Disusun oleh:
Dosen oleh:
Windiani
Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
hidayahnya sehingga tugas penyusunan makalah yang berjudul "Gender Di Bidang Hukum"
dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah Gender dan
Pembangunan semester genap angkatan 2019. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu
Windiani selaku dosen mata kuliah Gender dan Pembangunan yang telah membimbing kami
dalam penyelesaian makalah ini, kami juga berterima kasih kepada teman-teman yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Tanpa bantuan dari kalian mungkin makalah ini tidak
dapat terselesaiakan dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sebagaimana peribahasa mengatakan Tak ada gading yang tak retak. Hal itu disebabkan karena
keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu. kami senantiasa
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian. Demi perbaikan makalah ini di masa yang
akan datang Akhirnya kamni beiharap mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Mengingat kembali akan perjuangan feminis yang meminta bahwa perempuan juga bisa
bekerja pada sektor publik, tidah hanya mengurus pada sektor domestik saja. Maka dari itu,
perjuangan feminis harus didengungkan agar terlibat pada sektor politik, ekonomi, sosial,
dan hukum. Karena perempuan juga mampu terjun dalam kehidupan publik layaknya laki-
laki.
Berbicara mengenai hukum yang berjalan di Indonesia, tidak sedikit peraturan yang
berlaku dan dibuat oleh pemerintah merupakan cerminan dari pola pikir masyarakat
Indonesia sendiri. Seperti UU nomor 1 tahun 1974 mengenai pokok-pokok perkawinan yang
memuat peran perempuan dalam beberapa pasalnya, tergambarkan bahwa suami lebih
banyak bekerja pada sektor public dan isteri hanya bekerja di sektor domestik sebagai
pengurus rumah tangga dan keluarga. Hal ini yang akhirnya berdampak dan menjadi acuan
pada sektor ketenagakerjaan yang berpandangan negatif kepada perempuan, dan
mempersulit perempuan dalam memulai suatu pekerjaan.
Contoh lainnya dalam hukum pidana material di dalam KUHP ataupun RUU yang
mengatur kekerasan seksual yang korbannya kerap lebih banyak perempuan. Secara umum
di dalam KUHP mengatur kekerasan yang berakibat pada perlukaan fisik saja, namun
didalam aturan tersebut menujukan untuk laki-laki maupun perempuan sebagai korban.
Tidak ada aturan yang secara spesifik mengatur perlindungan mengenai perempuan.
Padahal, selama ini yang banyak mengalami kasus kekerasan adalah perempuan.
Budaya patriarki adalah suatu sistem yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang
kekuasaan utama dan mendominasi dalam kepemimpinan politik. Pada dasarnya kesetaraan
gender berhubungan langsung dengan keadilan gender, dalam arti lain kesetaraan gender
merupakan suatu keadaan dimana laki-laki dan perempuan disejajarkan sama baik dalam
keikutsertaan kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan
keamanan nasional kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.
Menurut Ibu Eni Mardiani (Polda Kalimantan Selatan), isu gender yang berkembang
pada saat ini tidak ada yang berubah sama saja seperti biasanya tetapi memang di Indonesia
dalam hukum tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki-laki, dalam beberapa contoh
misalkan kalau kesempatan wanita untuk berkarier kurang diperhatikan tetapi dalam hukum
tidak ada yang berubah dan hukum di Indonesia sudah adil. Dalam kasus kekerasan kepada
wanita itu tidak boleh terjadi dan pemerintah sudah mengupayakan dengan membuat unit
BPA, dan dalam prostitusi online seharusnya semua terkena hukum baik perempuan ataupun
laki-laki. Pada intinya, hukum di Indonesia sudah mengupayakan dengan semaksimal
mungkin untuk penyamarataan gender tetapi dalam kehidupan sehari-hari masih banyak
yang tidak dipraktekan dengan baik dan masih banyak stereotype yang membuat pemikiran
bahwa wanita lemah.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kasus pelanggaran HAM di Indonesia masih banyak dan masih belum terperhatikan secara
menyeluruh. Terutama kasus pelanggaran HAM terhadap perempuan. Kasus pelanggaran yang
sering dialami adalah KDRT dan pelecehan seksual di muka umum. Namun jika dilihat
kembali,belum ada peraturan khusus untuk perlindungan perempuan yang secara tegas. Hukum
di indonesia sudah peka terhadap gender namun implementasinya dimasyarakat dirasakan masih
sangat kurang karena pengaruh budaya yang sudah melekat dalam kehidupan di masyarakat.
Stereotipe yang berkembang dimasyarakat membuat hukum di Indonesia sulit dijalankan maka
dari itu perlunya kesadaran masyarakat terhadap pemahaman mengenai gender khususnya
anggapan-anggapan yang melemahkan perempuan.
1.2 Saran
Pemerintah harus membuat peraturan yang lebih tegas lagi mengenai hak- hak dan
perlindungan bagi perempuan. Selain itu,berikan penyuluhan kepada setiap perempuan mengenai
apa saja hak mereka dan tindakan apa yang harus di lakukan jika hak mereka di langgar. Pada
intinya lebih banyak lagi memberi pengertian HAM kepada masyarakat di Indonesia,agar kasus
pelanggaran HAM tidak terus meningkat setiap tahunya.
Narasumber 1
Dr. Tony Hanoraga S.H., MH.
Narasumber 2
Eny Mardiani
Narasumber 3
Indira Nurul A
Mahasiswa FH UI 2019
DAFTAR PUSTAKA