kini masih
menjadi awan gelap yang menyelimuti bumi pertiwi. Belum lagi massa yang bertindak main hakim
sendiri, seakan-akan bangsa ini telah menjadi bangsa yang sama sekali tidak beradab. Serta yang
sangat memilukan munculnya gerakan NII, dapat dianggap sebagai pengkhianatan dari cita luhur
pendiri bangsa.

Hal tersebut harus segera diakhiri jika bangsa ini ingin bangkit dari segala macam keterpurukan.
Aktualisasi nilai-nilai Pancasila secara konsisten oleh setiap komponen bangsa dalam kehidupan
empirik merupakan hal mendesak untuk segera dilakukan. Mulai dari rakyat jelata hingga
penyelenggara negara hendaknya memiliki prinsip; dalam segala tindakan, perbuatan dan
kebijakan harus sesuai dengan roh Pancasila.

Karena begitu mendesaknya proyek penyadaran kolektif ini, tidak ada jalan lain kecuali melakukan
proses radikalisasi Pancasila. Mengutip Kuntowijoyo, radikalisasi Pancasila dapat dilakukan dengan
mengembalikan Pancasila sebagai ideologi negara, mengembangkan Pancasila sebagai ideologi
menjadi Pancasila sebagai ilmu, mengusahakan Pancasila mempunyai konsistensi dengan produk-
produk perundangan, koherensi antarsila, dan korespondensi dengan realitas sosial, juga Pancasila
yang semula hanya melayani kepentingan vertikal (negara) menjadi Pancasila yang melayani
kepentingan horizontal, serta menjadikan Pancasila sebagai kritik kebijakan negara.

Dalam pandangan Yudi Latif, proses radikaliasi ini dimaksudkan untuk membuat Pancasila menjadi
lebih operasional dalam kehidupan dan ketatanegaraan, sanggup memenuhi kebutuhan praktis
atau pragmatis dan bersifat fungsional. Lalu siapa yang mengoperasionalisasikan nilai-nilai
Pancasila? Tidak lain manusia Indonesia itu sendiri yang secara sadar dan sungguh-sungguh
menginternalisasikan dan membumikan nilai-nilai Pancasila yang masih abstrak ke dalam bentuk
kerja aktif.

Jika semua ini disadari dan diimplementasikan oleh setiap komponen bangsa, jargon Pancasila
sebagai common platform, titik temu, dan kontrak sosial atau bahkan belakangan disebut civil
religion bagi masyarakat Indonesia sangatlah tepat karena akan melahirkan manusia baru
Indonesia yang menyadari keberagaman identitas dan kekayaan budaya sebagai sesuatu yang
harus dipelihara dan dirawat tanpa harus membenturkannya satu sama lain dengan visi
mempertautkan segala keragaman serta menerobos batas-batas sentimen etno-religius.

Hal lain yang perlu diingat, bangsa Indonesia mempunyai harapan yang begitu besar dan mulia,
karena di samping merdeka bangsa ini juga berharap akan bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Untuk mewujudkan harapan tersebut, rakyat Indonesia harus menyadari bahwa kebersamaan dan
kebersatupaduan tanpa melihat latar belakang suku, agama, budaya dan lain-lain merupakan
modal utama untuk mengisi, memaknai dan meneruskan perjuangan para pendiri bangsa yang
telah berkorban untuk kemerdekaan anak cucu mereka, sesuai dengan motto dalam cengkraman
kaki burung Garuda Bhinneka Tunggal Ika; meskipun berbeda tetap bersatu. Ingat Pancasila
adalah benda mati, yang menghidupkannya adalah seluruh rakyat Indonesia sendiri, dengan
begitu kompatibilitas dan kebernasannya akan semakin terasa. . (Sumber: Lampung Post, 30 Mei
2011)

http://gagasanhukum.wordpress.com/2011/06/02/radikalisasi-pancasila/

Anda mungkin juga menyukai