PENDAHULUAN
Dalam Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945), Pasal 28 I (2) menyatakan
bahwa, “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
diskriminatif itu.” Pasal 28C, 28D, 28H, dan 28I menyebutkan secara jelas hak-hak
setiap warga negara, termasuk perempuan untuk mengembangkan diri sebagai manusia
bermartabat. Hal ini berarti bahwa secara filosofis, Indonesia menjamin dan melindungi
tiap warga negaranya dari sikap atau tindakan diskriminatif tanpa membeda-bedakan
terhadap salah satu kelompok warga tertentu merupakan sikap yang tidak
UUD 1945, “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh
masih ada diskriminasi dan pembedaan terhadap perempuan baik sebagai warga negara
Gender merupakan istilah yang diperkenalkan oleh para ilmuwan sosial untuk
menjelaskan perbedaan antara perempuan dan laki-laki yang bersifat bawaan sebagai
ciptaan Tuhan dan yang bersifat bentukan budaya yang dipelajari dan disosialisasikan
sejak kecil. Pembedaan ini dinilai penting, karena selama ini sering sekali mencampur
1
adukan ciri-ciri manusia yang bersifat kodrati dan yang bersifat bukan kodrati .
pembedaan pembagian peran yang selama ini dianggap telah melekat pada manusia
perempuan dan laki-laki untuk membangun gambaran relasi gender yang dinamis dan
jawab, fungsi dan bahkan ruang tempat dimana manusia beraktivitas. Sedemikian
rupanya perbedaan gender ini melekat pada cara pandang kita, sehingga kita sering lupa
seakan-akan hal itu merupakan sesuatu yang permanen dan abadi sebagaimana
permanen dan abadinya ciri biologis yang secara kodrati dimiliki oleh perempuan dan
laki-laki.
Kata gender dapat diartikan sebagai perbedaan peran, fungsi, status dan
tanggungjawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari bentukan (konstruksi)
sosial budaya yang tertanam lewat proses sosialisasi dari satu generasi ke generasi
berikutnya, dengan demikian gender adalah hasil kesepakatan antar manusia yang tidak
bersifat kodrati, oleh karenanya gender bervariasi dari satu tempat ke tempat lain
dan dari satu waktu ke waktu berikutnya. Gender tidak bersifat kodrati, dapat berubah
dan dapat dipertukarkan pada manusia satu ke manusia lainnya tergantung waktu dan
budaya setempat.
Gender menyangkut aturan sosial yang berkaitan dengan jenis kelamin manusia
laki-laki dan perempuan. Perbedaan biologis dalam hal alat reproduksi antara laki-
laki dan perempuan memang membawa konsekuensi fungsi reproduksi yang berbeda,
1
Menurut Masudi, Patriarki berasal dari kata patri-arkat berarti struktur yang menempatkan peran
laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral dari segala-galanya, jadi budaya patriarki adalah budaya yang
dibangun atas dasar struktur dominasi dan sub ordinasi yang mengharuskan suatu hirarkhi dimana laki-laki
dan pandangan laki-laki menjadi suatu norma. https://phierda.wordpress.com. Budaya patriarki, diunduh
tanggal 17 januari 2015, pukul 11.20 Wib
2
biologis ini menjadi indikator kepantasan dalam berperilaku yang akhirnya berujung
pada pembatasan hak untuk akses, partisipasi, kontrol dan menikmati manfaat dari
kekuasaan negara lewat produk hukumnya. Melalui proses yang panjang, gender lambat
laun menjadi seolah-olah kodrat Tuhan atau ketentuan biologis yang tidak dapat diubah
tentang bagaimana lelaki dan perempuan berpikir dan bertindak sesuai dengan
ketentuan sosial tersebut. Pembedaan yang dilakukan oleh aturan masyarakat itu
diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya, penuh dengan proses, negosiasi,
tersebut dianggap alamiah, normal dan kodrat sehingga bagi mereka yang mulai
keagamaan, maupun yang lainnya, namun demikian, kajian tentang gender masih
Indonesia yang belum memahami persoalan ini dan masih banyak terjadi berbagai
sistem atau struktur sosial dimana kaum laki-laki atau perempuan dapat menjadi
3
dalam pembuatan atau pengambilan keputusan politik, stereotip, diskriminasi dan
kekerasan2.
merupakan hal yang paling utama, pandangan F.J Stahl sebagaimana dikutip juga oleh
Ketidakadilan gender dapat menimpa kaum perempuan dan laki-laki, hanya saja,
yang biasa disebut dengan gerakan feminis. Cukup banyak teori yang dikembangkan
oleh para ahli, terutama kaum feminis, untuk memperbincangkan masalah gender,
khusus sementara untuk mempercepat kesetaraan dan keadilan de facto antara laki-laki
dan perempuan, termasuk merubah praktik kebiasaan dan budaya yang didasarkan
pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran sterotipe untuk
4
Paragraf keenam dan ketujuh konsideran menimbang CEDAW dituliskan:
keadilan gender dalam sistem hukum sehingga perlu disusun standar atau tolok ukur
yang dapat dijadikan sebagai alat/pisau analisis dalam setiap tahap pembentukan
Indonesia beragama Islam, dan setiap muslim dituntut untuk yakin sepenuhnya bahwa
Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah yang ketentuan aturan didalamnya
sangat ideal dan sangat sempurna. Ajarannya mencakup semua tuntunan luhur bagi
kehidupan manusia di muka bumi dalam semua bidang kehidupan. Tujuan Islam
tidak lain agar manusia selamat dan bahagia dalam kehidupan dunia menuju kehidupan
akhirat yang kekal dan abadi. Tetapi para the founding fathers negara ini sepakat
sepanjang sejarah bangsa ini dalam banyak aspek tidak dapat melepaskan diri dari
pengaruh ajaran Islam, terutama dalam aspek hukum. Implementasi syariat Islam
5
kebijakan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Peraturan
sebagai berikut:
Tahun 2009
kebijakan otonomi daerah (otoda) pada Tahun 2001, sejumlah pemerintah daerah
mulai dari tingkat provinsi sampai ke peraturan desa (perdes). Ikrom dalam
penelitiannya menyatakan bahwa sejak otonomi daerah digulirkan, sampai akhir Juli
2007 tercatat lebih dari 113 produk kebijakan dalam berbagai bentuk seperti peraturan
6
daerah (perda), qanun, surat edaran, dan keputusan kepala desa. Produk kebijakan
daerah tersebut secara tegas berorientasi pada ajaran moral Islam sehingga pantas
Sayangnya, indikator keislaman yang ditampilkan itu lebih tertuju kepada hal-hal
yang bersifat sangat simbolistik, seperti memakai pakaian muslim (jilbab), wajib baca
tulis Al quran setelah magrib, tulisan arab pada kantor dan toko, memajang tulisan
dalam bentuk pendidikan gratis, terutama bagi anak-anak terlantar, pelayanan rumah
sakit murah bagi penderita busung lapar, lansia, fakir miskin, dan penyandang cacat,
penyediaan sarana air bersih, serta perlindungan warga, khususnya kelompok rentan
dari semua bentuk diskriminasi, kekerasan dan eksploitasi sehingga mereka dapat juga
yang dirugikan, misalnya Perda Kota Bandar Lampung, Nomor 15 Tahun 2002
tentang Larangan Perbuatan Prostitusi dan Tuna Susila, Perda Kabupaten Lahat, Nomor
3 Tahun 2002 tentang Larangan Perbuatan Pelacuran dan Tuna Susila, Perda Kota
4
Muhammad Ikrom, Syariat Islam dalam Perspektif Gender dan Hak Asasi Manusia (HAM), Jurnal
Supremasi Hukum, Vol.2, no.1, Juni 2013, hlm. 175 , Ikrom berpendapat meskipun tidak ada Perda yang
secara tegas menyebut dirinya sebagai Perda Syariat, namun isinya secara eksplisit bernuansa syariat
Islam. Istilah Perda Syariat digunakan secara luas terhadap sejumlah Peraturan Daerah yang isinya
mengatur kehidupan masyarakat berdasarkan ketentuan ajaran tertentu, yakni ajaran Islam. Sayangnya
acuan Islam yang dipakai di sini, terbatas pada peraturan yang bersifat legal-formal dan sangat simbolistik..
5
. Ibid. hlm. 174
6
Ibid , hlm. 172-174
7
beberapa peraturan daerah di Indonesia selalu dimulai dengan mengontrol perempuan,
membatasi gerak dan aktivitas perempuan dan merumahkan kembali kaum perempuan.
Para pemerhati hak hak perempuan sepakat menyimpulkan bahwa isu perempuan
diperebutkan tidak lain karena tubuhnya merupakan perwujudan dari berbagai simbol
simbol kehidupan, simbol kekuasaan, simbol kebenaran, simbol moralitas, dan simbol
kepada Islam tekstualis, yakni ajaran Islam yang bertumpu semata-mata pada teks dan
ahistoris, sangat eksklusif, bias gender dan sarat nilai-nilai patriarki. Analisis terhadap
hukum dijumpai pada tiga aspek hukum sekaligus, yaitu pada materi hukum (content
of law), budaya hukum (culture of law) dan struktur hukumnya (structure of law). 8
Lebih parah lagi, karena perda-perda tersebut terkadang menyimpang dari esensi
ajaran Islam yang menempatkan manusia, perempuan dan laki-laki sama nilainya
sebagai makhluk terhormat dan bermartabat, serta memiliki hak dan kebebasan
dasar yang harus dihormati. Jika orientasi para penyelenggara pemerintahan, baik di
publik atau perda yang relevan dirumuskan diantaranya adalah kebijakan tentang
8
Kasus-kasus ketimpangan gender dalam bidang hukum di Indonesia dipaparkan secara rinci
dalam Nursyahbani Katjasungkana dan Mumtahanan, Kasus-Kasus Hukum Kekerasan Terhadap
Perempuan, Jakarta: LBH APIK, 2012.
8
huruf, pemberantasan penyakit menular dan penyakit berbahaya lainnya, pemberantasan
1990 dan dipublikasikan secara berkala dalam laporan Tahunan Human Development
laporan Human Development Indeks (HDI)), IPM Indonesia pada 2015 sebesar 0,689
berada di peringkat 113 dari 188 negara di dunia, turun dari posisi 110 pada Tahun
2014, Tahun 2016 turun dua tingkat ke peringkat 115, diTahun 2017 IPM Indonesia
turun lagi ke peringkat 116 dari 189 negara di dunia dengan nilai IPM 0,932. IPM
yang baik tidak bisa dicapai kalau setengah dari populasi tidak membaik (khususnya
(IPG) yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Data Tahun 2017 menunjukkan
bahwa nilai IPG untuk perempuan adalah 0,666 sedangkan IPG untuk laki laki 0,715.
Ketertinggalan ini multi dinamis dari sisi gender, perempuan aksesnya informasinya
9
https://www.bps.go.id/subjek/view/id/26, di akses pada 25 April , 2016,di akses pukul 10.53 Wib.
10
Ibid.
9
minim, tingkat pendidikan dan kesehatan yang rendah dan ini cenderung diteruskan
keistimewaan itu adalah pelaksanaan syariat Islam. Secara hukum pelaksanaan syariat
kemudian dipertegas oleh UU Nomor 22 Tahun 1999, tentang otonomi khusus 12,
Syari’at Islam di Aceh bisa dijalankan dan dikenal dengan penerapan Syari’at Islam
diatur dalam tata urutannya menurut UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
UU ini namun keberadaan qanun dapat ditelusuri dalam sumber hukum utama yaitu
Pasal 18 B ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa negara mengakui dan
11
http://mcnnindonesia.com/ekonomi/20170322182446-78202081/ , terakhir di unggah pada, 28
Desember, 2017, pukul 10.24 WIB
12
Rifyah Ka’bah, 2004, Penegakan Syari’at Islam di Indonesia, Khirul Bayan, Jakarta Selatan,
hlm.17.
13
Penerapan syari’at Islam secara kaffah sebagai salah satu misi Provinsi Aceh diartikan bahwa
pemerintah daerah mengatur semua perilaku masyarakat tanpa terkecuali. menurut Lilik Andaryuni, dalam
tulisannya Formalisasi Syariat Islam Di Indonesia, Telaah Atas Kanunisasi Hukum Islam Di Nanggroe Aceh
Darussalam, bahwa di sinilah letak ketidakjelasan penerapan syariat Islam di Aceh. Institusi negara dalam hal
ini pemerintah daerah Aceh telah masuk terlalu jauh dalam semua aspek kehidupan termasuk dalam hal yang
bersifat individual dan sosial, padahal seharusnya pemerintah daerah harus mempunyai kategorisasi dan
memilah-milah dalam bidang apa saja hukum Islam yang dapat diatur dalam sebuah qanun. Lihat Jurnal
Fenomena, vol. IV, No. 1, tahun 2012, hlm. 43
10
menghormati satuansatuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat
tetapkan bahwa semua peraturan daerah yang ada dinyatakan sebagai Qanun Aceh.
Dalam penjelasan umum UU Pemerintahan Aceh ini disebutkan bahwa qanun adalah
mengikuti asas Lex specialis derogaat lex generalis dan Mahkamah Agung berwenang
melakukan uji materil terhadap qanun. Karena itu qanun tidak boleh bertentangan
uraian tersebut dapat dipahami bahwa qanun Aceh berfungsi sebagai berikut:
Fungsi ini memperjelas ketentuan yang diatur dalam Pasal 270 ayat (1), (2) dan
Undang-undang lebih tinggi kedudukannya dari qanun, karena itu sesuai prinsip
hirarki peraturan perundang-undangan peraturan yang lebih rendah itu tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang derajatnya lebih tinggi, akan tetapi sebagai
14
Bagir Manan, dalam Daud Yoesoef , Qanun Sebagai Atuuran Pelaksana Peraturan Perundang-
undangan Atasan, Jurnal kanun No. 47 edisi Agustus 2009, hlm.182
11
konsekuensi diberikannya otonomi khusus kepada Aceh maka produk legislatif daerah
ini dapat saja menyimpang dari produk eksekutif di tingkat pusat, misalnya saja suatu
materi qanun yang telah ditetapkan secara sah ternyata bertentangan dengan materi
peraturan menteri ditingkat pusat maka pengadilan haruslah menertibkan bahwa qanun
Islam menjadi identitas sebagai orang Aceh yang tidak bisa di pisahkan dalam segala
aspek kehidupan sehingga ada pepatah Aceh yang mengatakan Hukom ngon adat lage zat
ngon sifeut (hukum (Islam) dengan adat seperti zat dengan sifatnya), dengan kata lain
syariat Islam memang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Aceh. Terlepas dari
klaim C. Snouck Hurgronje bahwa dalam kehidupan hukum pada abad ke 19 bahwa
masyarakat Aceh mengacu pada adat dari pada Hukum Islam (hukom) karena hanya
beberapa bagian saja hukum adat itu dipengaruhi oleh hukum agama, yakni yang
perkawinan dan kewarisan. Sub-sub hukum ini mudah sekali dipengaruhi oleh hukum
agama karena berkaitan dengan doktrin benar atau salah, sah atau tidak sah. Jadi hukum
Untuk Aceh masalahnya menjadi menarik karena pasca bencana tsunami Tahun
2004 gerakan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender sangatlah kuat,
disamping itu adanya keinginan masyarakat untuk menegakkan syariat Islam, sehingga
perspektif gender yang juga diperjuangkan oleh para aktivis gender hendaknya selaras
dengan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan masyarakat Aceh, karena hukum sebagai
15
Jimly Asshiddiqie, 2000, Penataan Kembali Sumber Tertib Hukum RI Dalam Rangka Amandemen
Kedua UUD 1945, BP MPR-RI, Jakarta, hlm. 20
16
Yaswiman, 2001, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat Dalam
Masyarakat Matrilineal Minangkabau, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm. 16
12
dan memajukan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.
Kritik dari berbagai pihak kerap terjadi antara lain terkait penerapan asas keadilan
perspektif gender dalam substansi qanun di Aceh, misalnya dalam sejumlah ketentuan
menggunakan kata “setiap orang” atau “semua orang”, namun ketentuan tersebut
terkait dengan penggunaan pakaian Islami, khususnya bagi perempuan. Ditambah lagi
dengan beberapa kebijakan dari kepala daerah misalnya pelarangan memakai celana bagi
perempuan (di Aceh Barat), duduk mengangkang diatas kendaraan bermotor (di Aceh
Utara), selain mampu baca al Quran calon pemimpin dan anggota dewan juga harus mampu
memimpin shalat berjamaah dan khutbah jum’at (di Aceh Besar), larangan pasangan duduk
melalui berbagai kebijakan publik, mulai dari UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 23 Tahun 2003 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (KDRT), UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi CEDAW,
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarusutamaan Gender (PUG) dan
peraturan terkait lainnya, agar pembangunan yang dilakukan dapat memberikan rasa
keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat baik laki-laki maupun perempuan
B. Perumusan Masalah
13
disertasi yang berjudul “Penerapan Asas Keadilan Perspektif Gender Dalam
Islam?
qanun di Aceh?
C. Keaslian Penelitian
internet diketahui bahwa penelitian dengan fokus diatas menurut hemat peneliti belum
penelitian disertasi terdahulu yang membahas topik yang sama namun memiliki
Berkelanjutan Di Aceh”. Yang diteliti oleh Yanis Rinaldi, Pada Program Pasca
Sarjana Universitas Andalas Padang Tahun 2015. Fokus penelitian ini ada pada
daya alam dalam kaitan hubungan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah
14
pengelolaan sumber daya alam terdiri dari 7 prinsip yang belum sepenuhnya
dan Relevansinya Dalam Pendidikan Islam”. Yang ditulis oleh Mutik Ullah,
dari UIN Sunan Ampel Surabaya Tahun 2010. Fokus penelitian ini ada pada
dalam pendidikan Islam saat ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keadilan
3. Disertasi dengan Judul, Perspektif Jender Dalam Al-Qur’an, yang diteliti oleh
1999. Fokus penelitian ini ada pada bagaimana al-Qur’an memposisikan faktor
biologis dan faktor non biologis dalam kaitan perbedaan laki-laki dan perempuan,
bagaimana memahami ayat-ayat gender yang diturunkan dalam satu kurun waktu
dan lingkup budaya tertentu, dan metode apa yang lebih relevan digunakan dalam
terhadap kata dalam ayat ayat al quran menjadi salah satu faktor penyebab
Perbedaanya terletak pada: pertama, penelitian sebelumnya belum ada yang fokus pada
dan qanun; kedua, penelitian ini akan mengkaji perspektif keadilan gender dalam
dilakukan dalam topik dan permasalahan yang sama. Jadi, penelitian ini adalah asli
dan sesuai dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan objektif serta
terbuka, sebagai wujud implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah.
ilmiah.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
yang responsif gender, yang dimaksudkan dengan pengetahuan baru adalah rumusan
konsep keadilan perspektif gender dalam qanun di Aceh. Rumusan konsep keadilan
berpersepektif gender ini akan dijadikan sebagai dasar atau patokan dalam
16
2. Manfaat Praktis
Secara Praktis, temuan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan
undangan dalam hal ini qanun yang mengatur kepentingan masyarakat secara umum
1. Landasan Teoritis
Landasan teori hukum sebagaimana dijelaskan oleh Ronny Hanitijo Soemitro, bahwa
kegunaannya:
Pertama untuk mengungkapkan ruang gelap (dark corners) dari suatu sistem
hukum dan menunjukkan jalan arah perubahan konstruktif yang sangat bernilai
17
Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 37
18
Darsono Prawironegoro, 2010, Filsafat Ilmu Kajian tentang Pengetahuan yang Disusun Secara
Sistematis dan Sistemik Dalam Membangun Ilmu Pengetahuan, Nusantara Consulting (NC), Jakarta, hlm. 540
19
Richard Posner, dalam Romli Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi
Terhadap Teori Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publising, Yogyakarta, hlm.12.
17
menjalankannya dalam suatu sistem dimana praktisi hukum telah biasa
melakukannya. Adapun teori yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi teori
(Maqasiduh syariah).
a . Teori Keadilan
pun berdimensi banyak dan dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi, maupun
hukum. Berbicara mengenai keadilan merupakan hal yang senantiasa dijadikan topik
hukum
hukum dan teori-teori sosial lainnya. Dua titik ekstrim keadilan, adalah keadilan yang
dipahami sebagai sesuatu yang irasional dan pada titik lain dipahami secara rasional,
t entu saja banyak varian-varian yang berada diantara kedua titik ekstrim tersebut.20
Teori Keadilan muncul dalam setiap mazhab perkembangan filsafat, diantaranya zaman
klasik, abad pertengahan, abad ke-20. Pada z aman k lasik tokohnya Plato dan
Aristoteles, abad pertengahan tokohnya Thomas Aquinas, abad ke- 20, tokohnya Hans
Pendapat Plato bahwa keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa. Sumber
18
a. Pemilahan kelas-kelas yang tegas; misalnya kelas penguasa yang diisi oleh
para penggembala dan anjing penjaga harus dipisahkan secara tegas dengan
domba manusia.
b. Identifikasi takdir negara dengan takdir kelas penguasanya; perhatian khusus
terhadap kelas ini dan persatuannya; dan kepatuhan pada persatuannya, aturan-
aturan yang rigid bagi pemeliharaan dan pendidikan kelas ini, dan pengawasan
yang ketat serta kolektivisasi kepentingan-kepentingan anggotanya 21.
Dari elemen-elemen prinsipal ini, elemen-elemen lainnya dapat diturunkan,
Tugas ini adalah tugas negara untuk menghentikan perubahan. Dengan demikian
keadilan bukan mengenai hubungan antara individu melainkan hubungan individu dan
atau fungsi makhluk super manusia, yang sifatnya tidak dapat diamati oleh manusia.
pengalaman manusia; dan akal manusia yang esensial bagi keadilan tunduk pada cara-
21
Konsepsi keadilan Plato dapat dilihat dalam bukunya The Republic terjemahan Benjamin
Jowett. Dalam bagian awal buku ini Plato mengetengahkan dialog antara Socrates dengan Glaucon
tentang makna keadilan
22
Karl R. Popper, Masyarakat Terbuka dan Musuh-Musuhnya (The Open Society and Its
Enemy), diterjemahkan oleh: Uzair Fauzan, 2002, Cetakan I, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hlm. 110
19
cara Tuhan yang tidak dapat diubah atau keputusan-keputusan Tuhan yang tidak
dapat diduga23. Oleh karena inilah Plato mengungkapkan bahwa yang memimpin negara
seharusnya manusia super, yaitu the king of philosopher24 atau kaum aristokrat
perundang-undangan yang dibuat oleh para ahli yang khusus memikirkan hal itu.26
”dikaiosune” yang berarti lebih luas, yaitu mencakup moralitas individual dan
sosial.28
bagi teori hukum, tetapi juga kepada filsafat barat pada umumnya. Pandangan-
keadilan, yang berdasarkan filsafat umum Aristoteles, dianggap sebagai inti dari filsafat
hukumnya, karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan keadilan29.
23
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum, (Legal Theory), Susunan I, diterjemahkan oleh
Mohamad Arifin, 1993, Cetakan kedua, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, hlm. 117.
24
Deliar Noer, 1997, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Cetakan II Edisi Revisi, Bandung,
Pustaka Mizan, hlm. 1-15
25
Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm. 40.
26
Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum, Mencari, Menemukan, dan Memahami Hukum,
LaksBang Yustisia, Surabaya, hlm. 63.
27
Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Op.Cit, hlm. 1.
28
Munir Fuady, 2010, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor, hlm. 92.
29
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak, dan Markus Y. Hage, Op.Cit. hlm. 24. Aristoteles,
sebagai murid Plato, pada dasarnya mengikuti pemikiran Plato ketika Aristoteles memulai mempersoalkan
tentang keadilan dan kaitannya dengan hukum positif, namun yang membedakan diantara mereka, bahwa
Plato dalam mendekati problem keadilan dengan sudut pandang yang bersumber dari inspirasi, sementara
Aristoteles mendekati dengan sudut pandang yang rasional, yang menghubungkan keduanya adalah, bahwa
keduanya sama-sama berupaya membangun konsep tentang nilai keutamaan (concept of virtue), yang
bertujuan untuk mengarahkan manusia kepada suatu kecondongan, yang pada dasarnya telah menjadi
problem utama dalam pemikiran Hukum Kodrat masa itu, tentang arah yang baik atau arah yang buruk,
berdasarkan nilai keadilan atau tiadanya keadilan
20
Hal yang sangat penting dari pandangannya adalah pendapat bahwa keadilan
mesti dipahami dalam pengertian kesetaraan dan keadilan. Keadilan itu adalah
mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit. Inilah yang sekarang dipahami
tentang kesetaraan dan yang dimaksudkan bahwa semua warga adalah sama di depan
hukum. Kesetaraan proporsional memberi tiap orang apa yang menjadi haknya sesuai
distributief ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut
tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan peranan tukar
lain, yaitu keadilan distributif dan keadilan korektif. Keadilan distributif identik dengan
berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu perjanjian dilanggar atau
mengatakan bahwa kedilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
30
L.J. Van Apeldoorn, 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, cetakan kedua puluh
enam, Jakarta, hlm. 11-12
31
Bernard L. Tanya, dkk, Loc.Cit
32
Ibid
21
haknya fiat justitia bereat mundus33 . Keadilan berdasarkan falsafah umum
Aristoteles, harus dianggap sebagai inti daripada falsafah hukum, karena hukum
hanya dapat ditetapkan jika saling berhubungan dengan keadilan,34 yang utama
dalam pandangan beliau, keadilan mesti difahami dalam pengertian kesamaan, namun
Kesamaan numerik atau biasa dikenal dengan sebutan keadilan komutlatif (Justitia
Cummulativa) merujuk pada prinsip mempersamakan setiap manusia sebagai satu unit.
Inilah yang sekarang biasa difahami sebagai kesamaan. Seperti contohnya kesamaan
dalam konsep kedudukan semua warga adalah sama di depan hukum, sehingga
keadilan yang memeberikan kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau
“memberi setiap orang apa yang menjadi haknya” sesuai dengan usahanya, prestasinya,
dan sebagainya. Selain itu, Aristoteles juga berpandangan tentang keadilan korektif
(corrective justice) berhubung erat dengan situasi yang adil tetapi telah disalahgunakan
dan atau diganggu oleh pihak tertentu yang dianggap salah dari sisi undang-undang.
Konsep kedilan ini dikenali sebagai bersifat korektif yang memandang keadilan
difungsikan sebagai usaha untuk melakukan koreksi yang disebabkan oleh, misalnya,
Keadilan korektif berfokus kepada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu
33
Dominikus Rato, Op. Cit., hlm.64
34
Carl Joachin Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Terjemahan, Nuansa dan
Nusamedia, Bandung, hlm 24.
22
memberikan ganti rugi yang memadai kepada pihak yang dirugikan, jika suatu
kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada si
yang sudah mapan atau telah terbina. Keadilan korektif bertugas membangun kembali
kesetaraan dan keadilan tersebut. Dari pengertian „keadilan‟ yang demikian, maka
konsep ini dapat diamalkan dalam konteks undang-undang sipil dan pidana. Berkait erat
dengan masalah ini, maka hakim berfungsi sebagai pencari penyelesaian dengan
sebagai konsep yang mengembalikan keadaan kepada kedudukan awal.35 Justeru itu,
keadilan dianggap sebagai kepatuhan kepada undang-undang. Namun keadilan jenis ini
bersifat tidak adil atau menindas. Pandangan Aristoteles tentang keadilan distributif dan
Thomas Aquinas (1225-1247). Abad pertengahan yang merupakan era dominasi agama.
Ia mendasarkan teorinya tentang hukum dalam konteks moral agama Kristen. Imperatif-
imperatif moral tersebut berpengaruh pula terhadap hukum. Menurutnya, tata hukum
harus dibangun dalam struktur yang berpuncak pada kehendak Tuhan. Dalam doktrin
Thomas Aquinas, konfigurasi tata hukum dimulai dari Lex Aeterna: hukum dan
kehendak Tuhan; Lex Naturalis: prinsip umum (hukum alam); Lex Devina: hukum
Tuhan yang ada dalam kitab suci; Lex Humane: hukum buatan manusia yang sesuai
35
Badariah Sahamid, 2005, Jurisprudens dan Teori Undang-undang Dalam Konteks Malaysia,
Sweet & Maxwell Asia, Petaling Jaya, Selangor, Malaysia, hlm. 190
36
Carl Op.Cit., hlm. 25.
23
dengan hukum alam37
hanya memiliki fungsi untuk mengklarifikasi dan menjelaskan tatanan Ilahi itu,
Thomas Aquinas membedakan antara hukum yang berasal dari wahyu, dengan hukum
yang dijangkau oleh akal manusia. Hukum yang berasal dari wahyu disebut ius
divinum positum (hukum Ilahi positif). Sedangkan hukum yang ditemui lewat kegiatan
akal terdiri dari beberapa jenis, yakni: (1) ius naturale (hukum alam), ius gentium
manusia)38.
Tentang keadilan Aquinas membedakan dalam tiga ketegori, yaitu: (1) Iustitia
distributiva (keadilan distributif), yang menunjukkan pada prinsip kepada yang sama
diberikan sama, kepada yang tidak sama diberikan yang tidak sama pula. Hal ini
penyesuaian yang harus dilakukan apabila terjadi perbuatan yang tidak sesuai dengan
hukum; (3) Ius Legalis (keadilan hukum), yang menunjuk pada ketaatan terhadap
hukum. Bagi Aquinas, mentaati hukum bermakna sama dengan bersikap baik dalam
segala hal (dan diasumsikan hukum itu berisi kepentingan umum), maka keadilan
dari tokoh pada abad ke-20 yang juga mengemukakan teori keadilan. Hans Kelsen
dalam bukunya General Theory of Law and State berpandangan bahwa hukum sebagai
tatanan sosial dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan
37
Ibid., hlm. 58-59.
38
Ibid., hlm. 59.
39
Ibid..
24
cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya40.
subyektif. Walaupun suatu tatanan yang adil beranggapan bahwa suatu tatanan
kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat hukum, dianggap sebagai
bahwa keadilan mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau
hakikat manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tersebut
diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam
beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan manusia yang berbeda dari
hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari
alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan42 Ia juga mengakui kebenaran dari
25
Ada dua hal mengenai konsep keadilan menurut Hans Kelsen.
kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui suatu
yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian
bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah “adil” jika ia benar- benar
diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah “tidak adil” jika diterapkan
pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa45. Konsep keadilan
dan legalitas inilah yang diterapkan dalam hukum nasional bangsa Indonesia, yang
memaknai bahwa peraturan hukum nasional dapat dijadikan sebagai payung hukum
(law umbrella) bagi peraturan peraturan hukum nasional lainnya sesuai tingkat dan
derajatnya dan peraturan hukum itu memiliki daya ikat terhadap materi-materi yang
setiap tata hukum46. Radbruch memandang sein dan sollen, “materi” dan “bentuk”,
sebagai dua sisi dari satu mata uang. Sementara, Stamler dan Hans Kelsen lebih
“bentuk” dan “bentuk” melindungi “materi”. Frasa itu yang digunakan Radbruch
untuk menggambarkan hukum dan keadilan. Nilai keadilan adalah “materi” yang harus
menjadi isi aturan hukum. Sedangkan aturan hukum adalah “bentuk” yang harus
44
Ibid., hlm. 16
45
Ibid.,
46
Bernard L. Tanya, dkk, Op.Cit, hlm. 129
26
melindungi nilai keadilan47
bagi adil tidak adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar
dari hukum sebagai hukum. Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif
sekaligus konstitutif bagi hukum. Sifat normatif, karena berfungsi sebagai prasyarat
transendental yang mendasari tiap hukum positif yang bermartabat. Ia menjadi moral
hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif. Kepada keadilanlah, hukum
positif berpangkal. Sedangkan konstitutif, karena keadilan harus menjadi unsur mutlak
bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas menjadi
hukum48
Pada abad modern salah seorang yang di anggap memiliki peran penting dalam
mengembangkan konsep keadilan adalah John Borden Rawls, (John Rawls) . Rawls
sosial (social institutions). Akan tetapi, kebajikan bagi seluruh masyarakat tidak dapat
mengenyampingkan atau menggugat rasa keadilan dari setiap orang yang telah
antara tiap-tiap individu di dalam masyarakat. Dalam teorinya disebut sebagai “Justice
27
b. Kesetaraan untuk semua (equality for all), dalam hal kebebasan dalam
kehidupan sosial dan dalam distribusi (pembagian) sumber daya sosial (social
goods), hanya tunduk pada pengecualian bahwa ketidaksetaraan
dibolehkan jika hal itu menghasilkan manfaat paling besar bagi mereka yang
paling tidak sejahtera dalam masyarakat.
c. kesetaraan dalam kesempatan dan penghapusan ketidaksetaraan dalam
kesempatan berdasarkan kekayaan dan kelahiran”51.
hasil dan unsur keadilan prosedural (fairness). Atas dasar demikian muncullah
mengandung arti bahwa unsur fairness mendapat prioritas tertentu dari segi
terjadi. Dengan demikian unsur fairness atau keadilan prosedural sangat erat
orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar. Karena itu,
peraturan mengenai hak milik haruslah sama bagi semua orang. Teori keadilan
sistem berpikir kita. Hukum atau institusi-institusi betapa pun bagus dan
efisiennya apabila tidak adil haruslah diperbaiki atau dihapus. Benar dan adil
b. Setiap orang memiliki hak yang tertanam pada prinsip keadilan yang tidak
28
membenarkan dikorbankannya kepentingan seseorang atau sekelompok orang
hak-hak yang dijamin oleh keadilan tidak bisa dijadikan mangsa tawar-
Rangkuman pandangan Rawls tentang keadilan dapat dilihat dalam tabel berikut ini
Pendapat Keterangan
Keadilan sebagai kontrak sosial yang S emua orang yang terlibat adalah sama
dibuat secara bersama-sama yang kedudukan dan kedudukannya sebagai
mengandung kesepakatan dan peraturan- orang yang bebas dan mandiri.
peraturan maupun hak-hak serta
kewajiban-kewajiban.
Keadilan sebagai kejujuran mengakui dan Setiap orang mempunyai hak yang sama
meletakkan prioritas kepada kebebasan atas kebebasan-kebebasan asas yang
serta peluang yang sama bagi semua orang paling luas yang sebanding dengan
kebebasan dasar yang sama bagi semua
orang .
29
sehingga kedua ketidaksamaan tersebut yang lemah lebih mendapatkan
berdampak: perhatian.
Ketidaksamaan adalah adil kalau benar- Kelompok yang sejak awal tidak
benar bersifat ada sejak semula dan wajar bernasib baik, layak mendapat perhatian
diterima. istimewa demi menjamin keadilan
Dalam hukum Islam, perintah berlaku adil ditujukan kepada setiap hal tanpa
pandang bulu. perkataan yang benar harus disampaikan apa adanya walaupun perkataan
itu akan merugikan kerabat sendiri. keharusan berlaku adil pun harus ditegakkan dalam
keluarga dan masyarakat muslim itu sendiri, bahkan kepada orang kafir pun umat Islam
30
diperintahkan berlaku adil.53 Keadilan dalam sejarah perkembangan pemikiran Filasafat
Islam tidak terlepas dan persoalan kebebasan dan keterpaksaan yang menyebabkan para
Teolog muslim terbagi dalam dua kelompok54, yaitu Kaum Mu’tazilah yang membela
keadilan dan kebebasan, dan kelompok Asy’ari yang membela keadilan dan
memiliki hakikat yang tersendiri dan sepanjang Allah mahabijak dan adil, maka Allah
menafsirkan keadilan dengan tafsiran yang khas yang menyatakan Allah itu adil, tidak
berarti bahwa Allah mengikuti hukum-hukum yang sudah ada sebelumnya. Setiap yang
dilakukan oleh Allah adalah adil dan bukan setiap yang adil harus dilakukan oleh Allah,
dengan demikian keadilan bukan lah tolok ukur untuk perbuatan Allah melainkan
Konsepsi keadilan Islam menurut Qadri55 mempunyai arti yang lebih dalam
karena setiap orang harus berbuat atas nama Tuhan sebagai tempat bermuaranya segala
hal termasuk motivasi dan tindakan. Penyelenggaraan keadilan dalam Islam bersumber
pada Al-Qur’an serta kedaulatan rakyat atau komunitas Muslim yakni umat. Makna yang
terkandung pada konsepsi keadilan Islam ialah menempatkan sesuatu pada tempatnya,
membebankan sesuatu sesuai daya pikul seseorang, memberikan sesuatu yang memang
mengelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu aspek substantif dan dan prosedural yang
masing-masing meliputi satu aspek dan keadilan yang berbeda. Aspek substantif berupa
53
Juhaya S. Praja, 1995, Filsafat Hukum Islam, Pusat Penebitan Universitas LPPM UNISBA,
Bandung hlm. 73
54
Madjid Khadduri, 1999, Teologi Keadilan (Perspektf Islam), Risalah Gusti , Surabaya, hlm.119-
201.
55
A. Qadri, 1987, Sebuah Potret Teori dan Praktek Keadilan Dalam Sejarah Pemerintahan Muslim,
PLP2M, Yogyakarta, , hIm. 1
31
elemen-elemen keadilan dalam substansi syariat (keadilan substantif), sedangkan aspek
secara tidak tepat, maka ketidakadilan prosedural muncul. Adapun keadilan substantif
merupakan aspek internal dan suatu hukum di mana semua perbuatan yang wajib pasti
adil (karena firman Tuhan) dan yang haram pasti tidak adil (karena wahyu tidak mungkin
Murtadha Muthahhari 56
mengemukakan bahwa keadilan dikenal dalam empat
hal, pertama, adil bermakna keseimbangan dalam arti suatu masyarakat yang ingin tetap
bertahan dan mapan, maka masyarakat tersebut harus berada dalam keadaan seimbang,
di mana segala sesuatu yang ada di dalamnya harus eksis dengan kadar semestinya dan
bukan dengan kadar yang sama. Kedua, adil adalah persamaan penafian terhadap
perbedaan apa pun. Keadilan yang dimaksudkan adalah memelihara persamaan ketika
hak memilikinya sama, sebab keadilan mewajibkan persamaan seperti itu. Ketiga, adil
adalah memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap orang yang
berhak menerimanya. Keadilan seperti ini adalah keadilan sosial yang harus dihormati di
permasalahan gender ini diadopsi dari teori-teori yang dikembangkan oleh para ahli
terutama bidang sosial kemasyarakatan dan kejiwaan. Karena itu teori-teori yang
digunakan untuk mendekati masalah gender ini banyak diambil dari teori-teori sosiologi
dan psikologi. Berawal dari teori Nature atau Biological Essensialism adalah sebuah
56
Murtadha Muthahhari, 1995, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam, Mizan, Bandung:,
hlm. 53-58.
32
teori umum yang beranggapan perbedaan fungsi serta peran antara laki-laki dan
dalam perbedaan anatomi biologis kedua makhluk tersebut. Teori ini meyakini ada
hubungan yang kuat antara biologis (sex) dengan sifat atau karakter lekaki dan
perempuan57.
Teori Nurture adalah sebuah teori yang berpendapat bahwa perbedaan fungsi
dan peran antara laki-laki serta perempuan disebabkan oleh faktor budaya dalam suatu
bahwa perbedaan sifat maskulin dan feminim bukan pengaruh biologi melainkan
kulturisasi58. Cukup banyak kemudian teori yang dikembangkan oleh para ahli,
terutama kaum feminis sebagi kritik terhadap teori yang ada untuk mengangkat
pula proses pembentukan peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat
57
Ratna Megawangi, 1999, Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender.
Cet. I , Mizan, Bandung. hlm. 94
58
Ibid.
33
hukum dan substansi undang-undang (the content of the law) sebagai berikut:
Sejalan dengan hal itu, agar peraturan yang dibentuk memenuhi kebutuhan
segala faktor yang merupakan dasar hubungan masyarakat, baik faktor ekonomi,
perundang-undangan yang baik diperlukan asas, Van Der Vlies membagi asas
asas-asas yang formal dan asas-asas yang material. Asas-asas yang formal meliputi:
59
Jan Michiel Otto dkk, dalam Yuliandri, 2013, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan Yang Baik Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Cetakan ke 4, PT
Rajagrafindo persada, Jakarta, hlm. 28.
60
LJ. Van Apeldoorn, O p. C i t , hlm. 378.
61
I.C. Van Der Vlies, dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, 2007, Ilmu Perundang-
undangan Proses dan Teknik Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 228.
62
ibid.
34
(undang-undang) harus memiliki landasan penyusun, yaitu63:
merupakan suatu sistem yang meliputi substansi hukum, struktur, dan budaya hukum 64.
pemerintah.
dengan strukturnya dan badan kepolisian negara yang berfungsi sebagai aparat penegak
hukum. Komponen kultur (Culture of legal system) terdiri dari seperangkat nilai-nilai
dan sikap-sikap yang berkaitan dengan hukum. Substansi hukum merupakan materi
hukum yang disusun dengan mempertimbangkan berbagai dimensi, seperti budaya, adat
63
Rosjidi Ranggawidjaja, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, Penerbit
Mandar Maju, Cetakan I, Bandung, hlm. 43 – 47.
64
Lawrence M. Friedman, “American Law: as an Intruduction” dalam Jurnal Keadilan Vol. 2,
No. 1 Tahun 2002, hlm. 48; Lawrence M. Friedman, “American Law: An Intruduction, (Hukum
Amerika) Sebuah Pengantar, Penerjemah: Whisnu Basuki, 2001, Tatanusa, Jakarta, hlm. 6-8.
65
Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, hlm. 82-84
35
Berkenaan dengan hirarkhi norma, Hans Kelsen dalam Stufentheorie (jenjang
hukum) berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang- jenjang dan berlapis-
lapis dalam suatu hierarki (tata susunan) dalam arti suatu norma yang lebih tinggi
berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian
seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan
Norma dasar merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem norma tersebut tidak
lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi norma dasar itu
ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai norma dasar yang merupakan
fiqih merupakan bukti positif relativitas fiqh. Fiqh yang kita kenal sekarang
antara lain mencakup tiga komponen dasar, yaitu masalah i’tiqadiyah (membahas
manusia dengan sesamanya, makhluk lain dan alam semesta), yang kemudian
berkembang menjadi ilmu syariah dalam arti sempit atau ilmu fiqh. Khuluqiyah
(membahas hubungan tingkah laku dan moral manusia dalam kehidupan dan
beragama)67.
66
Maria Farida Indrati Soeprapto, 2010, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan
Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 41.
67
Suparman Usman, 2001, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Islam dalam Tata Hukum
Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, hlm. 40-41, Suparman membagi Hukum syariah dalam arti sempit
kepada dua yaitu hukum hukum ibadat dalam arti khusus (fikih ibadat) dan hukum muamalat dalam arti luas
(Fikih Muamalat)
36
Perlu dipahami bahwa seorang faqih atau mufassir, seobyektif apapun dia, akan
sulit melepaskan diri dari pengaruh budaya, hukum dan tradisi yang berkembang
pada masa atau lingkungan di mana dia hidup. Karena itulah, pembukuan
pendapat-pendapat fiqh dalam suatu masyarakat yang bias gender tentu akan
Istilah maqashid al-Syari’ah secara etimologi terdiri atas dua kata, yaitu
maqashid dan syari’ah. Kata maqashid merupakan bentuk jamak dari kata maqshid
yang berarti tujuan, arah terminal terakhir, tempat yang dituju 68. Sedangkan kata
syari’ah secara etimologi adalah jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini
dapat pula dikatakan sebagai jalan ke arah sumber pokok kehidupan 69. Di dalam ayat
al-Qur’an terdapat istilah syari’ah diantaranya seperti di dalam Al Quran Surat (Q.S)
(agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu
Dalam hal ini, agama yang ditetapkan Allah untuk manusia disebut syari’ah,
dalam artian etimologi, karena umat Islam selalu melaluinya dalam kehidupannya di
dunia. Kesamaan syari’ah Islam dengan jalan air adalah dari segi bahwa siapa yang
68
Atabik Ali, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Multi Karya
Grafika, Yogyakarta, tanpa tahun, hlm. 93
69
Asafri Jaya Bakri, 1996, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al- Syatibi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 61
37
mengikuti syari’ah ia akan mengalir dan bersih jiwanya. Allah menjadikan air sebagai
syari’ah sebagai penyebab kehidupan jiwa insani70. Syari’at menurut Yusuf Al-Qardhawi
adalah hukum yang ditetapkan oleh Allah bagi hamba-Nya tentang urusan agama. Atau
hukum agama yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah, baik berupa ibadah (shaum,
shalat, haji, zakat, dan seluruh amal kebaikan) atau muamalah yang menggerakkan
Syari’ah adalah memahami makna-makna dan tujuan-tujuan yang telah digariskan oleh
rahasia-rahasia hukum yang telah ditetapkan oleh Allah pada setiap hukumnya. 72.
adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum Islam. 73 Teori
maqashid syari’ah ini dikemukakan oleh Abi Ishaq al-Syathibi. Ajaran maqashid
maslahat sebagai unsur penting dari tujuan-tujuan hukum 74. Agaknya tidak berlebihan
70
Amir Syarifuddin, 2005, Ushul Fiqh, Jilid. I. Logos Wacana Ilmu, Jakarta, hlm.1
71
Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqih Maqashid Syari’ah Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan Aliran
Liberal, Penerjemah H. Arif Munandar Riswanto, 2007, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, hlm. 12
72
Yurna Bachtiar dan Ahmad Azhar Basyir, 2000, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam di Indonesia,
Quantum, Jakarta, hlm. 39
73
Satria Effendi, dan M. Zein, 2008, Ushul Fiqh, Kencana, Jakarta, hlm. 223.
74
Muhammad Khalid Mas’ud, dalam Ishaq,2014, Studi Perbandingan Tindak Pidana Zina Antara
UU Hukum Pidana Dengan Hukum Pidana Islam Dalam Upaya Memberikan Kontribusi Bagi Pembaruan
hukum Pidana Indonesia, Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, padang, hlm.63
38
jika Wael B. Hallaq mengemukakan bahwa maqashid al-syari’ah al-Syatibi berupaya
kemaslahatan. Kemaslahatan itu ukurannya mengacu kepada doktrin Ushul Fiqh yang
dikenal dengan istilah kulliyat al-khams (universalitas yang lima) dan al-dharuriyat al-
khams (lima macam kepentingan vital), yaitu agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta76.
Setiap ayat hukum jika diteliti akan ditemukan alasan pembentukannya yang tidak lain
Karena tanpa terpeliharanya lima kepentingan pokok ini, maka tidak akan tercapai
agama merupakan pedoman hidup manusia. Agama merupakan suatu yang harus dimiliki
oleh manusia supaya martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk
yang lain, dan juga untuk memenuhi hajat jiwanya. Untuk mewujudkan dan memelihara
agama, Islam mensyariátkan iman dan hukum pokok ajaran dasar Islam, seperti shalat,
puasa, zakat, dan haji77 Allah SWT menyuruh manusia untuk berjihad di jalan Allah
75
Ibid.
76
Wahbah Az -Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Islam Studi Banding Dengan Hukum Positif,
Penerjemah, Said Agil Husain al-Munawar, dan M. Hadri Hasan, 1997, gaya Media Pratama, Jakarta, , hlm.
51.
77
Alaiddin Koto, 2004, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Suau Pengantar), Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 122.
39
ِ ِبZ ُك ْم ِفي َسZ ا ْنفِرُوا ِخفَافًا َوثِقَاال َو َجا ِه ُدوا بِأ َ ْم َوالِ ُك ْم َوأَ ْنفُ ِس
ٌرZيل هَّللا ِ َذلِ ُك ْم َخ ْي
َ لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم
ون
Artinya:
Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau pun merasa berat, dan
berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah
lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Oleh karena itu, hukum Islam wajib melindungi agama yang dianut oleh
Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan kedua hukum Islam. Dalam hal ini hak
pertama dan paling utama yang diperhatikan Islam adalah hak hidup, hak yang disucikan
dan tidak boleh dihancurkan kemuliaannya78 Manusia juga perlu berupaya dengan
melakukan segala sesuatu yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup. Oleh
karena itu segala usaha yang mengarah pada pemeliharaan jiwa itu adalah perbuatan
baik, karenanya disuruh Allah SWT untuk melakukannya. Sebaliknya, segala sesuatu
yang dapat menghilangkan atau merusak jiwa adalah perbuatan buruk yang dilarang oleh
Allah SWT. Mengharamkan menghilangkan jiwa diri sendiri maupun orang lain tanpa
alasan yang benar. Dalam hal ini Allah SWT melarang membunuh tanpa hak (aborsi),
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid al- Syariáh fi al- Islami, Penerjemah Khikmawati
78
40
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar demikian itu yang diperintahkan
Pemeliharaan akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam, karena akal merupakan
sumber hikmah atau pengetahuan, sinar hidayah, dan media kebahagiaan manusia di
dunia dan di akhirat. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan
pelaksana hukum Islam. Oleh karena itu, pemeliharaan akal menjadi salah satu tujuan
hukum Islam. Dengan demikian manusia dilarang berbuat sesuatu yang dapat
menghilangkan atau merusak akal, seperti penggunaan narkotika dan zat psikotropika
lainnya. Dalam hal ini Amir Syarifuddin mengemukakan bahwa segala perbuatan yang
mengarah pada kerusakan akal adalah perbuatan buruk; karenanya dilarang syara’ 79. Oleh
karena itu Allah SWT mensyari’atkan peraturan untuk manusia guna memelihara akal
yang sangat penting dan mengharamkan meminum minuman memabukkan dan segala
bentuk makanan, minuman yang dapat mengganggu akal. Hal ini telah diijelaskan di
َ ين آ َمنُوا إِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َواأل ْن
ْ صابُ َو
ٌاألزال ُم ِرجْ س َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
َ ان فَاجْ تَنِبُوهُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح
ُون ِ َِم ْن َع َم ِل ال َّش ْيط
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
keberuntungan.
79
Amir Syarifuddin, 2001, Ushul Fiqh Jilid 2, Cet. Kedua, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, hlm. 211.
41
Jika ketentuan ini tidak diindahkan, maka akan berakibat terancamnya eksistensi
akal80. Jadi penggunaan akal harus diarahkan pada sesuatu yang bermanfaat bagi
kepentingan hidup manusia dan tidak untuk hal-hal yang dapat merugikan kehidupan.
kegiatan ini diabaikan, maka eksistensi keturunan akan terancam81. Oleh karena itu Islam
melarang berbuat zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, bagaimana
cara-cara perkawinan itu dilakukan dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi, sehingga
perkawinan itu dianggap sah dan percampuran antara lelaki dengan perempuan itu tidak
dianggap zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan tersebut dianggap sah dan
menjadi keturunan sah dari ayahnya. Abdul Ghafur Ansori juga mengemukakan bahwa
Harta merupakan salah satu kebutuhan inti dalam kehidupan, dimana manusia
tidak akan bisa terpisah darinya. Manusia termotivasi untuk mencari harta demi menjaga
kebebasan bermuamalah, pertukaran, perdagangan dan kerja sama dalam usaha Dalam
rangka memelihara harta Islam melarang penipuan, riba, serta melarang mengambil
harta orang lain dengan cara yang tidak sah, seperti mencuri. Allah SWT menetapkan
80
M Fathurrahman Djamil, 1997, Filsafat Hukum Islam Bagian Pertama, Logos Wacana Ilmu,
Jakarta, hlm. 129.
81
Mardani, 2010, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hlm. 23.
82
Abdul Ghofur Anshori, 2006, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, (Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hlm. 105
83
Miftahul Huda, 2006, filsafat Hukum Islam Menggali Hakikat Sumber dan Tujuan Hukum Islam,
STAIN Ponorogo Press, hlm. 129
84
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hlm. 106.
42
hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian. Hal ini dijelaskan di dalam Q.S. Al-
ُ اال ِم َن هَّللا ِ َوهَّللاZZبَا نَ َكZا َك َسZZ َزا ًء بِ َمZَّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َج
ِ ق َوالس ُ َّار
ِ َوالس
َع ِزي ٌز َح ِكي ٌم
Artinya:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
Teori maqashid syari'ah hanya dapat dilaksanakan oleh pihak pemerintah dan
masyarakat yang mengetahui dan memahami bahwa yang menciptakan manusia adalah
Allah SWT. Demikian juga yang menciptakan hukum-hukum yang termuat di dalam
Alqur’an adalah Allah SWT. Berkenaan pemikiran tersebut, akan muncul kesadaran
bahwa Allah SWT yang paling mengetahui tentang hukum yang dibutuhkan oleh
merupakan keniscayaan. Akan tetapi, pembaruan penafsiran harus tetap mengacu kepada
yang bersifat universal dan ayat furu`iyah yang bersifat partikular karena
menjelaskan hal-hal yang spesifik Sayangnya umat Islam lebih banyak terjebak pada
jika penampilan umat Islam sering terkesan kaku, eksklusif, dan tidak ramah, terutama
kepada perempuan85. Bertitik tolak dari kerangka teoritis inilah penulisan ini
85
I
43
dilakukan.
2. Kerangka Konseptual
berkenaan dengan konsep yang digunakan dalam penelitian ini. Konsep adalah suatu
bagian yang terpenting dalam perumusan suatu teori. Peranan konsep dalam penelitian
adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi (generalisasi)
dan realitas.
digeneralisasikan dalam hal-hal yang khusus yang disebut dengan definisi operasional.
antara penafsiran mendua dari suatu istilah yang dipakai. Berdasarkan tujuan
penelitian, maka variabel dari penelitian ini adalah: konsep keadilan perspektif
mengingkari karakter hukum sebagai hukum yang tidak adil, sebab hukum seharusnya
Miceli88 dan Minton89. keadilan harus diformulasikan pada tiga tingkatan, yaitu
kram, Op. Cit. hlm.199, ayat ushuliyah, bersifat universal karena menerangkan nilai-nilai utama
dalam Islam dan ayat furu`iyah yang bersifat partikular karena menjelaskan hal-hal yang spesifik. Contoh
kategori pertama adalah ayat-ayat yang berbicara soal keadilan, sedangkan kategori kedua adalah ayat-ayat
yang mengulas soal uqubat (bentuk-bentuk hukuman), dan hudud (bentuk-bentuk sanksi), serta ayat-
ayat yang berisi ketentuan perkawinan, waris, dan transaksi sosial.
86
Cicero, dalam Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari, Menemukan dan Memahami
Hukum, LaksBang Yusticia, Yogyakarta, hlm. 59
87
Mustaqhfirin, Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Islam
Dalam Perspektif Filsafat Hukum Dan Sistem Hukum Islam Menuju Sebagai Sistem Hukum Nasional
Sebuah Ide Yang Harmoni, Makalah, Disampaikan pada pertemuan Nasional BKSPTIS di UNISBA
Bandung, 18 Oktober 2011
88
Miceli, M.P., Jung, dalam Yanis Rinaldi, Penerapan Asas Keadilan Dalam Pengaturan
Pengelolaan Sumber Daya Alam Dalam kerangka Pembangunan Berkelanjutan di Aceh, Disertasi, Program
Pasca sarjana Universitas Andalas Padang, 2015, hlm. 68
89
ibid.
44
outcome, prosedur, dan sistem.
suatu perlakukan atau tindakan dengan mengkajinya dengan suatu norma yang menurut
diposisikan sebagai keadaan yang hendak diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk
mewujudkan keadilan dalam hukum merupakan proses yang dinamis yang memakan
banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang
negara. Pancasila sebagai dasar negara atau falsafah negara (filosofische grondslag)
nilai Pancasila (subscriber of values Pancasila). Adil menurut konsepsi hukum nasional
Gender sering diidentikkan dengan jenis kelamin (sex), padahal gender berbeda
dengan jenis kelamin. Gender sering juga dipahami sebagai pemberian dari Tuhan atau
kodrat Ilahi, padahal gender tidak semata-mata demikian. Secara etimologis kata gender
berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin93 Kata ‘gender’ bisa diartikan
90
Sudikno Mertokusumo, 1999, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta,hlm. 65.
91
Carl Joachim Friedrich, Op.Cit., hlm. 239
92
Kahar Masyhur, 1985, Membina Moral dan Akhlaq, Kalam Mulia, Jakarta, hlm.71
93
John M. Echols dan Hassan Shadily, 1983, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia Jakarta, Cet. XII.,
hlm. 265.
45
sebagai ‘perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dalam hal nilai
dan perilaku94, pembedaan laki-laki dan perempuan itu dilihat dari konstruksi sosial
sebagaimana dikutip oleh Musdah Mulia, bahwa gender adalah suatu konsep kultural
yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional
akses seseorang terhadap pendidikan, dunia kerja, dan sektor-sektor publik lainnya96.
Gender juga dapat menentukan kesehatan, harapan hidup, dan kebebasan gerak
Menurut konsep gender sesuatu itu dikatakan berkeadilan apabila salah satu
jenis kelamin tdiak dirugikan, salah satu jenis kelamin tdiak dibedakan derajatnya, salah
satu jenis kelamin tdiak dianggap tidak mampu, salah satu jenis kelamin tdiak
diperlakukan lebih rendah, dan salah satu jenis kelamin tdiak mengalami perlakuan tidak
adil karena jenis kelaminnya sehingga tidak bisa mendapatkan akses, partisipasi, kontrol
dan manfaat yang sama dalam penggunaan sumber daya dan pembangunan.
b. Konsep Qanun
Kanun atau qanun berasal dari bahasa Yunani, masuk menjadi bahasa Arab
melalui bahasa Suryani, yang berarti alat pengukur, kemudian diartikan sebagai
94
Victoria Neufeldt (ed.), 1984 , Webster’s New World Dictionary. New York, Webster’s New
World Clevenland., hlm. 56, dalam, Ratna Tiharita Setiawardhani. “Peran Perempuan dalam Perspektif Islam
Konteks Kekinian” dalam INSANCITA: Journal of Islamic Studies in Indonesia and Southeast Asia, Vol.1,
February, Minda Masagi Press, Bandung, 2016, hlm.17
95.
Siti Musdah Mulia, 2004, Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Cet. I.
hlm. 4
96
Nasaruddin Umar, 1999, Argumen Kesetaraan Jender: Perspektif Al-Qur’an. Cet 1, Paramadina
Jakarta, hlm. 34
97
Ibid
46
“kaidah.” Dalam bahasa Arab kata kerjanya qanna yang artinya membuat hukum (to
make law, to legislate), atau membuat undang-undang (to legislate). Kemudian qanun
code).98 Dalam bahasa Inggris, qanun disebut canon, yang antara lain, sinonim artinya
dengan peraturan (regulation, rule atau ordinance), hukum (law), norma (norm),
undang-undang (statute atau code), dan peraturan dasar (basic rule).99 Pada sumber
yang lain dikatakan, bahwa kanon berasal dari kata Yunani Kuno, yang berarti buluh.
Karena pemakaian “buluh” dalam kehidupan sehari-hari pada zaman itu adalah untuk
mengukur, maka kanon juga berarti sebatang tongkat/kayu pengukur atau penggaris.100
Sebutan qanun atau al-qanun tertuju pada hukum yang dibuat oleh
manusia atau disebut juga hukum konvensional. Abdul Kareem menyebutkan, hukum
manusia, sebagai lawan dari hukum yang bersumber dari tuhan/al qawaaniin/al syara’i
berlaku di suatu negara pada waktu tertentu, atau menunjuk pada makna hukum
101
positif . Dalam perkembangannya penggunaan kata qanun, menurut Subhi
undang). Istilah ini antara lain, digunakan untuk menyebut Kanun Pidana
Usmani (KUH Pidana Turki Usmani), Kanun Perdata Libanon (KUH Perdata
98
A. Qadri Azizy, 2004, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi Antara Hukum Islam dan
Hukum Umum, Gama Media, Yogyakarta, , hlm. 57-58.
99
Ahmad Sukardja dan Mujar Ibnu Syarif, 2012, Tiga Kategori Hukum: Syariat, Fikih, dan
Kanun, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 120
100
Dalam Mohd. Din, Op.Cit, hlm. 12.
101
Ibid.
102
Dalam Ahmad Sukardja dan Mujar Ibnu Syarif, Op.Cit, hlm. 122
47
Libanon), dan lain-lain
2. Sinonim bagi kata hukum, sehingga istilah ilmu kanun sama artinya dengan ilmu
hukum. Karena itu, kanun Inggris misalnya, sama artinya dengan hukum
Perbedaan pengertian yang ketiga ini dengan yang pertama adalah bahwa
yang pertama itu lebih umum dan mencakup banyak hal. Sedangkan yang
pengertian ini biasanya hanya mengenai hukum yang berkaitan dengan mu’amalat,
negara. Sebagai contoh penerapan otonomi khusus di Aceh yang salah satu
dalam peraturan daerah (qanun) yang ditetapkan oleh Pemerintah Aceh dan Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Perda syariah (qanun) ini sangat berbeda dengan
(kulliyah) yang menjadi nash-nash hukum di dalam Syari’at Islam itu adalah sebagai
“qawa’id ‘ammah” (aturan umum) untuk menyusun UU Islam. Atas dasar qawa’id
‘ammah inilah Syari’at Islam berjalan dengan memberikan mandat yang sepenuhnya
tersebut dengan mengikuti saluran dasar dan nash-nash yang telah ditentukan di
103
Husni Jalil, artikel: Implementasi Syariat Islam Berdasarkan Otonomi khusus Aceh Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia https://regafelix.wordpress.com/2011/12/15/eksistensi-perda-syariah-
dalam-sistem-hukum-nasional/ terakhir di akses pada 20 Februari 2016, pukul 11.30 Wib
48
dalam Syari’at Islam melalui al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi sumber utama
pembentukan hukum104.
Provinsi Aceh. Qanun Aceh, yang berlaku di seluruh wilayah Provinsi Aceh. Qanun
Dewan Perwakilan Rakyat Kota). Masukan substansi Syari’at Islam sebagai bahan
badan normatif yang memiliki kedudukan sebagai mitra sejajar dengan Pemerintahan
Aceh105. Masukan pertimbangan dan saran oleh MPU ditujukan terhadap kebijakan
daerah, agar kebijakan yang dikeluarkan Pemerintahan Aceh tidak menyimpang dari
musyawarah (musyawarah).
G. Metode Penelitian
1. Tipe penelitian
S
orjono Soekanto berpendapat bahwa penelitian yang berkaitan dengan
104
ibid.
105
. Ibid.
49
hukum normatif. 106
dan berada dalam tataran filsafat hukum.107 Penelitian
sebuah bangunan sisten norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai
keadilan perspektif gender dalam penyusunan qanun di Aceh, maka penelitian ini
2. Jenis pendekatan
P
enelitian tentang penerapan asas keadilan perspektif gender dalam qanun di
peraturan perundang-undangan dalam hal ini terkait juga qanun di provinsi Aceh.
Untuk dapat mengungkapkan ada atau tidaknya norma keadilan perspektif gender
50
norma hukum, metode yang digunakan adalah metode metode historis.111
filosofi yang melandasi aturan hukum, pendekatan historis juga dipakai untuk
perkembangan perundang-undangan.
normatif adalah hanya data sekunder,112 sehingga biasanya disebut sebagai bahan
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang secara langsung berkaitan
1) UUD 1945
Perundang-undangan
111
Ibid., hlm. 144-145
112
Soejono dan Abdurrahman, 2005, Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan,
Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 56. Bagi penelitian hukum normatif, bahan-bahan primer terdiri atas
undang-undang dasar, dan berbagai dokumen resmi yang memuat ketentuan hukum
51
7) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Perempuan
Qanun
11) Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2015 tentang perubahan Qanun Nomor 11
dalam penelitian ini adalah konvensi-konvensi yang terkait dengan obyek penelitian
b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan
teks, hasil penelitian sebelumnya, makalah, artikel, jurnal dan dokumen lain
yang berkaitan dengan objek penelitian. Bahan hukum sekunder ini dijadikan
c. Bahan non hukum yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadap
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Adapun bahan non hukum
Upaya untuk mendapatkan bahan hukum primer, sekunder dan non hukum
dilakukan dengan mendatangi perpustakaan dan instansi yang terkait dengan objek
52
4. Analisis bahan hukum
adalah analisis terhadap bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan non hukum. Mengingat penelitian ini termasuk dalam katagori penelitian
hukum normatif, maka analisis bahan hukum tersebut dilakukan dengan analisis
normatif kualitatif.115 Fokus dalam analisis normatif kualitatif ini adalah pada
Fokus kajian muatan qanun ini akan dikaitkan dengan hukum yang sedang
berlaku dan hukum yang pernah berlaku. Hasil dari analisis kualitatif ini nantinya
H. Sistematika Penulisan
yang terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan
Pembentukan Hukum, dalam bab ini akan di bahas tentang definisi gender,
Affirmative action ,
114
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit, hlm. 63
115
Soejono dan Abdurrahman, Op.Cit, hal 56.
53
Bab III merupakan hasil penelitian dan pembahasan dari permasalahan
kesetaraan dan keadilan gender dalam CEDAW. Indikator kesetaraan dan keadilan
yaitu perspektif keadilan gender dan kedudukan perempuan dalam Islam. Dalam bab
ini akan dibahas tentang perempuan dan hukum, keadilan dalam hukum Islam,
keadilan perpektif gender dalam pandangan Islam, Feminis Muslim dan pemikiran
untuk kesetaraan dan keadilan, otonomi khusus dan penerapan syariat Islam di Aceh
yaitu Penjabaran prinsip keadilan perspektif gender pada qanun di Aceh. Dalam bab
ini akan dibahas tentang, pengertian qanun, gambaran umum dan penjabaran asas
keadilan perspektif gender dalam Qanun Pendidikan di Aceh, gambaran umum dan
Diakhiri dengan Bab VI sebagai Penutup. Bab ini berisikan kesimpulan dan
saran. Pada bagian kesimpulan akan disampaikan hasil temuan dari penelitian ini,
keadilan gender dan kedudukan perempuan dalam Islam dan Penjabaran prinsip
keadilan perspektif gender dalam qanun di Aceh. Sedangkan pada bagian saran akan
diberikan beberapa saran terkait penerapan asas keadilan perspektif gender dalam
54
muatan qanun-qanun di Aceh
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KEADILAN PERSPEKTIF GENDER DALAM PEMBENTUKAN HUKUM
A. Defenisi Gender
55
Sejak dua dasawarsa terakhir, kata gender memasuki bahasan dalam berbagai
seminar, diskusi maupun tulisan di seputar perubahan sosial dan pembangunan dunia
yang benar, sebab dalam kamus bahasa Indonesia antara gender dengan seks belum
Studi mengenai gender memiliki akar pada antropologi feminis dan untuk
alasan inilah istilah gender sering disalah pahami sebagai konsep ekslusif feminis.
Studi gender pada dasarnya memperhatikan kontruksi budaya dari dua makhluk hidup
laki-laki dan perempuan. Mereka menguji perbedaan dan persamaan pengalaman serta
persepsi mereka terhadap berbagai jenis hubungan sosial116. Gender sering diartikan
dan atau dipertentangkan dengan seks, yang secara biologis di definisikan dalam
kategori laki-laki dan perempuan. Secara awam keduanya bisa diterjemahkan sebagi
dan perempuan dari segi anatomi biologi. Artinya, istilah tersebut lebih banyak
berkonsentrasi pada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan
hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya.
Pengertian sex merupakan penafsiran atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang
ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, dengan (alat)
tanda-tanda tertentu pula. Alat-alat tersebut selalu melekat pada manusia selamanya,
tidak dapat dipertukarkan, bersifat permanen, dan dapat dikenali semenjak manusia
116
Dimitra Gefou, 2008, dalam Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, edisi kedua, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 391
56
lahir. Itulah yang disebut dengan ketentuan Tuhan atau kodrat. Dari sini melahirkan
Di sisi lain istilah gender lebih berkonsentrasi kepada aspek sosial budaya,
psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya 118, sementara itu, pengertian gender
sebagaimana diungkapkan oleh Mansour Fakih adalah suatu sifat yang melekat pada
kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural,
misalnya, perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, dan keibuan,
tersebut sebenarnya dapat dipertukarkan, artinya ada laki-laki yang memiliki sifat
emosional, lemah lembut, dan keibuan dan ada juga perempuan yang kuat, rasional,
dan perkasa. Jadi seks bersifat kodrati, dan gender bersifat non kodrati. Gender dalam
Jadi, istilah gender digunakan berbeda dengan sex. Gender digunakan untuk
dari segi anatomi biologi. Istilah sex lebih banyak berkonsentrasi pada aspek biologi
seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi
fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sementara itu, gender lebih
tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki bertugas mengurusi urusan
luar rumah dan perempuan bertugas mengurusi urusan dalam rumah yang
117
Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender... Op.Cit., hlm. 35.
118
ibid.
119
Mansour Fakih, 1997, Analisis Gender... Op.Cit., hlm.9
120
Nasaruddin Umar, Loc.Cit.
57
masyarakat tradisional dan sektor publik dan sektor domestik dalam masyarakat
peran gender (gender role) dan dianggap tidak menimbulkan masalah, maka tak
pernah digugat. Akan tetapi yang menjadi masalah dan perlu digugat adalah struktur
sosial maupun kultural, sehingga perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,
emosional dan keibuan. Sementara laki-laki harus kuat, rasional, jantan perkasa.
Padahal ciri dari sifat itu merupakan sifat-sifat yang dapat dimiliki oleh kedua belah
fihak. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, dan keibuan. Sementara
itu juga, ada perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perbedaan gender (gender
differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang
panjang.
tidak dapat diubah sehingga perbedaan tersebut dianggap kodrati. Perubahan ciri dari
sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain.
Dari sini melahirkan istilah identitas gender. Penggunaan istilah gender dalam makna
tersebut mulai sering digunakan di awal tahun 1977, ketika sekelompok feminis
di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist, tetapi
121
Nur Ahmad Fadhil Lubis, 2003, Yurisprudensi Emansipatif: Cita Pustaka Media, Bandung,
hlm. 47 .
122
Nasaruddin Umar, Op.Cit, hlm.34
123
Heddy Shri Ahimsa dalam Mufidah, 2004, Paradigma Gender, Bayumedia Publishing, Malang, ,
hlm. 4-7
58
Pada konteks ini sering terjadi perbedaan persepsi karena gender berasal
dari bahasa asing yang sulit dicari padan katanya. Berbeda dengan kata demokrasi,
politik, ekonomi dan sebagainya mudah untuk diterima karena tidak menimbulkan
dampak pada terusiknya status dan peran laki-laki yang sejak semula telah
perbandingakan dengan kata sex. Perbedaan manusia berdasar jenis kelamin (sex)
sebagai istilah adalah hasil atau akibat dari pembedaan atas dasar jenis kelamin
tersebut. Sehingga tidak heran ketika perempuan sendiri sering menolak “gender”
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan gender adalah konsep yang mengacu
pada peran-peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat
gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,hak,
tanggung jawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya dan
59
adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah menurut waktu
serta kondisi setempat. Tanggung jawab dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai
sosial, budaya dan adat istiadat dari kelompok masyarakat yang dapat berubah
Gender sebagai fenomena sosial berarti sebab akibat atau implikasi sosial
didasarkan pada perbedaan jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Akibat-
akibat sosial ini bisa berupa pembagian kerja, sistem penggajian, proses sosialisasi
implikasi dalam budaya (yaitu pada pola dan isi pemikiran) yang muncul dalam
antara laki dan perempuan125. Sehingga dikenal adanya budaya pathriarki, yang
Gender juga perlu dipahami sebagai kesadaran sosial. Setiap orang yang
mengetahui ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan tidak selalu menyadari
bahwa hal itu merupakan sesuatu yang bersifat sosial maupun kultural. Gender
60
hal-hal yang berasal atau diturunkan dari pembedaan antara laki-laki dan
perempuan adalah hal-hal yang bersifat sosial budaya atau merupakan sesuatu yang
pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan misalnya bukanlah sesuatu yang
alami, atau yang telah ditakdirkan, yang diterima begitu saja, tetapi merupakan
produk sejarah adaptasi atau karena hubungan masyarakat dengan lingkungan. Dari
yang tertinggal.
lebih baik dan menguntungkan daripada perempuan. Jadi yang menjadi persoalan
bukan hanya perbedaan laki-laki dan perempuan. Lebih jauh, pembedaan laki-laki
memandang perempuan lebih rendah dari pada laki-laki. Gender sebagai persoalan
pihak yang lebih rentan sebagai korban. Semuanya ini merupakan kenyataan yang
dibentuk oleh tatanan sosial, budaya dan sejarah, karena itu sebenarnya dapat dan
61
perlu dirubah. Perubahan ini tentu saja tidak mudah, karena untuk dapat
Dalam ilmu sosial, defisini gender tidak lepas dari asumsi-asumsi dasar
yang ada pada sebuah paradigma, dimana konsep analisis merupakan salah satu
pandangan filosofis dan juga ideologis, yang menjadi persoalan, definisi mana
yang akan digunakan, misalnya, konsep gender didefinisikan sebagai hasil atau
akibat dari pembedaan atas dasar jenis kelamin atau yang lainnya, sesuai dengan
memunculkan berbagai tehnik analisis gender untuk dijadikan alat atau pisau
analisis berbagai issue gender yang biasanya digunakan sebagai langkah awal
dalam rangka menyusun kebijakan program dan kegiatan yang responsif gender.
62
Ada beberapa model teknik analisis gender yang pernah dikembangkan
oleh para Ahli, antara lain126: Model Harvard127, Model Moser128, Model
6. Gender sebagai sebuah perspektif untuk memandang suatu realitas gerakan
Dalam term ini, gender menjadi sebuah paradigma atau kerangka teori
bagian-bagian mana saja, dan pihak mana yang lebih diuntungkan Dalam hal ini,
63
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, tidak ada suatu kalimat yang
dapat memberikan gambaran secara utuh makna kata gender, karena sangat
tergantung dari sudut pandang mana gender itu akan dibahas, sehingga di
Indonesia kata gender tetap dipakai sebagaimana aslinya karena dianggap tidak
ada padanan kata yang sesuai yang bisa memberikan makna yang utuh. Walaupu
dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness atau dzukuriyah) dan
perilaku dan harapan yang dipelajari secara sosial yang membedakan antara
yang rendah dalam sistem ekonomi dan politik, gender juga menganalisis hal
perempuan dalam berbagai aspek yang dianggap hanya milik laki-laki. Hal ini
132
Ibid., hlm. 35-36.
133
Jackson, R., & Sorensen, G, Pengantar Studi Hubungan Internasional, 2005, terjemahan D.
Suryadipura, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 332-333.
64
menyebabkan bertambahnya aktor dari yang semula hanya didominasi oleh kaum
perempuan di dalamnya.
beberapa perbedaan:
1) Sumber pembeda
Visi dan misi seks adalah kesetaraan dan keadilan, sedangkan visi dan misi
3) Unsur pembeda
4) Sifat
5) Dampak
65
menjadi pemimpin dan perempuan pantas dipimpin. Sehingga sering
6) Keberlakuan
Seks berlaku sepanjang masa dan dimana saja, serta tidak mengenal
antar kelas.
gender adalah : kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh
bagi kaum laki-laki dan terutama bagi kaum perempuan. Ketidakadilan gender
merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki dan perempuan menjadi
korban dari sistem tersebut. Beberapa teori mengenai kesetaraan dan keadilan peran
perempuan.
Secara esensial ada empat sudut pandang yang menjadi dasar untuk
66
menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, bahwa posisi dan pengalaman perempuan
dari kebanyakan situasi berbeda dari yang dialami laki-laki dalam situasi itu.
Kedua, posisi perempuan dalam kebanyakan situasi tak hanya berbeda, tetapi juga
bahwa situasi perempuan harus pula dipahami dari sudut hubungan kekuasaan
langsung antara laki-laki dan perempuan. Perempuan ditindas, dalam arti dikekang,
berdasarkan posisi total mereka dalam susunan stratifikasi atau faktor penindasan
dan hak istimewa berdasar kelas, ras, etnisitas, umur, status perkawinan, dan posisi
global135.
misalnya terhadap lembaga perkawinan. Lebih lanjut menurut Ritzer dan Goodman
pemeliharaan, pelayanan kasih sayang dan seksual dari isteri. Kedua, perkawinan di
memberikan pelayanan urusan rumah tangga, kasih sayang, dan seksual, dan
secara bertahap mengurangi kebebasan dimasa remaja sebelum kawin. 136 Sehingga
67
Kesetaraan dan keadilan antara laki-laki dan perempuan dalam sebuah
sama. Memperlakukan laki-laki dan perempuan secara sama dalam semua keadaan
perempuan dalam kerja rumah tangga pada satu keadaan, misalnya, suami juga
fiqh secara general memberikan keterbatasan peran perempuan sebagai istri dan ibu.
Menurut pemikiran Islam tradisional tersebut bahwa prinsip utamanya adalah bahwa
persoalan luar rumah, sedangkan perempuan sebagai istri, bertanggung jawab untuk
menjadi titik tolak ukur dari perbedaan peran laki-laki dan perempuan yang
didukung pula dengan keterangan dalam Q.S. An-nisa ayat 34, yang artinya: Laki-
laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan
sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena
merupakan pemimpin perempuan karena istrinya harus patuh pada suami dan suami
literature Islam klasik tersebut masih terlihat bahwa kaum perempuan masih
termarjinalkan, atau dengan kata lain perempuan masih berada di bawah dominasi
137
Faisar Ananda Arfa, 2004, Wanita dalam Konsep Islam Modernis, Pustaka Firdaus, Jakarta,
hlm.11.
68
laki-laki. Oleh karenanya, wacana atau konstruk perempuan harus menurut kehendak
teks. Tak dapat dipungkiri bahwa penafsiran ulama-ulama klasik tentang konsep
persamaan laki-laki dan perempuan jika dilihat dari perspektif saat ini bisa saja
dinilai sebagai bias. Sebab penafsiran-penafsiran masa lampau itu tidak dapat
dilepaskan dengan konteks sosio-historis saat itu, karena adanya kewajiban bagi laki-
dengan keluarga. Konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka membahas
hubungan kaum kaum perempuan dan laki-laki adalah membedakan antara konsep
sex (jenis kelamin) dan konsep gender. Pemahaman dan pebedaan antara kedua
gender sering menghadapi perlawanan (resistance), baik dari kalangan kaum laki-
laki ataupun kaum perempuan sendiri. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh, pertama,
sistem dan struktur yang telah mapan, kedua, mendiskusikan soal gender berarti
membahas hubungan kekuasaan yang sifatnya sangat pribadi, yakni menyangkut dan
melibatkan individu kita masing.138. Oleh karena itu pemahaman atas konsep gender
kesetaraan dan keadilan hubungan, kedudukan, peran dan tanggung jawab antara
kaum perempuan dan laki-laki. Hal ini disebabkan karena ada kaitan yang erat
138
Mansour Fakih, Op, Cit., hlm. 5-6
69
inequalities) dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara luas. Pemahaman atas
konsep gender sangatlah diperlukan mengingat dari konsep ini telah melahirkan
dimana ada konsep keadilan maka disitu pun ada konsep ketidakadilan. Biasanya
keduanya disandingkan dan dalam konteks kajian hukum, ada banyak contoh
ketidakadilan yang merupakan antithese dari keadilan, dalam bidang hukum misalnya
sebagainya. Bahkan Susanto membahas sesuatu yang tidak biasa dalam memaknai
keadilan, yang terkait dengan substansi yang ada di dalamnya bahwa keadilan akan
tidak lepas dari konsep keadilan. Konsep keadilan tindak menjadi monopoli pemikiran
satu orang ahli saja. Banyak para pakar dari berbegai didiplin ilmu memberikan
jawaban apa itu keadilan. Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, John Rawls, R.
Nozick dan Posner adalah sebagian nama yang memberikan jawaban tentang konsep
itu sendiri pun berdimensi banyak, dalam berbagai bidang, misalnya ekonomi,
maupun hukum. Dewasa ini, berbicara mengenai keadilan merupakan hal yang
70
berhubungan dengan penegakan hukum. Sampai saat ini barangkali tidak ada
seruan yang lebih lantang daripada seruan keadilan dan tidak ada gerakan yang lebih
Bicara tentang keadilan, mirip cerita gajah yang diteliti oleh para orang
menggambarkan makhluk ini dengan cara yang berbeda-beda pula, begitu pula
dengan keadilan yang tak pernah bisa dikenali seluruhnya oleh deskripsi individual
Keadilan merupakan konsep yang abstrak sehingga susah untuk didefenisikan secara
komprehensif dan rinci tetapi cuma dapat dirasakan dan dilihat dampaknya secara
nyata140.
Menurut Soekanto141. ada dua kutub citra keadilan yang harus melekat pada
setiap tindakan yang hendak dikatakan sebagai perbuatan adil Pertama naminem
laedere, yakni jangan merugikan orang lain. Secara luas ini berarti bahwa apa yang
anda tidak ingin alami janganlah menyebabkan orang lain mengalaminya. Ini
merupakan sendi equality yang ditujuakan kepada umum sebagai asas dalam
pergaulan hidup. Kedua suum cuique tribuere artinya bertindaklah sebanding. Secara
luas ini berarti apa yang boleh anda dapat maka biarkanlah orang lain berusaha
mendapatkannya, ini merupakan sendi equity yang diarahkan pada penyamaan apa
yang tidak berbeda dan membedakan apa yang memang tidak sama.
menyebutnya dengan istilah legal justice, atau keadilan hukum yang merujuk pada
140
Nurdin, “Konsep keadilan dan kedaulatan Dalam Perspektif Islam dan Barat, Media Syari’ah, Jurnal
Hukum Islam dan Pranata Sosial, Vol. XIII No. 1 Januari – Juni 2011, hlm. 21
141
Abdul ghofur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah, ..., Op,Cit., hlm. 51
71
pelaksanaan hukum melalui prinsip-prinsip yang ditentukan dalam negara hukum 142.
Banyaknya kasus hukum yang tidak terselesaikan karena ditarik ke masalah politik.
Kebenaran hukum dan keadilan dimanipulasi dengan cara yang sistematik sehingga
sebab hukum dikebiri oleh sekelompok orang yang mampu membelinya atau
Manusia yang harus dirasakan manfaatnya oleh setiap warga negara dan merupakan
akses keadilan masih dialami oleh sebagian besar warga negara, salah satunya
dirasakan oleh kelompok perempuan, sehingga kemudian muncul kritik terhadap tata
Dalam studi gender pembedaan yang didasarkan pada jenis kelamin (sex)
semata-mata ditentukan oleh atribut biologis, sex atau jenis kelamin, tetapi atribut
biologis tersebut ternyata dapat melahirkan beban gender. Begitu seorang janin/bayi
diketahui atribut biologisnya yaitu sex atau jenis kelaminnya, maka sejak saat itu pula
terjadi konstruksi budaya terhadap janin atau bayi tersebut. Ada pembakuan peran
yang dilakukan oleh masyarakat tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang semata-mata menurut masyarakat adalah
142
Agus Santoso, 2012, Hukum, Moral dan Keadilan, Sebuah kajian Filsafat, Edisi pertama,
kencana, Jakarta, hlm. 85
143
Muchsan, 1985, Hukum Tata Pemerintahan, Penerbit Liberty, Yogyakarta, hlm. 42.
Bandingkan dengan M. Husni, “Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang
Responsif”, Jurnal Equality Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Vol. 11 (1) Februari 2006, hlm.
1-7
72
pada dasarnya sepanjang tidak menimbulkan ketidakadilan bukanlah merupakan suatu
kesempatan dari salah satu pihak untuk mengembangkan diri, menentukan nilai-nilai
kehidupan dan harkat martabatnya sebagai manusia yang hakiki, maka hal tersebut
1. Pemiskinan (marginalisasi).
maupun atas laki-laki yang disebabkan karena jenis kelaminnya adalah salah satu
bentuk ketidakadilan berbasis gender, pemiskinan ini dapat dilihat dari segi
ekonomi dengan adanya perbedaan upah bagi buruh laki-laki dan buruh
perempuan untuk pekerjaan yang sejenis, pemiskinan dalam hal peluang untuk
Sub ordinasi pada dasarnya adalah keyakinan bahwa salah satu jenis
kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibandig jenis kelamin lainnya,
sudah sejak dulu sub ordinasi ini merupakan salah satu bentuk yang penempatan
menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting sehingga jika karena
144
Kementrian pemberdayaan Perempuan, 2005, Panduan dan Bunga Rampai Pengarusutamaan
Gender, Jakarta, , hlm. 35-37
145
Ibid. hlm. 35
73
membuat laki-laki merasa kurang laki-laki146. Perempuan sering dianggap sebagai
warga negara kelas dua sehingga fasilitas publik yang berhubungan dengan
yang baik dan bersih, kesempatan untuk menjadi pemimpin, dan lain-lain. Sub
ordinasi perempuan terjadi dalam berbagai bentuk yang berbeda dari waktu ke
3. Kekerasan (violence)
mental psikologi seseorang148, oleh karena itu kekerasan dapat dibedakan menjadi
a. Kekerasan fisik
b. Kekerasan psikis
c. Kekerasan Seksual:
146
Ibid, hlm. 36
147
Mansour Fakih, Op.Cit, hlm.14
148
Agnes Widanti, 2005, Hukum Berkeadilan jender, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hlm.176
149
Badan pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, 2013, Mengenal Kekerasan
Terhadap Perempuan Dan Anak Serta Mekanisme Penanganannya, BP3A, Banda Aceh, hlm.5
74
memberikan nafkah bathin, dan lain-lain. Termasuk juga dalam kekerasan
d. Kekerasan ekonomi:
Yaitu beban kerja yang harus dijalankan oleh salah satu jenis kelamin
tertentu, dalam ruah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan
oleh laki-laki dan beberapa yang lain dilakukan perempuan, namun beban
tangga, sehingga bagi mereka yang juga bekerja di luar rumah, selain bekerja di
5. Pelebelan (streotype)
berperilaku tidak sesuai dengan konsep yang dibangun oleh masyarakat. Misalnya
perempuan yang sering keluar malam dicap sebagai bukan perempuan baik-baik,
150
Ibid, hlm. 6
151
Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Op.Cit. hlm. 38
75
laki-laki yang sering membantu menjaga anak dicap sebagai suami yang takut
bersumber dari penafsiran-penafsiran agama yang bias dan hanya meniru pola-
pola hubungan yang selama ini sudah ada dalam masyarakat tanpa mengkritisi
atau mengkaji kembali apakah konsep tersebut masih sesuai atau tidak dengan
perkembangan dan kemajuan zaman yang secara nyata telah membawa pengaruh
besar dalam membuka ruang untuk berperan bagi laki-laki dan perempuan, maka
Perempuan adalah hasil kutukan Zeus yang marah pada para titan yang mencuri
api milik para dewa, lewat tokoh simbolik Pandora (perempuan pertama di
jebakan dan tak berpengharapan” dan sesuatu yang mematikan laki-laki. Zeus
dunia. Hal yang hampir sama dinyatakan Plato dalam Timaeus-nya, yang juga
hidupnya jahat, menurut Plato jika laki-laki hidupnya baik maka setelah
meninggal ia akan berdiam dalam bintang tempatnya berasal yaitu suatu tempat
yang penuh dengan berkah dan kesukaan. Sebaliknya jika hidupnya jahat ia akan
152
Ibid.
76
berubah menjadi perempuan153. Jadi perempuan adalah laki-laki jahat yang telah
meninggal.
yang sub ordinasi dan melemahkan, serta merendahkan perempuan. Gadis Arivia
Tabel.1
pendapat para filsuf laki-laki tentang perempuan dan berdampak pada kehidupan
perempuan
Nama Karya Konsep Manusia Perempuan dan Dampak pada
Filsuf Perempuan Bidang Publik Kehidupan
No Perempuan secara
Sosial/Masyarakat
1 Plato The Republic: Perempuan harus Tidak memiliki Perempuan tidak
The Dialogues diawasi seperti seni perang perlu mempunyai
of Plato ternak. Perempuan = akses pendidikan,
binatang terdifinisi sebagai
mesin produksi
anak.
2 Aristoteles Biologi De materi = perempuan Negara diatur Hak reproduksi
Generatione Bentuk = laki-laki seperti terpasung
Anemalium laki-laki = pemimpin manajement
perempuan = domestik: tuan
dipimpin, non rasio, dan budak.
defect male menekankan
relasi ini
3 Thomas Summa Defect male, bukan karena tidak
Aquinas Theologia ciptaan dari produksi sempurna lebih
pertama seperti baik berada di
halnya laki-laki yang bidang yang tidak
merupakan Produksi penting (privat)
pertama
4 Descrates Discourse on Bukan makhluk Tidak mampu
Method and rasional, tidak untuk bidang ilmu
Meditations on berepistimologi pengetahuan
first
Philosophy
5 Francis Of Marriage memiliki ciri buruk Menghalagi Tidak layak
Bacon and Single Life (suka korupsi) kesuksesan laki- menjabat di bidang
laki publik
6 John Maternity, Egaliter perempuan kesetaraan dan hak sama dengan
locke Paternity and berkuasa atas anak, keadilan laki-laki dalam
The origin of diciptakan sama mengasuh anak
political dengan laki-laki
Power. The
Second
Treatise of
153
Ibid.hlm. 86
154
Gadis Arivia, 2003, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta, hlm. 75-
76
77
Civil
Goverment
7 Jean A Discourse on meminggirkan tidak mempunyai
Jacques Political mereka dari hak sipil
Economy otoritas (decision
Rousseau making)
8 Immanuel observations Mempunyai Lemah dalam etika
Kant on the Feeling perasaan kuat
of the Beautiful tentang kecantikan,
and the keanggunan dan
sublime sebaginya. Kurang
dalam aspek
kognitif. Tidak dapat
memutuskan
tindakan moral
9 Arthur On Women Kekanak-kanakan, Tidak rasional, Tidak dapat
Scopenhauer sembrono, picik. tidak mampu berlaku adil
Makhluk inferior. memutuskan
Tidak memiliki rasa persoalan secara
keadilan. Tidak adil. Tidak
Obyektif. berbakat dalam
Berbohong estetika karena
kurang intelek
10 John The Subjection laki-laki dan kesetaraan dan diakui sebagai
Stuart of Women perempuan keadilan manusia yang
mempunyai hak mempunyai hak-
Mill sama hak sipil
11 Fredrich Thus Spake Lemah. Mentalitas Pencuri Mempunyai nilai
Nietzshe Zarathustra budak lebih rendah dari
laki-laki.
Kekerasan
terhadap
perempuan
12 Jean paul Being and Etre-en-soi Tidak dapat perempuan=esensi
Sartre Nothingness Sebagai pelampiasan “mengisi” lubang laki-laki=eksistensi
kekerasan
13 Gilles Anti-Oedipus “Menjadi” Subyek perempuan
Deluze Capitalism and tidak ada
Shzizophrenia
14 Jean Seduction Rayuan yang berada Perempuan sebagai
Baudrillard di Permukaan subyek bukan
obyek
Sumber : Gadis Arivia. Hlm. 75-76
sepanjang jaman telah ada siasat dari para filsuf laki-laki untuk menindas
pemikiran sebagian besar filsuf-filsuf yang berpengaruh sepanjang jaman ini. Jika
78
kondisi ketidakadilan seperti ini terus berkembang, maka adalah sangat wajar jika
kehidupan manusia khususnya dalam membangun pola relasi antara laki-laki dan
bias gender, pada kenyataannya ada beberapa filsuf yang melalui tulisan-
mungkin mempunyai kualitas sebagai pemimpin. Dipihak lain bila Plato melihat
perempuan mulai mengental dan melahirkan serta mewariskan definisi yang baru.
Para feminis (baik laki-laki maupun perempuan) yang aktif bergerak untuk
perempuan.
79
akademis. Permasalahan penindasan terhadap perempuan dalam kaitannya
dengan soal seksualitas, keluarga kerja, hukum, politik, budaya dan seni sejauh
ini tidak dilakukan melalaui kajian atau studi tapi justru lewat sebuah perjuangan
namun yang menjadi persoalan ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai
ketidakadilan, baik bagi kaum laki-laki dan terutama bagi kaum perempuan.
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana baik kaum laki-laki
(violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden), serta sosialisasi
yang menganut perbedaan gender, ada nilai tatakrama dan norma hukum yang
seseorang menyalahi nilai, norma dan perasaan tersebut maka yang bersangkutan
156
Ibid, hlm. 81
157
Ibid., hlm. 12.
80
akan menghadapi risiko di dalam masyarakat.
dan lembut, sebaliknya laki-laki dipersepsikan sebagai manusia perkasa, tegar dan
jantan, lebih dari itu karena mereka mempunyai banyak akses kepada
ditempatkan pada posisi inferior. Peran mereka terbatas sehingga akses untuk
rendah dari laki-laki. Sebagai ibu atau sebagai istri mereka memperoleh kesempatan
yang terbatas untuk berkarya di luar rumah. Penghasilan mereka sangat tergantung
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada dasarnya peran gender tidak
datang dan berdiri dengan sendirinya, melainkan terkait dengan identitas dan
lebih dari sekedar perbedaan fisik biologis tetapi segenap nilai sosial budaya yang
81
Menurut Budhy Munawar Rachman, terjadinya penindasan terhadap kaum
yang hal ini menjadi agenda yang paling besar digugat oleh kaum feminisme Islam.
Karena patriarhki dari sudut feminisme dianggap sebagai asal usul dari seluruh
keturunan ayah, contohnya Habsah Khalik; Khalik adalah nama ayah dari Habsah.
Sementara patriarki memiliki makna lain yang secara harfiah berarti “kekuasaan
bapak” (role of the father) atau “partiakh” yang ditujukan untuk pelabelan sebuah
“keluarga yang dikuasai oleh kaum laki-laki”. Secara terminologi kata patriarki
159
Budhy Munawar Rachman, 2003, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Jakarta
Paramadina hlm. 394
160
Elfi Muawanah, 2006, Menuju Kesetaraan Gender, Kutub Minar, Malang, hlm. 144.
161
Kamala Bashin, What is Patriarchy dalam Nursyahbani Katjasungkana, 1996,
“Menggugat Patriarki”, Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta, hlm. 29.
82
dengan sistem sosial, dimana sang ayah menguasai semua anggota
Norma-norma moral, sosial dan hukum pun lebih banyak memberi hak
kepada kaum laki-laki daripada kaum perempuan, justru karena alasan bahwa kaum
perempuan dalam Islam bersifat adil (equal). Oleh karena itu subordinasi terhadap
83
prohibits sex discrimination, but enterenches, assumes, and often requires gender
discrimination. Overt discrimination by law on the basisi of sex has been more or
less elliminated with the attainment by women of full formal status as legal person
able to own property, to letigate as individuals, to vote, and so forth
sulit dipahami karena merembes ke semua arah dan begitu mempengaruhi pemikiran-
pemikiran manusia yang paling dasar tentang hakekat manusia sehingga tampak
pada yang rasional dan logis (masuk akal) saja 166. Ketidakadilan gender yang
dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, hukum dan ideologis dalam
masyarakat.
keluarga, tingkat masyarakat, tempat kerja, adat istiadat masyarakat, kultur suku-
banyak produk hukum negara yang bias gender, dan yang paling sulit diubah adalah
ketidakadilan gender yag telah mengakar dan menjadi ideologi bagi kaum perempuan
maupun laki-laki167. Dalam kebudayaan China dikenal Yin dan Yang. Pada awal
166
Agnes Widanti, Loc.Cit.
167
Frans Magnis Suseno, 1994, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan modern,
Gramedia, Jakarta, hlm.325-333
84
kebudayaan China Yin di asosiasikan dengan keperempuanan dan Yang dengan
sedangkan Yang menyiratkan semua yang bersifat ekspansif, agresif dan menuntut.
Yin Yang
Bumi Langit
Bulan Matahari
Malam Siang
Musim Dingin Musim panas
Kelembapan Kekeringan
Kesejukan Kehangatan
Bagian dalam Bagian luar
Semua laki-laki atau perempuan melewati fase-fase Yin dan Yang, Capra
menambahkan bahwa yang baik bukanlah Ying atau Yang, tapi keseimbangan
dinamis diantara keduanya168, begitu juga dengan hukum, hukum berkeadilan gender
dirumuskan sebagai hukum (baik hukum negara maupun hukum masyarakat atau
pengertian kedilan. Namun untuk untuk memahami tentang makna keadilan tidaklah
semudah membaca teks pengertian yang telah diberikan oleh para pakar, karena
ketika bicara terkait dengan makna dari keadilan berarti kita sudah bergerak dalam
tataran filosofis yang perlu perenungan secara mendalam sampai hakikat yang paling
dalam169.
168
F. Capra, 1997, Titik Balik peradaban; Sains Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan
( terjemahan oleh M. Thojibi) Yayasan bentang Budaya, Yogyakarta, hlm. 12-14
169
Angkasa, Filsafat hukum, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2010, hlm. 105
85
Dalam kajian falsafah undang-undang, pembahasan keadilan merupakan
sebagian lain terdapat pula pandangan yang bertentangan. Pandangan tentang konsep
keadilan yang dapat saling melengkapi antaranya Aristoteles dan Rawls. Sedangkan
P
ertentangan ini disebabkan penekanan yang diberikan oleh kedua-dua
kelompok pakar tersebut terhadap keadilan adalah berbeda. Pada umumnya orang
demikian, cara lebih mudah bagi memahami keadilan ialah jika keadilan diposisikan
yang dinamis yang menimbulkan banyak akibat. Hal ini disebabkan keadilan
berhubungan erat dengan berbagai kepentingan yang sama. Teori-teori hukum alam
dikurniakan kepadanya sejak awal171, Plato mcnganggap keadilan sebagai salah satu
170
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam lintasan sejarah, Op.Cit., hlm.196.
171
Badariah Sahamid, Jurisprudens dan Teori Undang-undang ..., Op.Cit., hlm 186-187.
86
daripada sifat kebaikan utama (principal virtues), yang lain adalah kesederhanaan,
seorang yang tidak adil, mengingkarmya. Seorang yang adil juga mempunyai
menghendaki wujudnya hak dan pelayanan yang sama, oleh karena itu, negara
wajib memberikan pelayanan yang sama. Selain itu, setiap warga negara secara
bersama harus taat kepada undang- undang negara itu. Karena keadilan legal
harus menjamin tidak akan terjadi tindakan yang diskriminatif dalam pelaksanaan
undang –undang tersebut, juga harus menjamin agar kelompok yang teringgal
174
Kedua, keadilan distributif dan korektif adalah berkait dengan
172
Neni Sri Imaniyati, 2009, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi, Graha
Ilmu, Yogyakarta, hlm 7.
173
Ibid. hlm. 13
174
Ibid., hlm. 15
87
keadilan ini adalah tercapainya keseimbangan walaupun bukan melalui pembagian
yang sama rata. Keseimbangan ini mencakupi juga perlakuan yang sama kepada
setiap orang dalam memberikan yang baik dan bermanfaat serta dalam melibatkan
setiap orang untuk ikut menanggung hal-hal yang tidak menguntungkan. Hal yang
penting dalam konsep keadilan ini adalah bahawa imbalan yang sama-rata diberikan
(corrective justice) berhubung erat dengan situasi yang adil tetapi telah
disalahgunakan dan atau diganggu oleh pihak tertentu yang dianggap salah dari sisi
keadilan korektif berfokus kepada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu
memberikan ganti rugi yang memadai kepada pihak yang dirugikan, jika suatu
kejahatan telah dilakukan, maka hukuman yang sepantasnya perlu diberikan kepada
tersebut. Dari pengertian „keadilan‟ yang demikian, maka konsep ini dapat
diamalkan dalam konteks undang-undang sipil dan pidana. Berkait erat dengan
88
restitutive Aristoteles sebagai konsep yang mengembalikan keadaan kepada
kedudukan awal.175 Justeru itu, keadilan dianggap sebagai kepatuhan kepada undang-
undang. Namun keadilan jenis ini tidak menjamin keadilan substantif disebabkan
undang-undang itu sendiri mungkin bersifat tidak adil atau menindas. Pandangan
keadilan tukar, menuntut agar setiap orang menepati apa yang telah dijanjikannya.
komutatif sebagai Concern with the relation person and esp. With fairness in the
baik laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam suatu aktivitas usaha berhak
memperoleh apa yang menjadi haknya setimpal dengan usaha yang telah
175
Badariah Sahamid, Jurisprudens dan Teori Undang-undang ..., Op.Cit., hlm. 190
176
Carl Joachin Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Op. Cit., hlm. 25.
177
Keadilan komutatif ini merupakan prinsip dasar yang menjiwai hubungan ekonomi dalam
masyarakat primitif. Dalam masyarakat primitif yang belum mengenal ekonomi wang, keadilan komutatif
menjadi prinsip dasar hubungan mereka. Dengan hubungan barter yang berlangsung ekonomis, setiap pihak
tahu secara baik bahawa ia patut memberikan kepada pihak lain barang yang sama nilainya dengan apa
yang diperolehnya dari pihak lain itu. Neni Sri Imaniyati, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan
Kegiatan Ekonomi, Op.Cit., hlm 10-12.
178
Bryan A Garner (ed), Black’s Law Dictionary, 2009, Nine Edition, Thomson Reuters, USA, hlm.
942
89
apapun . Distribusi yang adil boleh jadi merupakan distribusi yang sesuai degan
yang sama diberikan sama, kepada yang tidak sama diberikan yang tidak sama pula,
adalah keadilan yang menunjuk pada keadilan berdasarkan prinsip asimetris, yaitu
penyesuaian yang harus dilakukan apabila terjadi perbuatan yang tidak sesuai
dengan hukum. Keadilan hukum ( iustitia legalis), adalah keadilan yang menunjuk
pada ketaatan pada aturan hukum. Bagi Aquinas menaati hukum bermakna sama
dengan bersikap baik dalam segala hal (diasumsikan hukum itu berisi kepentingan
umum), maka keadilan hukum disebut juga sebagai keadilan umum 180
menganggap keadilan sebagai suatu ciri yang mungkin boleh tetapi tidak perlu yang
social order regulating the mutual relations of men), menurut Kelsen, keadilan
keagamaan Plato yang membawa maksud bahawa keadilan itu adalah sama dengan
sesuatu yang baik. la juga menolak konsep keadilan yang berdasarkan akal. Seperti
menurut Aristoteles, "justice is to give to each his due" karena menurut Kelsen, ia
Pendapat John Rawls, menjadi salah satu ahli yang selalu menjadi rujukan
179
Bernard L Tanya, Op.Cit. hlm.59
180
Ibid, hlm. 60
181
Ibid, hlm. 177
90
baik ilmu filsafat, hukum, ekonomi, dan politik di seluruh belahan dunia, tidak akan
melewati teori yang dikemukakan oleh John Rawls. Terutama melalui karyanya yang
berjudul A Theory of Justice, Rawls dipercaya sebagai salah seorang yang memberi
dikenali sebagai teori kontrak sosial tentang keadilan. Beberapa prinsip daripada
pandangan Rawls antaranya: pertama, teori ini dibina dengan mengandaikan bahawa
setiap orang mempunyai kedudukan yang sama, bebas dan berdikari serta secara
itu mempunyai darjat dan kedudukan yang sama baik dalam hak maupun
a. setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan- kebebasan asas
yang paling luas yang sebanding dengan kebebasan dasar yang serupa bagi
182
John Rawls, A Theory of Justice, Op.Cit., hlm 14. Lihat juga Siti Malikhatun, 2010, Penemuan
Hukum Dalam Konteks Pencarian Keadilan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang,, hlm 7.
183
Ibid, hlm 72.
91
1). terutama menguntungkan mereka yang paling kurang beruntung
2). terbuka bagi semua orang dalam keadaan yang menjamin persamaan
Oleh karena itu, menurut pandangan ini, utamanya adalah bahwa keadilan
peluang yang sama bagi semua orang. Memandang hanya atas kebebasan dan
peluang yang sama bagi semua orang baru dapat diharapkan terwujudnya suatu
situasi yang adil yang memungkinkan semua orang dapat memperoleh apa yang
diperlukan. Dalam pandangan ini juga Rawls menekankan bahawa setiap orang
semua orang sebagai manusia mempunyai kedudukan dan martabat yang sama,
semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya mereka yang bernasib kurang
baik. Ini menunjukkan bahwa dalam kebebasan dan peluang yang sama bagi semua
orang, diharapkan bawa semua orang akan mendapatkan keuntungan yang sama
sebaiknya harus menjamin agar pihak yang lemah lebih diberikan perhatian. Dengan
demikian, inti daripada konsep the difference principle, adalah bahawa perbedaan
sosial dan ekonomi perlu diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi
itu dianggap adil, hanya kalau ketidaksamaan itu disebabkan oleh perbedaan
92
kedudukan dengan sendirinya akan membawa konsekuensi perbedaan sosial dan
dampak sosial dan ekonomi yang sebanding dengan itu, dan inilah yang diakui
bahawa perbedaan sosial dan ekonomi kerana kekuasaan dan kedudukan, baru
dianggap adil kalau kekuasan dan kedudukan itu sendiri terbuka bagi semua orang.
Rawls juga mengakui bahwa dalam prakteknya, akan terjadi ketidaksamaan sosial
dan ekonomi. Oleh karena itu, ketidaksamaan tersebut baru adil kalau benar-benar
bersifat awal, alamiah dan wajar diterima. Ketidaksamaan adalah adil kalau
benar-benar didasarkan kepada ketulusan objektif yang memberi peluang sama bagi
semua orang. Namun, karena keadaan awal yang tidak sama, Rawls
menginginkan agar kelompok yang sejak semula tidak bernasib baik, juga akan
Secara tersirat Rawls menghendaki agar pihak yang sejak awal bernasib baik
kelompok yang tidak bernasib baik. Dalam situasi seperti itulah keadilan akan
benar-benar terjamin.
kerana kedudukan dan kekuasaan yang berguna bagi ekonomi yang efisien, namun
bagi yang kurang bernasib baik. Dalam konteks keadilan berperspektif gender
konsep keadilan Rawls ini selaras dengan falsafah perlindungan pihak yang teringgal
kedudukan perempuan (untuk saat ini) yang cenderung tertinggal dibanding laki-
93
laki. Sehingga andangan Rawls ini dapat dirujukkan sebagai justifikasi bagi perlunya
orang memiliki hak yang sama dari posisi-posisi mereka yang wajar. Karena itu,
peraturan mengenai hak milik haruslah sama bagi semua orang. Situasi seperti ini
jaminan terhadp sejumlah hak dasar yang berlaku bagi semua, seperti kebebasan
dan kebebasan di mata hukum. Pada dasarnya, teori keadilan Rawls hendak
b. universal aplikasinya,
Secara ringkas dirumuskan bahwa suatu konsepsi yang hak adalah suatu
184
Ibid. hlm.75
94
perangkat prinsip yang umum bentuknya dan universal aplikasinya, diakui secara
publik sebagai mahkamah terakhir bagi penyelesaian klaim-klaim moral yang saling
berkonflik. Adapun strategi yang digunakan adalahapa yang disebut Rawls sebagai
antara pilihan-pilihan yang terbuka buat mereka. Dengan kata lain, mereka
mengusulkan memberi hak-hak istimewa karena alasan etnis atau asal kelahiran
karena mereka tidak mengetahui apakah mereka kelak akan menjadi bagian dari
kelompok yang diuntungkan atau justru dirugikan oleh adanya hak-hak istimewa
tersebut.
memenuhi rasa keadilan setiap orang, tapi juga rasional. Bagi Rawls, antara rasa
keadilan dan rasionalitas tidak ada pertentangan. Sebab, sebagai makhluk moral,
185
manusia memiliki dua kemampuan sekaligus, satu sama lain saling melengkapi ,
mempunyai rasa keadilan. Dalam kerangka ini, nikmat-nikmat (benefits) dan beban-
beban (burdens), hak-hak (rights) dan kewajiban (duties), kepentingan diri (self-
interest) dan kepentingan bersama (common interest), saling terkait dan tertanam
bersama dalam satu subjek. Dengan kata lain, mengejar kepentingan diri sudah
95
yang amat liberal terhadap hak-hak individu. Ia mempertahankan hak setiap
individu berdasarkan hasil usahanya, upaya atau nasibnya, asalkan hasil tersebut
diperolehi dengan sah. Nozick lebih mementingkan hak individu daripada hak
masyarakat. Teori keadilan ini dikenal pula sebagai The Entitlement Theor y186.
Seperti juga Rawls, Nozick menggunakan idea kontrak sosial tetapi dengan cara
yang berbeda dengan cara Rawls, di dalam State of Natur’ yaitu manusia dalam
kedudukan asli, setiap individu mempunyai hak dasar jadi yang tidak boleh dicabut
oleh individu atau negara. Hak tersebut berupa hak kepada nyawa (hak hidup),
Secara garis besar perbedaan antara Rawls dan Nozick ada pada 3 bidang
dimana segara sumber daya yang dimiliki individu adalah hak sepenuhnya bagi
individu itu termasuk apa yang dihasilkan dari sumber daya yang ia miliki,
sedangkan Rawls menekankan bahwa segala sumber daya yang dimiliki oleh
individu sifatnya arbitrer, atau dengan kata lain tidak dimiliki sepenuhnya karena itu
disebut adil jika memenuhi dalam arti akusisi atau individu dapat
yang beruntung juga harus meningkankan ekspektasi orang yang paling tidak
186
Robert Nozick, Anarchy, State and Utopia, Op.Cit, hlm. 32
96
distribusi sah jika beranjak dari klaim yang sah atas barang/ talenta (bisa diserahkan,
primary goods teristribusi secara merata/ sempurna, atau dengan kata lain
keberuntungan orang yang beruntung harus mengangkat juga orang yang paling tidak
beruntung.
Teori Nozick dikatakan telah mengutarakan satu impian kebebasan kapitalis, dan
D. Teori-teori Feminis
Menurut Tong, gelombang pertama dimulai pada sekitar tahun 1800-an, dan
itu teori-teori yang digunakan untuk mendekati masalah gender ini banyak diambil
dari teori-teori sosiologi dan psikologi. Sebagaimana telah ditulis sebelumnya secara
garis besar teori teori tersebut diawali oleh dua teori besar188, yaitu teori nurture dan
teori nature yang kemudian mempengaruhi dan melahirkan pendapat para ahli
187
Putnam tong, dalam Gadis Arivia. Op.Cit, hlm.84
188
Kementrian pemberdayaan Perempuan, Op.Cit. hlm.24-26
97
keadilan gender.
1. Teori Nurture
hambatan, baik dari nilai agama maupun budaya. Karena itu, aliran nurture
melahirkan paham sosial konflik 189 banyak dianut masyarakat sosialis komunis
manajer, menteri, militer, DPR, partai politik, dan bidang lainnya. Untuk
timbulnya reaksi negatif dari kaum laki - laki karena apriori terhadap
2. Teori Nature
189
Yaitu konsep yang di ilhami oleh ajaran Karl Marx (1818-1883) dan Machiavelli (1469-1527)
kemudian dilanjutkan oleh David Locwood (1957) konsep sosial konflik menempatkan kaum laki-laki sebagai
kaum penindas (borjois) dan perempuan sebagai kaum tertindas (proletar). Bagi kaum proletar tak ada pilihan
lain kecuali dengan perjuangan menyingkirkan penindas demi untuk mencapai kebebasan dan persamaan.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Ibid, hlm. 24, hal yang hampir sama juga di tuliskan oleh Theo
Huijbers dalam buku Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, penerbit Kanisius Yogyakarta, 1982, hlm. 112
98
Menurut teori nature, adanya perbedaan perempuan dan laki-laki adalah
kodrat sehingga tidak dapat berubah dan bersifat universal. Perbedaan biologis ini
memiliki peran dan tugas yang berbeda. Manusia, baik perempuan maupun laki-
kehidupan sosial, ada pembagian tugas (division of labour), begitu pula dalam
kehidupan keluarga karena tidaklah mungkin sebuah kapal dikomandani oleh dua
nakhoda.
perempuan dan laki-laki dalam kehidupan masyarakat. Paham ini diajarkan oleh
Socrates dan Plato, yang kemudian di perbarui oleh August Comte (1798-1857),
(1902-1979) dan Bales berpendapat bahwa keluarga adalah sebagai unit sosial yang
memberikan perbedaan peran suami dan isteri untuk saling melengkapi dan saling
membantu satu sama lain. Keharmonisan hidup hanya dapat diciptakan bila
terjadi pembagian peran dan tugas yang serasi antara perempuan dan laki-laki, dan
hal ini dimulai sejak dini melalui pola pendidikan dan pengasuhan anak dalam
perbedaan peran asal dilakukan secara demokratis dan dilandasi oleh kesepakatan
3. Teori Equilibrium.
99
dikenal dengan keseimbangan (equilibrium) yang menekankan pada konsep
(yang ada pada tempat dan waktu tertentu) dan situasional (sesuai
dalam desertasi ini akan dikemukakan beberapa saja yang dianggap penting dan
keadilan gender.
4. Teori Sosial-Konflik
masyarakat, terutama dalam hal distribusi sumber daya yang terbatas. Sifat
dengan teori Marx, karena begitu kuatnya pengaruh Marx di dalamnya. Marx
190
Sri Soendari Sasongko, 2009, Konsep dan Teori Gender, BKKBN, Jakarta, hlm 20
191
Ratna Megawangi, Op.Cit, hlm. 76.
100
bahwa perbedaan dan ketimpangan gender antara laki-laki dan perempuan tidak
kelas yang berkuasa dalam relasi produksi yang diterapkan dalam konsep
keluarga.
feminis Marxis dan sosialis institusi yang paling eksis dalam melanggengkan
peran gender adalah keluarga dan agama, sehingga usaha untuk menciptakan
mengubah pola pikir dan struktur keluarga yang menciptakannya. Teori sosial-
konflik ini juga mendapat kritik dari sejumlah pakar, terutama karena teori ini
dengan Marx dan Engels, menganggap konflik tidak hanya terjadi karena
perjuangan kelas dan ketegangan antara pemilik dan pekerja, tetapi juga
disebabkan oleh beberapa faktor lain, termasuk ketegangan antara orang tua dan
anak, suami dan isteri, senior dan yunior, laki-laki dan perempuan, dan lain
192
Nasaruddin Umar, Op.Cit hlm. 62.
101
sebagainya193 Meskipun demikian, teori ini banyak diikuti oleh para feminis yang
5. Teori Struktural-Fungsional
yang diterapkan dalam melihat institusi keluarga. Teori ini berangkat dari asumsi
bahwa suatu masyarakat terdiri atas beberapa bagian yang saling memengaruhi.
keluarga pada abad ke-20, di antaranya adalah William F. Ogburn dan Talcott
seseorang dalam struktur sebuah sistem. Sebagai contoh, dalam sebuah organisasi
sosial pasti ada anggota yang mampu menjadi pemimpin, ada yang menjadi
193
Ibid, hlm. 64.
194
Nasaruddin, Op.Cit, hlm. 52
195
Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda..., Op.Cit., hlm. 56
102
sekretaris atau bendahara, dan ada yang menjadi anggota biasa. Perbedaan
fungsi ini bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi, bukan untuk kepentingan
individu. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan
masyarakat196.
bahwa pembagian peran secara seksual adalah suatu yang wajar197 Dengan
baik. Jika terjadi penyimpangan atau tumpang tindih antar fungsi, maka sistem
terwujud bila tradisi peran gender senantiasa mengacu kepada posisi semula.
dianggap membenarkan praktik yang selalu mengaitkan peran sosial dengan jenis
Sylvia Walby teori ini akan ditinggalkan secara total dalam masyarakat modern.
Sedang Lindsey menilai teori ini akan melanggengkan dominasi laki-laki dalam
memeroleh kritikan dan kecaman, teori ini masih tetap bertahan terutama karena
103
Teori ini juga mencoba mengelaborasikan teori nature dan nurture, teori
ini beranggapan bahwa faktor biologis dan faktor sosial budaya menyebabkan
Teori yang dikembangkan oleh Pierre van den Berghe, lionel Tiger dan Robin
Fox pada intinya beranggapan bahwa semua pengaturan peran jenis kelamin
tercermin dari biogram dasar yang diwarisi manusia modern dari nenek moyang
mereka, penelitian lintas budaya atas perbedaan jenis kelamin dan penelitian atas
umumnya lebih besar dan kuat fisiknya secara konstan dibandingkan perempuan
ini memainkan peranan penting dalam aspek pembagian kerja menurut jenis
adalah tugas perempuan yang tidak dapat digantikan oleh kaum lelaki, atas dasar
lebih tepat sebagai pemburu (pencari nafkah) dan perempuan lebih tepat bertugas
disekitar rumah200
7. Teori Psikoanalisa/identifikasi
199
Nasruddin umar, Op.Cit., hlm.7
200
Stepen K. Sanderson, 1993, Sosiologi Makro: Sebuah Pendekatan Terhadap RealitasSosial,
terjemahan Farid Wajdi dan S. Meno, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 409
104
Teori ini dikenal juga dengan teori adaptasi awal, pertama kali
bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan perempuan sejak awal ditentukan
tersusun di atas tiga struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tingkah laku seseorang
yang memberikan kekuatan terhadap kedua sumber lainnya. Ego bekerja dalam
lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id. Ego
mengontrol id 201. Individu yang normal ialah ketika ketiga struktur tersebut
bekerja secara proporsional, kalau satu diantaranya lebih dominan maka pribadi
Sejak anak berusia 3-6 tahun anak perempuan sudah menyadari bahwa
pada dirinya ada sesuatu yang kurang di banding anak laki-laki , menurut Freud
kenyataan bahwa anak laki-laki memiliki alat kelamin yang menonjol yang tidak
kelamin yang mempunyai impilikasi lebih jauh, yaitu anak laki-laki merasa
superior dan anak perempuan merasa inferior203. Kesimpulan ini dapat difahami
201
Nasaruddin Umar, Op.Cit, hlm.46.
202
Ibid, hal.41
203
Ibid, hlm.48
105
melalui pernyataan Freud sebagai berikut :
She has seen it and knows she is without it and want to have Pit. The hope of
someday obtaining a penis in spite of everything and so become like a man
many persistto an incredibly late age and may become a motive for the
strangest and otherwise unaccountable actions, or again a process may set in
wich might be described as a denial ... a girl may refuse to accept the fact of
being castrated, may harden herself in the conviction that she does possess a
penis and may subsequently be compelled to beha as though she were a
man204.
Pendapat Freud ini mendapat protes keras dari kaum feminis, terutama
ilmiah. Sikap feminis yang akademisi seperti Nancy Chodorow, Juliet Mitchell
dan karen Horney dapat di nili bijaksana karena tidak serta merta menolak
Freud dalam menarik kesimpulan 205. Untuk itu teori Freud ini justeru dapat
204
Sigmund Freud, dalam J. Starchey, 1975, The Standard Edition of Complete Psychological Work
of Sigmund Freud, , Hogarth Press and the Institute of Psycho-Analysis, London, hlm.31-32
205
Linda L. Lindsey, 1990, Gender roles : Sociological perspective, Prantice Hall, New jersey,
hlm. 30
206
Putnam tong, dalam Gadis Arivia, 2003, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal
Perempuan, Jakarta, hlm.84
106
gelombang pertama dimulai pada sekitar tahun 1800-an, dan merupakan dasar
bagi gerakan-gerakan perempuan berikutnya. Pada fase ini, para perempuan sibuk
kedudukan perempuan oleh kaum feminis. Pada masa inilah teori-teori mengenai
ragam.
feminisme, Diantaranya :
keadilan perempuan dengan laki-laki dalam semua aspek masyarakat dan memberi
mereka akses pada semua hak-hak dan kesempatan-kesempatan yang dinikmati laki-
laki dalam institusi-institusi dari masyarakat tersebut208. Oleh karena itu, gerakan
partisipasi setara bagi perempuan dalam status quo, Gerakan hak-hak perempuan dan
207
Gerda Lerner, 1986, The Creation of Patriarchy, Oxford University Press, New York, hlm. 236
208
Ibid, hlm. 238
107
hak pilih bagi perempuan adalah contohnya. Sehingga dengan demikian, istilah
Bebas dari pembatasan yang menindas yang dikenakan oleh seks berarti
kemandirian finansial, bebas untuk memilih gaya hidup, yang semuanya secara tidak
langsung berarti sebuah transformasi radikal dari lembaga-lembaga, nilai- nilai dan
teori-toeri yang ada. Seiring perjalanan waktu, timbul berbagai macam aliran dari
gerakan feminisme.
1) Feminisme Liberal
Aliran ini berasumsi bahwa pada dasarnya tidak ada perbedaan antara laki-
laki dan perempuan. Karena itu perempuan harus mempunyai hak yang sama
hal masih tetap ada pembedaan (distinction) antara laki-laki dan perempuan.
total dalam semua peran, termasuk bekerja di luar rumah. Dengan demikian, tidak
ada lagi suatu kelompok jenis kelamin yang lebih dominan. Organ reproduksi
108
sektor publik. Alison Jaggar dalam tulisannya yang berjudul On Sexual
memilih cara yang terbaik untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka
Kaum liberalis dapat dibedakan menjadi dua tipe, yaitu liberalis klasik dan
dalam hal kebebasan sipil, seperti hak kepemilikan, hak untuk memilih, hak
untuk mengemukakan pendapat, hak untuk memeluk suatu agama, dan hak
menghendaki agar setiap individu diberi kesempatan yang sama untuk mencari
idealnya negara seharusnya hanya berfokus pada keadilan ekonomi dan bukan
pada kebebasan sipil. Menurut paham ini, setiap individu memasuki pasar
bahwa manusia bersifat otonomi dan diarahkan oleh penalaran yang menjadikan
210
Gadis Arivia, Op.Cit . hlm 87-99
211
Ibid.
109
Feminisme ini bertujuan mengadakan restrukturisasi masyarakat agar
sebagai kerangka dasar ideologi. aliran ini lebih menyoroti faktor seksualitas dan
sosialis, akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan yang tegas. Feminis
fungsi dan status. Feminis Marxis percaya bahwa perempuan borjuis tidak
mengembangkan dirinya apabila secara sosial dan ekonomi tergantung pada laki-
laki. Untuk mengerti tentang penindasan perempuan, relasi antara status kerja
perempuan dan citra diri mereka dianalisa. Feminis Marxis ataupun sosialis
110
pemberian upah bagi pekerjaan-pekerjaan domestik.
Gerakan ini dikritik karena hanya melihat relasi kekeluargaan yang semata-
gratis. Feminis Marxis dan sosialis mengabaikan unsur- unsur cinta, rasa aman
dan rasa nyaman, yang padahal juga berperan penting dalam pembentukan
sebuah keluarga. Ideologi ini hanya menekankan fokus pada eksploitasi dalam
kapitalisme dan ekonomi. Bukan memberi perhatian lebih pada masalah gender,
Chrys Ingraham 214, feminisme Marxis dan sosialis melihat budaya sebagai suatu
arena produksi sosial, arena dimana feminis berjuang daripada melihat budaya
sebagai suatu kehidupan sosial secara keseluruhan. Aliran ini juga tidak luput dari
3) Feminisme Radikal
Aliran ini berkembang pesat di Amerika Serikat pada kurun waktu 1960-an
dan 1970-an. Meskipun gerakan aliran ini hampir sama dengan feminisme
kehidupan perempuan.
terbebas dari dominasi laki-laki, baik internal maupun eksternal. Martha Shelley
111
perempuan mandiri215. Karena keradikalannya, teori ini mendapat kritikan yang
tajam, bukan saja dari kalangan sosiolog, tetapi juga dari kalangan feminis
sendiri. Tokoh feminis liberal tidak setuju sepenuhnya dengan teori ini.
Persamaan total antara laki-laki dan perempuan pada akhirnya akan merugikan
perempuan sendiri. Laki-laki yang tidak terbebani oleh masalah reproduksi akan
sulit diimbangi oleh perempuan yang tidak bisa lepas dari beban ini.
2 1 6
Menurut Arivia inti gerakan feminis radikal adalah isu mengenai
disebabkan oleh adanya pemisahan antara lingkup privat dan lingkup publik,
yang berarti bahwa lingkup privat dinilai lebih rendah daripada lingkup
sangat penting. Hal ini terkait dengan pemahaman bahwa penindasan diawali
melalui dominasi atas seksualitas perempuan dalam lingkup privat. Kaum feminis
radikal meneriakkan slogan bahwa “yang pribadi adalah politis”, yang berarti
publik.
isu tentang kesehatan, misalnya perdebatan mengenai aborsi dan penggunaan alat
“perempuan adalah pemilik atas tubuh mereka sendiri”, mereka memiliki hak
untuk memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan tubuh mereka, termasuk
112
perubahannya menjadi feminisme radikal. Ia mendefinisikan feminis liberal
adalah kaum liberal yang potensial. Akan tetapi banyak liberalis yang tidak
menyadari hal ini dan menyangkal bahwa liberalisme yang mereka dukung
adalah sebuah ideologi politis seperti lainnya. Mereka sering tidak sadar bahwa
nilai-nilai liberal dari hak-hak individual dan kesetaraan dan keadilan kesempatan
Para feminis radikal juga memberi perhatian khusus pada isu tentang
tampak alami dan “layak”. Sejalan dengan pemahaman ini, tercipta pula dikotomi
mengenai good girls dan bad girls. Apabila seorang perempuan berperilaku
kendali kekuasaan dan dominasi, maka adalah juga laki-laki yang berhak
memberikan definisi mengenai perilaku yang “dapat diterima” dan “pantas”, atau
dengan kata lain, seorang perempuan harus bertindak tanduk dalam suatu pola
perilaku untuk memenuhi cita rasa laki-laki dan untuk menyenangkan mereka
agar memperoleh posisi yang aman dan nyaman. Dalam hubungan laki-laki
radikal.
113
libertarian dan radikal kultural218. Feminisme radikal libertarian memberikan
perhatian lebih pada konsep isu-isu feminin, pada hak-hak reproduksi dan peran
seksual. Menurut kelompok ini, solusi atas masalah ini adalah dengan
menyatakan bahwa perempuan seharusnya tidak seperti laki-laki, dan tidak perlu
perempuan 219.Meskipun demikian, terdapat satu hal yang mengikat ide radikal
feminisme, yaitu pada pemahaman dasar bahwa sistem gender adalah basis dari
4) Aliran Ekofeminisme
mempunyai konsep yang bertolak belakang dengan tiga aliran feminisme modern
218
Gadis Arivia, Op.Cit., hlm. 108-110
219
Ibid., hlm.109
114
seperti di atas. paham feminisme modern berasumsi bahwa individu adalah
melihat individu secara lebih komprehensif, yaitu sebagai makhluk yang terikat
Menurut aliran ini, apa yang terjadi setelah para perempuan masuk ke dunia
maskulin yang tadinya didominasi oleh laki-laki adalah tidak lagi menonjolkan
kualitas femininnya, tetapi justeru menjadi male clone (tiruan laki-laki) dan
(false polarization) serta memecah belah dan menaklukkan (divide and conquer).
Hawa, Zeus-Athena.
220
Ibid, hlm. 189
221
Ibid, hlm. 183
222
Mary Daly, 1978, Gyn/Ecology : The Metaethics of Radical Feminism, Beacon, Boston, hlm. 8
115
Metode polarisasi yang salah terimplikasi dalam feminisme menurut definisi
sistem matriarkhi yang lembut, kebersamaan dan menyayangi, maka alam akan
terjaga dan lestari dalam sistem matriarkhi. Menurut Susan Grifin dalam
5) Feminisme Teologis.
(subordinasi)224.
feminisme muncul karena adanya ketimpangan gender atau gender gap yang
berkaitan dengan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam keluarga dan
224
Abdul karim, Kerangka Studi Feminis (Model Penelitian Kualitatif Tentang Perempuan dalam
Koridor Sosial Keagamaan), Jurnal Fitrah, Volume 1, No. 2, Juni 2014, hlm.65
116
keadilan gender (gender equality) dan keadilan gender (gender equity), maka harus
dengan PUG telah menjadi kosa kata standar dalam kamus pembangunan,
merupakan suatu strategi agar keprihatinan dan pengalaman perempuan dan laki-laki
penilaian kebijakan dan pemograman didalam bidak politik, hukum ekonomi dan
belakangan ini, kurang lebih satu setengah dasawarsa yang lalu. Pada waktu
konferensi wanita sedunia di Nairobi tahun 1985, istilah itu masuk ke dalam diskusi-
bulan Juni 1994, “the Jakarta Plan of Action (JPA) for the Advencement of women in
Asia and Pacific, diadopsi oleh konferensi Tingkat Menteri Asia Pacific kedua
muncul dalam program aksi, dalam kata-kata yang menekankan “mainstream Gender
mainstraming muncul lagi di Beijing Platform of Action, kali ini semua negara-
negara peserta termasuk Indonesia dan agen-agen pembangunan yang hadir pada
225
Hartian Silawati, Pengarusutamaan Gender Mulai Dari mana, Jurnal perempuan, No. 50 Tahun
2006, hlm.20-22
117
Menurut Teresa Rees ada tiga prinsip di belakang PUG yaitu:226
yang melihat laki-laki dan perempuan sebagai orang yang mampu memikul
sama lahir sebagai manusia yang berhak untuk hidup dengan mulia dan memiliki
b. Demokrasi
hukum dan kesetaraan dan keadilan) ini adalah yang disebut keadilan sosial.
Inilah alasan utama mengapa PUG harus dilakukan, tanpanya PUG tidak lebih
Dari tiga prinsip di atas jelaslah bahwa keadilan berperspektif gender adalah
dalam proses pengambilan keputusan tentang alokasi sumber daya dan manfaat
226
Ibid hlm. 21-22
118
pembangunan.
PUG merupakan salah satu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender
kesenjangan gender dan mencapai kesetaraan dan keadilan gender dengan cara
proses untuk menjamin perempuan dan laki-laki mempunyai akses dan kontrol
keputusan yang sama di semua tahapan proses pembangunan dan seluruh proyek,
Presiden (Inpres) no. 9 tahun 2000 tentang PUG dalam Pembangunan Nasional.
119
mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari perencanaan,
pembangunan nasional.
Hal ini perlu dipahami oleh setiap orang untuk membedakan antara konsep
merupakan strategi afirmasi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender yang
bertujuan untuk:
pembangunan
kekerasan.
227
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, 2011, Perencanaan dan
Penganggaran Daerah yang Responsif Gender (PPRG), Jakarta, hlm.49
120
calon legislatif, penyediaan layanan bagi perempuan korban kekerasan dalam
rumah tangga
merupakan salah satu urusan wajib daerah yang pengelolaannya diserahkan kepada
daerah (UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah). Pada prinsipnya, PUG
dan keadilan antara laki-laki dan perempuan. Dalam konteks otonomi daerah, PUG
tetap menjadi isu lintas bidang yang mewarnai seluruh kebijakan, program, dan
kegiatan semua SKPD atau sektor. Dengan kata lain, implementasi strategi PUG
menjadi tanggung jawab seluruh SKPD. Manifestasi PUG bisa berwujud kegiatan
khusus perempuan di sektor tersebut maupun tercermin dari indikator kinerja hasil
urusan wajib daerah yang fungsinya harus dikerjakan oleh daerah melalui suatu
a. Perencanaan
228
Kementria Pemberdayaan Perempuan, 2005, Bahan Pembelajaran Pengarusutamaan Gender,
Jakarta, hlm. 27-32
121
penentuan tujuan dan sasaran pembangunan, sedangkan perencanaan
manfaat dan kontrol yang dilakukan secara setara antara perempuan dan laki-
“Koreksi” dapat saja dilakukan dalam kurun waktu tersebut apabila dirasa
ada kekeliruan.
b. Pelaksanaan.
mendapat peran, akses, manfaat dan kontrol yang sama dan perlu didukung
122
propinsi, kabupaten kota.
wilayah.
PUG adalah konsep dan strategi yang masih sulit dipahami229, Ia sering
anggaran belanja daerahnya sangat terbatas tuntutan alokasi program PUG ini
123
1. Pluralistis
penekanan-penekanan.
G. Affirmative action
pada masa lalu melalui tindakan aktif untuk menjamin kesempatan yang sama,
seperti dalam pendidikan dan pekerjaan). Istilah affirmative action juga dikenal
perempuan dalam dunia sosial, ekonomi dan politik. Sebenarnya masih ada
230
http://www.answers.com/topic/affirmative-action. (terakhir kali di kunjungi pada tanggal 26
September, 2015, pukul :14:33 wib)
124
banyak hal yang bisa dilakukan terkait kebijakan affirmative action bidang
politik, antara lain seperti yang diterangkan Pippa Norris, bahwa kebijakan
perempuan tersebut.231 Tentu saja terminal akhir dari affirmative action itu
pilihan khusus berdasarkan ras, gender, atau etnis tertentu, maka langkah-
agar setiap orang diperlakukan setara tanpa melihat ras, etnik, jender, agama,
atau asal-usul kebangsaan untuk masuk universitas atau melamar pekerjaan .233
231
http://en.wikipedia.org/wiki/Affirmative_action, (terakhir kali di kunjungi pada 26 September 2015,
pukul, 14: 56 wib)
232
Stanford Encyclopedia of Philosophy, Affirmative Action, First published Fri Dec 28, 2001;
substantive revision Wed Apr 1, 2009, http:// plato.stanford.edu/entries/affirmative- action/#Bib,
(terakhir kali di kunjungi pada 27 September 2015 pukul 09;37wib
125
Sebagaimana diungkapkan oleh Ani Widyani,234 bahwa pada awalnya
minoritas yang terjadi selama kurun waktu yang relatif lama itu telah
sebagaimana bunyi Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 menetapkan, “Setiap orang
126
memelihara ketidaksetaraan dan standar yang berbeda. Langkah itu harus segera
dihentikan ketika tujuan dari kesetaraan dan keadilan, kesempatan dan tindakan
telah tercapai”.
adanya kebijakan affirmative action ini. Para pejuang dan pembela hak-hak
alternatif yang efektif bagi terciptanya kesetaraan dan keadilan kaum minoritas
ini efektif membuka pintu lebih banyak bagi perempuan untuk berpartisipasi di
arena politik dan mempersempit gender gap dalam waktu singkat .235
Sebanyak 187 negara di dunia mempraktikkannya. Tidak ada yang salah jika
127
asas persamaan di depan hukum (equality before the law) dan cenderung
diskriminatif.
adanya kuota ini justru bertolak belakang dengan cita-cita awal affirmative
memajukan kesetaraan dan keadilan gender di berbagai bidang salah satunya dalam
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasal 55 ayat 2 UU Pemilu berbunyi “Di
dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam setiap 3 (tiga)
calon”. Bahkan UU ini telah memberikan keistimewaan kepada kaum hawa sejak proses
pengajuan daftar bakal calon legislatif (caleg) oleh partai politik peserta pemilu yang
menganjurkan bagi setiap Parpol untuk memenuhi 30% calegnya harusberasal dari
236
Inno Jemabut, Dampak Suara Terbanyak, Kuota Perempuan 30 Persen Sulit
Direalisasikan, Sinar Harapan, Selasa, 30 Desember 2008, hlm. 3
128
perempuan. Selengkapnya Pasal 53 menyatakan “Daftar bakal calon sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 memuat paling sedikit 30% (tiga puluh perseratus)
sama. Pasal 4 dan ketentuan tematik CEDAW mewajibkan negara pihak untuk
politik dapat diatasi dengan penentuan quota atau penyediaan tempat dan cara
pangkat bagi perempuan dalam situasi dimana perempuan kurang terwakili, yang
berakar, juga merupakan suatu bentuk tindakan afirmasi Pasal 4 mencakup langkah
khusus untuk tidak hanya memecahkan masalah diskriminasi historis ataupun yang
kini dihadapi, tetapi juga kondisi yang menyangkut kebutuhan biologis dan
129
(maternity). Langkah-langkah khusus tersebut tidak bersifat sementara tetapi
field).
hal ini kadang- kadang membuat perempuan dan kelompok lain yang
khusus . Istilah ‘khusus’ tidak terkait dengan kelemahan tetapi langkah-tindak yang
diperlukan untuk mengatasi diskriminasi; tetapi terkait dengan tujuan khusus yang
ingin dicapai. Kata 'sementara' tidak berarti suatu kurun waktu yang ditentukan
terlebih dahulu, tetapi bahwa diskriminasi dapat digantikan dan dihapuskan dengan
BAB III
Kata asas berasal dari bahasa Arab asaasun artinya dasar, basis,
diartikan sebagai dasar, alas, atau pondamen, dan diartikan pula sebagai sesuatu
238
UNIFEM, CEDAW, Restoring Rights to Women, Partners Of Law In Development, (PLD), New
Delhi , 2004, Terjemahan Aunul Fauzi dalam CEDAW, Mengembalikan Hak-hak perempuan , hlm. 34
239
Hasanuddin AF dkk, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Al Husna Baru dan UIN Jakarta
Press, Jakarta, hlm. 213.
130
kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berpikir atau berpendapat, dan
sebagainya. 240
Sedangkan menurut Roscoe Pound, 241asas diartikan sebagai titik tolak
mengandung arti:
atas, maka asas dapat disamakan dengan prinsip. Oleh Jeremy Bentham, 243 prinsip ini
diartikan sebagai suatu gagasan primer yang menjadi titik tolak atau dasar-dasar untuk
suatu sistem penalaran. Bagi hukum, asas (legal principle) adalah prinsip-prinsip yang
dianggap dasar atau fundamental atau juga dapat disebut sebagai pengertian dan nilai-
nilai yang menjadi titik tolak berpikir tentang hukum, pembentukan dan interpretasi
245
Selanjutnya menurut Paul Scholten, asas hukum ini diartikan sebagai
pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-
240
WJS. Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 63.
241
Roscoe Pound, dalam Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, hlm. 18.
242
Henry Campbell, 1998, Black Law Dictionary, hlm. 824.
243
Jeremy Bentham, 2006, Teori Perundang-Undangan. Prinsip-Prinsip Legislasi, Hukum
Perdata dan Hukum Pidana, Nusa Media dan Nuansa, Bandung, hlm. 26.
244
Theo Huijbers, 1995, Filsafat Hukum, Kanisius, Yogyakarta, hlm. 81. Asas hukum (legal
Principle) ini merupakan hal yang sangat esensial dari hukum. Asas hukum ini baik yang mengendap di
dalam maupun yang dibelakang dari bangunan tatanan hukum positif. Misal, asas keadilan turunan dari
asas kesetimbangan, asas kemanfaatan turunan dari asas kesejahteraan (kepentingan) sosial dan asas
kepastian hukum turunan dari asas legalitas dan asas-asas yang lainnya. Herman Bakir, Kastil Teori
Hukum, Indeks, Jakarta: 2005, hlm. 36-37
245
Yuliandri, Op.Cit, hlm. 19.
131
masing, yang dirumuskan dalam aturan perundang-undangan dan putusan-putusan
hakim. Asas hukum merupakan unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum,
yang paling luas bagi lahirnya peraturan hukum atau ratio logisnya suatu peraturan
hukum.246 Oleh karena itu dalam hukum, asas ini sangat dibutuhkan
sebuah aturan hukum (rechtsregel), asas hukum bukanlah hukum, namun hukum tidak
akan dapat dimengerti tanpa adanya asas-asas tersebut, sehingga adalah menjadi tugas
ilmu pengertahuan hukum untuk menelusuri dan mencari asas hukum itu dalam hukum
positif248. Norma hukum merupakan aturan, pola atau standar yang sifatnya mengatur
yang perlu di ikuti, menurut Kelsen fungsi norma hukum antara lain memerintah
sebagai norma-norma hukum yang konkret akan tetapi harus dipandang sebagai dasar-
dasar umum atau petunjuk-petunjuk bagi hukum yang berlaku. Oleh karena itu, asas
. .
hukum harus dikonkretisasikan 251 Norma hukum yang tidak sesuai dengan asas
hukum tidak boleh dianggap sebagai hukum.252 Untuk memahami hukum suatu
246
Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 81.
247
Achmad Ali, Op.Cit. hlm. 19.
248
Paul Scholten, dalam CST Kansil dkk, 2005, Kemahiran Membuat Peraturan Perundang-
undangan, PT Perca, Jakarta Timur, hlm.53
249
Ibid, hlm 54
250
Hasanuddin AF dkk, Op.Cit., hlm. 213
251
J.J.H. Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta, Citra Aditya
Bakti, Bandung, hlm. 132.
252
Mahadi, 2003, Falsafah Hukum, Suatu Pengantar, Alumni, Bandung, hlm. 94.
132
bangsa dengan sebaik-baiknya tidak bisa hanya melihat pada peraturan-peraturan
hukumnya saja, melainkan harus menggali sampai kepada asas-asas hukumnya. 253 Oleh
karena itu antara asas hukum dan norma hukum tidaklah dapat dipisahkan satu
sama lainnya di dalam pembentukan hukum.254 Suatu aturan tanpa ada asas-asas
dan asas-asas hukum yang sudah diterapkan dalam suatu peraturan hukum tidak
akan hilang kekuatannya, akan tetapi tetap dapat diterapkan pada peraturan
penting, karena asas-asas hukum ini akan memberikan landasan secara garis besar
kutip oleh Mahadi, asas adalah suatu hukum yang tinggi letaknya, dan padanya dapat
itu dalam pembentukan hukum perlu berorientasi pada asas-asas hukum atau dengan
kata lain asas hukum merupakan dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum
positif.259.
Asas hukum, baik sebagai norma penguji maupun sebagai pokok pikiran
253
Satjipto Rahardjo, Op.Cit. hlm. 47.
254
Jazim Hamidi dan Kemilau Mutik, 2011, Legislative Drafting, Seri Naskah Akademik
Pembentukan Perda, Total Media, Yogyakarta, hlm. 21
255
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Pers,
Jakarta,.
hlm. 64.
256
Muhammad Erwin, 2008, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Kebijaksanaan Pembangunan
Lingkungan Hidup, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 49.
257
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm.79.
258
Mahadi, Falsafah Hukum, Op.Cit., hlm. 120.
259
Chairul Arrasjid, 2004, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 37
133
yang melandasi sistem hukum yang nyata berfungsi sebagai hukum positif. Oleh
Scolten, 260 asas hukum digambarkan sebagai “pokok-pokok pikiran yang melandasi dan
pengadilan di dalam suatu sistem hukum.” Oleh karena itu fungsi asas-asas hukum di
sini adalah untuk sejauh mungkin menjaga dan mewujudnyatakan standar nilai
dalam praktik.
Asas hukum dapat saja menjadi dasar dari beberapa ketentuan hukum,
menurut Bruggink,262 asas-asas hukum memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai pondasi
(fundament) dari sistem hukum positif dan sebagai alat uji kritis terhadap sistem hukum
positif. Selanjutnya menurut Sunaryati Hartono,263 asas hukum mempunyai sifat dan
cerai berai menjadi satu sistem atau bagian hukum yang bulat. Bahkan dapat menjadi
faktor penyeleksi yang menetukan peraturan mana yang dapat masuk atau dimasukkan
ke dalam sistem, bagian atau bidang hukum tertentu, dan mana yang harus ditolak.
Selain itu juga asas dapat berfungsi sebagai saluran bagi masuknya ide serta sekalian
peranan:264
1. Memberikan sukma atau ruh kepada sistem hukum nasional yang menunjukkan
260
Herlien Budiono, Dalam Elly Erawati, Bayu Seto Hardjowahono dan Ida Susanti (editor),
2011, Beberapa Pemikiran tentang Pembangunan Sistem Hukum Nasional Indonesia, Liber Amicorum Untuk
Prof. Dr. CFG. Sunaryati Hartono, S.H., Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 292-293
261
Ibid, hlm. 293.
262
Ibid
263
Ibid, hlm. 39-40.
264
Ibid, hlm. 43-44.
134
semangat dan jiwa sistem hukum nasional;
mana kebebasan hakim dan warga negara masih dapat dibenarkan, dalam
maka menurut Van der Vlies,265 ada dua asas yang harus diperhatikan yaitu asas
peraturan yang akan dibentuk dan tujuan dari bagian-bagian yang akan
dibentuk tersebut;
2. Asas organ atau lembaga yang tepat. Untuk menegaskan kejelasan organ
Jazim Hamidi dan Kemilau Mutik, 2010, Civic Education, Antara Realitas Politik dan
265
135
Sedangkan asas materil meliputi:
2. Asas perlakuan yang sama dalam hukum, asas ini dipakai untuk mencegah
berbeda;
4. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual. Asas ini bermaksud
266
Selanjutnya menurut Suhariyono, asas-asas pembentukan peraturan
dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat
266
Suhariyono, Peningkatan Kualitas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Di
Indonesia, Jurnal Legislasi Indonesia, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian
Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, Vol. 4. No. 2, Juni, 2007, hlm. 42-43.
136
harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang- undangan tersebut di
pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya yang jelas dan mudah
pelaksanaannya);
1. Asas-asas hukum (principles of legality), antara lain: suatu sistem hukum harus
dapat dimengerti, tidak boleh berlaku surut, tidak saling bertentangan, tidak
boleh ada kebiasaan untuk sering berubah, dan harus ada kecocokan antar
267
Leden Marpaung, 1999, Menggapai Tertib Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 71.
137
lebih tinggi mempunyai kedudukan yang lebih tinggi, yang berlaku belakangan
merdeka;
ini sangat penting di dalam proses perubahan sosial yang berlangsung cepat
2. Asas bahwa undang-undang hanya memuat ketentuan dan asas hukum yang
bersifat umum, bukan mengatur sesuatu secara sangat rinci. Peraturan hukum
undang-undang;
secara periodik sekalipun asas-asas hukum dalam peraturan yang diubah itu
268
Ibid, hlm. 46-47
138
4. Asas bahwa sebaiknya suatu rancangan undang-undang dilengkapi dengan
2. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat adalah bahwa setiap jenis
3. Asas kesesuaian antara jenis, hierarkhis, dan materi muatan” adalah bahwa
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarkhis
peraturan perundang-undangan;
139
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bernegara;
sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah
pelaksanaannya;
undangan.
asas:
asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk
140
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang
warga Negara;
adalah negara, yang kemudian menjadi hukum bagi negara tersebut. Dalam setiap
hukum yang dibentuk oleh negara akan selalu mempunyai tujuan. Achmad Ali
269
Achmad Ali, 2012, Menguak Teori Hukum (Legal Theory dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, hlm. 212.
141
1. Teori Barat:
Dalam teori hukum barat ini, tujuan hukum itu adalah mewujudkan
2. Teori Timur.
sebagai tujuan hukum, tetapi tujuan hukum ditekankan pada keadilan adalah
Dalam teori hukum Islam, pada prinsipnya tujuan hukum itu adalah
Tujuan hukum sebagaimana yang disebutkan dalam teori Barat sejalan dengan
pendapat Jimly Asshiddiqie, yang mengatakan tujuan dibentuknya hukum oleh negara
adalah untuk mewujudkan kepastian, keadilan dan kebergunaan. Artinya, setiap norma
saja, maka tidak seimbang hingga akan bertentangan dengan kenyataan, sebaliknya
juga akan terjadi kesenjangan jika tujuan hukum hanya untuk mewujudkan kefaedahan,
karena ia akan bertentangan dengan nilai keadilan. Begitu pula jika tujuan hukum
hanya untuk mewujudkan kepastian hukum, maka ia akan menggeser nilai keadilan
270
Jimly Assiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hlm. 4.
142
dan kegunaan dalam masyarakat. 271 Oleh karena itu dalam setiap pembentukan
bertugas untuk menjamin adanya kepastian hukum. Hukum itu harus berjalan sesuai
kesatuan hukum objektif, yang keluar tidak tergantung pada hukum yang lain, dan ke
dalam menentukan semua pembentukan hukum dalam kesatuan tertib hukum tersebut.
Rumusan ini sangat penting bagi menentukan ada atau tidak adanya kesatuan yuridis
Sidharta, tujuan hukum tidak dapat dilepaskan dari tujuan akhir dari hidup
bermasyarakat dan tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai dan falsafah hidup yang
Keadilan di sini, menurut Aristoteles adalah Iustitia est constans et perpetua voluntas
ius sun cuiquetribuere, artinya memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi
bagian atau haknya.275 Ariestoteles membagi keadilan dalam dua macam yaitu keadilan
271
Chairul Arrasjid, Op. Cit., hlm. 47.
272
ibid, hlm. 42dan 45.
273
A. Hamid S. Attamimi dalam Faisal A. Rani, 2009, Fungsi dan Kedudukan Mahkamah Agung
Sebagai Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka Sesuai Dengan Paham Negara Hukum,
Syiah Kuala University Press, Banda Aceh, hlm.20.
274
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan
Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 52.
275
Dudu Duswara Machmudin, 2003, Pengantar Ilmu Hukum, Sebuah Sketsa, Refika Aditama,
143
distributif (distributief) dan komutatif (commutatief). Keadilan distributif adalah
keadilan yang memberikan kepada tiap orang jatah menurut jasanya. Ia tidak menuntut
supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya, bukan persamaan,
memberikan jatah kepada setiap orang sama banyaknya tanpa harus mengingat jasa-jasa
perseorangan.276
Tujuan hukum selain untuk kepastian dan keadilan juga untuk kegunaan.
Menurut Jeremy Bentham sebagai pelopor teori utility, tujuan hukum adalah untuk
mencapai kebahagian. Hal ini terlihat dari ungkapannya “ the greatest happiness of
277
the greatest number . Ukuran baik buruknya perbuatan manusia tergantung pada
kebahagian terbesar untuk sebagian besar orang dijadikan sebagai alat untuk
mengukur kebenaran dan kesalahan. Lebih lanjut menurut Jeremy Bentham tujuan
dibuatnya aturan hukum adalah untuk keamanan dan kebebasan. Hanya dengan
kebebasan dan keamanan yang cukup terjamin, individu tersebut dapat maksimal
278
meraih kebahagiaan . Pembentuk hukum yang ingin menjamin kebahagian
bagian yang sangat penting, tetapi harus mengalah pada keamanan, artinya apabila
harus dipilih mana yang didahulukan antara kebebasan atau keamanan, maka
144
Supaya suatu peraturan perundang-undangan dapat berfungsi dengan
dimaksud meliputi:
279
Jazim Hamidi, dkk, 2011, Optik Hukum Perda Bermasalah, Menggagas Perda Yang
Responsif dan Berkesinambungan, Prestasi Pustakaraya, Jakarta, hlm. 7-8.
280
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang..., Op.Ci,t. hlm. 171.
281
Jazim Hamidi dkk, Op.Cit, hlm. 7-8.
282
. ibid
283
Jimly Asshiddiqie, dalam Yuliandri, Op. Cit., hlm.30.
145
dan kemasyarakatan (horizontal) guna mencegah kemungkinan kekacauan
landasan yang berisi pencantuman rujukan dalam hal adanya perintah untuk
Solly Lubis, 28 7 hanya ada 3 (tiga) landasan dalam pembuatan peraturan perundang-
undangan, yakni:
a. Landasan filosofis, yaitu dasar filsafat atau pandangan atau ide yang
284
Supardan Modeong, Teknik Perundang-Undangan di Indonesia, Perca, Jakarta, hlm.70.
285
Jimly Asshiddiqie, dalam Yuliandri, Op.Cit. hlm. 30.
286
Jimly Asshiddiqie, Perihal...,Op.Cit, hlm. 170.
287
Solly Lubis, dalam Sophia Hadyanto (editor), 2010, Paradigma Kebijakan Hukum Pasca
Reformasi, Da
lam Rangka Ultah ke-80 Prof. Solly Lubis, Sofmedia, Jakarta, hlm. 190.
146
peraturan pemerintah, ataupun perda ;
pemerintahan negara.
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-
sosiologis. Dalam lampiran tersebut dikatakan, bahwa pokok pikiran pada konsiderans
suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada unsur
bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan
diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
147
sangatlah penting, hal ini disebabkan landasan yuridis akan menunjukkan hal-hal
sebagai berikut:288
Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal demi hukum. Misalnya
diatur. Kalau diatur dalam bentuk lain misalnya keputusan presiden, maka
sama antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan kepala daerah
288
Dudu Duswara Machmudin, Op.Cit,
148
d. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
yakni:289
rechtswegenietig). Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara
undang yang tidak merupakan produk besama antara Presiden dan DPR
adalah batal demi hukum. Begitu pula Keputusan Menteri, Peraturan Daerah dan
undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat. Ketidak sesuaian bentuk ini dapat
Misalnya kalau UUD 1945 atau undang- undang terdahulu menyatakan bahwa
undang hal itu diatur. Kalau diatur dalam bentuk lain misalnya Keputusan
289
Bagir Manan, 2004, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum UII Press, Yogyakarta, hlm.
32
149
Ketiga, keharusan mengikuti tata cara tertentu. Apabila tata cara tersebut
tidak diikuti, Peraturan Perundang- undangan mungkin batal demi hukum atau
Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD. Kalau ada Peraturan Daerah tanpa
yang hidup dalam masyarakat. Dalam satu masyarakat industri, hukumnya (baca:
yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Kenyataan itu dapat berupa
(rechtsidee) yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum (baca: Peraturan
150
wanita, tentang dunia gaib dan lain sebagainya Semuanya ini bersifat
Hukum diharapkan mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yan
laku masyarakat. Nilai-nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat, sehingga
secara sistematik dalam satu rangkuman baik berupa teori-teori filsafat maupun
atau produk hukum dari lembaga dan atau pejabat negara yang mempunyai
(menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku. Mahfud MD
membedakan secara tajam karakter produk hukum antara produk hukum yang
151
Berlawanan dengan hukum responsive, hukum ortodoks lebih tertutup terhadap
konservatif, indikator yang dipakai adalah proses pembuatan hukum, sifat fungsi
hukum, dan kemungkinan penafsiran atas sebuah produk hukum. Produk hukum yang
hukum yang berkarakter ortodoks bersifat sentralistik dalam arti lebih didominasi oleh
aspiratif. Artinya memuat materi-materi yang secara umum sesuai dngan aspirasi atau
kehendak masyarakat yang dilayaninya. Sehingga produk hukum itu dapat dipandang
merefleksikan visi sosial dan politik pemegang kekuasaan atau memuat materi yang
pemerintah.
Jika dilihat dari segi penafsiran maka produk hukum yang berkarakter
membuat penafsiran sendiri melalui berbagai peraturan pelaksanaan dan peluang yang
sempit itupun hanya berlaku untuk hal-hal yang betul-betul bersifat teknis. Sedangkan
produk hukum yang berkarakter ortodoks/ konserfatif/ elitis memberi peluang luas
152
lanjutan yang berdasarkan visi sepihak dari pemerintah dan tidak sekedar masalah
teknis. Oleh sebab itu, produk hukum yang berkarakter responsive biasanya memuat
hal-hal penting secara cukup rinci sehingga sulit bagi pemerintah untuk membuat
cenderung memuat materi singkat dan pokok-pokoknya saja untuk kemudian memberi
peluang yang luas bagi pemerintah untuk mengatur berdasarkan visi dan kekuatan
politiknya.
boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang antara lain
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial, bahwa materi muatan setiap
ciri290:
1. Bersifat umum dan konprehensif, kebalikan dari sifat yang khusus dan
terbatas;
2. Bersifat universal, dibuat untuk menghadapi peristiwa dimasa yang
akan datang yang belum jelas bentuk konkretnya, karenanya tidak
dibuat untuk mengatasi peristiwa tertentu saja;
3. Memiliki kekuatan untuk mengoreksi dan memperbaiki dirinya sendiri,
berupa adanya klausul yang memungkinkan dilakukan peninjauan
kembali291
290
Ibid, hlm. 53
291
Dalam Ridwan HR. 2006, Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.
98. Perubahan hukum dapat terjadi dalam 2 (dua) bentuk yaitu bentuk yang pertama masyarakat
berubah terlebih dahulu, baru hukum datang mengesahkan perubahan itu, sedangkan yang kedua hukum
adalah alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik (law as a tool of social engineering). Lihat
juga Abdul Manan, 2009, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, hlm. 10-11
153
mempunyai jangkauan yang terbatas, hal ini dikarenakan pada saat pembentukannya
dipengaruhi oleh berbagai unsur politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan
keamanan (hankam). Oleh karena itu mudah sekali ketinggalan (out of date) bila
faktor yang merupakan dasar hubungan masyarakat, baik faktor ekonomi, agama,
pembentukan hukum yang paling penting dan modern. Pada peraturan perundang-
2. Momen yuridis-tekhnikal.
154
mengandalkan kemampuan untuk merumuskan pemahaman- pemahaman umum
bersumber atau memiliki dasar hukum dari peraturan perundang- undangan yang
294
Jazim Hamidi dan Kemilau Mutik, Op.Cit, hlm. 23.
Bagir Manan, Op. Cit., hlm. 133.
295
155
tidak dengan yang sederajat;
sama, peraturan yang terbaru harus diberlakukan walaupun tidak dengan secara
6. Peraturan yang mengatur materi yang lebih khusus harus diutamakan dari
selain beberapa momen dan prinsip yang disebutkan di atas perlu juga berpegang pada
Agustus 1945, dan nilai-nilai filosofis yang terkandung dalam Pancasila, serta
damai;
lancar, dan damai serta mengayomi seluruh tumpah darah dan segenap
bangsa Indonesia.
Hukum yang dibentuk oleh suatu masyarakat tertentu akan memperlihatkan ciri-
ciri khas, sesuai dengan situasi masyarakatnya. Peraturan daerah (perda) adalah
daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Prolegnas Tahun 2005-2009. Makalah Seminar
296
Implementasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dalam Legislasi Daerah Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004”, Surabaya, 25 Mei 2005. hlm. 2. Lihat juga Pataniari Siahaan, 2012. Politik
Hukum Pembentukan Undang-Undang Pasca Amandemen UUD 1945, Konpress, Jakarta, hlm. 354
156
dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih
lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Menurut Irawan Soejito, untuk
2. Pengetahuan akan daya upaya yang tepat untuk mencegah penghindaran diri dari
4. Keahlian untuk menuangkan dalam peraturan yang singkat, jelas, agar maksud dari
saja mengakomodasi kebutuhan spesifik gender tapi mampu juga untuk mencerminkan
297
Irawan Soejito, 1978, Tehnik Membuat Peraturan Daerah, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 3
157
Hak asasi manusia merupakan hak yang dimiliki setiap manusia, laki-
martabat setiap orang. Hak asasi memberikan kekuatan moral untuk menjamin dan
universal, saling terkait satu sama lain (interconnected) dan tidak dapat dipisah-
memiliki sekaligus hak atas kebebasan, rasa aman, dan standar hidup yang layak.
Bangsa-Bangsa (PBB) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1979.
facto antara laki-laki dan perempuan, termasuk merubah praktik kebiasaan dan budaya
yang didasarkan pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau peran
Pada awalnya Konvensi ini ditandatangani oleh 64 negara di bulan Juli tahun
antara laki-laki dan perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, disemua
298
UNIFEM, Cedaw...Op.Cit., hlm.11
158
bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil Sebuah protokol opsional disusun
traktat tersebut. Sejak saat itu ada beberapa deklarasi internasional dan perjanjian yang
telah digunakan sebagai standar untuk mengukur kemajuan dalam urusan perempuan.
Termasuk di antaranya Deklarasi Beijing dan Landasan Aksi (1995) serta Tujuan
pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan peran dan fungsi lembaga negara baik
dalam fungsi pemerintahan, fungsi legislatif dan fungsi yudikatif melalui strategi
dan keadilan gender adalah untuk mewujudkan keadilan gender dalam pemenuhan hak
prasangka, kebiasaan dan segala praktek lainnya yang didasarkan atas inferioritas dan
superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasarkan peranan stereotipe bagi
Oleh karena itu perlu adanya pemahaman penggunaan prinsip kesetaraan dan
159
keadilan gender dalam pembentukan perundang-undangan sebagai upaya penegakan
perempuan. Lebih penting lagi, adalah ditunjukannya kaitan antara ruang publik
dengan ruang privat perempuan, dan lebih penting lagi ialah diberikannya tekanan
pada kaitan antara ruang publik dan ruang privat. Sumber dari dasar ideologi
publik adalah konstruksi sosial, atau anggapan sosial dan budaya yang dibangun
160
keadilan gender dalam sistem hukum sehingga perlu disusun standar atau tolok ukur
yang dapat dijadikan sebagai alat/pisau analisis dalam setiap tahap pembentukan
4. Kewarganegaraan (Pasal 9)
hak asasi manusia, bahwa muatan mengenai kewajiban untuk menghapus diskriminasi
atas dasar perbedaan jenis kelamin telah menjadi salah satu misi yang melekat dalam
rangka mencapai kesetaraan dan keadilan gender. Konvensi CEDAW merupakan salah
satu konvensi internasional yang khusus mengenai hak perempuan dengan pendekatan
prinsip kesetaraan dan keadilan subtantif, non diskrimanif dan kewajiban negara,
1984 maka Indonesia terikat untuk melaksanakan prinsip yang ada dalam CEDAW
299
Ibid, hlm. 21
161
tersebut. Di dalam ketiga prinsip itulah terletak prisma hak asasi perempuan yang
diskriminasi gender300. Berikut dijelaskan ketiga prinsip yang di muat dalam CEDAW
yaitu:
Apa arti cita-cita atau aspirasi kesetaraan dalam dunia dimana manusia
fisik, ukuran dan warna, kondisi kehidupan dalam budaya dimana mereka
dilahirkan, status ekonomi dan sistem politik tempat mereka hidup, maupun
tersebut, dan a pa yang ingin dicapai dengan kesetaraan apakah ingin membuat
Dengan kata lain, apakah kesetaraan akan menentukan hasil yang dicapai
ataukah suatu proses yang menjadi alat untuk memperluas kesempatan bagi
adalah makna istilah kesetaraan. Pendekatan yang tradisional dan yang paling
terhadap orang-orang dalam situasi yang sama. Perlakuan yang berbeda itu
orang-orang dalam kelompok yang sama atas keuntungan atau kerugian yang
300
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2011.,
Parameter Kesetaraan Gender Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Jakarta, hlm. 26
162
timbul dengan cara yang tidak semestinya. Secara logika, pembedaan
perlakuan di hadapan hukum dibolehkan bagi mereka yang tidak sama atau
mereka yang berada dalam situasi yang berbeda301. Tantangan utama dalam
Sebaliknya, bila perbedaan tidak terlihat, maka perbedaan perlakuan tidak boleh
dilakukan.
dominan ini disebut model kesetaraan formal dan proteksionis. Di samping itu,
302
Ibid, hlm. 24-26
163
perempuan yang diadopsi di dalam CEDAW.
a. Pendekatan Formal
Pend
ekatan formal atau pendekatan kesamaan (sameness)
Tujuan utama yang ingin dicapai adalah perlakuan yang sama bukan
kesetaraan dan keadilan. Dengan demikian, hukum harus netral gender dan
aturan harus didasarkan pada satu standar. Namun, pendekatan ini memiliki
sama, pendekatan ini menyuburkan buta gender (gender blindnes) yang akan
303
Perbedaan gender merupakan perbedaan yang diciptakan secara sosial antara laki-laki dan
perempuan didukung oleh ideologi dan dilanjutkan oleh proses-proses sosial. Perbedaan gender berbeda
dengan perbedaan jenis kelamin, yang bersifat biologis
164
sama dengan laki-laki. Karena tidak diuntungkan oleh adanya peran,
tanggungjawab, dan sumber daya gender, maka hanya sedikit saja perempuan
b. Pendekatan proteksionis
Undang- undang Dasar India adalah salah satu contoh yang dipengaruhi
pendekatan ini didasarkan pada asumsi seperti itu. Pendekatan ini tidak
subordinasi perempuan sebagai hal yang alami, inheren, dan tidak dapat
dianggap lazim.
165
c. pendekatan korektif
hadapan hukum, tetapi kesetaraan dalam arti dampak aktual dari hukum.
166
Protektionis cenderung tidak melibatkan perempuan dalam wilayah-
wilayah yang tidak aman atau tidak cocok bagi perempuan. Sebaliknya,
diskriminasi.
167
kesetaraan dan keadilan menurut CEDAW adalah menghasilkan keluaran
Diskriminasi dilarang dalam lebih dari satu traktat hak asasi manusia.
jaminan atas hak individu. Pembedaan dalam pemberian hak atas dasar
hak yang sama bagi semua. Kapan perbedaan perlakuan dianggap sebagai
168
ketentuan-ketentuan substantif Konvensi. Pasal 4 menentukan
ranah publik dan ranah privat dan juga negara dan bukan-negara sebagai
pelaku.
yang dijabarkan dalam ICCPR. Menurut CEDAW, diskriminasi terjadi bila ada
a. Ideologi
yang didasarkan hanya pada jenis kelamin tetapi juga diskriminasi yang
pada keadaan karena dia adalah perempuan atau yang disebut ideologi
169
mengerjakan pekerjaan pengasuhan, pelayanan dan pekerjaan-pekerjaan
perempuan tidak mampu atau tidak berminat untuk pekerjaan lain. Asumsi
di tempat kerja.
b. Tindakan
bekerja atau pindah kerja harus dengan izin suami atau penanggung
170
3) Pengucilan. Pengucilan adalah pengingkaran hak dan kebebasan
bersamaan.
berpartisipasi dalam berbagai jenis olah raga, kecuali sepak bola, tetapi
berolah raga di dalam fasilitas privat atau fasilitas terpisah laki dan
dari situasi pengucilan terhadap semua jenis olah raga ke dalam situasi
c. Niat.
171
kepada bapak dan melimpahkan hak tersebut kepada ibu hanya bila
dari apa yang kelihatannya sebagai netral, atau persyaratan yang mempunyai
dari suatu tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan karena menganggap
bahwa dalam suatu keadaan tertentu laki-laki dan perempuan adalah sama,
agunan berupa harta tak bergerak atau tanah. Dalam konteks atau keadaan
dimana hak waris perempuan dibatasi berdasarkan kaidah hukum atau budaya,
d. Akibat
tersebut didasarkan pada asumsi berbasis gender, tetapi juga bila tindakan
172
yang mengakibatkan terbatasnya atau hilangnya pengakuan akan hak
penolakan atas hak itu atau tidak adanya lingkungan dan mekanisme yang
berdampak pada hak asasi perempuan dan kebebasan dasar dengan cara306:
Kewajiban negara tidak boleh dipandang hanya sebagai satu elemen dari
politik, sosial, ekonomi, budaya, sipil dan bidang- bidang lainnya. Pasal 2
173
praktek diskriminatif yang berasal dari norma-norma sosial dan
lingkup yang lebih luas daripada apa yang pada umumnya diterima dalam
hukum nasional.
negara, tidak hanya pada tindakan formal tetapi pada hasil-hasil yang dicapai
menentukan langkah tindak dan hasil yang nyata. Yang pertama adalah
174
perbedaan gender membatasi dan menghalangi status, kesempatan, akses
atau situasi de facto mungkin sangat berbeda jika perempuan tidak dapat
kata lain, Konvensi lebih menekankan pada kesetaraan dan keadilan dalam
175
negara mengemban tiga tingkat tanggung jawab, yaitu: penghormatan,
saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Penghormatan
dan inisiatif yang meliputi tindakan publik dan privat dalam setiap bidang.
c. Tindakan Afirmasi
308
Pasal 1 Untuk tujuan Konvensi yang sekarang ini, istilah ’diskriminasi terhadap
perempuan” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis
kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan,
penikmatan atau penggunaan hak-hak azasi manusia dan kebebasan- kebebasan pokok di bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum perempuan, terlepas dari status
perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara laki-laki dan perempuan.
176
”diskriminasi penyeimbang” seperti itu.309 Tindakan affirmasi didasarkan
pada pemahaman bahwa kesetaraan dan keadilan dan non diskriminasi tidak
politik dapat diatasi dengan penentuan quota atau penyediaan tempat, cara
(maternity).
309
Walaupun istilah diskriminasi positif biasa dipakai untuk menyebutkan tindakan affirmatif,
Rekomendasi Umum 25 menyatakan kecenderunganpemakaian istilah diskriminasi 'korektif' atau
'kompensatoris' ketimbang diskriminasi 'positif'. Privilege must be distinguished from corrective or positive
discrimination. Whereas privilege is based on social convention and tradition, positive discrimination is
based on the rationale that historical barriers faced by certain groups on any enumerated ground of
discrimination must be overcome and eliminated. Ibid, hlm33
177
dengan kebutuhan perempuan, karena hal ini kadang-kadang membuat
rentan dan memerlukan langkah ekstra dan khusus. Istilah khusus tidak
dicapai. Kata sementara tidak berarti suatu kurun waktu yang ditentukan
atas pelanggaran yang dilakukan aktor privat baik dalam ranah publik
tempat kerja. Sampai sejauh mana uji tuntas dilaksanakan dapat dinilai
e. Harmonisasi Nasional
178
dan persetujuan akan tujuan-tujuan yang ditentukan dalam traktat dan
sebagai penerima atau penikmat hak asasi manusia; dan bahwa harapan
310
Reservasi merupakan deklarasi formal bahwa Negara tidak terikat pada bagian tertentu dari
traktat; reservasi dapat dilakukan dengan catatan bahwa hal itu tidak bertentangan dengan maksud dan
tujuan Konvensi, Ibid, hlm. 52
311
Deklarasi adalah garis besar interpretasi atas suatu Pasal tertentu oleh Negara yang
menyatakannya, dan dengan demikian hanya terikat pada interpretasi tersebut. Tidak seperti
reservasi, deklarasi hanya memperjelas posisi Negara tersbut dan tidak berarti menolak atau merubah
efek legal suatu traktat Ibid, hlm. 51
179
312
peradilan nasional . Dengan demikian, hak yang bersumber dari
Seiring dengan gerak langkah reformasi yang hingga saat ini terus
dan evaluasinya. Salah satu upaya dalam rangka membangun hukum yang
312
Walaupun harmonisasi nasional memerlukan legislasi, ada preseden hukum yang mendukung
penetapan standar internasional yang didasarkan pada harapan yang sah (legitimate expectation) Minister of
Immigration and Ethnic Affairs V. Teoh, (1994) 128 ALR 353 (High Court of Australia and Vishaka v. State
of Rajasthan (1997) 6 SCC 241 (Supreme Court of India), Ibid, hlm. 36
180
persoalan dalam masyarakat, diantaranya persoalan kesenjangan gender.
masyarakat luas.
rentan lainnya, meski faktanya lebih sering tertuju kepada perempuan. Dengan
undangan yang bukan saja dapat dijadikan sebagai alat untuk menciptakan
181
menjalankan dengan segala cara yang tepat dan tanpa ditunda-tunda, kebijakan
menjamin realisasi praktis dari asas ini, melalui hukum dan caracara lain
yang tepat.
diskriminasi;
perempuan;
182
manusia dan kebebasan pokok atas dasar persamaan dengan laki-laki;
facto” antara laki-laki dan perempuan dan Pasal 5, kewajiban melakukan langkah-
inferioritas atau superioritas salah satu jenis kelamin atau berdasar peran stereotipe
laki-laki dan perempuan. Pasal 6 sampai dengan Pasal 16, Kewajiban Negara
memenuhi Hak Kesetaraan dan keadilan Substantif (Kesetaraan dan keadilan) bagi
perempuan.
Perundang-undangan
2004, dan diperbarui lagi dengan Undang-undang No. 9 Tahun 2015, bahwa
salah satu hak bagi daerah otomi adalah mengeluarkan kebijakan kebijakan daerah
183
pemberdayaan dan perlindungan perempuan, Keempat puluh kebijakan ini belum
tentang pendidikan dan layanan kesehatan yang murah bahkan gratis, sesuai
kebijakan daerah yang diskriminatif atau bias gender, yang jumlahnya cenderung
terus meningkat. Pada awalnya sejumlah 154 pada Tahun 2009, kemudian 184
pada Tahun 2010, dan terakhir menjadi 217 pada Tahun 2011313.
otonomi daerah tersebut, maka diperlukan suatu tolok ukur atau prinsip
keadilan gender ini penting karena akan dapat dijadikan sebagai acuan dan alat
313
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Op.Cit. hlm. 2
184
diantaranya sebagai akibat masih terdapat peraturan perundang-undangan
dan aspirasi laki-laki dan perempuan yang pada hakekatnya berbeda, sehingga
perempuan dan laki-laki pada relasi kekuasaan yang tidak setara. Pengalaman
golongan minoritas etnis, ras, warna kulit, kelas dan tentu saja karena setting
sejarah tertentu314.
Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014) bahwa kualitas hidup
dan peran perempuan masih relatif rendah, antara lain disebabkan karena:
1. Adanya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat dan partisipasi dalam
314
Ibid, hlm. 3
185
publik, dan di bidang ekonomi.
iklim, krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik social, serta
terjadinya penyakit.
langsung, baik pada tingkat pusat maupun daerah, atau antar tingkat pusat dan
(RPJPN) Tahun 2005- 2025 pada dasarnya telah mengarahkan untuk adanya
186
Peraturan Daerah sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No.12
yang akan dijadikan sebagai suatu dasar hukum bagi penyusunan dan/ atau
a. pengayoman;
b. kemanusian;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
g. keadilan;
bahwa, yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah setiap m ateri m uatan
187
pemerintahan” adalah setiap materi muatan peraturan p erundangundangan
belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status
sosial. Akses ini seyogyanya diperkuat dengan ketentuan bahwa setiap materi
Tahun 2011 beserta penjelasannya tersebut bahwa pada dasarnya m ateri muatan
ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 maka perlu dan penting dilakukan kajian dan
ingin diwujudkan, jangkauan dan arah pengaturan yang akan disusun, yang
akan dijelaskan dalam konsepsi yang akan dibangun dalam rangka memenuhi
kebutuhan adanya pokok pikiran, lingkup atau obyek yang akan diatur, semua
itu membutuhkan analisis agar dampak atas suatu pengaturan tersebut dapat
nya. Salah satu langkah yang perlu dipertimbangkan untuk adanya bentuk
188
gender, adalah dukungan semua kalangan untuk diarahkan pada
1. Akses
2. Partisipasi
3. Kontrol
4. Manfaat
1. Akses,
315
Ibid, hlm. 41- 44
316
Kementrian Pemberdayaan Perempuan, Op.Cit. hlm 41-43
189
pemahaman mengenai sasaran yang akan diwujudkan dan atau persoalan yang
dihadapi
b. Tersedianya informasi yang dapat diakses dengan mudah, murah dan dapat
dimengerti atau dipahami dengan mudah dan dapat digunakan sebagai bahan
c. Tersedianya sarana dan sarana dan prasarana yang diperlukan dan kemudahan
d. Tersedianya sumber daya manusia yang dapat memberikan bantuan dan atau
2. Partisipasi,
berpartisipasi dan mempunyai peran yang sama dalam proses pembuatan kebijakan
c. Turut serta dalam pengambilan keputusan baik terkait dengan jumlah maupun
kualitas
d. Keberdayaan institusi dan peran serta masyarakat untuk mengatasi persoalan yang
190
maupun perempuan yang berkompetensi dan memenuhi syarat ”Fit an Proper Test”
secara objektif dan transparan, memberikan peluang yang sama antara laki-laki dan
rumahtangga
3. Kontrol,
dengan relasi kekuasaan antara perempuan dan laki-laki untuk melaksanakan hak dan
maupun non materi daerah) dan mempunyai kontrol yang mandiri dalam
4. Manfaat
menjamin bahwa:
191
a. suatu kebijakan atau program pembangunan akan mempunyai manfaat yang
b. pemanfaatan manfaat yang sama dan adil dari hak yang dipenuhi, terutama
manfaat yang sama bagi PNS laki-laki dan perempuan, hak perempuan untuk
menikmati manfaat dari pemilikan dan pengelolaan hak atas tanah, dan lain-lain.
dasarnya saling berkaitan antara satu dengan lainnya, mempunyai nilai yang sama
penting dan sama kuatnya, tidak hierarkis dan harus dikaji secara holistik. Dengan
CEDAW dan analisis atas keempat indikator tersebut, yang tercermin dalam setiap
Perundang-undangan
Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menentukan bahwa: “Segala warga negara
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal
27 ayat (2) menentukan: “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Oleh karena itu guna memastikan
192
undangan. Proses pengintegrasian Kesetaraan dan keadilan gender tersebut
didasarkan pada ketentuan dasar yang diamanatkan dalam UUD 1945, yang terdiri
dari 14 (empat belas) rumpun Hak Dasar dan terjabarkan menjadi 40 (empat puluh)
manfaat yang adil bagi laki-laki dan perempuan, sebagaimana di jabarkan dalam
193
pengajaran pekerjaan, kewarganegaraan,
tempat tinggal
5. Hak atas informasi
13. hak atas kebebasan berserikat dan
berkumpul
194
12. Hak atas perlindungan hak asasi
30. hak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia
31. hak untuk bebas dari perlakuan
diskriminatif
32. hak untuk mendapatkan kemudahan
dan perlakuan yang sama guna
mencapai persamaan dan keadilan
13. Hak memperjuangkan hak 33. hak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang berada di
bawah kekuasaannya
14. Hak atas pemerintahan
34. hak untuk mendapatkan
perlindungan terhadap pengakuan
yang bersifat diskriminatif
195
kota atau Program l egislasi daerah Provinsi (Prolegda Provinsi) serta Program
undangan
Hal ini berarti bahwa setiap materi rancangan baik itu undang-undang,
196
latar belakang dan tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, pokok
pikiran, lingkup, atau objek yang akan diatur dan jangkauan serta arah
hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap
masyarakat.
Naskah Akademik menjadi sangat penting sekali dalam menentukan kualitas atau
indikator Peraturan Kesetaraan dan keadilan Gender sebagai alat atau pisau analisis
Pada tahap kajian teoritis dan praktik empiris hendaknya Prinsip Kesetaraan
197
dan keadilan Gender sudah mulai digunakan untuk mengintegrasikan nilai-nilai
kesetaraan dan keadilan gender dalam narasi atau deskripsi pada bab awal Naskah
benar-benar sudah dijadikan alat atau pisau analisisnya terutama untuk mengkaji,
menguji, dan meneliti materi muatan yang akan diatur dalam Rancangan
Daerah Kabupaten/Kota.
Undang dilakukan oleh DPR bersama Presiden atau Menteri yang ditugasi. Pembahasan
a. Pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan
319
Menurut Jimly Asshiddiqie, konsideran yang terdapat dalam setiap undang-undang pada pokoknya
berkaitan dengan lima landasan pokok (filosofis, sosiologis, yuridis, politis, dan administratif) bagi berlakunya
norma-norma yang terkandung di dalam undang-undang tersebut bagi subjek-subjek hukum yang diatur dalam
undang-undang itu. Bandingkan dengan pendapat Purnadi Purbacaraka dan Soejono Soekanto yang
mengemukakan tiga landasan undang-undang yang baik yaitu Landasan filosofis, sosiologis dan yuridis,.
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Op.Cit, hlm 117
198
Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat Panitia Khusus;
a. Pengantar musyawarah;
Inventarisasi Masalah diajukan pada saat pembicaraan tingkat I, baik dalam rapat
komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau
rapat Panitia Khusus, dimana pembahasan secara intens antara DPR dengan
menjadi bagian pokok juga dalam diskusi dua arah di lembaga legislatif tersebut.
inventarisasi masalah baik yang terjadi dalam Rapat Komisi, Rapat Gabungan
Komisi, Rapat Badan Legislasi, Rapat Badan Anggaran, atau Rapat Panitia
199
Tahap Pembahasan Rancangan Perda Provinsi, Pembahasan Rancangan
kelengkapan DPRD Provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat
gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat
APKM (Akses, Partisipasi, Kontrol, dan Manfaat) menjadi bagian pokok dalam
dalam pembahasan daftar inventarisasi masalah baik yang terjadi dalam rapat
komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran,
Kontrol, dan Manfaat) juga terintegrasi dan tetap terakomodir hingga selesai
200
bias gender secara tegas dinyatakan dalam Pasal 2 butir f dan g: “Negara-
bentuknya dan bersepakat untuk menjalankan dengan segala cara yang tepat
yang bias gender atau bersifat diskriminatif. Di Indonesia sendiri masih banyak
warga negara.
undang tidak sesuai dengan jiwa peraturan lain yang mendasarinya (UUD atau
201
TAP MPR). Begitu juga ada kemungkinan bahwa sebuah peraturan pemerintah
tinggi. Oleh karena itu harus diadakan lembaga pengawasan yang efektif atas
adalah yudicial review atau hak menguji secara materil, yaitu hak bagi suatu
tidak sah karena materinya bertentangan dengan peraturan yang secara hierarkis
lebih tinggi.320 Judicial review ini merupakan intrumen hukum yang dapat
daerah.
pada prinsipnya dapat dibagi dua macam yaitu: pengawasan preventif dan pengawasan
represif. Dalam pengawasan preventif setiap rancangan peraturan daerah yang akan
daerah dapat menetapkan peraturan daerah tanpa terlebih dahulu harus memperoleh
persetujuan dari pemerintah pusat, hanya saja peraturan daerah tersebut harus
disampaikan kepada pemerintah pusat untuk mendapatkan uji materi (yudicial review).
dapat terus melaksanakan peraturan daerah tersebut. Tetapi apabila peraturan daerah
320
Moh. Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm.
369.
202
undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah pusat meminta kepada daerah untuk
melakukan revisi atau membatalkan peraturan daerah tersebut. Hak untuk membatalkan
peraturan daerah, yang juga dapat dikatakan sebagai bagian dari mekanisme pengujian
selain dilakukan oleh lembaga kehakiman (judiciary) ataupun oleh legislator, dapat
juga dilakukan oleh lembaga pemerintahan eksekutif tingkat atas (pusat).321 Dalam
uji ini ukuran yang digunakan oleh pemerintah pusat adalah undang-undang, bukan
daerah itu dinilai melanggar ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih
salah satu jaminan yang diberikan konstitusi “ that a lower norm shal conform with the
higher norm which determines its creation or contents”. Pengujian suatu peraturan
perundang-undangan adalah for securing corcodance between the lower and the
higher norm. The legal older may provide for a procedure by which the lower norm
can ber tested as to its conformity with the higher noorm and abolished if it found to
Landasan pemikiran tentang adanya hak uji materi ini pada pokoknya
didasarkan pada:324
1. Hak uji materi diletakkan di atas landasan toexercise control the goverment
321
Ni’matul Huda, 2009, Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa Media, Bandung, hlm. 134
322
Rudy Hendra Pakpahan, Analisis Prosedur Pengujian Peraturan Daerah, Jurnal Legislasi
Indonesia Vol. 10 No. 1 Maret 2013, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian
Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, hlm. 74.
323
M.M. Laica Marzuki, Membangun Undang-Undang Yang Ideal, Jurnal Legislasi Indonesia
vol. 4 No. 2 Juni 2007, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum Dan Hak
Asasi Manusia RI, hlm. 6.
324
Tim Direktorat Fasilitasi Perancangan Peraturan Daerah Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-Undangan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan United Nations Development
Programme (UNDP), 2009, Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah, Direktorat
Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, hlm. 170-171.
203
act yakni secara konstitusional diberikan kewenangan kepada
kekuasaan kehakiman untuk melakukan pengawasan atas kegiatan peraturan
perundang-undangan yang dikeluarkan penguasa agar masyarakat terhindar
dari peraturan perundang-undangan yang inkonstitusional;
2. Pemberian kewenangan untuk menguji peraturan perundang-undangan masih
dalam kerangka konstitusi, tidak dianggap sebagai intervensi terhadap
kedaulatan legislatif (legislative soveraignity) maupun terhadap
kekuasaan eksekutif dalam kewenangan melaksanakan fungsi delegated
legislation oleh kekuasaan yudikatif (Judicial power);
3. Mekanisme penerapan hak uji materi terhadap peraturan perundang-
undangan yang bercorak inkonstitusioanal didasarkan pada asas lex
superriori derogat lex inferior;
4. Makna inkonstitusional dalam proses hak uji materiil, tidak boleh diartikan
dalam arti sempit, tetapi harus diproyeksikan dalam arti luas yang
diformulasikan dalam terminus foundamental law atau natural justice;
5. Pemberian hak uji materiil harus diterapkan berdasarkan asas reasonableess,
tidak boleh dipergunakan untuk menghambat kebijakan kepentingan umum
demi mencapai suatu harapan kepada negara untuk mengatur urusan
kesejahteraan masyarakat.
tetapi istilah judicial review lebih luas cakupan maknanya daripada hak menguji
cammon law system dan hak menguji (toetsingsrecht) pada civil law system, maka
hanya dimilki oleh hakim, tapi juga oleh lembaga negara lain yang diberi
325
Jimly Asshiddiqie menyebut judicial review sebagai constitutional review. Dalam Moh.
Mahfud MD, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, RajaGrafindo Persada, Jakarta,
hlm. 125.
204
kasus konkret di pengadilan.
Dalam kepustakaan hukum dan praktek dikenal ada dua macam hak menguji
untuk menilai apakah suatu produk peraturan perundang- undangan terjelma melalui
perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Sedangkan hak menguji materil yaitu
perundang-undangan isinya sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi
Sri Soemantri, membedakan hak uji materil dan hak uji formal ini dilihat
dari sisi objeknya. Jika pengujian itu dilakukan terhadap isi undang-undang atau
lanjut Sri Soemantri mengatakan, hak menguji formal adalah wewenang untuk
menilai suatu produk legislatif seperti undang- undang, misalnya terjelma melalui
perundang-undangan yang berlaku atau tidak. Sedangkan hak menguji material adalah
suatu wewenang untuk menyelidiki dan menilai isi apakah suatu peraturan perundang-
undangan sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya, serta
326
Ph.Kleintjes, dalam Fatmawati, 2005, Hak Menguji (Toetsringsrecht) Yang Dimiliki Hakim
Dalam Sistem Hukum Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 5.
327
Sri Soemantri, 1997, Hak Uji Material di Indonesia, Alumni, Bandung, hlm. 6 dan 11
205
suatuperaturan tertentu328.
Lebih lanjut menurut H.M. Laica Marzuki329 hak menguji formal (formele
yang sudah akrab digunakan, terdapat juga istilah constitutional review, disisi lain
330
Jimly Asshiddiqie membedakan istilah judicial review dan constitutional
1. Berdasarkan segi subjek yang melakukan, constitutional review tidak saja dapat
dilakukan oleh hakim, melainkan juga dapat dilakukan oleh lembaga lain sesuai
Undang Dasar. Sedangkan judicial review memiliki objek yang lebih luas, yaitu
review, secara prinsipil keduanya tetap dapat digolongkan sama, yaitu sama-sama
Bentuk dan isi dari judicial review ada yang bersifat konstitutif dan ada yang
328
Ibid.
329
Laica Marzuki, Judicial Review di Mahkamah Agung, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 2. No.1
Maret 2005, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum dan HAM RI, hlm. 93
330
Jimly Asshiddiqie dalam Yuliandri, Tantangan Pelemahan Judicial Review Sebagai Mekanisme
Pengawasan Terhadap Pembentukan Undang-Undang, Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 8 No. 4 Desember
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2011,
hlm. 636.
206
bersifat deklaratur. Bagi negara-negara yang mewajibkan prosedur judicial review
dalam suatu kasus konkret (case and controversy), putusan judicial review
Putusan judicial review oleh Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah agung bersifat
deklaratur karena non partai atau lazim disebut abstract case, yang digugat di
sedangkan preview adalah kegiatan memandangi sesuatu lebih dulu dari sempurnanya
bagi negara hukum modern untuk melakukan proses pengawasan dan perimbangan
kepentingan politik mereka sendiri atau kelompok yang dominan di dalamnya. Selain
itu, pembuat undang-undang- pemerintah dan DPR, lebih banyak diisi oleh orang-orang
yang bukan ahli hukum atau kurang biasa berfikir menurut logika hukum, sehingga isi
331
Bagir Manan, Politik Pembangunan Hukum Nasional, Kuliah Umum tanggal 24 April 2013,
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, hlm.5
332
Jimly Asshidiqie, 2005, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,
Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 4.
333
Yuliandri, Tantangan Pelemahan..., Op.Cit, hlm. 638.
207
undang-undang yang dibuat terkadang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. 334
Sebagai alat kontrol, pentingnya keberadaan judicial review dapat dilihat dari
legislasi ini tidak hanya dimilki oleh hakim, tetapi juga oleh lembaga negarta lain (badan
legislatif dan badan eksekutif) yang diberikan kewenangan tersebut berdasarkan peraturan
perundang-undangan. Oleh karena itu, hak menguji terhadap produk peraturan perundang di
Indonesia berada pada 3 (tiga) lembaga yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Menurut Mahfud MD, perlunya uji materi juga dikarenakan hukum itu adalah
produk politik yang pasti tidak steril dari kepentingan-kepentingan politik anggota-
anggota dari lembaga yang membuatnya. Sebagai produk politik bisa saja hukum itu
memuat isi yang lebih sarat dengan kepentingan politik kelompok dan jangka pendek
yang secara substansial bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi hirarkinya.
Selain itu, sebagai produk politik, hukum bisa berisi hal-hal yang tidak sesuai dengan
peraturan yang lebih tinggi, oleh karena Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga
politik banyak beranggotakan orang-orang yang tidak biasa berpikir menurut disiplin
ilmu hukum336.
208
1. Kurang mencerminkan substansi pendewasaan demokrasi, perwujudan
negara hukum yang sehat, dan menuju perwujudan keadilan sosial. Dari aspek
arti normatif, tetapi juga idiologis yang menyangkut tuntutan ideal sumber yang
dihasilkan oleh lembaga legislatif dimaksud. Selain itu Judicial review juga
pintu, yaitu, pintu Mahkamah Konsitusi dan pintu Mahkamah Agung. Kewenangan
338
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi...Op.Cit, hlm.124-125.
209
yang diberikan kepada kedua lembaga ini diatur dalam Pasal 24C ayat (1) Undang-
terhadap peraturan perundang- undangan yang hirarkis. Mahkamah Agung hanya boleh
Pengujian materi oleh Mahkamah Agung hanya boleh dilakukan terhadap peraturan
Dari prolegda ini dapat diteliti dan diseleksi agar perda-perda yang akan dibuat
dapat diselaraskan lebih dulu dengan kerangka politik hukum nasional dan
Tahun 2015 tentang Pemerintahan daerah, bahwa setiap perda dapat langsung
339
Laica Marzuki, Op.Cit, hlm. 94 dan 98
340
Ibid, hlm. 31-32.
210
diundangkan tanpa harus meminta persetujuan terlebih dahulu ke pusat. Namun
setiap perda harus disampaikan ke pusat paling lama tujuh hari sejak
hari sejak disampaikan kepada pusat, jika isinya dinilai bertentangan atau keluar
kedudukan sangat penting untuk menjaga agar tidak ada perda-perda yang
membuat satu desk khusus (mungkin berbentuk sub unit kecil saja) yang
ditugasi untuk meneliti semua perda agar sebelum lewat waktu 60 hari sejak
disampaikan sudah bisa ditentukan kelayakannya untuk bisa terus berlaku atau
tidak.
konstitusionalnya oleh perda atau menilai bahwa ada perda yang bertentangan
bertentangan dengan tujuan, cita hukum dan konstitusi dapat segera mengajukan
24A ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dapat membatalkan peraturan daerah
atau bertentangan dengan tujuan, cita hukum, dan konstitusi yang mendasari
Kedudukan peraturan daerah dalam sistem hukum nasional sangat strategis, baik
karena itu peraturan daerah dalam pembentukan haruslah baik dan tidak boleh
211
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi darinya., maka digunakanlah asas lex
peraturan yang lebih rendah). Tujuannya adalah agar tercipta tertib dan kepastian
hukum serta sinkronisasi dan harmonisasi norma hukum. Mekanisme yang dilakukan
untuk menjaga tertib hierarki dan harmonisasi norma hukum adalah pengujian atau
review atas satu peraturan terhadap peraturan yang lebih tinggi darinya341
prinsip dan konsep Konvensi CEDAW secara sistematis dan berkelanjutan guna
sebagai bagian integral dari pendidikan dan pelatihan para penegak hukum dan para
341
Yance Arizona, 2008, Karakter Peraturan Daerah Sumberdaya Alam, Kajian Kritis
Terhadap Struktur Formal Peraturan Daerah dan Konstruksi Hak Masyarakat Terkait
Pengelolaan Hutan, Huma, Jakarta, hlm. 41-42.
212
BAB IV
ISLAM
hampir semua belahan dunia dan dapat ditemukan di semua ranah publik maupun
Feminist legal theory tata hukum cenderung tidak memihak pada perempuan342 .
Dalam organisasi publik misalnya, dapat dikatakan perempuan berada pada posisi
342
Bernard, L Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum Dari berbagai Ruang dan Generasi, Genta
Publishing, Yogyakarta, hlm. 179. Bagi pendukung feminist Legal Theory, hukum merupakan tatanan yang
dibuat oleh kaum Adam yang meminggirkan kaum Hawa, karena hukum dibangun dan dikontruksikan
dalam logika laki-laki, sehingga ia memperkokoh hubungan sosio yuridis yang patriarkis,
213
wilayah publik (politik dan dunia kerja) sebagai wilayah laki-laki, biasa dituding
sebagai faktor penyebab utama mengapa kiprah perempuan di ranah publik secara
yang bias itu berdimensi struktural. Ia bukan unit yang berdiri sendiri juga tidak
muncul dalam ruang kosong. Ia lahir dan berkembang dalam konteks kultural,
ideologi, sosial, politik serta ekonomi yang juga bias gender, dalam kosmologi
tersebut laki-laki dan perempuan tidak dilihat sekedar perbedaan atribut biologis,
tetapi didiskwalifikasi secara simbolik sebagai oknum yang berlawanan dalam esensi
(nature), eksistensi psikis, peran dan kemampuan, tentu saja menurut ukuran kaum
Teori nature merupakan versi lain lagi yang terkait dengan mitos sub ordinasi
perempuan, teori ini beranggapan sudah menjadi kodrat perempuan untuk menjadi
lebih lemah dan karena itu tergantung pada laki-laki dalam banyak hal untuk
hidupnya345. Teori ini sudah muncul sejak permulaan lahirnya filsafat di Yunani,
maka tidak heran jika Aristoteles mendalilkan bahwa perempuan adalah laki-laki
yang tidak lengkap, karena itu menurutnya adalah wajar jika laki-laki dewasa
karena jiwa perempuan memang tidak sempurna. Istilah family dalam bahasa Inggris
kenyataannya berasal dari kata famulus, yang berarti budak domestik, dan familia
343
Sri Yuliani, Pengembangan Karier Perempuan di Birokrasi Publik: Tinjauan Dari Perspektif
Gender, Jurnal Pusat Studi Pengembangan Gender UNS Wanodya No.16 Tahun XIV Tahun 2004,hlm. 24
344
Sulistyowati Irianto, dalam Bernard, L Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum Dari berbagai Ruang
dan Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta, hlm.180
345
Arief Budiman, 1985, Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologi tentang
Peran Wanita dalam Masyarakat, Gramedia, Jakarta, hlm. 48
214
berarti sejumlah budak yang dimiliki seorang laki-laki dewasa, termasuk didalamnya
istri dan anak-anaknya. Gagasan tentang perempuan yang lemah terus dipertahankan
dan disebarkan oleh hampir semua ahli filsafat, termasuk para tokoh agama
terkemuka346.
Feminist legal theory, berupaya melawan realitas yang tidak adil ini,
perlawanan kaum feminis ini menempuh jalur yang di tunjuk Gramsci 347 yakni
melalui peningkatan kesadaran ideologis. Penggunaan jalur ini penting oleh karena
mereka berada dalam kesadaran palsu (false consciousness), tentang realitas dunia
alamiah dan tidak dapat dirubah, selama ini kaum hawa masih terkurung dalam
kesadaran palsu dan belum memiliki kesadaran kritis terhadap dunia tempat mereka
berada, maka peminggiran, diskriminasi dan sub ordinasi gender akan terus
terpelihara348.
pendukung feminist legal theory, melakukan gerakan pada tiga area sekaligus yakni
bidang teori, pengajaran dan praktek349. Di area teori mereka melakukan eksplorasi
dan kritik teoritik terhadap doktrin, asas, konsep dan aturan hukum yang merugikan
mayoritas teorisasi hukum bukan hanya tidak netral dalam arti yang umum tetapi
215
Pada area pengajaran feminist legal theory, memperkenalkan pendekatan
untuk melihat hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki dan untuk
merekam bukti-bukti riil mengenai hal itu maka diperlukan penerapan analisis dan
keluarga, tempat kerja, hal-hal yang berkaitan dengan pidana, pornografi, kesehatan
reproduksi dan pelecehan seksual. Pada area praktek, feminist legal theory,
keseluruhan350.
sumbangan kepada lahirnya kelompok feminist legal theory ini, beberapa diantaranya
adalah 351:
sarjana hukum
350
Ibid.
351
Ibid.
216
sebagi bagian dari Critical legal theory352. Karena apa yang disebut realitas sosial
maupun tertib sosial yang diamankan dalam hukum sebenarnya barang buatan
tersubordinasi. Realitas dan tertib palsu itu dikemas sedemikian rupa dengan suatu
sistem keyakinan yang mengesankan seolah-olah merupakn suatu sistem yang wajar
dan patut diterima tanpa reserve, meskipun penuh tipu daya sistem palsu ini
riil serta obyektif sifatnya, dimata Critical legal theory, apa yang dikatakan riil,
alamiah dan wajar itu hanyalah bersifat historis, virtual dan oleh karena itu mestinya
dapat dirubah.
Secara lebih spesifik penolakan Critical legal theory terhadap realitas yang
dianggap palsu tersebut tampak dalam empat cabang teori yang dipayunginya
yaitu353:
c. Postmodern jurisprudence
hegomoni pandangan dunia patriarki dalam hukum yang berakibat pada peminggiran
dan penindasan terhadap perempuan. Lewat Critical race theory dilakukan penolakan
terhadap realitas, struktur atau tertib sosial yang membungkus rasisme, teori ini
352
Ciri utama Critical legal theory adalah rejection (penolakan) terhadap realitas, struktur, ataupun
tertib penguasaan yang selama ini secara tidak benar di yakini sebagai kebenaran dan keawjaran menurut
Critical legal theory terbentuknya keyakinan palsu itu karena adanya hegomoni dan proses reifikasi dalam
kehidupan sosial, sehingga realitas, struktur, dan tertib sosial (yang melayani kepentingan elite), diterima
sebagai suatu yang wajar, harus dan patut, padahal sejatinya sistem tersebut hanyalah bangunan kepentingan
dari para elite yang menduduki strata atas
353
Bernard L Tanya dkk, op.cit, hlm. 185
217
Postmodern jurisprudence terjadi perlawanan terhadap dominasi teori modern atau
namun diantara teori-teori tersebut diatas belum disepakati oleh semua pihak sebagai
sutu kebenaran mutlak. Apalagi jika diperhatikan teori-teori tersebut tidak satupun
padahal nilai-nilai agama merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan
masyarakat.
atas properti dan alat produksi, maka perempuan tidak memiliki akses untuk
produk hukum yang bias gender, berbeda pula menurut perspektif budaya bahwa
budaya secara kental dipengaruhi oleh etika agama, yang mengakibatkan kedudukan
dan peran perempuan juga turut terbentuk dengan mengacu pada nilai- nilai yang
354
Ibid.
218
Sejak awal kedatangannya, Islam telah menghapus diskriminasi terhadap
355
perempuan . Praktek pembunuhan bayi perempuan yang lazim terjadi pada zaman
Jahiliah, dilarang total setelah datangnya Islam. Akikah sebagai suatu tradisi syukuran
setelah kelahiran yang sebelumnya hanya dilakukan untuk bayi laki-laki, kemudian
juga dilakukan bagi bayi perempuan. Islam juga memberi hak kepada perempuan
dalam memilih pasangannya. Perempuan memiliki hak menentukan mas kawin yang
diakui sebagai milik penuh pribadi perempuan. Mempunyai hak warisan yang
aturan agama terdapat perbedaan-perbedaan dalam hal pembagian hak, peran, dan
tanggung jawab antara pria dan wanita. Namun selama semua itu sudah dianggap
menguntungkan dan adil terhadap perempuan maka hal itu tidak pernah di
permasalahkan, dan terbukti, di sepanjang sejarah, belum ada umat Islam yang
Baru ketika peradaban Barat masuk ke dunia Islam, syariat Islam banyak
dikritik dan digugat. Apa yang diyakini oleh umat Islam tentang hak, peran, dan
kesetaraan dan keadilan gender. Tujuannya adalah kebebasan status dan persamaan
356
peran antara laki-laki dan perempuan di segala aspek kehidupan . Wacana tersebut
ternyata juga mempengaruhi para pemikir muslim dan menimbulkan wacana baru
dalam dunia Islam. Konsep-konsep Islam tentang peran dan hak wanita dipertanyakan
dan dibongkar karena dianggap tidak sesuai konteks zaman dan tidak adil bagi wanita
itu sendiri. Mereka beranggapan Islam memberi porsi lebih terhadap laki-laki
355
Zaitunah Subhan, 1999, Tafsir Kebencian, Studi Bias Gender dalam Tafsir Qur’an, LkiS,
Yogyakarta, hlm.1-2
356
Nasruddin Umar, Op.Cit., hlm. 68
219
ketimbang wanita di segala lini kehidupan, seperti masalah kepemimpinan, hak
Bila kita melihat pada Visi hukum Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan
manusia dunia akhirat, dan misi hukum Islam yaitu memelihara agama, memelihara
Dalam hukum Islam, adil adalah prinip yang pertama, perintah berlaku adil
ditujukan kepada setiap hal tanpa pandang bulu. perkataan yang benar harus
disampaikan apa adanya walaupun perkataan itu akan merugikan kerabat sendiri.
keharusan berlaku adil pun harus ditegakkan dalam keluarga dan masyarakat muslim
itu sendiri, bahkan kepada orang kafir pun umat Islam diperintahkan berlaku adil.
Untuk keadilan sosial harus ditegakkan tanpa membedakan karena kaya miskin,
pejabat atau rakyat jelata, wanita atau pria, mereka harus diperlakukan sama dan
Dalam Islam, prinsip keadilan tidak dapat terlepas dari ajaran tauhid. Tauhid
adalah tindakan yang menegaskan bahwa Allah itu Esa, Pencipta yang mutlak dan
transenden, Penguasa dari segala yang ada, sementara yang lain adalah makhluk atau
357
Al Syatiby, dalam Khairani, dkk, 2009, Riset Analisis Kebijakan Publik, Pusat Studi HAM
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, hlm. 66
358
Ibid
359
Juhaya S. Praja, 1995, Filsafat Hukum Islam, Pusat Penebitan Universitas LPPM UNISBA,
Bandung hlm. 73
220
ciptaan-Nya360 Allah Sang Pencipta memiliki entitas yang jelas berbeda dengan
makhluk-Nya. Pembedaan ini membawa konsekuensi bahwa tidak ada yang setara
setara sebagai makhluk-Nya. Segala aktivitas manusia akan terikat dan menjalani hidup
sesuai dengan kehendak Tuhan. Semuanya sama-sama mengemban tugas dan tanggung
jawab, yang membedakannya terletak pada nilai ketakwaannya (Q.S. al-Hujurat: 13).
keadilan, dalam hal ini konsep tersebut harus dapat menemukan dan menyelesaikan
Hal ini dikarenakan hukum atau aturan perundangan harusnya adil, tapi nyatanya
seringkali tidak. Keadilan hanya bisa dipahami jika diposisikan sebagai keadaan yang
hukum tersebut merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu. Upaya
dan ruang, dari dahulu sampai sekarang tanpa henti dan akan terus berlanjut
sampai sekarang tanpa henti dan akan terus berlanjut makhluk ciptaan Tuhan
yang terdiri atas roh dan jasad memiliki daya rasa dan daya pikir yang dua-duanya
keputusan-keputusan akal agar berjalan di atas nilai-nilai moral seperti kebaikan dan
keburukan, karena yang dapat menentukan baik dan buruk adalah rasa362. Masalah
penerapan konsep dalam menemukan nilai- nilai keadilan, sehingga konsep tersebut
360
Isma’il Raji al-Faruqi, tanpa tahun, Tauhid, Pustaka, Bandung, hlm.16
361
Carl Joachim Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Busamedis
Bandung,. hlm. 239
362
Ahmad Mahmud Subhi, 2001, Filsafat Etika, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta, hlm.262
221
dapat menemukan dan menyelesaikan fakta-fakta melalui analisis filosofis terhadap
persoalan yang dihadapi sudah dilakukan oleh para pemikir Islam sejak dulu,
Maqashid al-syari'ah terdiri dari dua kata, maqashid dan syari'ah. Kata
maqashid merupakan bentuk jama' dari maqshad yang berarti maksud dan tujuan,
nilai yang menjadi tujuan pensyariatan hukum. Maka dengan demikian, maqashid
al-syari'ah adalah tujuan-tujuan yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum363.
Pertama, hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan dan
diperuntukkan bagi umat manusia. Oleh karena itu, ia akan selalu berhadapan
dengan perubahan sosial. Dalam posisi seperti itu, apakah hukum Islam yang
sumber utamanya (Al-Qur'an dan sunnah) turun pada beberapa abad yang lampau
dapat beradaptasi dengan perubahan sosial. Jawaban terhadap pertanyaan itu baru
bisa diberikan setelah diadakan kajian terhadap berbagai elemen hukum Islam, dan
salah satu elemen yang terpenting adalah teori maqashid al-syari'ah. Kedua, dilihat
dari aspek historis, sesungguhnya perhatian terhadap teori ini telah dilakukan oleh
dalam ijtihadnya, karena di atas landasan tujuan hukum itulah setiap persoalan
363
Asafri Jaya, 1996, Konsep Maqashid al-Syari'ah Menurut al-Syathibi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 5
222
dalam bermu'amalah antar sesama manusia dapat dikembalikan. Abdul Wahhab
Khallaf 364 seorang pakar ushul fiqh, menyatakan bahwa nash-nash syari'ah itu tidak
dapat dipahami secara benar kecuali oleh seseorang yang mengetahui maqashid al-
syari'ah (tujuan hukum). Pendapat ini sejalan dengan pandangan pakar fiqh lainnya,
memahami nash dan membuat istinbath hukum, dan bagi orang lain dalam rangka
Memang, bila diteliti semua perintah dan larangan Allah dalam Al- Qur'an,
begitu pula suruhan dan larangan Nabi SAW dalam sunnah yang terumuskan dalam
fiqh, akan terlihat bahwa semuanya mempunyai tujuan tertentu dan tidak ada yang
sia-sia. Semuanya mempunyai hikmah yang mendalam, yaitu sebagai rahmat bagi
antaranya dalam Q.S. Al- Anbiya' ayat 107, tentang tujuan Nabi Muhammad diutus
"Dan tidaklah Kami mengutusmu, kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam"
Rahmat untuk seluruh alam dalam ayat di atas diartikan dengan kemaslahatan
umat. Sedangkan, secara sederhana maslahat itu dapat diartikan sebagai sesuatu
yang baik dan dapat diterima oleh akal yang sehat. Diterima akal mengandung
pengertian bahwa akal itu dapat mengetahui dan memahami motif di balik
baik dijelaskan sendiri alasannya oleh Allah atau dengan jalan rasionalisasi.
Suruhan Allah untuk berzikir dan shalat dijelaskan sendiri oleh Allah, sebagaimana
mencegah dari perbuatan keji dan munkar". Memang ada beberapa aturan
hukum yang tidak dijelaskan secara langsung oleh syari' (pembuat syari'at) dan
al-Syathibi seorang tokoh pembaru ushul fiqh yang hidup pada abad ke-8 Hijriah,
bahwa sesungguhnya syari'at itu ditetapkan tidak lain untuk kemaslahatan manusia
di dunia dan di akhirat. Jadi, pada dasarnya syari'at itu dibuat untuk mewujudkan
dakwah Islam merupakan rahmat bagi semua manusia. Dari pengertian di atas,
dapat dikatakan bahwa yang menjadi bahasan utama dalam maqashid al-syari'ah
adalah hikmah dan illat ditetapkan suatu hukum. Dalam kajian ushul fiqh, hikmah
berbeda dengan illat. Illat adalah sifat tertentu yang jelas dan dapat diketahui secara
objektif (zahir), dan ada tolak ukurnya (mundhabit), dan sesuai dengan ketentuan
224
dengan istilah jalb al-manafi'. Manfaat ini bisa dirasakan secara langsung saat itu
(manfaat dan mafsadahnya) sesuatu yang dilakukan adalah apa yang menjadi
hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-quran dan
hadist sebagai alasan logis bagi rumusan suatu hukum yang berorientasi kepada
adalah untuk mewujudkan hamba dunia akhirat. menurutnya, seluruh hukum itu
mengandung keadilan, rahmat, kemaslahatan dan hikmah, jika keluar dari empat
nilai yang dikandungnya, maka hukum tersebut tidak dinamakan Hukum Islam368.
Salah satu hal yang mendasari pemikiran maqasid syariah sebagai instrumen
syariah adalah tujuan yang menjadi target nash dan hukum-hukum partikular
untuk direalisasikan dalam kehidupan manusia, baik berupa perintah, larangan dan
225
menyebutkan tiga syarat yang diperlukan untuk memahami maqasid syariah.
didasarkan pada kebutuhan dan skala prioritas. Urutan level ini secara hirarkis
sama lain saling bertentangan. Dalam konteks ini level dharuriyat menempati
dalam masyarakat dan dihadapan Allah SWT. Contoh : dalam memelihara agama,
maqasid syariah (agama, jiwa, akal, keturunan dan harta). Al-Syatibi melaporkan
hasil penelitian para ulama terhadap ayat-ayat Alquran dan hadist, bahwa hukum-
226
Pembahasan maqasid syariah dilakukan Al-Syatibi secara khusus,
sistematis dan jelas. Secara tegas mengatakan bahwa tujuan utama Allah menetapkan
maupun di akhirat. Oleh Karena itu, hukum harus mengarah pada dan
yaitu maslahah atau kebaikan dan kesejahteraan umat manusia baik di dunia maupun
di akhirat. oleh karena itu, al-Syatibi meletakan posisi maslahat sebagai ‘illat
hukum atau alasan pensyariatan hukum Islam. Dalam menempatkan illat sebagai
dengan hati-hati menekankan berulang- ulang, bahwa maslahat itu bukanlah illat atau
ayat-ayat yang ada jika dilihat dari segi bentuknya (shigat) tidaklah menunjukan
adanya ‘illat, namun hanya menunjukkan adanya sifat rahmat (maslahat) sebagai
hasil penerapan syariah. Misalnya firman Allah SWT dalam Alquran Surat Q.S. Al -
Isra ayat 82 yang artinya, “dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah
menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian”, dan QS. Al-Anbiya Ayat
107 yang artinya,”Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam”. Menurut An-Nabhani, ayat ini tidak mengandung
shigat ta’lil (bentuk kata yang menunjukkan ‘illat), misalnya dengan adanya lam
ta’lil. Jadi, maksud ayat ini, bahwa hasil (al-natijah) di turunkan al Quran dan
diutusnya Muhammad Saw adalah akan menjadi rahmat bagi umat manusia. artinya,
adanya rahmat (maslahat) merupakan hasil pelaksanaan syari’at bukan ‘illat dari
372
Ibid, hlm.142
227
penetapan syari’at373
membagi tujuan syari'ah itu secara umum ke dalam dua kelompok, yaitu tujuan syari'at
Maqashid al-syari'ah dalam konteks maqashid al-syari' meliputi empat hal, yaitu :
Keempat aspek di atas saling terkait dan berhubungan dengan Allah sebagai
pembuat syari'at (syari'). Allah tidak mungkin menetapkan syari'at- Nya kecuali
dengan tujuan untuk kemaslahatan hamba-Nya, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Tujuan ini akan terwujud bila ada taklif hukum, dan taklif hukum itu baru dapat
karena itu semua tujuan akan tercapai bila manusia dalam perilakunya sehari-hari
373
Ibid.
374
Ghofar Shidiq, Op. Cit, hlm., 123
228
selalu ada di jalur hukum dan tidak berbuat sesuatu menurut hawa nafsunya sendiri.
Maslahat sebagai substansi dari maqashid al-syari'ah dapat dibagi sesuai dengan
tinjauannya. Bila dilihat dari aspek pengaruhnya dalam kehidupan manusia, maslahat
1. Dharuriyat
tergantung padanya, baik aspek diniyah (agama) maupun aspek duniawi. Maka ini
merupakan sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan manusia. Jika
itu tidak ada, kehidupan manusia di dunia menjadi hancur dan kehidupan akhirat
menjadi rusak (mendapat siksa). Ini merupakan tingkatan maslahat yang paling
tinggi. Di dalam Islam, maslahat dharuriyat ini dijaga dari dua sisi: pertama,
kewajiban agama, serta yang kedua menjaga kelestarian agama dengan berjuang
2. Hajiyat
kesempitan. Jika ia tidak ada, akan terjadi kesulitan dan kesempitan yang
3. Tahsiniya
dimaksudkan untuk kebaikan dan kemuliaan. Jika ia tidak ada, maka tidak sampai
229
manusia
Jenis kedua adalah maslahat yang dilihat dari aspek cakupannya yang
dikaitkan dengan komunitas (jama'ah) atau individu (perorangan). Hal ini dibagi
1. Maslahat kulliyat,
Yaitu maslahat yang bersifat universal yang kebaikan dan manfaatnya kembali
kepada orang banyak. Contohnya membela negara dari serangan musuh, dan
2 . Maslahat juz'iyat,
Jenis ketiga adalah maslahat yang dipandang dari tingkat kekuatan dalil yang
oleh dalil-dalil yang tidak mungkin lagi ditakwili, atau yang ditunjuki oleh dalil-
dalil yang cukup banyak yang dilakukan lewat penelitian induktif, atau akal
Yaitu maslahat yang diputuskan oleh akal, atau maslahat yang ditunjuki oleh
Yaitu maslahat atau kebaikan yang dikhayalkan akan bisa dicapai, padahal
kalau direnungkan lebih dalam justru yang akan muncul adalah madharat dan
mafsadat.
230
Pembagian maslahat seperti yang dikemukakan oleh Wahbah al- Zuhaili
di atas, agaknya dimaksudkan dalam rangka mempertegas maslahat mana yang boleh
diambil dan maslahat mana yang harus diprioritaskan di antara sekian banyak maslahat
yang ada. Maslahat dharuriyat harus didahulukan dari maslahat hajiyat, dan maslahat
hajiyat harus didahulukan dari maslahat tahsiniyat. Demikian pula maslahat yang
bersifat kulliyat harus diprioritaskan dari maslahat yang bersifat juz'iyat. Akhirnya,
telah dikemukakan di atas, maka dapat dikatakan bahwa maslahat yang merupakan
tujuan Tuhan dalam tasyri'-Nya itu mutlak harus diwujudkan karena keselamatan dan
kesejahteraan duniawi maupun ukhrawi tidak akan mungkin dicapai tanpa realisasi
penetapan hukum, setidaknya ada tiga cara yang telah ditempuh oleh ulama sebelum
al-Syathibi, yaitu376 :
abstrak, sehingga tidak dapat diketahui kecuali melalui petunjuk Tuhan dalam
bentuk zahir lafal yang jelas. Petunjuk itu tidak memerlukan penelitian mendalam
bukan dalam bentuk zahir lafal dan bukan pula dari apa yang dipahami dari
tunjukan zahir lafal itu. Akan tetapi maqashid al-syari'ah merupakan hal lain
376
Asafri Jaya, Op.Cit. hlm. 89-91
231
yang ada di balik tunjukan zahir lafal yang terdapat dalam semua aspek
syari'ah sehingga tidak seorang pun dapat berpegang dengan zahir lafal yang
kelompok Bathiniyah.
b. Kelompok ulama yang berpendapat bahwa maqashid al- syari'ah harus dikaitkan
tunjukan yang bersifat mutlak. Apabila terjadi pertentangan antara zahir lafal
penalaran akal, baik itu atas dasar keharusan menjaga maslahat atau tidak.
zahir lafal dan tidak pula merusak kandungan makna/illat, agar syari'ah tetap
Rasikhin.
termasuk dalam kelompok ketiga (rasikhin) yang memadukan dua pendekatan, yakni
zahir lafal dan pertimbangan makna atau illat. Hal ini dapat dilihat dari tiga cara yang
Cara pertama dilakukan dalam upaya telaah terhadap lafal perintah dan
larangan yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadits secara jelas sebelum dikaitkan
232
perintah dan larangan secara hakiki. Perintah harus dipahami menghendaki suatu
yang diperintahkan itu agar diwujudkan dan larangan menghendaki agar sesuatu
yang dilarang itu dihindari dan dijauhi. Cara pertama ini diarahkan untuk
ibadah.
Cara kedua dengan melakukan analisis terhadap illat hukum yang terdapat
dalam Al-Qur'an atau hadits. Seperti diketahui bahwa illat itu ada yang tertulis dan
ada pula yang tidak tertulis. Jika illatnya tertulis, maka harus mengikuti kepada
apa yang tertulis itu, dan jika illatnya tidak tertulis, maka harus dilakukan tawaquf
(tidak membuat suatu putusan). Keharusan tawaquf ini didasari dua pertimbangan.
Pertama, tidak boleh melakukan perluasan terhadap apa yang telah ditetapkan oleh
nash. Perluasan terhadap apa yang telah ditetapkan oleh nash tanpa mengetahui illat
hukum sama halnya dengan menetapkan hukum tanpa dalil. Kedua, pada dasarnya
tidak diperkenankan melakukan perluasan cakupan terhadap apa yang telah ditetapkan
oleh nash, namun hal ini dimungkinkan apabila tujuan hukum dapat diketahui.
Sesungguhnya inti dari dua pertimbangann ini adalah bahwa dalam masalah
Cara yang ketiga dengan melihat sikap diamnya syari' (pembuat syari'at)
dalam pensyari'atan suatu hukum. Diamnya syari' itu dapat mengandung dua
kemungkinan yaitu kebolehan dan larangan. Dalam hal- hal yang berkaitan dengan
muamalah, sikap diamnya syari' mengandung kebolehan dan dalam hal-hal yang
bersifat ibadah sikap diamnya syari' mengandung larangan. Dari sikap diamnya syari'
ini akan diketahui tujuan hukum. Pengumpulan Al-Qur'an yang terjadi setelah
Nabi SAW wafat merupakan contoh sikap diamnya syari'. Pada masa Nabi SAW
233
belum dijumpai faktor yang mendesak untuk membukukan Al-Qur'an tersebut. Namun
membukukan Al-Qur'an. Sikap diamnya Nabi SAW dalam hal ini dapat dipahami
bahwa pembukuan itu dibolehkan atau dibenarkan. Apabila dilihat cara mengetahui
maqashid al-syari'ah seperti yang telah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa cara pertama lebih diarahkan pada aspek ibadah, cara yang kedua pada aspek
muamalah, dan cara ketiga pada keduanya. Cara-cara tersebut merupakan kombinasi
makna. Kombinasi ini dirasa sangat penting dalam rangka mempertahankan identitas
Keadilan merupakan satu tema utama tentang moral yang banyak mendapat
perhatian dalam al Qur’an. Hal ini terlihat dari banyaknya kata adl (justice,
keadilan) dan kata-kata yang semakna seperti al-qist, al-wazn, al-wast yang terdapat
dalam berbagai tempat dalam al-Qur’an. Selain itu, perintah berbuat adil juga dapat
terdapat perintah berbuat adil diikuti dengan larangan bersikap zalim.378 Keluasan
persamaan atau tidak adanya diskriminasi dalam bentuk apapun, dan pemenuhan hak
kepada siapapun yang berhak atau penempatan sesuatu pada tempat yang
377
Penjelasan kata adil dan zalim dapat dilihat pada Dawam Raharjo, 1996, Ensiklopedi al-
Qur‟an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Kunci, Paramadina, Jakarta, hlm 391-410
378
Kata al-zulm bermakna meletakkan sesuatu pada tempat yang tidak semestinya, baik dengan
cara melebihkan atau mengurangi mahupun menyimpang dari waktu dan tempatnya. Ibid, hlm. 326.
379
Amiur Nuruddin, 1994, Konsep Keadilan Dalam Al-Qur‟an dan Implikasinya Pada
Tanggung Jawab Moral, Disertasi pada Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, hlm 63.
234
semestinya. Dalam hal ini Said Akhtar Rizvi 380 menyatakan perkataan al-Adl pada
asalnya dicipta untuk membawa maksud menjadikan dua benda itu sama dan
peneguhan secara saksama. Hampir samalah juga dalam masalah ansaf yang
membawa pengertian dari segi bahasanya sebagai persamaan atau keadilan, dan
sebagai hasilnya, al- adl merujuk kepada keadilan, persamaan, berada di jalan yang
lurus, ke arah kebenaran, berada di tahap yang betul, tidak berkurang atau berlebih
juga meletakkan sesuatu pada tempatnya. Selain zulm, lawan makna keadilan
juga ialah jaur yang berarti cenderung kepada sebelah pihak, yang akhirnya
bermakna persamaan (musawah), tidak ada diskriminasi; keadilan juga tidak akan utuh
peribadi dan penuaian hak kepada siapa saja yang berhak. Makna keadilan yang
الم لِ ْل َعبِيد
ٍ َصالِحًا فَلِنَ ْف ِس ِه َو َم ْن أَ َسا َء فَ َعلَ ْيهَا َو َما َرب َُّك بِظ
َ َم ْن َع ِم َل
Artinya
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang soleh maka pahalanya untuk
dirinya sendiri dan barangsiapa yang mengerjakan perbuatan jahat, maka
380
Sayyid Said Akhtar Rizvi, 1996, The Justice Of God, diterjemahkan, Konsep Keadilan Allah
Dalam Islam, Misi Islam Bilal, Tanzania, Oktober, hlm 5
381
Contohnya, seseorang hakim yang zalim membuat keputusan atau hukuman yang salah dengan
tidak memberikan pihak yang tertindas akan haknya, dan dia dikatakan sebagai zalim
382
Nurcholis Majid, 1992, Islam, Doktrin dan Peradaban. Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah
Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan. Cetakan kedua, Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, hlm 513-
516.
235
(dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya
hamba-hamba-Nya.
sebanyak 30 kali. Di samping perkataan adl, terdapat kata yang semakna seperti al-qist
اس أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل إِ َّن هَّللا َ نِ ِع َّما يَ ِعظُ ُك ْم ِب ِه إِ َّن اَّ هَّللا َ يَأْ ُم ُر ُك ْم
ِ َّإِنبَي َْن الن
صيرًا ِ َان َس ِميعًا ب َ ت إِلَى أَ ْهلِهَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم هَّلل َ َك ِ األ َمانَاZأَ ْن تُ َؤ ُّدوا
Artinya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia
supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran
yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.
Ayat diatas berisi perintah untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak
secara adil.
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa, dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
383
Mawardi, Konsep al-‘adalah Dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Hukum Islam. Vol. VII
No. 5. Juli 2007, hlm 54
236
Ayat di atas menerangkan bahwa manusia memiliki kecenderungan
tidak bertindak adil dan mendahulukan kebatilan daripada kebenaran (dalam bersaksi),
Ayat di atas berisi perintah untuk berlaku adil antara sesama Muslim
Zال ْاليَتِ ِيم إِال بِالَّتِي ِه َي أَحْ َس ُن َحتَّى يَ ْبلُ َغ أَ ُش َّدهُ َوأَ ْوفُوا َ َوال تَ ْق َربُوا َم
قُ ْلتُ ْم فَا ْع ِدلُواZف نَ ْفسًا إِال ُو ْس َعهَا َوإِ َذاُ ِّْط ال نُ َكل ِ ان بِ ْالقِس َ ْال َكي َْل َو ْال ِم
َ يز
َ ان َذا قُرْ بَى َوبِ َع ْه ِد هَّللا ِ أَ ْوفُوا َذلِ ُك ْم َوصَّا ُك ْم ِب ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر
ُون َ و َكZْ ََول
Artinya :
Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih
bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar
kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendati
pun dia adalah kerabat (mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu
diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
237
Dari beberapa perintah yang terkandung dalam ayat Al Qur’an tentang adil dan
keadilan di atas, membawa kita kearah pengertian agar manusia memperlakukan semua
orang secara sama dan tidak dibenarkan membedakan berdasarkan hal-hal yang bersifat
lahiriah.384
diturunkan Allah sebagai rihmatan lil’alamin. Penciptaan Allah atas mahluk-Nya laki-
laki dan perempuan memiliki misi sebagai khalifatullah fil ardh, yang memiliki
dimunculkannya.
Al Quran Sebagai pedoman dasar bagi umat Islam, diantara 114 surat yang
perempuan secara khusus memuat dengan lengkap hak azasi perempuan dan aturan-
lembaga perrnikahan, keluarga, dan sektor kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat
An-Nisa’, dan tidak satupun surat secara khusus ditujukan kepada kaum laki-laki.
Lebih jauh lagi, Islam datang sebagai revolusi yang mengeleminasi deskriminasi
persamaan status dan hak dengan laki-laki, pelarangan nikah tanpa jaminan hukum
238
Dalam pandangan Islam, manusia mempunyai dua kapasitas, yaitu sebagai
hamba (‘abid) dan sebagai representative Tuhan atau sebagai khalifah, di bumi tanpa
membedakan jenis kelamin, etnik, dan warna kulit sebagimana disebutkan dalam Q.S.
tempatnya, bukan sama banyak atau sama rata. Islam memperkenalkan konsep relasi
gender yang mengacu kepada ayat-ayat Al-Qur’an yang sekaligus menjadi tujuan
umum syari’ah mewujudkan keadilan dan kebajikan (Q.S. An-Nahl ayat 90) yang
artinya:
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan
keji, kemungkaran dan permusuhan dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran”.
Laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiaban yang sama dalam
menjalankan peran khalifah dan hamba. Soal peran sosial dalam masyarakat tidak
ditemukan ayat Al-Qur’an atau hadist yang melarang kaum perempuan aktif
239
perempuan aktif menekuni berbagai profesi385. Dengan demikian, keadilan gender
adalah suatu kondisi adil bagi perempuan dan laki-laki untuk dapat mengaktualisasi
dan mendedikasikan diri bagi pembangunan bangsa dan negara. Keadilan dan
konsep gender. Menurut Nasaruddin Umar ada beberapa hal yang menunjukkan
386
bahwa prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender ada di dalam Al-Qur’an
yakni:
menyembah-Ku.
peluang yang sama untuk menjadi hamba yang ideal. Hamba yang ideal dalam
Qur’an biasa diistilahkan sebagai orang-orang yang bertaqwa (mutaqqun), dan untuk
mencapai derajat mutaqqun ini tidak dikenal adanya perbedaan jenis kelamin, suku
385
Meiliami Rusli, Konsep Gender Dalam Islam, Jurnal Kajian Gender, hlm. 156
386
Nasaruddin Umar, Op.Cit, hlm.. 248-265
240
ditegaskan dalam Q.S al-An’am ayat 165:
ْض
ٍ ق بَع َ ْض ُك ْم فَ ْو
َ ض َو َرفَ َع بَع ِ ْف األر َ َِوهُ َو الَّ ِذي َج َعلَ ُك ْم َخالئ
ب َوإِنَّهُ لَ َغفُو ٌر َر ِحي ٌمِ ت لِيَ ْبلُ َو ُك ْم فِي َما آتَا ُك ْم إِ َّن َرب ََّك َس ِري ُع ْال ِعقَا
ٍ َد َر َجا
Artinya :
meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
amat cepat siksaan-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.
Dalam kedua ayat tersebut, kata “khalifah” (ً ) َخلِيفَةtidak menunujuk pada
salah satu jenis kelamin tertentu, artinya baik perempuan maupun laki-laki
perjanjian awal dengan Tuhan, seperti dalam Q.S Al A’raf ayat 172 yakni ikrar
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
ikrar ketuhanan yang sama. Qur’an juga menegaskan bahwa Allah memuliakan
seluruh anak cucu adam tanpa pembedaan jenis kelamin sebagaimana dinyatakan
َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِي آ َد َم َو َح َم ْلنَاهُ ْم فِي ْالبَرِّ َو ْالبَحْ ِر َو َر َز ْقنَاهُ ْم ِم َن
ضيال ٍ ِت َوفَض َّْلنَاهُ ْم َعلَى َكث
ِ ير ِم َّم ْن َخلَ ْقنَا تَ ْف ِ الطَّيِّبَا
Artinya:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.
Semua ayat yang menceritakan tentang drama kosmis, yakni cerita tentang
keadaan Adam dan Hawa di surga sampai keluar bumi, selalu menekankan
keterlibatan keduanya secara aktif, dengan penggunaan kata ganti untuk dua orang
(huma), yakni kata ganti untuk Adam dan Hawa, yang terlihat dalam beberapa
Dan Kami berfirman: "Hai Adam diamilah oleh kamu dan istrimu surga ini, dan
242
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu
sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk
2) Keduanya mendapat kualitas godaan yang sama dari setan dinyatakan dalam
kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata:
"Tuhan kamu tidak melarangmu dari mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu
berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang yang kekal (dalam surga)".
قَاال َربَّنَا ظَلَ ْمنَا أَ ْنفُ َسنَا َوإِ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكونَ َّن ِم َن
ين
َ اس ِر ِ ْال َخ
Artinya:
Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan
jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya
mereka.
243
laki-laki ditegaskan secara khusus dalam 3 (tiga) ayat, yakni: Q.S Ali Imran
ayat 195, yang artinya: "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-
orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena)
Q.S An-Nisa ayat 124 yang artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal-amal
saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka
mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun” .
Q.S An- Nahl ayat 97 yang artinya: “Barang siapa yang mengerjakan amal
sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
ideal dan memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang
spiritual maupun karir professional, tidak mesti didominasi satu jenis kelamin
lelaki dan perempuan mempunyai derajat dan kedudukan yang sama. Oleh
ان َوإِيتَا ِء ِذي ْالقُرْ بَى َويَ ْنهَى َع ِن ْالفَحْ َشا ِء ْ
ِ إِ َّن هَّللا َ يَأ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإلحْ َس
َ َو ْال ُم ْن َك ِر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر
ُون
Artinya:
memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
244
kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu
dalam Q.S An-Nisa ayat 58 yang artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar;
Rahmatan Lil ‘Alamin. Jika ada penafsiran yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip
keadilan dan hak azasi manusia, maka penafsiran itu harus ditinjau kembali. Dalam
berasal dari keturunan yang sama, yaitu Adam dan Hawa. 387 Konsep ini melahirkan
Hubungan persaudaraan inilah yang membawa ke arah pemikiran bahawa setiap orang
387
Al-Qur‟an Surah an Nisa ayat 1 yang artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-
mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan
dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah
kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
245
harus menghormati, berkasih sayang sesama saudara. Oleh karenanya, kepentingan
secara umum keduanya baik laki-laki dan perempuan (hak dan kewajiban) mereka
diletakkan dan dibatasi oleh hak dan kewajibannya kepada Tuhan.388 Seperti
menjadi terbatas.
Oleh karena itu, dalam konsep Islam, setiap individu tidak boleh
diutamakan, dan menafikan kepentingan individu, maka akibat terburuk ialah potensi
individu menjadi tidak berkembang. untuk keperluan sedemikian inilah maka konsep
tersebut tidak menyebabkan perbedaan perlakuan atau penerapan hukum pada dirinya.
tentang asas keadilan berperspektif gender maka beberapa konsep keadilan yang dikaji
hanya berkaitan dengan bidang hukum (pembuatan peraturan hukum), pendidikan dan
kesehatan.
perkara penting. Hal demikian telah dicontohkan secara peribadi oleh Rasulullah
388
Zarkowi Soejoeti, "Manusia dalam pandangan Islam", dalam Mencari Konsep Manusia
Indonesia, Sebuah Bunga Rampai, tanpa tahun, hlm. 186.
246
“
Sesungguhnya Allah telah membinasakan orang-orang sebelum kamu,
kerana mengambil sikap, apabila yang melakukan pencurian orang telah terkemuka
di kalangan mereka membiarkannya, sementara bila yang mencuri orang yang lemah
(biasa) mereka menegakkan hukum atas orang tersebut, dan sesungguhnya aku
demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad melakukan pencurian, niscaya
aku akan potong tangannya.”389
bagi keluarga beliau sendiri. Konsep persamaan kedudukan dalam hukuman ini
terminologi rahmatan lilalamin (rahmat bagi seluruh alam). Hal ini seiring dengan
konsep hukum umum tentang equality before the law‟ (persamaan di hadapan
hukum).
Atas dasar pandangan yang demikian manusia harus bekerja keras untuk
daripada kepentingan khusus, hak milik harus diperoleh dengan cara yang halal,
bukan melalui perampasan, penipuan, pencurian atau sebab-sebab lain yang tidak
dibenarkan. Bersikap kasih sayang dengan orang miskin, suka menolong dan harus
bersikap adil terhadap sesama manusia tanpa memandang itu orang lain atau
kerabat sendiri yang semua dapat menjadi ciri dalam memaknai undang-undang dan
terhadap ilmu pengetahuan. Ini dapat dilihat dari betapa seringnya al-Qur’an
menyebut kata ilm dengan segala derivasinya yang mencapai lebih dari 800an
kali390. Dalam ayat yang pertama kali turun dalam Q.S al-A‘laq, ayat 1-5
389
Muslim, Shahih Muslim, juz V, Dar al-Fikr, Beirut, tanpa tahun, hlm 114
390
Ali Aljufri, Kedudukan Perempuan Menurut Al Quran, jurnal Musawa,Volume 3, No. 2, 2011,
hlm.242
247
yang artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Dari bunyi ayat tersebut tergambar dengan jelas betapa kitab suci al-Qur’an
petunjuk pertama adalah terkait dengan salah satu cara untuk memperoleh ilmu
pengetahuan, yang dalam redaksi ayat menggunakan redaksi iqra. Dalam konteks
modern sekarang makna iqra dekat dengan makna reading with understanding, yang
perlu mendapat perhatian adalah apapun aktifitas iqra yang kita kerjakan, maka
syarat yang ditekankan oleh al-Qur’an adalah harus bismirabbik (dengan nama
Tuhan). Hal ini mengandung arti bahwa dengan kalimat Iqra bismirabbik, al-
lambang segala aktifitas yang dilakukan oleh manusia baik yang sifatnya aktif
Jadikanlah seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuan semuanya demi
Allah Tuhanmu.
melakukan iqra dalam arti berusaha untuk selalu menuntut ilmu sesuai bidang
248
Ayat ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu adalah salah satu bentuk
ibadah yang bernilai tinggi yang harus dilakukan oleh setiap muslim/muslimah. Al-
Qur’an juga memberikan pujian kepada ulul albab yang berzikir dan memikirkan
kejadian langit dan bumi. Mereka yanng dinamai ulul albab tidak terbatas pada
lak-laki saja tetapi juga perempuan. Ini menunjukkan bahwa kaum perempuan
dapat berfikir, mempelajari dan mengamalkan apa yang telah mereka hayati
setelah berzikir dan apa yang mereka ketahui tentang alam raya ini.
As Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dianugrahi al
hikmah itu, ia benar-benar telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-
orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)”.
dan tidak menjadi orang yang bodoh. Allah sangat mengecam orang- orang yang
orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.
kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan
249
Kitab dan Hikmah (As Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar
menuntut ilmu itu wajib atas setiap laki-laki dan perempuan. (HR. Muslim).Prinsip
Islam yang meletakkan kesetaraan dan keadilan laki-laki dan perempuan dalam
aktivitas yang luas sebagaimana yang diisyaratkan al-Qur’an, harus ditunjang dengan
pendidikan yang memadai. Dalam hal ini pun Islam sangat menghargai pendidikan
itu sendiri.391 Sebagian tugas Nabi adalah untuk memberikan pengetahuan dan
laki-laki saja, tetapi juga secara khusus menyediakan harinya bagi para perempuan
pengajaranmu. Jadikanlah pula satu hari waktumu untuk mendidik kami”. Rasulullah
menjawab, “berkumpullah kalian pada hari tertentu dan tempat tertentu pula”. Lalu
beliau datang mengajarkan para perempuan itu apa yang sudah diajarkan Allah
mereka berkumpul pada hari tertentu agar Rasulullah dapat mendidik mereka. Ini
pendidikan perempuan.
391
Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang memberikan penghargaan kepada ilmu dan
pemangkunya. Al-Qur’an misalnya menyatakan: “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan” (Q. al-Mujadilah: 11). Dalam hadis Nabi disebutkan bahwa siapa saja yang pergi
menuntut ilmu, maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakan agama Allah) hingga ia
sampai pulang kembali (H.R. Tirmidzi)
392
Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari, dalam Raihain Putri, , 2012, Gender Strategi Bidang pendidikan,
TKPPA, Aceh, hlm 11
250
Studi lebih lanjut terhadap sumber-sumber Islam menunjukkan bahwa
pendidikan bagi setiap pribadi, baik laki-laki maupun perempuan tidak hanya sekedar
hak, tetapi juga kewajiban yang melekat pada setiap individu muslim. Itu sebabnya,
Nabi menyatakan bahwa: “Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap muslim
(laki-laki dan perempuan)”.393 Begitu kuatnya kewajiban menuntut ilmu ini, sehingga
di tempat yang terjauh sekali pun adalah kewajiban kaum muslim untuk meraihnya .
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Islam justru menumbangkan suatu sistem
sosial yang tidak adil terhadap kaum perempuan dan menggantikannya dengan
menjadi rujukan dari sekian banyak tokoh laki- laki. Sejumlah nama perempuan
terpandang karena kedalaman ilmunya. Pada masa Rasulullah Aisyah salah satu istri
beliau terkenal akan keluasan ilmunya, pada masa Khulafa Rasyidin, Ummu
tentang agama. Amrah binti Abdurahman misalnya sebagai seorang ahli fikih
sahabat.
393
Ibn Majah, , Ibid.
251
jiwa, akal, jasmani, harta, dan keturunan. Setidaknya tiga dari yang disebut di atas
berkaitan dengan kesehatan. Tidak heran jika ditemukan bahwa Islam amat kaya
dengan tuntunan kesehatan. Paling tidak ada dua istilah literatur keagamaan
Islam yaitu kesehatan yang berasal dari kata sehat dan afiat. Keduanya dalam
bahasa Indonesia, sering menjadi kata majemuk sehat afiat. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesra, kata afiat dipersamakan dengan sehat. Afiat diartikan sehat dan
tersebut, namun sejak dini perlu digarisbawahi satu hal pokok berkaitan dengan
kesehatan,yaitu melalui pengertian yang dikandung oleh kata afiat. Istilah sehat dan
jarang hanya disebut salah satunya (secara berdiri sendiri), karena masing-masing
kata tersebut dapat mewakili makna yang dikandung oleh kata yang tidak disebut.
bahwa kata sehat berbeda dengan kata afiat, karena wa yang berarti "dan" adalah
disebut pertama (sehat) dan yang disebut kedua (afiat), atas dasar itu, dipahami
dalam hadis-hadis Nabi Saw ditemukan sekian banyak doa, yang mengandung
252
diperbincangkan adalah hak perempuan atas kesehatan reproduksi. Kesehatan
reproduksi didefinisikan sebagai keadaan fisik, mental, sosial yang utuh dan aman
dalam segala hal yang berkaitan dengan sistim, fungsi-fungsi dan proses reproduksi.
persoalan yang luas pula. Ia antara lain menyangkut kesehatan alat-alat reproduksi
perempuan pra produksi (masa remaja), ketika produksi (masa hamil dan menyusui)
dan pasca produksi (masa menopouse). Persoalan-persoalan lain yang acap tertinggal
menentukan jumlah anak, hak-haknya untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari
semua pihak baik dalam sektor domestik maupun publik, hak untuk mendapatkan
yang mengacu pada aktivitas biologis yang berhubungan dengan organ kelamin baik
laki-laki maupun perempuan. Lebih dari sekedar soal hasrat tubuh biologis,
emosi, cinta, aktualisasi, ekspresi, perspektif dan orientasi atas tubuh yang lain.
mengekspresikan dirinya terhadap yang lain dengan arti yang sangat kompleks. Jadi
laki-laki maupun perempuan yang harus dikelola dengan sebaik-baiknya dan dengan
cara yang sehat. Dalam bahasa agama seks adalah anugerah Tuhan. Hasrat seks harus
253
dipenuhi sepanjang manusia membutuhkannya. Pengekangan atasnya bisa
menimbulkan krisis psikologi dan sosial. Islam mengabsahkan hubungan seks hanya
Tentang ini, bukan hanya Islam, melainkan juga agama-agama dan tradisi-tradisi
untuk kamu dari entitasmu sendiri pasangan, agar kamu menjadi tenteram dan Dia
menjadikan di antara kamu (relasi yang) saling mencinta dan merahmati (mengasihi).
Hal itu (seharusnya) menjadi renungan bagi orang-orang yang berpikir” (Q.S. ar-
Ada sejumlah tujuan yang hendak dicapai dari pernikahan ini. Pertama
254
(Isteri).”(Q.S. al Baqarah ayat. 187).
Dalam pernikahan yang halal hubungan seks dapat dilakukan dengan cara
anna syi’tum” (isterimu adalah bagaikan tempat persemaian bagimu, maka olahlah
persemaian itu dengan cara apapun dan bagaimanapun yang kamu kehendaki (Q.S. al
Baqarah , ayat 223). Adalah menarik bahwa Nabi Saw menganjurkan agar relasi
seksual suami isteri jangan seperti binatang. Lakukan lebih dulu “bercumbu dan
bicara manis”. Sementara Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Nabi mengatakan :
“Aku ingin tampil menarik untuk isteriku, sebagaimana aku ingin dia juga tampil
cantik untukku”.
terhadap seksualitas secara adil dan setara antara laki dan perempuan dalam posisi
Beberapa di antaranya tentang kewajiban isteri melayani hasrat seks suaminya, kapan
dan di mana saja dia mengingingkannya. Salah satu teks hadits menyatakan :
sedang berada di dapur atau di atas punggung unta”. Hadits lain bahkan
memperingatkan konsekuensi yang merugikan isteri jika dia menolak : “Jika seorang
suami menginginkan hubungan intim dan isteri menolak, maka dia (isteri) akan
Sementara itu, hal yang sama tidak berlaku bagi suami, hanya karena tidak
ada sebuah haditspun yang secara eksplisit menunjukkan norma kebalikan ini.
Pemahaman yang sederhana terhadap bunyi hadits ini menimbulkan sebuah persepsi
umum bahwa Islam telah mereduksi hak seksual perempuan dan bersikap
255
diskriminatif. Dalam banyak kasus faktual, hadits tersebut dijadikan senjata bagi
Pemahaman seperti ini tentu saja sangat simplistis dan konservatif. Ini boleh jadi
dilatarbalakangi oleh asumsi yang bias jender atau mitos belaka bahwa hasrat seksual
perempuan lebih rendah dari laki-laki. Jika benar demikian, mengapa hanya laki-laki
yang boleh Poligami padahal hasrat seksualitas antar manusia sangatlah relative.
Di pihak lain persepsi tersebut juga tidak sejalan dengan ayat al-Qur’an di
kepuasan dan tanpa kekerasan dalam bentuk apapun. Pemaksaan sepihak baik dalam
relasi seksual maupun relasi sosial tidak akan menghasilkan kejujuran dan keindahan,
malahan menghasilkan luka di hati dan di tubuh serta mengganggu kesehatan organ-
organ reproduksi dan otak (akal) intelektualnya, dan ini pada gilirannya berpotensi
melahirkan generasi yang tidak sehat dan tidak cerdas. Keerugiannya tidak hanya
konsep dasar Islam bahawa manusia di hadapan Allah SWT memiliki darajat yang
sama.
sosial Arab Jahiliyah. Proses pembebasan itu dapat dikenali dengan jelas dari
beberapa isu dalam Kitab Suci yang menyangkut pengecaman dan pengutukan
256
atas praktik- praktik Arab Jahiliyah berkenaan dengan perempuan yaitu :394:
Praktik yang amat keji ini timbul pada orang orang Jahiliah karena
pandangan mereka yang amat rendah kepada kaum perempuan, sehingga lahirnya
seorang bayi perempuan dianggap akan membawa beban aib kepada keluarga.
Praktik ini dibasmi total oleh al-Qur’an. Bahkan al-Qur’an menyebut bayi
perempuan yang lahir sebagai berita gembira dari Allah. Al- Qur’an mengutuk
melalui firman dalam Q.S At Takwir ayat 8-9 berupa gambaran tentang
pertanggungan jawab yang amat besar pada hari kiamat, dan dalam Q.S An Nah
ayat 58-59, berupa gambaran dalam nada kutukan tentang sikap orang Arab
2. Masalah al-‘ajal .
talak, sengaja untuk mempersulit hidupnya. Larangan ini ada dalam Q.S Albaqarah
“Dan jika kamu menalak perempuan, kemudian telah tiba saat (idah)
mereka, maka janganlah kamu menghalangi mereka untuk nikah dengan
(calon-calon) suami mereka jika terdapat saling suka antara mereka dengan
cara yang baik. Demikianlah dinasehatkan kepada orang dari kalangan kamu
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan itulah yang lebih suci bagi
kamu serta lebih bersih. Allah mengetahui, dan kamu tidak mengetahui‛.
3. Masalah al-qisamah
Yaitu suatu kebiasaan buruk yang cukup aneh di kalangan orang Arab
Jahiliyah, berupa larangan kepada kaum wanita dalam keadaan tertentu untuk
meminum susu binatang seperti kambing, onta, dan lain-lain, sementara kaum pria
394
Qurash Shihab, 1996, Wawasan al-Qur’an, Mizan, Bandung, hlm.303
257
Mereka (orang Arab Jâhiliyah) berkata, ‚Apa yang ada dalam perut
ternak ini melulu hanya untuk kaum pria kita, dan terlarang untuk isteri-isteri
kita.‛ Tetapi kalau (bayi binatang itu) mati, maka mereka (laki-perempuan) sama-
sama mendapat bagian. Dia (Allah) akan mengganjar (dengan azab)
pandangan mereka itu, dan sesungguhnya Dia Maha Bijak dan Maha Tahu‛.
4. Masalah al-zhihār,
Yaitu suatu kebiasaan buruk yang juga cukup aneh pada orang Arab
itu baginya seperti punggung (zhahr) ibunya, sehingga terlarang bagi mereka
untuk berbuat hal itu kepada ibunya sendiri. Kutukan terhadap praktik aneh
yang menyiksa perempuan ini diceritakan dalam Q.S. al Mujadalah ayat 1-3, yang
artinya:
5. Masalah al-îlā’,
itu tanpa batas waktu tertentu, dan dapat berlangsung sampai setahun atau
dua tahun. Al-qur’an membolehkan sumpah serupa itu jika memang diperlukan,
tapi hanya sampai batas waktu empat bulan, atau talak. Sumpah tidak
bergaul dengan isteri lebih dari empat bulan tanpa menceraikannya adalah
258
tindakan penyiksaan dan perendahan derajat kaum perempuan. Larangan atas
praktik ini terdapat dalam Q.S Al Baqarah ayat 226-227 yang artinya:
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka berazam (bertetap
hati untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.
nyata dari proses pembebasan perempuan dari kungkungan adat yang merampas
keadilan. Dalam hal inilah fungsi pemerintah bagi menegakkan keadilan dapat
berbagai kepentingan, baik individu maupun masyarakat agar tidak terjadi konflik
atau pertikaian. Oleh itu, dalam perpektif Islam, pemerintah wajib menegakkan
sekat agama, ras, suku maupun penyekat-penyekat lainnya yang dalam masa Islam
telah ditunjukkan oleh Nabi dan para sahabat penggantinya (khulafa‟ ar rasyidin).
keadilan adalah substansi hukum yang dalam pelaksanaannya harus selaras dengan
395
Mubyarto, Op.Cit hlm 21. Lihat juga Ziauddin Ahmad, 1998, al-Quran: Kemiskinan dan
Pemerataan Pendapatan, Dana Bhakti Wakaf Prima Yasa, Yogyakarta, hlm 24.
259
tujuan hukum lain yang ditetapkan dalam wahyu Tuhan. Namun keadilan menurut
roh atau intisari dari hukum. Keadilan yang seiring dengan roh hukum
disebut keadilan substansif.396 Oleh karena itu, konsep apa saja, dari siapa saja
adalah sah, dan umat Islam terikat untuk mengambilnya dan merealisasikannya.397
(rusak/tidak sah), dan umat Islam secara orang perorangan atau bersama-sama
Sistem keadilan Islam yang berawal sejak turunnya wahyu Allah S.W.T.
tentang syariah Islam, telah mempunyai peruntukan yang jelas, baik yang ada dalam
al-Qur‟an atau al Hadist. Firman Allah S.W.T. dalam Q.S al- Mukmin ayat 20 yang
artinya, “Dan Allah memutuskan hukum dengan adil…” pada asasnya merupakan
asas bagi pentingnya akses kepada keadilan dalam Islam. Hal demikian
pengamalan Islam, namun juga telah memberikan contoh amalan tersebut. Contoh
paling utama adalah daripada Allah sendiri telah berlaku adil dan memberikan
396
Masdar F. Mas'udi, Meletakkan Kembali Maslahat Sebagai Acuan Syari'ah‟ Jurnal Ilmu dan
Kebudayaan Ulumul Qur'an No.3, Vol. VI Th. 1995, hlm 97.
397
Muslim, Op.Cit. hlm.32
398
Masdar F. Mas'udi, Loc.Cit.
260
Perintah bagi menghadirkan hakim dalam hubungan suami isteri yang
mengalami perselisihan merupakan satu contoh tindakan nyata bentuk akses kepada
keadilan. Perkara-perkara yang sama juga dilakukan oleh para khulafaur rasyidin
tersebut menujukkan pentingnya perkara askes kepada keadilan dalam Islam. Hal ini
bagi keadilan yang mesti menjadi perintah, sementara tata cara bagi mendapatkan
dalam konsep Islam juga telah memberikan berbagai contoh saluran dan mekanisme
yang satu dan merendahkan yang lainnya399. Ajaran Islam tidak secara skematis
memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara satu dengan lainnya secara
biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan demikiann antara satu
dengan yang lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi dalam satu peran
dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi dalam peran-
peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil, melahirkan,
menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di lain pihak
ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan oleh kaum
399
Nasaruddin Umar, 1999, Kodrat Perempuan dalam Islam, Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan
Gender, hlm. 23.
261
laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.400
dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua amal yang
pada aspek substansi, dan bukan perkara formalitas atau prosedur saja, yang
lebih penting dalam menilai suatu keadilan dalam Islam adalah dengan
demikian, hal ini bukan bererti bersifat simbolik, memandangkan semua perkara
Tuhan. Dengan demikian, jelas bahawa yang utama pada perspektif Islam untuk
keadilan adalah maslahat yang bersifat universal. Dalam falsafah keadilan, maslahat
universal ini dapat dipersamakan dengan keadilan sosial. Berasaskan pada pemikiran
demikian, maka dapat ditemukan hubungan antara konsep falsafah keadilan pada
umumnya dengan falsafah keadilan Islam. Titik pertemuan tersebut adalah pada
konsep keadilan sosial yang dalam Islam disebut kemaslahatan. Meskipun pada
Selain itu, teori keadilan yang demikian juga menjadi landasan utama
syariah yang menegaskan bahawa hukum Islam disyari'atkan untuk mewujudkan dan
analogi bahawa keadilan merupakan perkara utama dalam falsafah hukum Islam atau
400
Ibid.
262
maqasid shariah. Sedangkan maqasid shariah bertujuan memberikan kemaslahatan.
D. Feminis Muslim dan Pemikiran untuk Keadilan dan Kesetaraan dan keadilan
secara umum mengalami keterasingan, di banyak negara dewasa ini, tidak ada jaminan
kesetaraan dan keadilan antara perempuan dan laki-laki dalam bidang sosial, politik,
pupuk, informasi tambahan, dan kredit dibandingkan wirausaha yang dikelola laki-
laki402.
Berkaca dari fakta-fakta tersebut, menjadi sesuatu yang penting ketika kita
dihadapkan pada tuntutan untuk memahami persoalan perbedaan gender ini secara
401
Andik Wahyun Muqayyidin, Pemikiran Islam kontemporenr Tentang Gerakan Feminisme Islam,
Jurnal Al-Ulum Volume. 13 Nomor 2, Desember 2013, hlm. 492.
402
Sukron Kamil, et al., 2007, Syari’ah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah terhadap
Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan, dan Non-Muslim, Jakarta, CSRC, hlm. 38
263
proporsional, sehingga diharapkan muncul pandangan-pandangan yang lebih adil dan
dipandang sebagai pemilik otoritas kebenaran. Kesulitan lebih jauh lagi adalah ketika
besar tak ada perbedaan antara feminisme Islam dengan feminisme yang berkembang
di dunia Barat, kecuali bahwa feminisme Islam berpijak pada teks-teks sakral
keagamaan404. Pengertian feminisme Islam mulai dikenal pada tahun 1990 an405,
dominasi laki-laki dalam penafsiran hadis dan al-Qur’an406. Melalui perspektif feminis
berbagai macam pengetahuan normatif yang bias gender, tetapi dijadikan orientasi
403
Marsudi, Bias Gender dalam Buku-Buku Tuntunan Hidup Berumah Tangga. Jurnal Istiqro’.
Vol. 07 No. 1, 2008, hlm. 68
404
Nurul Agustina, 2005, Gerakan Feminisme Islam dan Civil Society, dalam Islam, Negara dan
Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, Paramadina , Jakarta, hlm. 377
405
Andik, Op.Cit. hlm 503
406
Ibid, hlm. 504
264
menempatkan ideologi pembebasan perempuan dalam kerangka ideologi pembebasan
beberapa tokoh feminis muslim antara lain: Riffat Hassan (Pakistan), Fatima Mernissi
(Mesir), Nawal Sadawi (Mesir), Amina Wadud Muhsin (Amerika), Zakiah Adam, dan
Zainah Anwar (Malaysia), Asghar Ali Engineer, serta beberapa orang Indonesia
antara lain, Siti Chamamah Soeratno, Wardah Hafidz, Lies Marcoes Natsir, Siti
Ruhaini Dzuhayatin, Zakiah Daradjat, Ratna Megawangi, Siti Musdah Mulia, Mansoer
Fakih, Masdar F. Mas’udi, Budhy Munawar Rachman, Nasaruddin Umar, K.H Husein
Muhammad.
terhadap tafsir ayat-ayat al-Qur’an dan hadis yang dilakukan para intelektual
muslim, yang dikenal dengan sebutan feminis muslim408. Munculnya gagasan dan kajian
tersebut sesuai dengan semangat teologi feminisme Islam yang menjamin keberpihakan
Islam terhadap integritas dan otoritas kemanusiaan perempuan yang terdistorsi oleh
narasi-narasi besar wacana keislaman klasik yang saat ini masih mendominasi proses
Seperti dikemukakan oleh Baroroh,410 bahwa ada dua fokus perhatian pada
muslim tidak berakar pada ajaran Islam yang eksis, tetapi pada pemahaman yang bias
laki-laki yang selanjutnya terkristalkan dan diyakini sebagai ajaran Islam yang baku.
Kedua, dalam rangka bertujuan mencapai kesetaraan dan keadilan perlu pengkajian
407
Siti Ruhaini Dzuhayatin, dkk. 2002, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender
dalam Islam, Pustaka Pelajar Yogyakarta, hlm. 22.
408
Wiyatmi, Konstruksi Gender dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El- Khalieqy, Jurnal
Humaniora, Vol. 22 No. 2. 2010, hlm. 200.
409
Siti Ruhaini Dzuhayatin, dkk. Op.Cit., hlm 22.
410
Umul Baroroh, 2002, Feminisme dan Feminis Muslim, dalam Pemahaman Islam dan
Tantangan Keadilan Gender, Gama Media, Yogyakarta hlm. 201.
265
kembali terhadap sumber-sumber ajaran Islam yang berhubungan dengan relasi gender
dengan bertolak dari prinsip dasar ajaran, yakni keadilan dan kesamaan derajat.
Salah satu karya yang cukup jernih membicarakan kedudukan perempuan dalam
pandangan al-Qur’an ditulis oleh salah seorang pemikir feminis kelahiran Malaysia,
Amina Wadud Muhsin, yang sekarang ia tinggal di Amerika Serikat menjabat salah
satu Guru Besar di Departemen Filsafat dan Studi Agama pada Universitas
bahan kajian terhadap pemikiran feminismenya adalah Qur’an and Woman (1992).
Amina wadud pernah membuat geger para ulama dunia, termasuk Syeikh Yusuf al-
Qardawi, ketika ia menjadi khatib dan imam shalat Jum’at di New York City tanggal
18 Maret 2005. Juga terbit buku Amina yang berjudul Inside the Gender Jihad:
Women’s Reform in Islam tahun 2006. Dalam bukunya Qur’an and Woman, Amina
pokok bahasan tertentu sesuai dengan minat dan kemampuan mufassirnya, seperti
hukum (fiqh), nahwu, sharaf, sejarah, tasawuf dan lain sebagainya. Model tafsir ini
lebih bersifat atomistik. Artinya, penafsiran itu dilakukan atas ayat per ayat dan
tidak tematik sehingga pembahasannya terkesan parsial, di samping tidak ada upaya
untuk mendiskusikan tema-tema tertentu menurut al-Qur’an itu sendiri. Mungkin ada
menggunakan antara ide, struktur sintaksis atau tema yang serupa, sehingga sang
lanjut, menurut Amina Wadud, tafsir model tradisional terkesan eksklusif, ditulis
266
hanya oleh kaum laki- laki, sehingga hanya kesadaran dan pengalaman kaum laki-laki
perempuan mestinya masuk pula di dalamnya sehingga tidak terjadi bias patriarki yang
bisa memicu ketidakadilan gender. Disadari atau tidak, seseorang sering menggunakan
Kedua, corak tafsir reaktif yaitu tafsir yang berisi reaksi para pemikir modern
terhadap sejumlah hambatan yang dialami perempuan yang dianggap berasal dari al-
Qur’an. Persoalan yang dibahas dan metode yang digunakan sering berasal dari
gagasan kaum feminis dan rasionalis, namun tanpa disertai analisis yang
Ketiga, tafsir holistik yaitu tafsir yang menggunakan seluruh metode penafsiran
dan mengaitkan dengan pelbagai persoalan sosial, moral, ekonomi, politik, termasuk
isu-isu perempuan yang muncul pada era modern. Amina Wadud masuk dalam
kategori ini. Model ini mirip dengan yang ditawarkan Fazlur Rahman dan al- Farmawi.
waktu tertentu dalam sejarah dengan keadaan umum dan khusus yang menyertainya
Karenanya, ia tidak dapat direduksi atau dibatasi oleh situasi historis pada saat
ditafsirkan ulang. Ide ini senada dengan pernyataan Syahrur dalam bukunya al-Kitab
wal Qur’an Qira’ah Mu’asirah. Sikap tersebut merupakan konsekuensi logis dari
411
Amina Wadud Muhsin, 1994, Qur’an and Woman, Fajar Bakti Sdn bhd , Kuala Lumpur:,
hlm. 1-2
412
Ibid, hlm. 3
267
diktum yang menyatakan bahwa al-Qur’an itu salih li kulli zaman wa makan. Oleh
karena itu, hasil penafsiran al-Qur’an harus selalu terbuka untuk dikritisi setiap
saat413.
cukup ringkas dan terkesan simpel, namun, dalam buku tersebut ia menonjolkan
menginginkan suatu keadilan dan kerja sama antara kedua jenis kelamin tidak hanya
pada tataran makro (negara, masyarakat), tetapi juga sampai ke tingkat mikro
(keluarga).
sebuah harem di kota Fez, Maroko bagian utara pada tahun 1940, dari
dua kultur keluarga yang berbeda, yaitu lingkungan keluarga ayahnya di kota Fez,
ibunya, yaitu rumah neneknya Lalla Yasmina, yang berada jauh dari perkotaan,
harem diwujudkan dalam bentuk rumah yang dikelilingi oleh kebun yang luas. Di
rumah neneknya ini, Mernissi mendapat pengalaman berharga tentang kesetaraan dan
keadilan sesama manusia414., arti keterkungkungan dalam harem, serta hubungan sebab
akibat antara kekalahan politik yang dialami kaum muslim dengan keterpurukan yang
dialami perempuan
413
Abdul Mustakim, 2003, Amina Wadud: Menuju Keadilan Gender, dalam Pemikiran Islam
kontemporer, Jendela, Yogyakarta , hlm 68-70.
414
Amal Rassam, 1995, Fatima Mernissi, dalam The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic
World, Oxford University , Oxford, hlm. 93
268
intelektualnya dimulai sejak kecil, baik dalam keluarga maupun dalam pendidikan
dalam kaitannya dengan pola hubungan laki-laki dan perempuan, serta dominasi laki-
laki dalam sistem masyarakat yang patriarkhi415., dapat terlihat dari karya-karya yang
telah ditulisnya.
Modern Muslim Society (1975), The Veil and the Male Elite (1987), Equal before Allah
Enquairy (1991), Islam and Democracy: Fear of the Modern World (1992), The
perempuan416
al-Ahzab ayat 53, yang oleh para ulama dijadikan dasar lembaga hijab. Berdasarkan
pemahaman ini terjadi pemisahan bahwa hanya laki-laki yang boleh memasuki sektor
historisnya.
perempuan, atau sering disebut dengan hadits misoginis, yang menurutnya rangkaian
sanadnya, seperti Abu Bakrah harus diteliti latar belakang kehidupannya. Di samping
415
Nurul Agustina, 1999, Melacak Akar Pemberontak Fatima Mernissi, dalam Fatima Mernissi,
Dreams of Trespas; Tales of Harem Girlhood, terjemahan oleh Ahmad Baiquni, Mizan, Bandung hlm.
xiv
416
Nur Mukhlish Zakariya, Kegelisahan Intelektual Seorang Feminis (Telaah Pemikiran
Fatima Mernissi Tentang Hermeneutika Hadits), Jurnal KARSA, Vol. 19 No. 2. 2011, hlm.125.
269
juga harus diteliti kembali. Dengan menganalisis proses penafsiran ala Mernissi, maka
pendekatan hermeneutik hadits. Pengertian yang demikian ini didasarkan atas usahanya
mengatakan bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan itu setara. Kesetaraan dan
keadilan antara laki-laki dan perempuan itu didasarkan atas nash. Dia menceritakan
pria yang disebutkan dalam al-Qur’an, yang kemudian turunlah ayat yang berkaitan
dengan kesetaraan dan keadilan seperti dalam Q.S Al-Ahzabayat 35, merupakan bukti
tentu saja sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta analisis hermeneutiknya,
nampaknya dekonstruksi penafsiran terhadap teks, merupakan hal yang penting untuk
sebenarnya bukanlah dibakukan oleh nash atau teks-teks agama. Akan tetapi, semuanya
itu terbentuk oleh sebuah konstruksi sosial yang didasarkan atas kepentingan laki-
laki. Akhirnya, konstruksi sosial yang sedemikian kuatnya, menjadikan struktur sosial
tersebut mewujud dalam bentuk masyarakat patriarkhi, yang didukung pula oleh produk
peran sosial, budaya, negara yang sama. Demikian juga halnya dalam Islam tidak hanya
menuntut kaum laki-laki saja yang melakukan perubahan dan tanggung jawab sosial,
417
Ibid, hlm.127
418
Ibid, hlm.130
270
ekonomi, politik dan kenegaraan, kaum perempuan juga dituntut berpartisipasi.
Sebagaimana firman Allah dalam surat at-Taubah dan al-Isra: “Orang- Orang yang
percaya kepada Tuhan yang Maha Esa, laki-laki dan perempuan saling membantu
dalam kerja-kerja mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran” (Q.S. At-
Taubah ayat 7. Demikina juga halnya dalam surat al-Isra‟: “Dan Sesungguhnya telah
Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan lautan, Kami
beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dari kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan” (Q.S. Al Isra ayat 70).
Konsep gender dalam Al-Qur‟an secara akademis tidak dapat disangkal, tetapi
pada tataran aplikasi mungkin terjadi diskursus pemikiran, tafsir atau takwil. Terlebih
pada lapangan hukum Islam atau fiqh, dimana pengakuan kesetaraan dan keadilan
gender mengalami pasang surut sesuai dengan evolusi dan kontinuitas fiqh. Di
kalangan pemerhati gender bahwa fiqh klasik berpandangan terjadi bias interpretation
mujtahid masih memposisikan perempuan pada garis marjinal, seperti pesan al-Qur‟an
tentang kesetaraan dan keadilan gender tidak bisa diterima dalam konteks kesetaraan
dan keadilan dibidang hukum, misalnya masih ada larangan pemimpin Islam dari
kalangan perempuan, saksi di muka pengadilan, menjadi hakim, dan pembagian waris.
hakim dalam menangani perkara-perkara perdata dan perkara lain yang menyangkut
perempuan menjadi hakim dalam segala perkara. Meskipun dikatakan bahwa pada
umumnya pakar hukum Islam era klasik tidak memberi peluang kepada kaum
perempuan untuk berperan aktif dalam mengatur masyarakat atau dalam kancah
politik, tetapi tidak menutup kemungkinan ide semacam itu juga masih dijumpai dalam
271
masyarakat kontemporer. Diantara ulama kontemporer yang tidak membolehkan
melayani suami, berpergian dengan izin suami, membatasi ruang perempuan untuk
meraih pendidikan, dan karir yang lebih baik. Dalam hal ini kritik bias gender lebih
nampak ketika membahas perempuan melalui kitab-kitab fiqh klasik. Apabila dicermati
kitab-kitab fiqh memang lebih maskulin, seolah-olah lebih berpihak kepada kaum laki-
laki dan secara khusus tidak akan ditemukan bab-bab yang membahas tentang
lebih berpihak kepada kaum laki-laki dan secara khusus tidak akan ditemukan bab-bab
yang membahas tentang perempuan420. Dalam wacana kritik hukum Islam terdapat
Islam memberikan ruang yang terbatas bagi perempuan, pandangan ini berangkat dari
pemikiran perempuan adalah makhluk yang lemah dan berotot kurang kuat, sehingga
harus dilindungi pada segala segi kehidupan, atas pandangan inilah laki-laki lebih
terhadap fiqh atau hukum Islam, yang menuntut persamaan hak laki-laki dan perempuan
sama secara mutlak. Sekitar tahun 1960-an dan 1970-an, kebanyakan dari feminisme
dan teori feminis telah disusun dan difokuskan pada permasalahan yang dihadapi oleh
419
Hulwati, Memahami kesetaraan Gender Dalam Fiqh, Jurnal Ilmiah Kajian Gender, Volume V,
No. I, 2015, hlm. 26
420
Ibid.
421
Rahim Afandi Abdul dan Mohd Anwar Ramli, Tanpa tahun, Pemikiran Teologi Islam di
Malaysia; satu Analisis: UPSI. hlm. 84.
422
Jajat Buharnudin, Oman Fathurahman, 2004, Tentang Perempuan Islam, Wacana dan Gerakan,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.184
272
permasalahan-permasalahan tersebut diklaim sebagai persoalan universal mewakili
seluruh perempuan. Sejak itu, banyak teori-teori feminis yang menantang asumsi bahwa
kepentingan yang serupa. Para aktivis feminis muncul dari beragam komunitas dan
teori-teorinya mulai merambah kepada lintas gender dengan berbagai identitas sosial
Banyak kalangan feminis saat ini berargumen bahwa feminisme adalah gerakan
yang muncul dari lapisan bawah yang berusaha melampaui batasan-batasan yang
didasarkan pada kelas sosial, ras, budaya dan agama, yang secara kultural dikhususkan
dan berbicara tentang isu-isu yang relevan dengan perempuan dalam sebuah
epistimologi, sehingga bias gender kaum liberalis lebih menuntut rekontruksi fiqh dan
re-interpretasi termasuk metode ijtihad fiqh yang dipandang lebih berorientasi kepada
historical. Bahkan kelompok fiqh liberal yang bercorak progresif menafikan teori ushul
fiqh yang dibangun oleh imam Syafi‟iy dan imam Hanafi sebagai pelopor metode
Kaum kolaboratif mungkin lebih arif memandang bias gender dalam wacana
hukum Islam, teori kolaboratif bukan jalan tengah dari teori konservatif dan liberal,
tetapi lebih berfikir bahwa fiqh dan metodenya yang dibentuk oleh ulama klasik
merupakan awal diletakannya ilmu fiqh dan ushul fiqh secara konprehensif, deduksi
induksi, dan bermuatan sebuah sistem yang lengkap dalam disiplin penemuan hukum
Islam (fiqh), seperti halnya ilmu hukum modern mengalami evolusi hingga membentuk
disiplin ilmu hukum yang signifikan. Fiqhpun begitu mengalami evolusi melalui
tahapan- tahapan yang dikenal dengan Tasyri Islami. Bagaimanapun pada konteks awal
423
Hulwati, Op.Cit, hlm. 27
273
fiqh harus dipahami sebagai ilmu yang baru meletakan asas-asas fiqh yang bersifat
umum dan mendasar, kemudian fiqh terus berkembang hingga pada konteks modern
atau kontemporer, dimana fiqh telah mengembangkan teori ushul fiqh dengan teori-teori
pemikiran kaum feminisme barat menolak konsepsi fiqh klasik atau fiqh modern yang
masih streotype dan tidak melakukan reinterprestasi fiqh yang lebih simpati kepada
Gender. Feminisme dalam bahasa sederhana adalah tidak hanya menyangkut persoalan
dalam melihat isu gender dan perempuan dan bagaimana hal ini menunjukkan serta
adalah:
konstruksi sosial.
b. Dari perspektif feminis, kita tidak dapat membuat perbedaan yang jelas
Sehubungan dengan itu, Asghar Ali Engineer, Fatima Mernissi dan Amina Wadud,
424
Stean, dalam Hulwati, Ibid. hlm.29
274
pemikir Islam modern ini berpandangan perempuan dalam Islam memiliki posisi
yang sejajar dengan kaum laki-laki. Eksistensinya sama sebagai hamba Allah yang
memiliki proses reproduksi kemanusiaan yang sama, bahkan Al-Qur‟an baik laki-
laki dan perempuan memiliki tugas sama yaitu sebagai khalifah di muka bumi dan
sebagai penguasa atau pemimpin. Karena itu laki-laki dan perempuan memiliki superior
yang sama. Perbedaannya hanya terjadi pada hal kodrati yang dimiliki oleh kaum
perempuan dan laki- laki, sepeti melahirkan bagi perempuan, berotot kuat bagi kaum
laki- laki tetapi aspek kodrati bukan menunjukan berbeda segala hal, perbedaannya
hanya terjadi pada fungsional biologis fisik saja tidak kepada eksistensi, posisi, dan
martabat.
Asghar Ali dan Fatima Mernissi sepakat mengkritik fiqh klasik yang dinilai
feminisme dan Islam relatif dimulai sekitar akhir tahun 1980-an tentang tulisan
Riffaat Hasan dalam jurnal “Sejajar di hadapan Allah”, masih di sekitar tahun
Wahdud Mushin dengan bukunya “Perempuan di dalam Al-Qur‟an”, karya Asghar Ali
Engineer yang berjudul “Perempuan dalam Islam” dan karya Mazhar ul-Haq Khan
“Perempuan Islam Korban Patologi Sosial dan sebagainya. Mailoa Marantika, dengan
bukunya Menjadi Muslim apa Maknanya, berisi gugatan Raffat Hassan dan Fatimah
lebih memfokuskan pada dua hal penting. Pertama, ketidaksetaraan antara laki-laki dan
425
Herbert Scurman, tanpa tahun, Agama dalam Dialog, Pencerahan, Peramalan, dan Petunjuk
Masa Depan, Gunung Agung , Jakarta, hlm.443.
275
perempuan dalam struktur sosial masyarakat muslim tidak berakar pada ajaran Islam
yang eksis, tetapi pada pemahaman yang bias laki-laki yang selanjutnya terkristalkan
dan diyakini sebagai ajaran Islam yang baku, dan kedua, dalam rangka bertujuan
ajaran Islam yang berhubungan dengan relasi gender dengan bertolak dari prinsip
Apa yang diagendakan oleh kaum feminis Islam yang memiliki sudut pandang
fiqh patriarhki sebagai sumber dari kebencian dan penindasan bagi kaum perempuan
dalam wilayah fiqh juga sangat lemah426. Yang menjadi dalil kaum feminis adalah
ketidakadilan, tanggung jawab perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga, terasa
laki-laki lebih superior dari kaum perempuan. Pandangan seperti ini justru bagi kaum
feminis sudah menempatkan pendapat fiqh sesuatu yang final. Kemajuan yang dicapai
perempuan pada masa sekarang secara nyata menolak mutlaknya superioritas laki-laki.
Sebab Fiqh harus dipandang sebagai pendapat sosiologis dan kontekstual. Posisi
perempuan berada di bawah kendali laki-laki bukan hal yang salah apabila secara
sosiologis menghendaki demikian. Nabi Muhammad saw. ketika menikah dengan Siti
dalam menjalankan kerasulannya. Begitu juga kepada Siti Aisyah berperan dalam
membantu nabi dalam wilayah politik, perseteruan kaum muslim dan kaum non muslim.
Apabila memahami fiqh sebagai ijtihad tidak lepas dari kepentingan sosiologis.
Ketika fiqh diciptakan maka fiqh bukan hal yang stagnan, tetapi wilayah yang
berkembang, relatifitas dalam fiqh tetap berlaku. Artinya, bahwa fiqh dapat berubah
276
dan teknologi. Sebagaimana dipaparkan dalam qaedah fiqh: “Berubah dan berbedanya
fatwa sesuai dengan perubahan tempat, masa, perubahan sosial, niat dan adat kebiasaan.
Karena itu pemahaman fiqh dengan paradigma seperti ini bukan terbatas pada hubungan
laki-laki perempuan dalam ruang domestik (suami-isteri), tetapi juga berlaku untuk
semua masalah hubungan kemanusiaan yang lebih luas atau persoalan partikular lainnya
Rekontruksi gender dalam fiqh justru hanya sebagai ungkapan progresif, tidak
bernuasa paradigma fiqh yang kokoh dan tercabut dari bangunan yang dirintis menjadi
suatu teori metodologi hukum Islam. Hanya saja harus dipahami sebagai kontinuitas
fiqh dan ushul fiqh yang tidak tercabut dari akar sejarahnya. Ushul fiqh pada masa
teori-teori ushul fiqh dengan obyek yang sifatnya baru, sebagai alat reproduksi dapat
saja terjadi benturan material teori dan obyek masalah, maka opsi yang terbentuk dari
ushul fiqh melakukan proses pembaharuan, dan terjadi senyawa yang menemukan
solusi terhadap permasalahan yang muncul saat ini428. Proses inovasi dan kreativitas
ushul fiqh inilah merupakan kerja rekonstruksi ushul fiqh, begitu juga yang terjadi
Teori kontinuitas fiqh sangat terlihat pada persoalan gender melihat metodologi
yang dibangun oleh Yusuf al-Qardhawi, perubahan ijtihad bias gender dalam
metodologi. Pertama dengan jalan ijtihad intiqa‟i atau bermazhab, kedua dengan
429
jalan ijtihad insya‟i (ijtihad kreatif) . Ijtihad kreatif untuk masalah-masalah
427
Husein Muhammad, 2001, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana agama dan Gender
PT LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta, hlm. 22
428
Amir Syarifuddin, 2005, Meretas Kebekuan Ijtihad Isu-isu Penting Hukum Islam Kontemporer
di Indonesia, Ciputat Press, Jakarta, hlm.4
429
Yusuf Al-Qardhawi, 1995, Ijtihad Kontemporer Kode Etik dan Berbagai Penyimpangan,
277
kontemporer termasuk bias gender oleh Amir Mu‟allim dibagi kepada tiga wilayah
ijtihad kontemporer yaitu Bayani, Qiyasy dan istishlahy430. Secara umum isu-isu gender
ushul fiqh dengan pendekatan studi Islam dan sains teknologi sebagai metodologi
ijtihadnya. Ilmu Ushul fiqh dapat dibedakan menjadi dua bagian besar, yaitu
memandang fiqh sesuatu yang final, dalam pemetaan hukum Islam, fiqh
merupakan produk ijtihad yang dinamis . Fiqh dapat berkembang dan melakukan
ilmu pengetahuan tekhnologi, sehingga tidak perlu upaya rekonstruksi fiqh karena fiqh
dan ushul fiqh telah melakukan relasi dialogis komunikatif integratif terhadap
persolan baru yang berkembang, padahal klaim bias gender hanya terjadi pada furuiyah
status otonomi khusus pada tahun 2001 melalui UU No. 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Bersama Papua, Aceh
merupakan kawasan yang paling bergejolak dengan potensi kepada disintegrasi dari
dengan perlakuan khusus. Kehendak ini diperjuangkan dengan sejumlah alasan penting.
278
Dari sejumlah alasan yang berkembang, alasan yang paling kuat adalah alasan
kesejarahan.
Sumatera. Gubernur Sumatera pada waktu itu juga dipegang oleh orang Aceh bernama
Mr. Tengku Mohamad Hasan. Pada tanggal 5 April 1948, melalui UU No. 10 Tahun
lepas dari Provinsi Sumatera Utara. Namun, setelah Republik Indonesia kembali ke
1950, Provinsi Aceh kembali ditetapkan menjadi salah satu karesidenan dalam Provinsi
memenuhi aspirasi dan tuntutan rakyat Aceh, pemerintah mengubah kembali status
Keresidenan Aceh menjadi daerah otonom Provinsi Aceh. Kebijakan tersebut tertuang
dalam UU No. 24 Tahun 1956 tentang “Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Atjeh
keamanan Aceh adalah setelah Pemerintah Pusat, melalui Perdana Menteri Hardi, pada
tahun 1959, mengirimkan satu misi khusus yang dikenal dengan nama Misi Hardi. Misi
ini menghasilkan pemberian status Daerah Istimewa kepada Provinsi Aceh melalui
432
Kemitraan, 2008, Kebijakan Otonomi Khusus di Indonesia, Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pemerintahan di Indonesia, Jakarta, hlm. 14
279
Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia No. 1/Missi/1959. Dengan predikat
tersebut, Aceh memperoleh hak-hak otonomi yang luas di bidang agama, adat, dan
pendidikan. Status ini dikukuhkan dalam Pasal 88 UU No. 18 Tahun 1965 tentang
pada era pemerintahan Orde Baru, melalui UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-
kesempatan kepada masyarakat Aceh untuk menjalankan syariat Islam atau memelihara
adat, malahan sumber daya alam mereka dieksploitasi besar- besaran dan desa mereka
diseragamkan seperti desa di Jawa. Ini pada gilirannya mengakibatkan kemarahan dan
bahkan perlawanan rakyat Aceh secara fisik lewatGerakan Aceh Merdeka (GAM)
Dibandingkan daerah lain, Aceh memperoleh dua kali atribut otonomi khusus.
Pertama, melalui UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi NAD.
2. bahwa salah satu karakter khas dalam sejarah perjuangan rakyat Aceh
adalah adanya ketahanan dan daya juang yang tinggi yang bersumber
280
pada pandangan hidup, karakter sosial, dan kemasyarakatan dengan
budaya Islam yang kuat sehingga Daerah Aceh menjadi daerah modal bagi
pertimbangannya adalah:
281
3. bahwa ketahanan dan daya juang tinggi tersebut bersumber dari pandangan
hidup yang berlandaskan syariat Islam yang melahirkan budaya Islam yang
kuat, sehingga Aceh menjadi daerah modal bagi perjuangan dalam merebut
5. bahwa bencana alam gempa bumi dan tsunami yang terjadi di Aceh telah
budaya Islam yang kuat pada masyarakat Aceh, sehingga salah satu isu yang paling
menonjol dalam pemberlakuan otonomi khusus diAceh adalah penerapan Syariat Islam
dalam segala aspek kehidupan masyarakat Aceh (Islam Kaffah). Pemberlakuan syariat
Islam di Aceh memiliki sisi yang berbeda, berupa sisi keindonesiaan, yaitu
pemberlakuan syariat Islam di Aceh ditujukan untuk mencegah agar Aceh tidak
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dari sisi ini dapat
dilihat bahwa proses-proses pemberlakuan syariat Islam di Aceh bukanlah suatu proses
yang asli dan alamiah, tapi lebih merupakan suatu pergeseran dan kebijakan politik
282
ketidakpuasan Aceh terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah pusat, dan lebih
Aceh. Nanggroe Aceh Darussalam di kenal dengan sebutan seramoe Mekkah (serambi
Mekkah). Nafas Islam begitu menyatu dalam adat budaya Aceh sehingga aktifitas
budaya kerap berazaskan Islam. Syariat Islam secara kaffah dideklarasikan pada tahun
2001, pro dan kontra terus bermunculan sampai sekarang. Keterlibatan pemerintah
dituding ada unsur politik untuk memblokir bantuan Negara non muslim terhadap
Dari sudut sosio–budaya, masyarakat Aceh pada dasarnya menampilkan adat dan
Islam sebagai unsur yang dominan dalam mengendalikan gerak masyarakat. Agama
Islam telah membentuk identitas masyarakat Aceh sejak masa awal penyebarannya
keluar jazirah Arab.433 Nilai-nilai hukum dan norma adat yang telah menyatu dengan
434
Islam merupakan pandagan hidup (way of life) bagi masyarakat Aceh. B.J Bollan,
Islam terhadap hukum adat telah meliputi semua bidang hukum, sehingga dapat
dikatakan bahwa hukum Islam dan hukum adat telah melebur menjadi satu hukum.
Adagium yang masih dipegang masyarakat Aceh, “adat bak po teummeurehum, hukum
bak Syah Kuala, qanun bak Putro Pahang, reusum bak Laksamana 436
Upaya pelaksanaan syariat Islam di Aceh, dapat dikatakan bahwa pemimpin Aceh
433
Yusni Saby, M. Jakfar Puteh, 2012, Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh, Grafindo
Litera Media, Yogyakarta , hlm. xxxi.
434
Abidin Nurdin, “Revitalisasi Kearifan Lokal di Aceh: Peran Budaya Dalam Menyelesaikan
Konflik Masyarakat”, Jurnal Analisis, Vol. XIII No. 1 Juni 2013, hlm. 139.
435
Hasnil Basri Siregar, “Lessons Learned From The Implementation Of Islamic Shari’ah
Criminal Law In Aceh, Indonesia” , Journal of Law and Religion, Vol. 24, No. 1 2008/2009 hlm. 143-176,
147. http://www.jstor.org/page/info/about/ policies/terms.jsp (diakses pada tanggal 16 Maret 2015 ).
436
Mohd. Din, 2009, Stimulasi Pembangunan Hukum Pidana Nasional dari Aceh Untuk
Indonesia Unpad Press, Bandung , hlm. 38
283
sejak awal kemerdekaan sudah meminta izin kepada Pemerintah Pusat untuk
komponen di Aceh, salah satunya adalah Gabungan Saudagar Indonesia Daerah Aceh
kemudian membentuk panitia pengumpulan dana dan T.M Ali Panglima Polem
ditunjuk sebagai ketuanya. Pada akhirnya dana yang dibutuhkan terkumpul dan
digunakan untuk pembelian dua pesawat Dakota439. yang kemudian diberi nama
agar diizinkan pemberlakuan syariat Islam di Aceh hal ini dilakukan karena Aceh
merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Presiden Soekarno setuju,
akan tetapi tidak bersedia menandatangani surat persetujuan yang disodorkan oleh
Beureu’eh kepadanya.441 Dua tahun setelah kunjungan Soekarno ke Aceh yang bertepatan
284
gubernurnya.442 Tetapi belum genap setahun Pemerintahan Aceh berjalan, kebijakan
Pemerintah Pusat kembali berubah pada tahun 1950 Provinsi Aceh dilebur dan disatukan
kedalam Provinsi Sumatera Utara dan dijadikan keresidenan Aceh.443 Bagi para pejuang
Aceh, dengan dijadikannya Aceh sebagai keresidenan, para pejuang tersebut merasa
kecewa dan menimbulkan kemarahan kepada Pemerintah Republik Indonesia dan juga
syariat Islam yang dijanjikan tidak pernah direalisasikan oleh pusat (Jakarta).444 Hal
provinsi Aceh. Pada taggal 21 September 1953 terjadilah pembrontakan pertama DI/TII
di Aceh pasca kemerdekaan Indonesia yang dipimpin langsung oleh Daud Beureu’eh,
Pusat di Jakarta.445
Swatantra Aceh Daerah Swatantra Tingkat I Aceh. Pada tahun 1958 atau dua tahun
446
setelah keluarnya UU No. 24 Tahun 1956 keluarlah Ikrar Lamteh yang pada intinya
kedua belah pihak sepakat menghentikan kontak senjata dan mengusahakan jalan terbaik
285
pembrontakan DI/TII dibawah kepemimpinannya, maka sejak saat itu dihasilkan
maklumat konsepsi pelaksanaan unsur-unsur syariat Islam bagi daerah Istimewa Aceh.
Sehingga konflik yang berlangsung dari tahun 1953 dapat diakhir pada tahun 1959
448
dengan jalan damai, Daud Breu’eh beserta kaum ulama dan pengikutnyapun turun
merupakan hal yang wajar mengingat sejarah dan besarnya jasa masyarakat Aceh
terhadap pembentukan Negara Kesatuan Indonesia dan Kemerdekaan NKRI pada tahun
1945. Pada bulan Mei Tahun 1959 Pemerintah Pusat mengutus Mr. Hardi untuk
pertemuan dengan Deleglasi Dewan Revolusi Darul Islam (DDRDI) yang dipimpin oleh
Ayah Gani Usman. Hasil penting dari perundingan ini adalah bahwa Pemerintah Pusat
status istimewa kepada Aceh dalam artian dapat melaksanakan otonomi daerah yang
seluas-luasnya terutama dalam bidang agama, pendidikan dan adat istiadat. Status ini
republikan dalam DI/ TII. Daud Breue’eh memandang bahwa sebutan istimewa bagi
Aceh itu belum memiliki subtansi dan bentuk kongkret apapun. Oleh karena itu ia
kembali masuk kedalam hutan bersama pengikutnya dan melakukan perang gerilya.
448
Otto Samsudin Ishak, 2001, Dari Maaf Ke Panik Aceh Sebuah Sketsa sosiologi Politik, : LSPP,
Jakarta, hlm. 40.
449
Marwati Djoened, Poesponegoro dkk., Op. Cit, .hlm. 365
450
Taufik Adnan, Amal, dan Samsu Rizal, Panggabean, Op.Cit., hlm. 21.
286
Pada tanggal 18-22 Desember 1962 diadakan suatu acara akbar di Blang padang,
tentang Pemerintahan Desa. Dengan adanya UU ini struktur gampong dan mukim serta
segala perangkatnya tidak berlaku lagi, perangkat pemerintahan lokal ini digantikan
dengan struktur baru yang bersifat nasional, dengan begitu struktur lokal yang menjadi
basis kehidupan masyarakat di desa menjadi kurang berperan. Pada tahun 1976 benih-
benih komflik mulai muncul lagi, hal ini ditandai dengan keputusan Hasan Tiro yang
memproklamirkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Pidie, pada awal tahun 1977,
dengan alasan bahwa Indonesia adalah sebagai “neokolonial”yang menjajah Aceh dan
451
sejarah yang perlu segera dikoreksi . Memisahkan Aceh dari Indonesia merupakan
tujuan GAM. Dengan alasan itupulalah Hasan Tiro mmenjadi incaran aparat keamanan
pengaruh GAM di Aceh pada saat itu, tapi gagalmenangkap Hasan Tiro. Hasan Tiro
Periode ini adalah periode yang berlarut-larut dan berlangsung lama. Periode ini
sendiri dibagi kepada tiga generasi,453 generasi pertama atau generasi penggerak
awal dipelopori oleh orang-orang yang merasa tidak puas terhadap pengelolaan ladang
minyak Arun yang dianggap tidak adil atau dengan alasan ekonomi, generasi dipimpin
451
Hans Ferdinand, “Conflict Resolution, Political Decentralization, Disaster Risk Management
and the Practice of Sharia Law: The Case of Aceh, Indonesia”, Southeast Asian Studies at the
University of Freiburg, 2012 Germany. Terakhir diunduh pada 4 Maret 2016.
452
Priyambudi, Sulistiyanto, Op.Cit hlm. 441,
453
Anthony L, Smith, Aceh: Democratic Times, Authoritarian Solutions, New Zealand Journal of
Asian Studies, hlm. 20 Terakhir diunduh pada 2 Desember, 2016.
287
oleh Hasan Tiro. Kelompok ini juga didukung oleh sisa-sisa kelompok Darul Islam yang
Gerakan ini mendapat respon yang keras dari pemerintah, sehingga pada awal tahun 80an
gerakan ini dapat dikatan bisa diredam, sebagian dari anggotanya ada yang tertangkap,
Generasi kedua GAM muncul pada akhir tahun 90an. Menurut beberapa sumber,
Hasan Tiro yang telah menetap di Swedia berhasil menjalin kerja sama dengan Libya
untuk memberikan pelatihan militer kepada beberapa orang Aceh, banyak dari mereka
yang dilatih pada akhir tahun 90an telah pulang ke Aceh dan melakukan aksi seporadis
terhadap kantor-kantor pemerintahan dan juga pihak keamanan 454. Pada tahun 1989
Presiden Soeharto menggelar operasi Jaring Merah yang menjadikan Aceh sebagai
Daerah Operasi Militer (DOM) sampai pada tahun 1998. Selama operasi militer,
diindikasikan telah terjadi pelanggaran HAM yang berat di Aceh yang mengakibatkan
Generasi ketiga GAM mucul setelah pencabutan satus Aceh dari Daerah Operasi
Militer (DOM) dibawah pemerintahan B.J Habibie. Setelah pencabutan DOM banyak
anggota GAM yang semasa DOM di Aceh, melarikan diri keluar negeri pulang kembali
HAM yang terjadi semasa DOM telah menimbulkan kebencian yang masif terhadap
Pemerintahan Pusat di Jakarta yang diusung oleh GAM sebagai titik tolak untuk
454
Ibid, hlm 76. Anthony L. Smith mengatakan dalam penelitiannya yang berjudul “Aceh:
Democratic Times, Authoritarian Solutions”,ada sekitar 100 orang yang kembali ke Aceh dari libya guna
untuk menanggapi status darurat militer yang diterapkan Pemerintah Indonesia terhadap daerah Aceh
455
Priyambudi, Sulistiyanto, “Whither Aceh ..., Op.Cit hlm. 442
288
456
kesenjangan, ketidakadilan serta isu pemisahan Aceh dari NKRI . Konflik vertikal
antara Pemerintahan Indonesia dan GAM telah berlangsung cukup lama, berbagai
cara sebenarnya telah ditempuh oleh pemerintah pusat di Jakarta untuk mengeluarkan
Aceh dari konflik yang berkepanjagan, namun sampai pada akhir Pemerintahan
Orde Baru, kondisi Aceh belum menunjukkan adanya tanda- tanda kedamaian, Aceh
Setelah rezim Orde Baru jatuh dan tampuk pimpinan kekuasaan jatuh kepada B.J
Habibie (Mei 1998 – Oktober 1999) jalan damai di Aceh memasuki babak baru. Hal ini
merupakan sebuah penalaran dari para elite politik Pemerintah Pusat di jakarta dan elite
politik daerah di Aceh guna untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan, pelanggaran
HAM dan eksploitasi ekonomi yang seolah tiada henti.457 Pada tanggal 7
Agustus1998 pencabutan satus Darurat Militer terhadap Aceh resmi dilakukan, hal
ini ditandai dengan penarikan aparat militer dan kepolisian dan permohonan maaf dari
HAM di Aceh selama sembilan tahun pelaksanaan Daerah Operasi Militer (DOM)
(1989-1998).458
Dasar (UUD) 1945, hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
sentralistik, tetapi setelah reformasi berubah menjadi pola desentralistik.459 Inilah yang
membuat harapan Aceh untuk menerpakan syariat Islam kembali terbuka, hal ini terbukti
456
Ibid, hlm 445
457
Asia Report, 2006, Syariat Islam dan Peradilan Pidana di Aceh, International Crisis Group,
Jakarta, hlm. 1
458
Priyambudi, Sulistiyanto, “Whither Aceh ..., Op.Cit hlm. 444
459
Muhammad Alim, “Perda Bernuansa Syariah dan Hubungannya Dengan Konstitusi”,
Jurnal Hukum No.1 Vol. 17 , Januari 2007, hlm. 120. Lihat juga, Abdul Gani Isa, “Paradigma Syariat Islam
Dalam Rangka Otonomi Khusus: Studi Kajian di Provinsi Aceh”, Media Syariah, Vol XIV Januari – Juni
2012, hlm. 1-2
289
dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 44 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan
kepentingan Aceh dalam bidang Agama, adat istiadat dan penempatan peran ulama pada
bernegara460.
Sebagai upaya awal penerapan syariat Islam secara kaffah dan bentuk respon
terhadap lahirnya UU diatas, Aceh menerbitkan Perda Nomor 5 Tahun 2000 tentang
Pelaksanaan syariat Islam. Perda ini memiliki basis konstitusional sekalipun tidak jelas,461
boleh dikatakan bahwa perda ini mendahului undang-undang yang memberikan hak
Otonomi Khusus bagi Pemerintahan Daerah Istimewa Aceh untuk menerapkan syariat
Islam di bumi Serambi Mekkah yang baru di undangkan dua tahun kemudian (UU
Titik tolak perdamaian Aceh yang ditempuh oleh pemerintah adalah dengan
penunjukan Henri Dunant Centre (HDC) sebagai pihak ketiga guna untuk mencari jalan
penyelesaian Aceh secara tepat, damai dan demokratis.463 Pada tanggal 12 Mei 2000
2001464. Pada akhir Januari 2001 HDC membawa kedua belah pihak ke Genewa guna
untuk membuat kesepakan yang mengedepankan masa depan politik, yakni adanya
460
Misran, “Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh: Analisis Kajian Sosiologi Hukum”, Jurnal
Legitimasi, Vol.1 No.2 Januari – Juni 2012, hlm. 155.
461
Taufik Adnan, Amal, dan Samsu Rizal, Panggabean, Op. Cit, hlm.32
462
Muhibbuthabry, “Kelembagaan wilayat al-Hisbah Dalam Konteks Penerapan Syariat Islam di
Aceh”, Peuradeun, International Multidisciplinary Journal, Vol. 11 No. 2 Tahun 2014, hlm. 74
463
Republik I ndonesia, Peraturan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana
Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat di Propinsi NAD dan Kepulauan
Nias Sumatera Utara, X 2-2.
464
Anthony L, Smith, Op. Cit, hlm. 85
290
pemilihan yang bebas dan adil bagi Aceh dan sebuah komisi independen yang diterima
masih ditengahi oleh pihak HDC di Jenewa465. Perdamaian ini dirancang untuk
2. Bantuan Kemanusiaan
3. Rekonstruksi
4. Reformasi Sipil.
Pihak yang diberi mandat untuk memantau keadaan keamanan dan meneliti setiap
pelanggara adalah Komite Keamanan Bersama (Joint Security Committee/ JSC). Komite
ini dipimpin secara tripartite, yang terdiri dari seorang perwira senior dari militer
Thailand yaitu Mayor Jendral Tanongsuk Tivinum; Brigadir Jendral Safzen Noerdin dari
pendekatan dengan jalur dialog ditempuh dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di
Intruksi Presiden No. 4 Tahun 2001 tentang perlakuan khusus terhadap situasi di Aceh.
Agama tidak disebutkan sebagai suatu masalah dalam Impres ini, hal ini dimungkinkan
karena GAM tidak menjadikan Islam sebagai basis idiologi dalam melakukan aksinya
291
Pada akhirnya perjanjian penghentian permusuhan (Cessation of Hostilities
ditawarkan oleh pemerintah, khususnya mengenai integritas NKRI. Selanjutnya pada saat
28 tahun 2003 tanggal 9 Mei 2003 yang memberikan status baru untuk Aceh yakni
kembali kedaulatan NKRI dan kemudian diperpanjang melalui Kepres No. 97 tahun
2003 untuk periode 18 November 2003 sampai 19 Mei 2004. Selanjutnya pada tahun
2004 perubahan status Aceh dari Darurat Militer berubah menjadi Darurat Sipil melaui
Kepres No. 43 tahun 2004. Perubahan status ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
Dalam perjalananya Perda No. 5 Tahun 2000 ini tidak berjalan dengan
efektif, sehingga terjadilah revisi terhadap UU No. 44 Tahun 1999 menjadi UU No. 18
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus dan sekaligus mengubah nama Provinsi Daerah
Khusus bagi Aceh yang ditanda tangani oleh Presiden Megawati Soekarno Putri ini
Pengadilan Agama dan Qanun Pemerintahan Aceh, yang menjadi dasar dalam
pemeberlakuan syariat Islam di Aceh secara kaffah469 dan pembentukan Dinas Syariat
468
Rizal, Sukma, 2004, “Security Operations in Aceh: Goals, Consequences, and Lessons”, East-
West Center Washington’s Project on Internal Conflicts, hlm. viii
469
Arskal, Salim, “Shari’a From Below’ In Aceh (1930s–1960s): Islamic Identity And The Right
292
Islam (DSI) ditingkat provinsi yang kemudian diikuti oleh kabupaten kota di Provinsi
hukum pelaksanaanya.
memiliki tempat tersendiri karena langsung menginduk pada UU No. 11 Tahun 2006.
Pasal 269 ayat (2) UU No. 11Tahun 2006 bahkan menyatakan, ”Peraturan perundang-
khusus bagi Daerah Propinsi Aceh dan kabupaten/kota disesuaikan dengan Undang-
Undang in”i. Artinya, semua peraturan yang berada di bawah undang-undang, seperti
(permen), harus terlebih dahulu disesuaikan dengan UU 11 Tahun 2006 470. Bila ada PP,
perpres, atau permen yang bertentangan dengan qanun, tidak serta merta qanun dapat
langsung dapat dibatalkan, melainkan terlebih dahulu harus dilihat kesesuaian PP,
perpres, atau permen tersebut dengan UU No. 11 Tahun 2006 yang menjadi induk qanun.
BAB V
QANUN DI ACEH
A. Pengertian Qanun
Kanun atau qanun berasal dari bahasa yunani, masuk menjadi bahasa Arab
melalui bahasa Suryani, yang berarti alat pengukur, kemudian diartikan sebagai
“kaidah.” Dalam bahasa Arab kata kerjanya qanna yang artinya membuat hukum (to
make law, to legislate), atau membuat undang-undang (to legislate). Kemudian qanun
To Self-Determination With Comparative Reference To The Moro Islamic Liberation”, Indonesia And The
Malay World, Vol. 32, No. 92, March 2004 Front (Milf), hlm. 7
470
Zainal Abidin, 2011, Analisis Qanun-Qanun Aceh Berbasis Hak Asasi Manusia, Demos, Jakarta,
hlm. xiii
293
diartikan sebagai hukum (law), peraturan (rule, regulation), undang-undang (statute,
code).471 Dalam bahasa Inggris, qanun disebut canon, yang antara lain, sinonim
artinya dengan peraturan (regulation, rule atau ordinance), hukum (law), norma (norm),
undang-undang (statute atau code), dan peraturan dasar (basic rule).472 Pada sumber
yang lain dikatakan, bahwa kanon berasal dari kata Yunani Kuno, yang berarti buluh.
Karena pemakaian “buluh” dalam kehidupan sehari-hari pada zaman itu adalah untuk
mengukur, maka kanon juga berarti sebatang tongkat/kayu pengukur atau penggaris.473
Sebutan qanun atau al-qanun tertuju pada hukum yang dibuat oleh
manusia atau disebut juga hukum konvensional. Abdul Kareem menyebutkan, hukum
manusia, sebagai lawan dari hukum yang bersumber dari tuhan/al qawaaniin/al syara’i
berlaku di suatu negara pada waktu tertentu, atau menunjuk pada makna hukum
positif.474
undang). Istilah ini antara lain, digunakan untuk menyebut Kanun Pidana
Usmani (KUH Pidana Turki Usmani), Kanun Perdata Libanon (KUH Perdata
471
A. Qadri Azizy, 2004, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi Antara Hukum Islam dan
Hukum Umum, Gama Media, Yogyakarta, , hlm. 57-58.
472
Ahmad Sukardja dan Mujar Ibnu Syarif, 2012, Tiga Kategori Hukum: Syariat, Fikih, dan
Kanun, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 120
473
Dalam Mohd. Din, Op.Cit, hlm. 12.
474
Ibid.
475
Dalam Ahmad Sukardja dan Mujar Ibnu Syarif, Op.Cit, hlm. 122
294
5. Sinonim bagi kata hukum, sehingga istilah ilmu kanun sama artinya dengan ilmu
hukum. Karena itu, kanun Inggris misalnya, sama artinya dengan hukum
Perbedaan pengertian yang ketiga ini dengan yang pertama adalah bahwa yang
pertama itu lebih umum dan mencakup banyak hal. Sedangkan yang ketiga ini
artinya dengan undang-undang perkawinan. Kanun dalam pengertian ini biasanya hanya
mengenai hukum yang berkaitan dengan mu’amalat, bukan ibadah, dan mempunyai
pembahasan hukum Islam pada umumnya yang biasanya selalu mencakup mu’malat
dan ibadah.
hukum, jika terjadi sengketa atau perkara yang memerlukan putusan hakim di
pengadilan. Hal ini berbeda dengan karakter fikih, yang implementasinya lebih
bersifat sukarela dan pada umumnya hanya didasari oleh perasaan tangungjawab atau
digunakan di Aceh saat ini, bukanlah hal yang baru. Istilah ini di Aceh sudah dipakai
jauh sebelum Indonesia merdeka. Misalnya Qanun syarak Kerajaan Aceh, yang
mengatur tentang tatacara pemilihan kaki tangan kerajaan dari di tingkat paling
bawah, yaitu pemilihan Geucik (kepala desa) sampai pada tingkat paling tinggi
476
bid, hlm. 122
295
yaitu pemilihan Sultan. Hal ini terdapat dalam hadih maja, misalnya “qanun
putro phang.” Selain itu juga ada yang namanya Qanun Al-Asyi ahlul Sunnah
wal Jamaah (Qanun Meukuta alam Sultan Iskandar Muda) yang mengatur
tentang hukum silsilah petinggi kerajaan, pajak, syarat dan tugas Sultan.477 Istilah
qanun, lebih lanjut juga terdapat dalam hadih maja yang amat melekat ditengah-
tengah masyarakat Aceh hingga dewasa ini. Adapun hadih maja tersebut berbunyi”
Adat bak po teumeuruhom hukum bak Syiah Kuala, qanun bak Putroe Phang reusam
bak Laksamana”. Artinya pihak yang mengatur tata adat dan pemerintahan ada
pada Sultan, sedangkan pihak yang mengatur Syari’at Islam (hukum) ada pada ulama.
Kemudian yang mengatur peraturan pelaksanannya ada pada Putri Pahang sebagai
kebiasaan adat dan perniagaan ada pada laksamana sebagai Wazir Sultan di bidang
reusam.478
masa kerajaan Sultas Iskandar Muda tersebut, maka penggunaan istilah qanun sebagai
pengganti perda yang digunakan di Aceh saat ini bukanlah sesuatu yang asing bagi
Aceh. Hanya saja kedudukan dari qanun tersebut dalam hirarkhi peraturan
perundang-undangan saat ini berada pada tingkat paling rendah, yang berbeda dengan
saat qanun tersebut berada pada masa kerajaan Sultan Iskandar Muda, dimana qanun
pada waktu itu merupakan undang-undang yang berlaku dalam kerajaan tersebut.
Untuk saat ini qanun sebagai hukum positif dalam bingkai negara kesatuan
Republik Indonesia, secara yuridis formal pertama sekali diatur dalam Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2001. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 dari Undang-
477
Mohd. Din, Op.Cit, hlm. 15. Qanun Al-Asyi merupakan kumpulan hukum adat yang dihimpun
oleh Ratu Naqiaatuddin dibawah arahan ulama besar Aceh yang bernama Syekh Abdul Rauf As-Singkily.
M. Hasbi Amiruddin, 2006, Aceh dan Serambi Mekkah, Yayasan Pena, Banda Aceh, hlm. 32.
478
Ibid, hlm. 35
296
Undang Nomor 18 Tahun 2001 ini, qanun diartikan sebagai perda sebagai
rangka pelaksanaan Otonomi khusus. Kemudian Istilah qanun ini tetap ada dalam
qanun ini tersebar dalam berbagai peraturan di Aceh yang menggantikan istilah
perda.
Akan tetapi, dalam hal-hal tertentu untuk melaksanakan otonomi daerah yang seluas-
luasnya, perda juga dapat mengatur sendiri hal-hal yang meskipun tidak didelegasikan
diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 perubahan kedua, Pasal 136 Undang
No. 9 Tahun 2015 dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Pasal 18
ayat (6) UUD 1945 berbunyi ”pemerintah daerah berhak menetapkan perda dan
Nomor 32 Tahun 2004 lebih menekankan pada penggunaan wewenang delegasian. Hal
ini terlihat dari bunyi ketentuan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
297
yang diperbaharui lagi dengan Undang-undang No. 9 Tahun 2015 menyatakan:
(1) Perda ditetapkan oleh kepala daerah setelah mendapatkan persetujuan bersama
DPRD;
(2) Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah
provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan;
(3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih lanjut dari
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas
masing-masing daerah;
(4) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum dan/atau peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.
mengatakan, “materi muatan perda provinsi dan perda kabupaten/kota berisi materi
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
UUD 1945 perubahan kedua, Pasal 136 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang
telah diperbaharui terakhir dengan Undang-undang No. 9 Tahun 2015 dan Pasal
14 Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka perda yang memuat materi
materi qanun yang berisi muatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan Aceh,
sesuai dengan Nota Kesepahaman Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan
Tahun 2006, dapat juga dianggap secara langsung melaksanakan ketentuan Undang-
Meskipun qanun pada dasarnya dapat mengatur berbagai hal yang berkaitan
dasarnya, materi muatan qanun sama halnya dengan perda lainnya, yaitu:479
479
Afrizal Tjoetra dkk, 2007, Merancang Qanun, Merancang Pembaruan Aceh, ADF (Aceh
Development Fund), Banda Aceh, hlm. 19.
298
pada kewenangan atribusi, dengan bentuk norma yang bersifat otonom;
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa qanun juga merupakan produk perundang-
undangan sebagai bagian dari sistem hukum nasional. Maka prinsip-prinsip yang
perundang- undangan yang lebih tinggi tingkatnya baik secara vertikal, horizontal,
diagonal atau kepentingan umum (dalam arti tidak boleh bertentangan dengan hukum
480
yang hidup dalam masyarakat). Kepentingan umum yang harus diperhatikan di
sini, bukan saja kepentingan rakyat Aceh, tetapi juga kepentingan daerah lain dan
1. Peraturan hukum yang dibuat oleh kekuasaan yang lebih tinggi, lebih tinggi
3. Peraturan hukum yang baru mencabut peraturan hukum yang lama (asas lex
299
umum (asas lex spesialis derogate lex generalis); dan
Bagi Aceh yang berstatus daerah otonomi khusus, asas-asas hukum di atas
ditambah dengan asas keyakinan agama, yaitu kaidah-kaidah pokok Ushul fiqih482.
dalam qanun, khususnya qanun yang menyangkut dengan syariat Islam, maka kaedah-
kaedah ini harus dijadikan sebagai suatu bagian dari asas hukum, selain-dari asas-asas
umum yang telah disebutkan di atas. Melihat kedudukan qanun juga setingkat dengan
perda, maka fungsi qanun sama dengan fungsi dari perda lainnya yaitu mengatur
2006, ada beberapa hal yang membedakannya dengan perda lainnya, yaitu:
Selain itu, perbedaan qanun dengan perda lainnya terlihat dari bunyi ketentuan
Pasal 269 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 yang menyatakan, peraturan
otonomi khusus bagi daerah Propinsi Aceh dan kabupaten/kota disesuaikan dengan
undang-undang ini. Hal ini berarti semua peraturan yang berada di bawah undang-
482
Supardan Modeong, 2005, Teknik Perundang-Undangan di Indonesia, PT Perca, Jakarta,
hlm 26.
300
undang, seperti peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri, harus
Apabila ada peraturan pemerintah, peraturan presiden, dan peraturan menteri yang
bertentangan dengan qanun, tidak serta merta qanun tersebut langsung dapat
Hans Kelsen dan Hans Nawiasky, ketentuan yang terdapat dalam Pasal 269 ayat
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dengan yang lebih tinggi. Selain itu
juga bentuk ketaatan terhadap asas peraturan hukum yang dibuat oleh kekuasaan
yang lebih tinggi, lebih tinggi pula kedudukannya (asas lex superiori derogat lex
483
Zainal Abidin dkk, Analisis Qanun-Qanun Aceh...Loc.Cit.
484
Ronny Sautma Hotma Bako, 2008, Prinsip-Prinsip Hukum Atas Otonomi Khusus di Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam, dalam Indah Harlina (penyunting), Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Otonomi
Khusus di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi
Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, hlm.11.
485
Zainal Abidin dkk, Op.Cit. hlm 6.
301
maupun institusi peradilannya yang juga berlandaskan pada Syariat Islam.
Meskipun qanun memiliki karateristik dan perbedaan dengan perda di provinsi yang
lain, tidak berarti qanun terlepas dari sistem perundang-undangan nasional, karena qanunpun
dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Dengan demikian kedudukan
qanun dalam sistem peraturan perundang-undangan nasional pada umumnya adalah sama yaitu
untuk melaksanakan ketentuan undang-undang dasar secara langsung, undang- undang, dan
penjabaran lebih lanjut materi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang lebih tinggi,
baik itu peraturan pemerintah maupun peraturan presiden atau peraturan lainnya.
terlihat dari lahirnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001, yang kemudian diganti dengan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006. Dalam kedua undang-undangan ini banyak hal yang
didelegasikan486 untuk diatur dalam berbagai qanun. Aceh merupakan bagian dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sehingga dalam pembentukan qanun juga harus mengikuti
18 Tahun 2001 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006,
pokok Ushul fiqih (khususnya untuk qanun yang berkaitan dengan Syariat Islam). Meskipun
Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 berstatus sebagai daerah otonomi
khusus, diharapkan dalam pembentukan hukum (qanun) tetap konsisten mengikuti sistem
pembentukan hukum nasional. Sehingga seluruh qanun yang ditetapkan oleh pemerintahan
486
Istilah delegasi (delegate dalam bahasa Belanda) mengandung arti, penyerahan wewenang
dari pejabat yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Penyerahan kewenangan tersebut haruslah
berdasarkan kekuatan hukum. Fochema Andrea, Kamus Istilah Hukum, Belanda-Indonesia, (Penterjemah
Saleh Adiwinata), dkk, Bina Cipta, Bandung, 1983, hlm. 36. Delegasi (delegative dalam bahasa Inggris)
diartikan sebagai penyerahan wewenang dari badan atau pejabat pemerintahan yang satu kepada badan atau
pejabat pemerintahan lainnya. Wewenang yang diperoleh dari delegasi itu dapat pula disub-delegasikan
kepada sub-delegataris, berlaku sama dengan proses delegasi. Jadi wewenang yang diperoleh dari delegasi
dapat dimandatkan kepada organ atau pegawai-pegawai bawahan bilamana organ atau pejabat yang secara
resmi memperoleh wewenang itu tidak mampu melaksanakan sendiri wewenang tersebut.
302
Aceh berada dalam koridor sistem hukum nasional.
B. Gambaran Umum dan Penerapan Asas Keadilan perspektif Gender Dalam Qanun
Pendidikan Di Aceh
Pendidikan sebagai hak azasi manusia tercantum pada pasal 28B ayat (2) UUD
1945 yang tertulis: “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Pada Pasal
28C ayat (1) tertulis, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan
pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga dalam kehidupan
setiap insan Indonesia untuk menghadapi tantangan jaman yang semakin kompleks dan
kompetitif.
sepatutnya jika kita selalu memperbanyak rasa syukur kepada Tuhan Yang Rahman
dan Rahim atas nikmat yang tidak ternilai harganya dan tak terhitung banyaknya, namun
perlu disadari bahwa sumber daya alam yang terus dikonsumsi dan dimanfaatkan dari
waktu ke waktu tentu semakin habis. Karena itulah untuk menyelamatkan bangsa
pengembangan sumber daya manusia (SDM) sudah tidak bisa dielakkan dan menjadi
kebutuhan semua pihak. Diyakini sepenuhnya bahwa strategi yang paling efektif dalam
303
pengembangan SDM adalah pendidikan yang mantap. Pemerintah dan
Telah banyak hasil yang sudah dapat dicapai dan dirasakan, namun secara
obyektif banyak hal yang perlu terus diupayakan untuk membangun pendidikan
yang lebih efektif dan fungsional, sehingga mampu memberikan kemampuan dan
bekal bagi setiap insan Indonesia. Pada kenyataannya layanan pendidikan, terutama
melalui jalur pendidikan formal dan non formal belum dapat diakses oleh semua
warga negara terutama bagi kelompok tak beruntung, baik terkait dengan aspek fisik,
perkembangan dan kemajuan daerah. Sebagai daerah dengan otonomi khusus, Aceh
Rencana Strategis Pendidikan. Dalam Pasal 215 UUPA menyatakan bahwa Pendidikan
layanan. Selanjutnya dalam Pasal 216 menyatakan bahwa setiap penduduk Aceh
berhak mendapat pendidikan yang bermutu dan Islami sejalan dengan perkembangan
304
Berbeda dengan pendidikan nasional yang hanya memiliki tiga pilar
pendidikan487, yaitu:
pemerataan pendidikan
pendidikan yang lain yaitu Sistem Pendidikan Berbasis Nilai Islami (SPBNI) sebagai
Qur’an dan Hadist, nilai-nilai sosial budaya masyarakat Aceh serta filsafat hidup
2008, dijelaskan pendidikan Islami adalah pendidikan yang berbasis Al Quran dan
sunnah Rasul. Konsep yang masih bersifat umum dan luas yang dimaksud dalam
yang diberi tanggung jawab dalam menyusun Renstra dan implementasi di lapangan.
tahun 2002 yang kemudian di ganti dengan Qanun No. 5 tahun 2008, di ganti lagi
dengan Qanun Nomor 11 tahun 2014, yang kemudian diubah dengan Qanun Nomor 9
tahun 2015.
Bila kita telaah Qanun Nomor 11 tahun 2014, yang kemudian diubah dengan
Qanun Nomor 9 tahun 2015 komposisi isi qanun tersebut dapat di lihat dalam tabel
berikut ini
305
BAB TENTANG PASAL
I Ketentuan umum Pasal 1
II Asas fungsi dan tujuan Pasal 2 – 4
III Prinsip penyelenggaraan pendidikan Pasal 5, 6
Hak dan kewajiban penduduk Aceh, peserta
IV didik, pendidik dan tenaga pendidik dan orang Pasal 7 – 13
tua
Pembagian kewenangan penyelenggaraan
V Pasal 14 – 26
pendidikan
VI Jalur pendidikan Pasal 27 – 31
VII Jenjang pendidikan Pasal 32 – 35
VIII Jenis pendidikan Pasal 37 – 40
IX Pendidikan luar biasa dan pendidikan inklusi Pasal 41, 42
X Bahasa pengantar Pasal 43
XI Kurikulum Pasal 44, 45
XII Pendidik dan tenaga kependidikan Pasal 46 – 56
XIII Sarana dan prasarana pendidikan Pasal 57, 58
XIV Pendanaan pendidikan Pasal 59 – 68
XV Pengelolaan pendidikan Pasal 69 – 77
XVI Peran serta masyarakat dalam pendidikan Pasal 78 – 80
XVII Hari belajar dan hari libur sekolah Pasal 81
Pengawasan, pemantauan, evaluasi dan
XVIII Pasal 82 – 87
akreditasi pendidikan
XIX Larangan dan sanksi Pasal 88 – 91
XX Ketentuan peralihan Pasal 92
XXI Ketentuan Penutup Pasal 93, 94
Sumber: Qanun Pendidikan, data diolah
setelah melakukan penjaringan aspirasi diruang serba guna kantor gubernur dan
gendung DPRA. Qanun Pendidikan merupakan salah satu amanat UUPA dan tuntutan
gobalisasi ini.
qanun bahwa satuan kerja perangkat daerah Aceh dapat menjadi pemrakarsa dalam
perancangan qanun, pemrakarsa ini tentu saja sesuai dengan bidang tugasnya. Qanun
Draft qanun ini telah di bahas dengan berbagai elemem masyarakat dan pakar
306
pendidikan. Proses penyelesaian akhir rancangan qanun ini juga sudah dilakukan
bermutu pada setiap satuan, jenjang dan jenis pendidikan. Untuk mewujudkan hal di
atas, maka Pemerintah Daerah Aceh telah berkomitmen melalui berbagai kebijakan
segala langkah dan tindakan yang diperlukan untuk menghapus diskriminasi terhadap
perempuan untuk menjamin bagi mereka hak-hak yang setara dengan laki-laki dalam
bidang pendidikan dan khususnya untuk menjamin, atas dasar kesetaraan dan
(a) Kondisi-kondisi yang sama dalam bimbingan karir dan keterampilan, dalam
(b) Akses kepada kurikulum yang sama, ujian-ujian yang sama, staf pengajar
307
(c) Menghapus segala konsep stereotip peran laki-laki dan perempuan pada
pendidikan lainnya yang akan membantu mencapai tujuan itu dan, khususnya,
(d) Kesetaraan dan keadilan dalam kesempatan untuk mendapatkan beasiswa dan
(e) Kesetaraan dan keadilan dalam kesempatan untuk mendapatkan akses pada
(g) Kesetaraan dan keadilan dalam kesempatan untuk ikut serta secara aktif dalam
(h) Akses pada informasi dalam pendidikan khusus yang menjamin kesehatan dan
berencana.
yang kemudian diikuti oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 132 Tahun
2003 dan Surat Edaran Bersama tentang Percepatan Pengarusutamaan Gender (PUG)
308
meletakkan dasar melalui penetapan Pengarusutamaan Gender (PUG) sebagai strategi
untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender (KKG), dan keharusan percepatan
Kebijakan berperspektif gender merupakan wujud dari salah satu prinsip good
governance, yaitu equity, dimana semua warga negara baik laki-laki maupun
manfaat dan memberikan dampak yang sama pada laki-laki dan perempuan
488
Handayani dan Sugiarti. 2011. Analisis Jender dalam Modul Kursus Penelitian Kajian Gender,
yang diselenggarakan Prodi Kajian Gender PPs U I, hlm. 9
489
Kristi Poewandari , 2011, Data Terpilah dalam Penelitian Kajian Gender, Modul Kursus
Penelitian Kajian Gender, yang diselenggarakan Prodi Kajian Gender PPs UI Bekerjasama dengan Pusat
Kajian Wanita dan Jender (PKWJ) UI, hlm.6
490
Handayani dan Sugiarti, Op.Cit, hlm 17
309
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender melalui pengintegrasian prinsip-
Dasar Tahun 1945, yang terdiri dari 14 (empat belas) rumpun hak dan terjabarkan
Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat ( APKM) yang adil bagi laki-laki dan
bahwa untuk memasukkan unsur APKM dalam Qanun pendidikan di Aceh dapat
310
dengan
intelektualitas dan
usianya.
4.Hak mendapatkan
pendidikan yang
bebas biaya.
5.Hak mendapat dana
pendidikan beasiswa
dan dana lain sesuai
dengan bakat, minat
dan
intelektualitasnya.
6.Hak memperoleh
Partisipasi segala jenis pelatihan
formal maupun non-
formal termasuk
yang berhubungan
dengan
pemberantasan
buta aksara
fungsional, serta
sesuai pelayanan
penyuluhan guna
meningkatkan
Memperhatikan apakah keterampilan.
peraturan perundang- 7.Kewajiban untuk
undangan memberikan menggagas konsep
kesempatan yang setara yang alternatif di
bagi perempuan dan segala tingkat dan
laki-laki untuk dalam segala bentuk
berpartisipasi dan pendidikan
Kontrol mempunyai peran 8.Setiap anak,
yang sama dalam perempuan dan laki-
proses pembuatan laki berhak dan
kebijakan dan berdaya memperoleh
pengambilan pendidikan ,
keputusan, antara lain pengajaran dan
untuk Menentukan pengajaran dan
proses pemecahan pelatihan
terhadap suatu keterampilan
permasalahan,
9.Kewajiban untuk
menentukan solusi yang
mengurangi angka
Manfaat dipilih, turut serta dalam
putus sekolah anak
pengambilan keputusan
baik terkait dengan perempuan
jumlah maupun kualitas.
Keberdayaan institusi
dan peran serta Perempuan dan laki-
masyarakat untuk laki setara dan
mengatasi persoalan berdaya dalam:
yang dihadapi, terutama
persoalan yang dihadapi 1. memperoleh dan
perempuan menggunakan
kesempatan
mendapatkan semua
jenis, jenjang, dan jalur
Menganalisis apakah pendidikan.
norma hukum yang 2. pendidikan dan
dirumuskan dalam suatu pengajaran dalam
311
peraturan perundang- rangka
undangan memuat pengembangan
ketentuan yang setara dirinya sesuai bakat,
berkenaan dengan relasi minat, dan tingkat
kekuasaan antara kecerdasannya.
perempuan dan laki- 3. mencari, menerima
laki untuk dan memberikan
melaksanakan hak dan informasi sesuai
kewajibannya dan dengan intelektualitas
mempunyai kekuasaan dan usianya.
yang sama pada 4. mendapatkan
sumberdaya pendidikan yang bebas
pembangunan. biaya.
5. Hak anak, perempuan
dan laki-laki untuk
memperoleh dan
apakah norma hukum
meraih kesempatan
yang dirumuskan dapat
menjamin bahwa suatu pendidikan,
kebijakan atau program pengajaran dan
pembangunan akan pelatihan
mempunyai manfaat keterampilan yang
yang sama bagi berkelanjutan.
perempuan dan laki-
laki di kemudian hari
dan pemanfaatan
Perempuan dan laki-laki
manfaat yang sama dan
adil dari hak yang setara dan berdaya
dipenuhi, terutama menentukan dan
dipenuhinya hak memutuskan jenis
perempuan pendidikan dan
pengajaran, pelatihan
keterampilan sesuai
dengan minat dan
bakatnya.
312
pendidikan, pengajaran
dan pelatihan
keterampilan yang
diperolehnya
Sumber : KPPA, data diolah
yang kemudian diubah dengan Qanun Nomor 9 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
a. Keislaman
b. Kebangsaan
c. Keacehan
d. Kebenaran
e. Kemanusiaan
f. Keadilan
g. Kemanfaatan
h. Keterjangkauan
i. Profesionalitas
j. Keteladanan
k. Keanekaragaman
l. Non diskriminasi
Ada beberapa asas yang secara tersurat disebutkan berkaitan dengan perspektif
keadilan gender, hal tersebut terdapat dalam asas keadilan, non diskriminasi, dan
menentukan asas ini qanun 2014 ini mengalami kemunduran dibandingkan dengan
qanun pendidikan sebelumnya (Qanun nomor 5 tahun 2008) yaitu dihapuskannya asas
kesetaraan yang biasanya selalu melekat dengan asas keadilan dalam kaitannya
313
Selanjutnya mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan dari qanun ini
dapat dilihat dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa pendidikan di Aceh dilaksanakan
dengan prinsip:
prinsip yang termuat dalam qanun pendidikan tahun 2008, namun dari kedua qanun
tersebut, ketentuan dalam huruf (a) tidak ada menyebutkan bahwa pendidikan itu
tanpa membedakan jenis kelamin, tapi yang ditekankan adalah suku, agama, ras
subjek didik, jenis kelamin, agama dan berbagai hal yang melekat secara langsung
Islami diatur dengan peraturan gubernur. Bila berpedomamn pada kriteria (APKM)
akses, partisipasi kontrol dan manfaat maka dapat di lihat penjabarannya sebagai
314
berikut
a. Akses
memperoleh kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki serta dalam
keadilan dan kesetaraan dan keadilan gender sehingga Perempuan dan laki-laki
setara dan berdaya dalam akses pada informasi dan menggunakan kesempatan
dan pengajaran dalam rangka pengembangan dirinya sesuai bakat, minat, dan
bebas biaya, hak mendapat dana pendidikan beasiswa dan dana lain sesuai
di segala tingkat dan dalam segala bentuk pendidikan. Setiap anak, perempuan
(2) Peserta didik pada masyarakat adat, penduduk yang menetap di daerah
terpencil, perbatasan, korban bencana, korban konflik bersenjata dan
konflik sosial serta anak yang menghadapi masalah sosial berhak
mendapatkan pendidikan layanan khusus.
Berdasarkan isi Pasal tersebut dinyatakan akses terhadap pendidikan dapat
di rasakan oleh seluruh penduduk Aceh, berupa pendidikan dasar yang bebas biaya,
Pendidikan yang Islami bagi yang beragama Islam dan pendidikan dalam situasi
ketentuan tentang upaya untuk mengurangi angka putus sekolah, khususnya bagi
perempuan.
b. Partisipasi
yang setara bagi perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi dan mempunyai
peran yang sama dalam proses pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan,
316
menentukan solusi yang dipilih, turut serta dalam pengambilan keputusan baik terkait
dengan jumlah maupun kualitas. Keberdayaan institusi dan peran serta masyarakat
pendidikan yaitu:
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai beasiswa atau bantuan biaya pendidikan
317
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf (d) diatur dengan Peraturan
Gubernur.
Peran serta masyarakat selanjutnya dapat di lihat dari ketentuan Bab
XVI yaitu dalam Pasal 78 dan 79:
Pasal 78 menyatakah bahwa:
(1) Masyarakat berhak berperanserta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan serta dalam peningkatan
mutu pendidikan di Aceh.
(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui Majelis Pendidikan Daerah, Komite Sekolah/Madrasah dan/atau
lembaga kemasyarakatan lainnya.
c. Kontrol
318
kewajibannya dan mempunyai kekuasaan yang sama pada sumberdaya
evaluasi serta akreditas pendidikan sebagaimana termuat dalam Bab XVIII, dari
perundang-undangan.
disusun oleh SKPA dan SKPK serta instansi vertikal yang membidangi
Gubernur.
d. Manfaat
319
Aspek manfaat melihat apakah norma hukum yang dirumuskan dapat
manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki di kemudian hari dan
pemanfaatan manfaat yang sama dan adil dari hak yang dipenuhi, terutama
jenis jenjang sesuai dengan minat dan bakatnya, memastikan setiap anak,
perempuan dan laki-laki setara dan berdaya menikmati manfaat dari hasil
mana termuat dalam Pasal 7, namun ada beberapa kelemahan yang penting
perlakuan sewenang wenang terhadap siswa dan guru, pelecehan seksual dan
491
Novita Tresiana, Education Policy Formulation of Gender Perspective In Lampung Province,
Jurnal Borneo administrator, Vol. 11,No.2, 2015, hlm 175
320
dalam program pendidikan, mensyaratkan penguasaan aktor perumus untuk
mengindera isu- isu dan kepentingan publik492. Dalam konteks ini, pemahamannya
tentu saja berkaitan dengan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender yang ingin
Dengan demikian output dari perumusan akan lahir kebijakan pendidikan yang
berperspektif gender.
perubahan yang semula netral gender menjadi kebijakan yang lebih responsif
dapat dihasilkan melalui penggunaan alat analisis gender pada setiap penyusunan
kekuasaan ditegaskan oleh Parsons, lebih ditekankan pada lokus, yaitu struktur
321
mengingat struktur akan berkenaan dengan siapa yang harus mengerjakan apa
yang telah diputuskan. Atau, dengan kata lain siapa yang memiliki fungsi dan
Provinsi Aceh. Oleh karenanya, program berperspektif gender ini bukanlah milik
salah satu bidang atau salah satu seksi saja pada unit tertentu, tapi tanggung jawab
semua unit.
C. Gambaran Umum dan Penerapan Asas Keadilan perspektif Gender Dalam Qanun
Kesehatan Di Aceh
Kesehatan adalah hak asasi manusia dan sekaligus investasi untuk keberhasilan
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yaitu suatu tatanan yang menghimpun berbagai
upaya bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat
322
Dalam CEDAW, tentang kesehatan diatur dalam Pasal 12 yang menyatakan
bahwa:
yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan perhatian khusus terhadap
kesehatan ibu dan anak. Pasal 25 Universal Declaration of Human Rights (UDHR)
menyatakan:
1. Setiap orang berhak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan dirinya sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang,
papan, dan pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas
keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya, lanjut
usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf kehidupan
yang terjadi diluar kekuasaannya.
2. Ibu dan anak berhak mendapatkan perhatian dan bantuan khusus. Semua anak, baik
yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus menikmati perlindungan
sosial yang sama.
Jaminan hak atas kesehatan juga terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) Konvensi
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang ditetapkan oleh Majelis
Umum PBB 2200 A (XXI) tanggal 16 Desember 1966, yaitu bahwa negara peserta
konvenan tersebut mengakui hak setiap orang untuk menikmati standar tertinggi yang
dapat dicapai dalam hal kesehatan fisik dan mental. Pada lingkup nasional, Pasal 28 H
ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
323
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Pasal 9 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang
1. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
2. Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera, lahir dan batin.
3. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
Kesehatan (UU Keehatan), kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang produktif secara ekonomis karena itu kesehatan
menjadi tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan
mampu memperoleh hak-haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan sendirinya
akan berkurang haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan menjalani pekerjaan yang
layak, tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat dan berkumpul serta mengeluarkan
pendapat, dan tidak bisa memperoleh pendidikan demi masa depannya. Singkatnya,
Pentingnya kesehatan sebagai hak asasi manusia dan sebagai kondisi yang
diperlukan untuk terpenuhinya hak-hak lain telah diakui secara internasional, selanjutnya
masyarakat. Upaya pemenuhan hak atas kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara yang meliputi pencegahan dan penyembuhan. Upaya pencegahan meliputi
penciptaan kondisi yang layak bagi kesehatan baik menjamin ketersediaan pangan dan
324
pekerjaan, perumahan yang baik, dan lingkungan yang sehat. Sedangkan upaya
Pelayanan kesehatan meliputi aspek jaminan sosial atas kesehatan, sarana kesehatan yang
memadai, tenaga medis yang berkualitas, dan pembiayaan pelayanan yang terjangkau
oleh masyarakat.
pemerintah diberi amanah kekuasaan adalah untuk melindungi hak-hak warga negara.
Terlebih lagi dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state) sebagai konsep negara
modern telah memberikan kekuasaan lebih besar pada pemerintah untuk bertindak.
Kekuasaan ini semata-mata adalah untuk memajukan dan mencapai pemenuhan hak asasi
manusia. Pemerintah tidak lagi hanya menjaga agar seseorang tidak melanggar atau
pula dengan hak atas kesehatan, merupakan kewajiban pemerintah untuk memenuhinya.
jawab yang sangat penting dalam mengatur pelayanan kesehatan agar masyarakat
memiliki kesempatan yang sama terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan tanpa
memandang latar belakang agama, jenis kelamin, suku dan tingkat sosial.
1. Hukum kesehatan yang terkait langsung dengan pelayanan kesehatan yaitu antara
lain:
494
http://drampera.blogspot.co.id/2011/06/hukum-kesehatan.html, terakhir di akses pada 18 Februari
2017, pukul 12.08 Wib
325
a. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan tentang Kesehatan
f. Permenkes Nomor 161 Tahun 2010 tentang Uji kompetensi dan lain lain
2. Hukum Kesehatan yang tidak secara langsung terkait dengan pelayanan Kesehatan
antara lain:
jawab secara pidana bagi tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang dalam
cacat, gangguan fungsi organ tubuh atau kematian akibat kelalaian atau
kesehatan baik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maupun oleh sarana
326
pada pada pasien menjadi tanggung jawab hukum dari penyelenggara
a.Konvensi
b.Yurisprudensi
c. Hukum Kebiasaan
4. Hukum Otonom
Kesehatan (Qanun Kesehatan) termasuk dalam hukum otonom. Bila kita telaah
komposisi isi qanun tersebut dapat di lihat dalam tabel berikut ini
327
BAB TENTANG PASAL
I Ketentuan umum Pasal 1
II Asas, tujuan dan ruang lingkup Pasal 2 – 4
III Hak dan kewajiban Pasal 5 – 21
IV Tugas dan tanggung jawab Pemerintah Aceh Pasal 22, 23
V Kewenangan Pemerintah Aceh Pasal 24
VI Kewenangan Pemerintah kabupaten/kota Pasal 25
VII Tugas tanggung jawab dan wewenang SKPA Pasal 26 – 33
Peran Pemerintah Aceh, pemerintah
VIII Pasal 34, 35
kabupaten/kota dan swasta
IX Sumber daya kesehatan Pasal 36 – 51
X Upaya kesehatan Pasal 43-77
Peran serta masyarakat dalam pelayanan
XI Pasal 78, 79
kesehatan
XII Sanksi Administrasi Pasal 80
XIII Ketentuan Pidana Pasal 81
XIV Ketentuan peralihan Pasal 82
XV Ketentuan penutup Pasal 83, 84
Sumber: Qanun Kesehatan, data diolah
kesehatan seseorang. Hal ini dinyatakan dengan jelas oleh WHO dalam Konferensi
khusus kepada kelompok masyarakat yang paling rawan dan upaya untuk
328
perempuan berada dalam posisi yang rawan dan status kesehatannya lebih buruk dari
pada tahun 1995 menyebutkan "Perempuan dan Kesehatan" sebagai suatu aspek
penting yang disebutkan dalam Rencana Aksi. Ada enam tujuan strategis 496 yang
suatu alat analisis berupa indikator kesetaraan dan keadilan gender, yang di
(i) Keadilan dalam (status) kesehatan, yaitu tercapainya derajat kesehatan yang
setinggi mungkin (fisik, psikologis dan sosial) bagi setiap warga negara.
496
Lee Waldorf, 2007, Jalan Menuju Kesetaraan Gender (Terjemahan Netti lesmanawati), Unifem,
Jakarta, hlm. 29.
329
(ii) Keadilan dalam pelayanan kesehatan, yang berarti bahwa pelayanan diberikan
sesuai dengan kebutuhan tanpa tergantung pada kedudukan sosial seseorang, dan
diberikan sebagai respon terhadap harapan yang pantas dari masyarakat,
dengan penarikan biaya pelayanan yang sesuai dengan kemampuan bayar
seseorang.
(empat belas) rumpun hak dan terjabarkan menjadi 40 (empat puluh) Hak
Manfaat (APKM) yang adil bagi laki-laki dan perempuan, guna menjamin
330
diatur dalam perundang- 3. Pelayanan kesehatan
undangan, sehingga yang bermutu dan
norma-norma hukum ekonomis terjangkau
yang dirumuskan 4. Pelayanan kesehatan
mencerminkan keadilan yang mudah terjangkau
dan kesetaraan dan jarak, jlan dan
keadilan gender infrastruktur.
5. Tersedianya fasilitas
kesehatan yang
berkaitan dengan fungsi
Partisipasi reproduksi, utamanya
bagi perempuan
6. Hak setiap anak,
perempuan dan laki-
laki untuk mendapat
layanan kesehatan
Memperhatikan apakah 7. hak anak yang cacat
peraturan perundang- perempuan dan laki-
undangan memberikan laki untuk memperoleh
kesempatan yang setara layanan kesehatan
bagi perempuan dan khusus, rehabilitasi
laki-laki untuk bantuan sosial dan
berpartisipasi dan pemeliharaan taraf
mempunyai peran kesejahteraan sosial
yang sama dalam
proses pembuatan
kebijakan dan 1. Perempuan dan
Kontrol pengambilan laki-laki setara dan
keputusan, antara lain berdaya dalam
untuk Menentukan berperan aktif guna
proses pemecahan mendorong
terhadap suatu tersedianya
permasalahan, pelayanan
menentukan solusi yang kesehatan bermutu
dipilih, turut serta dalam dan ekonomis/
pengambilan keputusan bermutu serta
baik terkait dengan mudah terjangkau.
jumlah maupun kualitas. 2. Mendorong
Keberdayaan institusi tersedianya
dan peran serta
pelayanan kesehatan
masyarakat untuk
yang bermutu dan
mengatasi persoalan
ekonomis dan
yang dihadapi, terutama
mudah terjangkau
Manfaat persoalan yang dihadapi
perempuan bagi anak, anak
cacat perempuan
Menganalisis apakah dan laki-laki.
norma hukum yang 3. Perempuan dan
dirumuskan dalam suatu laki-laki setara dan
peraturan perundang- berdaya dalam
undangan memuat mengatasi masalah
ketentuan yang setara selama kehamilan
berkenaan dengan relasi dan melahirkan
kekuasaan antara (pasca melahirkan)
perempuan dan laki- dengan meniadakan
laki untuk kebiasaan setempat
melaksanakan hak dan yang merugikan
kewajibannya dan perempuan dan
mempunyai kekuasaan anak.
yang sama pada
331
sumberdaya
pembangunan.
Perempuan dan laki-
laki setara dan
berdaya untuk:
1. Memutuskan dan
menentukan jenis
pelayanan kesehatan
dan pelayanan
kesehatan yang
berkaitan dengan
fungsi reproduksi,
yang bermutu
apakah norma hukum ekonomis dan
yang dirumuskan dapat terjangkau.
menjamin bahwa suatu 2. Memutuskan dan
kebijakan atau program menentukan
pembangunan akan pelayanan kesehatan
mempunyai manfaat anak dan pelayanaan
yang sama bagi
kesehatan khusus
perempuan dan laki-
bagi anak yang
laki di kemudian hari
menyandang cacat
dan pemanfaatan
manfaat yang sama dan perempuan dan laki-
adil dari hak yang laki yang ekonomis
dipenuhi, terutama dan terjangkau.
dipenuhinya hak 3. Untuk memutuskan
perempuan dan menentukan
peniadaan kebiasaan
perempuan dan
anak.
1.Perempuan dan
laki-laki setara dan
berdaya mendapat
manfaat dari
layanan kesehatan
yang bermutu
ekonomis dan
terjangkau.
2.Anak dan
penyandang cacat
perempuan dan
laki-laki menikmati
manfaat.
3.Adanya pelayanan
kesehatan anak dan
pelayanan khusus
bagi anak
penyandang cacat
yang bermutu,
ekonomis dan
terjangkau.
4.Menikmati manfaat
dari kebiasaan
setempat yang tidak
merugikan
332
perempuan dan
anak.
Sumber: KPPPA, data diolah
tentang kesehatan menunjukkan bahwa ada beberapa pasal yang secara tersurat
gender, serta pemenuhan hak asasi perempuan dalam pelayanan kesehatan di Aceh.
Pemuatan prinsip-prinsip tersebut secara khusus tersurat dalam asas, fungsi,tujuan dan
a. keislaman,
b. perikemanusiaan
c. keseimbangan
d. kemanfaatan
e. kebenaran
f. perlindungan
g. penghormatan hak dan kewajiban,
h. keadilan kesetaraan
i. non diskriminatif.
a. Akses
memperoleh kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki serta dalam
mencerminkan keadilan dan kesetaraan dan keadilan gender bahwa perempuan dan
333
laki-laki setara dan berdaya dalam akses pada informasi dan adanya hak atas layanan
mudah terjangkau jarak, jalan dan infrastruktur, tersedianya fasilitas kesehatan yang
berkaitan dengan fungsi reproduksi, utamanya bagi perempuan, hak setiap anak,
perempuan dan laki-laki untuk mendapat layanan kesehatan, hak anak yang cacat
perempuan dan laki- laki untuk memperoleh layanan kesehatan khusus, rehabilitasi
bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial. Merujuk pada ketentuan
(1) Setiap penduduk Aceh mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang berkualitas sesuai kebutuhan medisnya.
(2) Setiap penduduk Aceh berhak atas jaminan kesehatan.
(3) Setiap penduduk Aceh berhak atas Iingkungan hidup yang sehat.
(4) Setiap penduduk Aceh berhak untuk berperan serta dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan.
(5) Setiap penduduk Aceh berhak atas pelayanan informasi kesehatan dan
pencegahan terhadap bahaya lingkungan dan perilaku yang
mengakibatkan timbulnya penyakit, baik fisik maupun mental.
Berdasarkan pasal tersebut akses kesehatan terbuka bagi seluruh
pendudu Aceh, dalm prakteknya bagi penduduk Aceh yang ingin mendapatkan
dalam kondisi khusus seperti konflik atau bencana alam tidak diatur di dalam
qanun.
334
b. Partisipasi
laki-laki untuk berpartisipasi dan mempunyai peran yang sama dalam proses
turut serta dalam pengambilan keputusan baik terkait dengan jumlah maupun
perempuan dan laki-laki setara dan berdaya dalam berperan aktif guna
bermutu dan ekonomis dan mudah terjangkau bagi anak, anak cacat perempuan
dan laki-laki. Perempuan dan laki-laki setara dan berdaya dalam mengatasi
temukan dalam pasal 19 yang menyatakan bahwa setiap orang dan badan
yang merugikan perempuan hamil, melahirkan, dan balita sebagai mana temuat
dalam Pasal 19 ayat (5) yang menyatakan bahwa setiap orang wajib
335
anak balita. Pasal 69 ayat (1) juga menyatakan bahwa masyarakat, lembaga
dunia dapat berperan serta aktif dalam penanggulangan krisis kesehatan dan
c. Kontrol
hak dan kewajibannya dan mempunyai kekuasaan yang sama pada sumberdaya
qanun dapat dilihat dalam Pasal 55 yang menyatakan bahwa Pasien berhak
diagnosa, tindakan dan pengobatan dari dokter dan atau fasilitas pelayanan
perawatan dari dokter dan atau perawat dan atau fasilitas pelayanan
336
d. Manfaat
Indikator ini akan menentukan apakah norma hukum yang dirumuskan dapat
manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki di kemudian hari dan
pemanfaatan manfaat yang sama dan adil dari hak yang dipenuhi, terutama
terjangkau, serta anak dan anak yang menyandang cacat perempuan dan
manfaat dari sistem pelayan kesehatan yang diatur dalam qanun ini dapat
bertujuan untuk:
337
seperti yang terdapat dalam Pasal 60 tentang Kesehatan Ibu, yang
Pelayan khusus lainnya adalah bagi kelompok orang cacat baik fisik
fisik dan cacat mental dari tindakan diskriminasi dengan membuka akses
berupa
bantuan teknis
338
termasuk Indonesia, dan di setiap sektor. Upaya ini ditujukan untuk
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
de facto antara laki-laki dan perempuan, termasuk merubah praktik kebiasaan dan
budaya yang didasarkan pada inferioritas atau superioritas salah satu jenis
339
kelamin atau peran sterotipe untuk laki-laki dan perempuan, bertujuan agar
kesetaraan dan keadilan subtantif, non diskrimanif dan kewajiban negara yang
gender.
2. Perspektif keadilan gender dan kedudukan perempuan dalam Islam dapat dilihat
dalam ketentuan utama yaitu Al Quran dan Sunnah nabi yang mengisyaratkan
kedudukan yang sama, sama-sama mengemban tugas dan tanggung jawab, yang
spiritual maupun karir professional, tidak mesti didominasi satu jenis kelamin
tanggung jawab atas keunggulan tersebut. Sehingga jika ada penafsiran yang tidak
sejalan dengan prinsip-prinsip keadilan dan hak azasi manusia, maka penafsiran
itu harus ditinjau kembali baik dari segi tekstual maupun kontekstual.
340
Kesehatan di Aceh sudah memasukkan prinsip kesetaraan dan keadilan gender
namun belum secara komprehensif dan masih sangat netral gender, dilihat
sebagai qanun yang responsif gender. Muatan qanun bersifat netral gender
B. Saran
pengarusutamaan gender dalam pelaksanaan peran dan fungsi lembaga negara baik
memasukkan prinsip prinsip keadilan gender yang termuat dalam CEDAW agar
gender dalam setiap perumusan qanun dia Aceh, karena selain harus memahami teori
keadilan juga harus punya memiliki perspektif gender sehingga produk qanun
nantinya dapat memberikan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol yang sama baik
341
bagi lagi-laki dan perempuan dalam pelaksanaannya.
peraturan yang bias gender dan menjadikan perempuan sebagai pihak yang dirugikan,
kualitas hidup warga negara, seperti peningkatan kualitas pelayanan publik dalam
kelompok rentan dari semua bentuk diskriminasi, kekerasan dan eksploitasi sehingga
mereka dapat juga menikmati hidup yang lebih sejahtera, adil dan makmur
3. Penelitian hukum normatif ini hanya menjawab sebagian kecil dari keseluruhan
persoalan yang berkaitan dengan penerapan asas keadilan perspektif gender dalam
qanun di Aceh, terutama bila dikaitkan dengan empat puluh hak-hak konstitusional
yang diamanatkan dalam UUD 45 yang juga perlu pengintegrasian perspektif gender
ke dalam pengaturanya, ditambah lagi dalam pelaksanaan suatu aturan yang sudah
responsif genderpun ternyata masih terjadi bias gender. Oleh karena itu untuk
342
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abdul Ghofur Anshori, 2006, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta
Abdul Mustakim, 2003, Amina Wadud: Menuju Keadilan Gender, dalam Pemikiran
Islam kontemporer, Jendela, Yogyakarta
Abdul Razak dan Rosihan Anwar, 2011, Ilmu Kalam, Cet. VI, CV Pustaka Setia, Bandung
Achmad Ali, 2012, Menguak Teori Hukum (Legal Theory dan Teori Peradilan (Judicial
Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta
Afrizal Tjoetra dkk, 2007, Merancang Qanun, Merancang Pembaruan Aceh, ADF
(Aceh Development Fund), Banda Aceh
343
Agnes Widanti, 2005, Hukum Berkeadilan jender, Penerbit Buku Kompas, Jakarta
Agus Santoso, 2012, Hukum, Moral dan Keadilan, Sebuah kajian Filsafat, Edisi pertama,
kencana, Jakarta
Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid al- Syariáh fi al- Islami, terjemahan Khikmawati
Kuwais, 2009, Cetakan pertama, Amzah, Jakarta
Ahmad Mahmud Subhi, 1986, Filsafat Etika, PT. Serambi Ilmu Semesta, Jakarta Alaiddin
Koto, 2004, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Suatu Pengantar), Raja Grafindo Persada,
Jakarta
Ahmad Sukardja dan Mujar Ibnu Syarif, 2012, Tiga Kategori Hukum, Syariat, Fikih,
dan Kanun, Sinar Grafika, Jakarta
Al Yasa Abu Bakar, 2003, Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Dinas Syari’at
Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh
Amal Rassam, 1995, Fatima Mernissi, The Oxford Encyclopedia of Modern Islamic World,
Oxford University, Oxford
Amina Wadud Muhsin, 1994, Qur’an and Woman, Fajar Bakti Sdn bhd, Kuala Lumpur
Amir Mu‟alim dan Yusdani, 2002 Ijtihad dan Legislasi Muslim Kontemporer. UII Press ,
Yogyakarta
Amir Syarifuddin, 2001, Ushul Fiqh, Jilid. I. Logos Wacana Ilmu, Jakarta
-------, 2005, Ushul Fiqh Jilid 2, Cet. Kedua, Logos Wacana Ilmu, Jakarta
-------, 2005, Meretas Kebekuan Ijtihad Isu-isu Penting Hukum Islam Kontemporer di
Indonesia, Ciputat Press, Jakarta
Amiur Nuruddin, Konsep Keadilan Dalam Al-Qur‟an dan Implikasinya Pada Tanggung
Jawab Moral, PPs IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 1994
Ani Widyani, 2005, Politik Perempuan Bukan Gerhana: Esai-Esai Pilihan, Penerbit
Buku Kompas, Jakarta
A. Qadri Azizy, 1987, Sebuah Potret Teori dan Praktek Keadilan Dalam Sejarah
Pemerintahan Muslim, PLP2M, Yogyakarta
-------, 2004, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi Antara Hukum Islam dan Hukum
Umum, Gama Media, Yogyakarta
Arief Budiman, 1985, Pembagian Kerja Secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologi
tentang Peran Wanita dalam Masyarakat, Gramedia, Jakarta
344
Asafri Jaya Bakri, 1996, Konsep Maqashid Syari’ah Menurut Al- Syatibi, Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Asia Report, 2006, Syariat Islam dan Peradilan Pidana di Aceh, International Crisis Group,
Jakarta
Atabik Ali, dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, t.t, Kamus Kontemporer Arab Indonesia, Multi
Karya Grafika, Yogyakarta
Badan pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, 2013, Mengenal Kekerasan
Terhadap Perempuan Dan Anak Serta Mekanisme Penanganannya, BP3A, Banda
Aceh
Bagir Manan, 2004, Teori dan Politik Konstitusi, Fakultas Hukum UII Press, Yogyakarta
Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
Generasi, Genta Publishing, Yogyakarta
-------, 2010, Teori Hukum Dari berbagai Ruang dan Generasi, Genta Publishing,
Yogyakarta
Bryan A Garner (ed), 2009, Black’s Law Dictionary, Nine Edition, Thomson Reuters, USA
Budhy Munawar Rachman, 2003, Islam Pluralis Wacana Kesetaraan dan keadilan Kaum
Beriman, Jakarta, Paramadina
Carl Joachin Friedrich, 2004, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Terjemahan, Nuansa dan
Nusamedia, Bandung
C.F.G. Sunaryati Hartono, 2006, Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke-20,
Alumni, Bandung
Cicero, dalam Dominikus Rato, 2010, Filsafat Hukum Mencari, Menemukan dan
Memahami Hukum, LaksBang Yusticia, Yogyakarta
Darsono Prawironegoro, 2010, Filsafat Ilmu Kajian tentang Pengetahuan yang Disusun
Secara Sistematis dan Sistemik Dalam Membangun Ilmu Pengetahuan, Nusantara
Consulting (NC), Jakarta
Deliar Noer, 1997, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Cetakan II Edisi Revisi, Pustaka
Mizan, Bandung
345
Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan
Kedua, Balai Pustaka, Jakarta
Dimitra Gefou, 2008, dalam Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, edisi kedua, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Dudu Duswara Machmudin, 2003, Pengantar Ilmu Hukum, Sebuah Sketsa, Refika
Aditama, Jakarta
Elfi Muawanah, 2006, Menuju Kesetaraan dan keadilan Gender, Kutub Minar, Malang
Elly Erawati, dkk, 2011, Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Sistem Hukum
Nasional Indonesia, Liber Amicorum Untuk Prof. Dr. CFG. Sunaryati hartono, SH,
Citra Aditya Bakti, Bandung
Faisal A. Rani, 2009, Fungsi dan Kedudukan Mahkamah Agung Sebagai Penyelenggaraan
Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka Sesuai Dengan Paham Negara Hukum, Syiah
Kuala University Press, Banda Aceh
Faisar Ananda Arfa, 2004, Wanita dalam Konsep Islam Modernis, Pustaka Firdaus,
Jakarta
F. Capra, 1997, Titik Balik peradaban; Sains Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan
diterjemahkan oleh M. Thojibi Yayasan bentang Budaya, Yogyakarta
Frans Magnis Suseno, 1994, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan modern,
Gramedia, Jakarta
Gadis Arivia, 2003, Filsafat Berperspektif Feminis, Yayasan Jurnal Perempuan, Jakarta
Gerda Lerner, 1986, The Creation of Patriarchy, Oxford University Press, New York
Hamim Ilyas dkk, 2008, Perempuan Tertindas? Kajian Hadis-Hadis Misoginis, Elsaq
Press, Cet III , Yogyakarta
Handayani dan Sugiarti, 2006, Konsep dan Teknik Penelitian Gender, Edisi Revisi,
Cetakan Kedua, UMM Press, Malang
-------, 2011, Analisis Jender dalam Penelitian Kajian Gender, PPs U I, Jakarta
Hans Kelsen, 2011, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul
Muttaqien, Nusa Media, Bandung
346
Harun Nasution, 2001, Teologi Islam, UI Press, Jakarta
Hasanuddin AF dkk, 2004, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Al Husna Baru dan UIN
Jakarta Press, Jakarta
Heddy Shri Ahimsa dalam Mufidah, 2004, Paradigma Gender, Bayumedia Publishing,
Malang
Herbert Scurman, tanpa tahun, Agama dalam Dialog, Pencerahan, Peramalan, dan
Petunjuk Masa Depan, Gunung Agung , Jakarta
Husein Muhammad, 2001, Fiqh Perempuan Refleksi Kiai atas Wacana agama dan
Gender PT LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta
Irawan Soejito, 1978, Tehnik Membuat Peraturan Daerah, Bina Aksara, Jakarta
Jackson, R., & Sorensen, G, Pengantar Studi Hubungan Internasional, 2005, terjemahan
D. Suryadipura, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Jajat Burhanudin, Oman Fathurahman, 2004, Tentang Perempuan Islam, Wacana dan
Gerakan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Jazim Hamidi dan Kemilau Mutik, 2010, Civic Education, Antara Realitas Politik dan
Implementasi Hukumnya, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
-------, 2011, Legislative Drafting, Seri Naskah Akademik Pembentukan Perda, Total
Media, Yogyakarta
Jazim Hamidi, dkk, 2011, Optik Hukum Perda Bermasalah, Menggagas Perda
Yang Responsif dan Berkesinambungan, Prestasi Pustakaraya, Jakarta
Jimly Asshiddiqie, 2000, Penataan Kembali Sumber Tertib Hukum RI Dalam Rangka
Amandemen Kedua UUD 1945, BP MPR-RI, Jakarta
347
J.J.H. Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidharta, Citra
Aditya Bakti, Bandung
John M. Echols dan Hassan Shadily, 1983, Kamus Inggris Indonesia, Cet. XII, Gramedia,
Jakarta
John Rawls, A Theory of Justice terjemahan oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo,
2006, Teori Keadilan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Juhaya S. Praja, 1995, Filsafat Hukum Islam, Pusat Penebitan Universitas LPPM
UNISBA, Bandung
Kahar Masyhur, 1985, Membina Moral dan Akhlaq, Kalam Mulia, Jakarta
-------, 2011., Parameter Kesetaraan dan keadilan Gender Dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, Jakarta
Kemitraan, 2008, Kebijakan Otonomi Khusus di Indonesia, Kemitraan bagi Pembaruan Tata
Pemerintahan di Indonesia, Jakarta
Khairani, dkk, 2009, Riset Analisis Kebijakan Publik, Pusat Studi HAM Universitas Syiah
Kuala, Banda Aceh
Kristi Poewandari , 2 0 11, Data Terpilah dalam Penelitian Kajian Gender, PPs UI, Jakarta
Leden Marpaung, 1999, Menggapai Tertib Hukum di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
Lee Waldorf 2007, Jalan Menuju Kesetaraan dan keadilan Gender (Terjemahan oleh Netti
lesmanawati), Unifem, Jakarta
Linda L. Lindsey, 1990, Gender roles : Sociological perspective, Prantice Hall, New jersey
L.J. Van Apeldoorn, 1996, Pengantar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, cetakan kedua
puluh enam, Jakarta
348
Madjid Khadduri, 1999, Teologi Keadilan (Perspektf Islam), Risalah Gusti , Surabaya
Mansour Fakih, 1997, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
Mardani, 2010, Hukum Islam Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta
-------, 2010, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius,
Yogyakarta
Mary Daly, 1978, Gyn/Ecology : The Metaethics of Radical Feminism, Beacon, Boston
Marwati Djoened Poesponegoro, dkk, 2008, Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Jepang
dan Zaman Republik Indonesia, 1942-1998, PT Balai Pustaka, Jakarta
Mawardi Umar dan Al Chaidar, 2006, Islam Aceh: Pembrontakan atau Pahlawan, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Pemprov NAD, Banda Aceh
M. Fathurrahman Djamil, 1997, Filsafat Hukum Islam Bagian Pertama, Logos Wacana
Ilmu, Jakarta
M. Hasbi Amiruddin, 2006, Aceh dan Serambi Mekkah, Yayasan Pena, Banda Aceh
Miftahul Huda, 2006, filsafat Hukum Islam Menggali Hakikat Sumber dan Tujuan Hukum
Islam, STAIN Ponorogo Press
M. Jakfar Puteh, 2012, Sistem Sosial Budaya dan Adat Masyarakat Aceh, Grafindo Litera
Media, Yogyakarta
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, 2000, Pengantar Ilmu Hukum Suatu
Pengenalan Pertama Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Alumni, Bandung
Mohd. Din, 2009, Stimulasi Pembangunan Hukum Pidana Nasional dari Aceh Untuk
Indonesia Unpad Press, Bandung
Moh. Mahfud MD, 2009, Politik Hukum di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta
-------, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Raja Grafindo Persada,
Jakarta
-------, 2010, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali Pers, Jakarta
349
Muchsan, 1985, Hukum Tata Pemerintahan, Penerbit Liberty, Yogyakarta
Muhammad Umar, 2006, Peradaban Aceh ( Tamaddun) : Kilasan Sejarah Aceh dan Adat,
JKMA , Banda Aceh
Mukti Ali, 1998, Ijtihad dalam pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan dan
Muhammad Iqbal, Bulan Bintang, Jakarta
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Murtadha Muthahhari, 1995, Keadilan Ilahi: Azas Pandangan Dunia Islam, Mizan,
Bandung
Nasaruddin Umar, 1999, Argumen Kesetaraan dan keadilan Jender: Perspektif Al-
Qur’an. Cet 1, Paramadina Jakarta
-------, 1999, Kodrat Perempuan dalam Islam, Jakarta, Lembaga Kajian Agama dan Gender
Neni Sri Imaniyati, 2009, Hukum Bisnis Telaah Tentang Pelaku dan Kegiatan Ekonomi,
Graha Ilmu, Yogyakarta
Ngaire Naffine, 1997, Sexing the Subyect of Law. Sexing Law, Sweet & Maxwell Ltd,
London
Nur Ahmad Fadhil Lubis, 2003, Yurisprudensi Emansipatif: Cita Pustaka Media, Bandung,
Nurcholis Majid, 1992, Islam, Doktrin dan Peradaban. Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemoderenan. Yayasan Wakaf Paramadina,
Jakarta
Nurul Agustina, 1999, Melacak Akar Pemberontak Fatima Mernissi, Mizan, Bandung
-------, 2005, Gerakan Feminisme Islam dan Civil Society, dalam Islam, Negara dan Civil
Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, Paramadina, Jakarta
350
Otong Rosadi dan Andi Desmon, 2012, Studi Politik Hukum, Suatu optik Ilmu Hukum,
Thafa Media, Yogyakarta
Otto Samsudin Ishak, 2001, Dari Maaf Ke Panik Aceh Sebuah Sketsa sosiologi Politik,
LSPP, Jakarta
Paul Scholten, dalam CST Kansil dkk, 2005, Kemahiran Membuat Peraturan Perundang-
undangan, PT Perca, Jakarta Timur
Ph.Kleintjes, dalam Fatmawati, 2005, Hak Menguji (Toetsringsrecht) Yang Dimiliki Hakim
Dalam Sistem Hukum Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Qadri Azizy, 2004, Eklektisisme Hukum Nasional, Kompetisi Antara Hukum Islam dan
Hukum Umum, Gama Media, Yogyakarta
Rahim Afandi Abdul dan Mohd Anwar Ramli, t t , Pemikiran Teologi Islam di Malaysia;
suatu Analisis UPSI, Malaysia
Ratna Megawangi, 1999, Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi
Gender. Cet. I , Mizan, Bandung
Rizal Sukma, 2004, “Security Operations in Aceh: Goals, Consequences, and Lessons”,
Project on Internal Conflicts, East-West Center Washington
Robert Nozick, 1974, Anarchy, State and Utopia , Oxford, Blackwell, Basic Books, New
York
Romli Atmasasmita, 2012, Teori Hukum Integratif, Rekonstruksi Terhadap Teori Hukum
Pembangunan dan Teori Hukum Progresif, Genta Publising, Yogyakarta
Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta
Ronny Sautma Hotma Bako, 2008, Prinsip-Prinsip Hukum Atas Otonomi Khusus di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan
Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta
Roscoe Pound, dalam Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis
351
dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta
Sigmund Freud, dalam J. Starchey, 1975, The Standard Edition of Complete Psychological
Work of Sigmund Freud, , Hogarth Press and the Institute of Psycho-Analysis, London
Siti Malikhatun, 2010, Penemuan Hukum Dalam Konteks Pencarian Keadilan, Badan
Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
.
Siti Musdah Mulia, 2004, Islam Menggugat Poligami, Cet. I, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Siti Ruhaini Dzuhayatin, dkk. 2002, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan dan
keadilan Gender dalam Islam, Pustaka Pelajar Yogyakarta
Soejono dan Abdurrahman, 2005, Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan Penerapan,
Rineka Cipta, Jakarta
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2010, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pers, Jakarta
Solly Lubis, dalam Sophia Hadyanto (editor), 2010, Paradigma Kebijakan Hukum
Pasca Reformasi, Dalam Rangka Ultah ke-80 Prof. Solly Lubis, Sofmedia, Jakarta
Sri Soendari Sasongko, 2009, Konsep dan Teori Gender, BKKBN, Jakarta
Sukron Kamil, dkk, 2007, Syari’ah Islam dan HAM: Dampak Perda Syariah terhadap
Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan, dan Non-Muslim, CSRC, Jakarta,
Suparman Usman, 2001, Hukum Islam, Asas-asas dan Pengantar Studi Islam dalam Tata
352
Hukum Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta
Taufik Adnan Amal dan Samsul Rizal Panggabean, 2004, Politik Syariat Islam: Dari
Indonesia hingga Nigeria, Pustaka Alvabet, Jakarta
Umul Baroroh, 2002, Feminisme dan Feminis Muslim, dalam Pemahaman Islam dan
Tantangan Keadilan Gender, Gama Media, Yogyakarta
Victoria Neufeldt , 1984 , Webster’s New World Dictionary. New York, Webster’s New
World Clevenland
Wahbah Az -Zuhaili, Konsep Darurat Dalam Islam Studi Banding Dengan Hukum Positif,
terjemahan Said Agil Husain al-Munawar dan M. Hadri Hasan, 1997, gaya Media
Pratama, Jakarta
Wayne Parson, 2006. Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan,
Kencana, Jakarta
-------, Teori dan Filasafat Hukum,, (Legal Theory), Susunan II, diterjemahkan oleh
Muhamad Arifin, 1993, cetakan Kedua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
WJS. Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
Yance Arizona, 2008, Karakter Peraturan Daerah Sumberdaya Alam, Kajian Kritis
Terhadap Struktur Formal Peraturan Daerah dan Konstruksi Hak
Masyarakat Terkait Pengelolaan Hutan, Huma, Jakarta
Yaswiman, 2001, Hukum Keluarga, Karakteristik dan Prospek Doktrin Islam dan Adat
Dalam Masyarakat Matrilineal Minangkabau, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta
Yurna Bachtiar dan Ahmad Azhar Basyir, 2000, Pembaruan Pemikiran Hukum Islam di
353
Indonesia, Quantum, Jakarta
Yuslim, 2015, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika, Jakarta
-------, Fiqih Maqashid Syari’ah Moderasi Islam antara Aliran Tekstual dan Aliran Liberal,
terjemahan oleh Arif Munandar Riswanto, 2007, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta
Zainal Abidin, 2011, Analisis Qanun-Qanun Aceh Berbasis Hak Asasi Manusia, Demos,
Jakarta
Zarkowi Soejoeti, tanpa tahun, "Manusia dalam pandangan Islam", dalam Mencari Konsep
Manusia Indonesia, Sebuah Bunga Rampai.
Ziauddin Ahmad, 1998, al-Quran: Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan, Dana Bhakti
Wakaf Prima Yasa, Yogyakarta
B. Jurnal
Abdul Gani Isa, “Paradigma Syariat Islam Dalam Rangka Otonomi Khusus: Studi Kajian di
Provinsi Aceh”, Media Syariah, Vol XIV Januari – Juni 2012
Abdul karim, Kerangka Studi Feminis (Model Penelitian Kualitatif Tentang Perempuan
dalam Koridor Sosial Keagamaan), Jurnal Fitrah, Volume 1, No. 2, Juni 2014
Abidin Nurdin, “Revitalisasi Kearifan Lokal di Aceh: Peran Budaya Dalam Menyelesaikan
Konflik Masyarakat”, Jurnal Analisis, Vol. XIII No. 1 Juni 2013
Anthony L, Smith, Aceh: Democratic Times, Authoritarian Solutions, New Zealand Journal
of Asian Studies, hlm. 20 di akses 2 Desember, 2016
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al Syari’ah Dalam Hukum Islam, Jurnal Sultan Agung, Vol.
XLIV No. 118 Juni – Agustus 2009
Hartian Silawati, Pengarusutamaan Gender Mulai Dari mana, Jurnal perempuan, No. 50
Tahun 2006
354
Hulwati, Memahami kesetaraan dan keadilan Gender Dalam Fiqh, Jurnal Ilmiah Kajian
Gender, Volume V, No. I, 2015
Husni, “Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif”, Jurnal
Equality Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Vol. 11 Februari 2006
Hasnil Basri Siregar, “Lessons Learned From The Implementation Of Islamic Shari’ah
Criminal Law In Aceh, Indonesia” , Journal of Law and Religion, Vol. 24, No. 1
2008/2009
Inge Dwisvimiar, Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum, Jurnal Dinamika Hukum,
universitas Jenderal Soedirman, Volume 11 No. 3, 2011
Kamaruddin, Mewujudkan Cita Hukum Yang Efektif (Suatu Pandangan Teoritis), Jurnal
Justitia Islamica Vol. 3 No. 2 Juli-Desember 2006
Laica Marzuki, Judicial Review di Mahkamah Agung, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 2.
No.1 Maret 2005, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen
Hukum dan HAM RI
-------, Membangun Undang-Undang Yang Ideal, Jurnal Legislasi Indonesia vol. 4 No. 2
Juni 2007, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Departemen Hukum
Dan Hak Asasi Manusia RI
Marsudi, Bias Gender dalam Buku-Buku Tuntunan Hidup Berumah Tangga. Jurnal
Istiqro’. Vol. 07 No. 1, 2008
Masdar F. Mas'udi, Meletakkan Kembali Maslahat Sebagai Acuan Syari'ah‟ Jurnal Ilmu
dan Kebudayaan Ulumul Qur'an No.3, Vol. VI Th. 1995
Mawardi, Konsep al-‘adalah Dalam Perspektif Ekonomi Islam, Jurnal Hukum Islam. Vol.
VII No. 5. Juli 2007
M. Helmi, Konsep Keadilan Dalam Filsafat hukum dan Filsafat Hukum Islam, Jurnal
Mazahib, Vol.XIV, No. 2, Desember, 2015
Misran, “Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh: Analisis Kajian Sosiologi Hukum”, Jurnal
Legitimasi, Vol.1 No.2 Januari – Juni 2012
355
Muhammad Ikrom, Syariat Islam dalam Perspektif Gender dan Hak Asasi Manusia (HAM),
Jurnal Supremasi Hukum, Vol.2, no.1, Juni 2013
Nurdin, “Konsep keadilan dan kedaulatan Dalam Perspektif Islam dan Barat, Media
Syari’ah, Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial, Vol. XIII No. 1 Januari – Juni
2011
Pan Mohamad Faiz, Teori Keadilan John Rawls, Jurnal Konstitusi, Volume 6 Nomor 1
April 2009
Ratna Tiharita Setiawardhani, “Peran Perempuan dalam Perspektif Islam Konteks Kekinian”
Jurnal INSANCITA Vol.1, February, 2016
Rudy Hendra Pakpahan, Analisis Prosedur Pengujian Peraturan Daerah, Jurnal Legislasi
Indonesia Vol. 10 No. 1 Maret 2013, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-
Undangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Salim Arskal, “Shari’a From Below’ In Aceh (1930s–1960s): Islamic Identity And The
Right To Self-Determination With Comparative Reference To The Moro Islamic
Liberation”, Indonesia And The Malay World, Vol. 32, No. 92, March 2004
Sayyid Said Akhtar Rizvi, The Justice Of God, diterjemahkan, Konsep Keadilan Allah
Dalam Islam, Misi Islam Bilal, Tanzania, Oktober, 1996
Sri Yuliani, Pengembangan Karier Perempuan di Birokrasi Publik: Tinjauan Dari Perspektif
Gender, Jurnal Pusat Studi Pengembangan Gender UNS Wanodya No.16 Tahun XIV
Tahun 2004
356
Whisnu Basuki, Lawrence M. Friedman, “American Law: An Intruduction, Jurnal
Keadilan Vol. 2, No. 1 Tahun 2002
Wiyatmi, Konstruksi Gender dalam Novel Geni Jora Karya Abidah El- Khalieqy, Jurnal
Humaniora, Vol. 22 No. 2. 2010
C. Makalah
Ani Soetjipto, Kebijakan Afirmatif bagi Perempuan, Kompas, Selasa, 10 Februari 2014
Bagir Manan, Politik Pembangunan Hukum Nasional, Kuliah Umum tanggal 24 April 2013,
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
Elwi Danil, tanpa tahun, Perkembangan Teori Dan Filsafat Hukum, Materi Kuliah pada
Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Andalas Padang
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Prolegnas Tahun 2005-2009. Makalah
Seminar Implementasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 dalam Legislasi
Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004”, Surabaya, 25 Mei
2005
Mustaqhfirin, Sistem Hukum Barat, Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Islam
Dalam Perspektif Filsafat Hukum Dan Sistem Hukum Islam Menuju Sebagai
Sistem Hukum Nasional Sebuah Ide Yang Harmoni, Makalah, pada pertemuan
Nasional BKSPTIS di UNISBA Bandung, 18 Oktober 2011
D. Disertasi
Ishaq, 2014, Studi Perbandingan Tindak Pidana Zina Antara UU Hukum Pidana Dengan
Hukum Pidana Islam Dalam Upaya Memberikan Kontribusi Bagi Pembaruan hukum
Pidana Indonesia, Disertasi, Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, padang
Yanis Rinaldi, 2015, Penerapan Asas Keadilan Dalam Pengaturan Pengelolaan Sumber
Daya Alam Dalam kerangka Pembangunan Berkelanjutan di Aceh, Disertasi, Program
Pasca Sarjana Universitas Andalas Padang
357
E . INTERNET
Muchamad Ali Safa’at, Pemikiran Keadilan (Plato, Aristoteles, dan John Rawls),
http://safaat.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/keadilan.pdf, (terakhir kali di kunjungi
pada 15 Desember 2017, pukul 12.02 WIB)
Husni Jalil, artikel: Implementasi Syariat Islam Berdasarkan Otonomi khusus Aceh Dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia. .
https://regafelix.wordpress.com/2011/12/15/eksistensi-perda-syariah-dalam-sistem-
hukum-nasional/ (terakhir kali di kunjuni pada pada 20 Februari 2016, pukul 11.30
Wib)
Stanford Encyclopedia of Philosophy, Affirmative action , First published Fri Dec 28,
2001; substantive revision Wed Apr 1, 2009, http://
plato.stanford.edu/entries/affirmative- action/#Bib, (terakhir kali di kunjungi pada
27 September 2015 pukul 09:37 Wib
Regs Aceh, “Mencari Obat Mujarab Bagi Aceh”, diterbitkan 7 Agustus 2001,
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/08/27/0044.html , diakses 21-11-2016.
358
359