LATAR BELAKANG
Ketidakadilan gender secara teoritis memang tidak ada dalam berbagai Undang-
Undang di Indonesia namun secara praktis masih ada di Indonesia bahkan tak jarang
dapat ditemukan praktik – praktik yang menunjukkan ketidakadilan gender.
Ketidakadilan sendiri disini memiliki arti tidak adanya adil sesuai porsi porsi yang
seimbang sesuai kebutuhan masing masing. Dengan kondisi masih banyak beberapa
ketidakadilan gender,pemerintah telah mengakamodirsuatu program
Pengarasutamaan Gender yang dikenal dengan PUG. Program ini ditangani oleh
sebuah badan yaitu Pemberdayaan Perempuan yang ada sampai tingkat Kabupaten
dan Kota di Indonesia. Konsep PUG sendiri pertama kali muncul saat Konferensi
PBB untuk Perempuan IV di Beijing tahun 1995. Berbagai area kritis yang perlu
menjadi perhatian pemerintah dan masyarakat di seluruh dunia untuk mewujudkan
kesetaraan gender waktu itu mulai dipetakan. PUG memiliki tujuan untk
meningkatkan kedudukan,peran,dan kualitas perempuan serta upaya mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,berbangsa dan
bernegara, maka dipandang perlu melakukan strategipengarasutamaan gender ke
dalam seluruh pembangunan nasional. PUG secara legal dituangkan dalam Instruksi
Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam
Pembangunan Nasional. Pengarustamaan gender merupakan strategi yang dibangun
untuk mengintegrasikan gender menjadi satu dimensi integral dari
perencanaan,penyusunan,pelaksanaan,pemantauan,dan evaluasi atas kebijakan dan
program pembangunan nasional yang prespektif gender dalam rangka mewujudkan
kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga,bermasyarakat
berbangsa dan bernegara.
Dalam lingkup yang lebih kecil dari benegara dan berbangsa.adapun beberapa
indikator terwujudnya keadilan gender dalam relasi antar anggota keluarga yang
dikemukakan Ridwan (2006:44-45) yaitu sebagai berikut.
Keluarga merupakan tatanan masyarakat terkecil yang harus dibina terlebih dahulu.
Relasi adil gender dalam keluarga akan mendorong terciptanya tatanan sosial yng
adil gender pula. Pengalaman dan kondisi dalam keluarga akan mempenagruhi pola
tingkah laku seseorang dalam pergaulannya dengan orang lain di masyarakat.
Upaya-upaya untuk mewujudkan keseteraan dan keadilan gender antara laki- laki
dan perempuan demi meminimalisirkan praktik-praktik ketidakadilan gender di
Indonesia sebelumnya telah dialakukan R.A Kartini yang merupakan salah satu
tokoh atau pahlawan emansipasi yang sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Meskipun ide- ide Kartini untuk mengangkat harkat dan martabat perempuan
Jawapada akhir abad ke -19 belum sempat terealisaikan pada masa itu namun
setidaknya telah mampu mewarnai semangat perempuan Indonesia untuk keluar dari
ketertindasan dan mendapatkan hak,kedudukandan peran yang setara dengan laki-
laki. Karena pada dasar gender bukan jenis kelamin namun sejumlah peran yang
dilekatkan kepada perempuan dan laki- laki.
Dari pembahasan yang telah dijelaskan panjang lebar pada uraian diatas maka dapat
disimpulkan bahwa pada dasarnya di dalam undang undang dasar 1945 sudah di
jelaskan dan diatur didalamnya namun pada praktek kesehariannya masih ada di
daerah daerah tertentu yang belum bisa mempraktekkan kesetaraan gender karena
adat istiadat yang masih melekat kuat dan adanya norma yang masih berlaku hal
inilah yang menjadikan kesetaraan gender masih belum berlaku karena kebiasaan
kebiasaan yang sulit dihilangkan. Ada juga karena orang tua atau sesepuh yang
memberi peringatan kepada para perempuan yang melakukan hal menyimpang
menurut mereka seperti membiarkan suaminya untuk melakukan pekerjaan rumah
seperti mencuci baju, mencuci piring, memasak, mengurus anak, dan sebagainya
padahal sebenarnya mengerjakan pekerjaan rumah bersama sama antara suami dan
istri akan mempercepat untuk menyelesaikan pekerjaan di rumah juga bisa untuk
meringankan beban kerja pada istri jika istri ikut membantu bekerja mencari nafkah,
dari segi kekeluargaan juga bisa menambah kekompakan dalam hubungan suami istri
sehingga dalam keuarga juga semakin manambah keharmonisan dalam rumah tangga
untuk mengurangi pertengkaran antara suami istri yang mengakibatkan perceraian
yang marak terjadi terutama pada kalangan artis atau papan atas yang kerap kali
melakukan menikah kemudian cerai ,entah apa alasan mereka melakukan hal tersebut
yang jelas pernikahan adalah suatu acara sakral yang dilakukan seumur hidup malah
dibuat seperti main main hal ini tentu tidak patut untuk di tiru oleh masyarakat luas
bukanya memberi contoh yang baik malah banyak memberi contoh yang tidak baik
menyebabkan kesetaraan yang kurang pas. Keharmonisan dalam rumah tangga juga
menyebabkan sosialisasi pada anak juga menjadi sempurna jika dibandingkan
dengan orang tua yang sudah bercerai jika hak asuh di dapat oleh ayah maka akan
kurang sempurna sosialisasinya karena kesibukan ayah dalam mecari nafkah padahal
dalam sosialisasi primer terdapat di dalam lingkungan keluarga jika terjadi
kekurangan atau terjadi sosialisasi kurang sempurna pada keluarga maka
kemungkinan besar anak akan melakukan perilaku menyimpang jika anak memilih
pada lingkunagan yang kurang baik karena anak merasa nyaman dengan lingkungan
keluarga kemudian lebih memilih ke pergaulan yang menyimpang seperti minum
minuman keras, merokok, dan lain lain. Namun kembali lagi praktik kesetaraan
gender yang belum terlaksana hanya terjadi di beberapa wilayah seperti di desa desa
di pulau Jawa yaitu beupa budaya patriarki yang mana hanya laki laki yang boleh
bekerja dan mencari nafkah sedangkan perempuan hanya boleh melakukan pekerjaan
rumah seperti mencuci mengurus anak dan lain lain hal ini menjadikan laki laki
memiliki derajat yang lebih tinggi dibandigkan dengan perempuan karena laki laki
memiliki derajat yang lebih tinggi daripada perempuan maka terjadi ketidak setaraan
gender menyebabkan keirian antara perempuan terhadap laki laki yang meiliki
derajat lebih, padahal pada zaman dahulu kesetaraan gender ini telah diperjuangkan
oleh tokoh besar yaitu R.A Kartini akan tetapi kesetaraan ini hanya sampai seperti
dibidang pendidikan dan beberapa bidang lainya akan tetapi dalam rumah tangga
masih belum bisa diterapkan karena masih kentalnya adat atau budaya patriarki ini
yang ditekankan oleh orang tua tetapi di daerah kota sudah mulai terlaksana praktik
kesetaraan gender karena di kota kota sudah mulai tertata dalam praktik pekerjaan
misalnya sudah dibagi mana tugas untuk perempuan mana tugas untuk laki laki
sehingga terjadilah kesetaraan gender ini mengakibatkan tidak adanya rasa iri
perempuan terhadap laki laki, tetapi pada praktiknya para perempuan yang bekerja di
kota biasanya telah melampaui batas seperti pulang hingga malam hari menjadikan
budaya sopan santun mulai memudar dan akhirnya menghilang