Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan
dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik
utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial.
Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa
maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang
protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap
kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua
bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya,
ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.

Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran,


tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan
dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung
diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam
hasil pembangunan laki-laki dan perempuan.

Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga
dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan,
kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan
diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak usia
remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris,
dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi.
Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja
putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-
laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan
sebagainya. Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik.

1
B. Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Memahami pengertian gender
2) Memahami kesetaraan gender
3) Mengetahui gender dalam perilaku sosial budaya di masayarakat

C. Rumusan Masalah:
1) Apa itu Gender?
2) Bagaimana konsep kesetaraan gender?
3) Bagaimana gender dalam perilaku social budaya di masyarakat?

2
BAB I
PEMBAHASAN

A. Pengertian Gender
Secara etimologis, gender itu berasal dari bahasa latin “GENUS” yang
berarti jenis atau tipe (androsexo, Google.com). Sedang dalam Kamus Bahasa
Inggris dan Indonesia mempunyai arti “jenis kelamin” (kamus kontemporer,
2001:186
Sedangakan secara terminologis gender artinya suatu konsep, rancangan
atau nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi
serta peran perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat,
yang oleh masyarakat kemudian dibakukan menjadi budaya dan seakan tidak lagi
bisa ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki dan itu yang tepat bagi perempuan.
Gender diartikan pula sebagai perbedaan peran, fungsi, dan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi
sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman (Sri Sundari
Sasongko, 2009:7).
Gender itu sendiri merupakan kajian perilaku atau pembagian peran
antara laki-laki dan perempuan yang sudah dibentuk di masyarakat tertentu dan
pada masa waktu tertentu. Tidak hanya itu, bahkan lembaga pendidikan yang ada
dengan sengaja atau tanpa sengaja memberikan peran (perilaku) yang sehingga
membuat kita berpikir bahwa memang demikianlah adanya peran-peran yang
harus kita jalankan, dan seakan-akan kita menganggapnya sebagai kodrat.
Contohnya di sekolah dasar, yang mana dalam buku bacaan pelajaran
juga digambarkan peran-peran jenis kelamin, seperti “Bapak membaca koran,
sementara Ibu memasak di dapur”. Peran-peran hasil bentukan sosial-budaya
inilah yang disebut dengan peran gender. Peran yang menghubungkan pekerjaan
dengan jenis kelamin. Apa yang “pantas” dan “tidak pantas” dilakukan sebagai
seorang laki-laki atau perempuan.

3
Dari beberapa difinisi tersebut, perlu dipahami bahwa untuk memahami
konsep gender harus di bedakan kata gender dengan kata sex. Meskipun secara
etimologis mempunyai arti yang sama yaitu jenis kelamin, namun secara
konseptual, dua hal tersebut sangatlah berbeda. Secara umun sex digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis, yang
meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,
reproduksi dan karakteristik biologis lainnya (Vita Fitria, 2008:161).
Seks merupakan jenis kelamin biologis ciptaan Tuhan, seperti perempuan
memiliki vagina, payudara, rahim, bisa melahirkan dan menyusui sementara laki-
laki memiliki jakun, penis, dan sperma, yang sudah ada sejak dahulu kala.
Sedangkan gender menyangkut perbedaan fungsi, dan peran (Nasaruddin Umar,
2002:15).

Berikut tabel perbedaan antara gender dengan sex :


Gender Seks (jenis kelamin)
- Bisa berubah - Tidak bisa berubah
- Dapat dipertukarkan - Tidak dapat dipertukarkan
- tergantung musim - Berlaku sepanjang masa
- tergantung budaya masing- masing - Berlaku di mana saja
- Bukan kodrat (buatan masyarakat) - Kodrat (ciptaan Tuhan): perempuan
menstruasi, hamil, melahirkan,
menyusui.

Dalam teori nurture dijelaskan tentang adanya perbedaan perempuan dan


laki-laki, namun pada hakikatnya adalah hasil konstruksi sosial budaya sehingga
menghasilkan peran dan tugas yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan
perempuan selalu tertinggal dan terabaikan peran dan konstribusinya dalam hidup
berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4
B. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial
budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender
ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas
pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:

1. AKSES; yang dimaksud dengan aspek akses adalah peluang atau


kesempatan dalam memperoleh atau menggunakan sumber daya tertentu.
Mempertimbangkan bagaimana memperoleh akses yang adil dan setara
antara perempuan dan laki-laki, anak perempuan dan laki-laki terhadap
sumberdaya yang akan dibuat. Sebagai contoh dalam hal pendidikan bagi
anak didik adalah akses memperoleh beasiswa melanjutkan pendidikan
untuk anak didik perempuan dan laki-laki diberikan secara adil dan setara
atau tidak.
2. PARTISIPASI; Aspek partisipasi merupakan keikutsertaan atau
partisipasi seseorang atau kelompok dalam kegiatan dan atau dalam
pengambilan keputusan. Dalam hal ini perempuan dan laki-laki apakah
memiliki peran yang sama dalam pengambilan keputusan di tempat yang
sama atau tidak.
3. KONTROL; adalah penguasaan atau wewenang atau kekuatan
untuk mengambil keputusan. Dalam hal ini apakah pemegang jabatan
tertentu sebagai pengambil keputusan didominasi oleh gender tertentu atau
tidak.
4. MANFAAT; adalah kegunaan yang dapat dinikmati secara
optimal. Keputusan yang diambil oleh sekolah memberikan manfaat yang
adil dan setara bagi perempuan dan laki-laki atau tidak.

5
Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan
untuk menjadi sama dengan lelaki, tetapi menuntut adanya hak-hak yang sesuai
dengan porsinya masing-masing. Dalam hal ini tetap menghargai dan tidak
merugikan salah satu pihak baik laki-laki maupun perempuan

Mendobrak konstruksi sosial bahwa lelaki “dari sananya diberi kelebihan


sehingga hanya dia yang layak jadi pemimpin”. Ini memberi laki-laki stigma dan
beban juga. Harus selalu memimpin, enggak boleh nangis, harus maskulin, harus
melindungi perempuan.

Ini abad ke-21. Perempuan dan lelaki bisa sama-sama jadi pemimpin, bisa
berbagi pendapat dan beban, bisa berada dalam spektrum femininitas-
maskulinitas, harus pula bisa saling melindungi.

Feminisme adalah upaya untuk mengubah ketidaksetaraan gender menjadi


kesetaraan gender. Bukan usaha agar perempuan jadi sama dengan lelaki, bukan
taktik supaya perempuan tercerabut dari agama, bukan menuntut laki-laki jadi
bawahan perempuan. Bukan pula ajaran “Barat” karena spiritnya selaras dengan
banyak ajaran dan agama yang mengedepankan keadilan, termasuk Islam.

Pandangan Islam Tentang Kesetaraan Gender

Dalam Islam, Allah SWT. telah menciptakan segala sesuatunya secara adil
dan sesuai dengan kodratnya. Begitupun dengan manusia, Allah menciptakan
manusia dengan kodratnya berdasarkan keistimewaan dan kekurangan yang
terdapat pada laki-laki dan perempuan. Allah memang menciptakan laki-laki dan
perempuan dengan perbedaan kodrat, namun perbedaan kodrat tersebut
seharusnya tidak lantas membuat kedudukan wanita dalam Islam berada jauh
dibawah laki-laki dan laki-laki tidak berhak berperilaku kasar, ataupun senonok
pada wanita.

Kodrat wanita seringkali dijadikan alasan untuk mengurangi ataupun


merampas peran dan bahkan hak wanita, itu seringkali terjadi dalam lingkungan

6
masyarakat maupun keluarga. Laki-laki seringkali dianggap sebagai yang paling
dominan dan berhak untuk berkuasa atas segala hal, karena mereka memiliki
kekuatan yang lebih dari wanita. Dan perbedaan kodrat tersebut seringkali
membuat peran dan hak wanita jadi terbatasi dan pada akhirnya mayoritas
manusia berpikiran bahwa wanita hanya bisa mengambil andil urusan rumah
tangga dan harus tunduk dibawah perintah laki-laki.

Kodrat wanita dalam Islam memang memiliki fisik yang tidak sekuat laki-
laki, namun hal tersebut tidak berarti bahwa wanita tidak dapat melakukan hal lain
selain kegiatan rumah tangga. Dalam Islam wanita memiliki hak dan kedudukan
yang sama dengan laki-laki walaupun tidak dalam segala hal, maka dari itu
kesetaraan gender atauemansipasi wanita dalam Islam diperbolehkan, dengan
syarat tidak melanggar kodrat mereka sebagai wanita dan tidak membuat mereka
melupakan kewajiban sebagai seorang wanita. Dalam sumber syariat Islam seperti
Al-Qur’an dan hadits pun Allah telah menjelaskan bahwa dalam Islam bukanlah
agama yang diskriminasi terhadap wanita, justru wanita dalam pandangan
Islam memiliki kemuliaan dan keistimewaan lebih dibanding kaum laki-laki. Dan
dalam hadapan Allah SWT, baik laki-laki maupun perempuan memiliki derajat
yang sama, Allah tidak membedakan derajat keduanya berdasarkan gender(jeni
kelamin) yang ada pada diri mereka.

Kesetaraan Gender Menurut Pandangan Islam

1. Kesetaraan gender diperbolehkan dalam Islam

Didalam Islam tidak ada ayat ataupun dalil yang membahas ataupun
melarang tentang perkara kesetaraan gender. Keseteraan gender memang
diperbolehkan namun dalam porsi yang tidak berlebihan, tidak lantas membuat
wanita menjadi pemimpin dalam segala hal. Laki-laki tetaplah menjadi pemimpin
dan pelindung bagi perempuan didalam kehidupan ini.

2. Laki-laki berkewajiban sebagai pemimpin atau kepala keluarga

Didalam kehidupan rumah tangga tetaplah menjadi peran laki-laki sebagai


kepala rumah tangga dan pemimpin didalamnya, dan wanita perlu taat terhadap

7
laki-laki yang menjadi pemimpin dan pelindungnya (suaminya). Sebagaimana
yang terdapat dalam firman Allah SWT.

Dalam (QS. An-Nisa ayat 34), Allah berfirman :


“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan),
dan karena mereka (laki-laki) itu telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka
perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan
menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).
perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu
beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka `di tempat tidur(pisah
ranjang), dan (jika diperlukan) pukullah mereka. Tetapi jika meeka menaatimu,
maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh,
Allah Maha Tinggi, Maha Besar.”

3. Wanita diperbolehkan menuntut ilmu setinggi-tingginya

Sebelum adanya kesetaraan gender, wanita tidak diperbolehkan untuk


menuntut ilmu, dengan dalih bahwa wanita pada akhirnya hanya akan
mengerjakan tugas rumah tangga, jadi mereka tidak perlu memiliki ilmu. Opini
masyarakat yang seperti itu sebenarnya tidaklah benar dan harus dihilangkan,
dikarenakan menuntut ilmu itu adalah sebagian dari perbuatan baik. Dan wanita
pun juga membutuhkan ilmu untuk berkembang dalam kehidupan mereka dan
untuk diajarkan kepada anak-anak mereka. Dan sekarang wanita sudah dapat
menuntut ilmu setinggi-tingginya namun dengan catatan tidak melupakan
kewajibannya sebagai seorang wanita.

4. Ada batasan dalam kesetaraan gender

Wanita boleh saja sejajar dengan pria dalam banyk bidang, namun wanita
tetaplah tidak boleh berada di shaf yang sama ketika ibadah sholat, dan imam
tetaplah peran pria. Kesetaraan gender memang diperbolehkan dalam Islam,
namun adda batasan-batasannya sesuai dengan kodrat laki-laki dan wanita.

8
5. Allah memandang keddudukan laki-laki dan wanita sama

Allah memandang kedudukan wanita sama dengan pria baik dalam hak
maupun kewajibannya sebagai seorang muslim. Seperti firman Allah berikut ini.

Dalam (QS. An-Nahl ayat 97) Allah SWT. berfirman :

“Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam


keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.”

6. Wanita berhak mendapatkan warisan

Dalam perkara warisaan, wanita juga berhak mendaopatkan warisan,


namun bagiannya hanya separuh dari bagian laki-laki. Hal tersebut dikarenakan
wanita berhak mendapatkan mahar dan nafkah, serta wanita tidka dapat
berpartisipasi dalam pertahanan masyarakat, sebab itulah bagian warisan wanita
hanya separuh dari bagian laki-laki.

7. Wanita berhak terbebas dari perbudakan

Manusia pada hakikatnya dilahirkan dalam keadaan bebas atau merdeka,


jadi sudah menjadi hak wanita untuk mendapatkan kebebasan mereka dari
perbudakan. Dan Islam pun melarang umatnya untuk menjadikan wanita sebagai
budak.

8. Kedudukan wanita lebih mulia dan istimewa

Di dalam Islam, kedudukan wanita lebih mulia dibandingkan kaum pria,


hal tersebut pun dikatakan dalam beberapa hadits.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Ada seseorang datang menemui Rasulullah
SAW. dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku selayaknya berbuat
baik?’ Beliau menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Orang tadi bertanya kembali, ‘Lalu
kepada siapa lagi? Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Kemudian ia mengulangi

9
pertanyaannya, dan Rasulullah tetap menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Ia bertanya
kembali, ‘Setelah itu kepada siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kepada
bapakmu!’” (Bukhari: 5971, Muslim: 2548)

C. Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat


Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam
berbagai bidang kehidupan antara lain dalam bidang politik, sosial, ekonomi,
budaya dan hukum ( baik hukum tertulis maupun tidak tertulis yakni hukum
hukum adat ). Hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai
bidang kehidupan tersebut pada umumnya menunujukan hubungan yang sub-
ordinasi yang artinya bahwa kedudukan perempuan lebih rendah bila
dibandingkan dengan kedudukan laki-laki.

Hubungan yang sub-ordinasi tersebut dialami oleh kaum perempuan di


seluruh dunia karena hubungan yang sub-ordinasi tidak saja dialami oleh
masyarakat yang sedang berkembang seperti masyarakat Indonesia, namun juga
dialami oleh masyarakat negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat
dan lain-lainnya. Keadaan yang demikian tersebut dikarenakan adanya pengaruh
dari idiologi patriarki yakni idiologi yang menempatkan kekuasaan pada tangan
laki-laki dan ini terdapat di seluruh dunia. Keadaan seperti ini sudah mulai
mendapat perlawanan dari kaum feminis, karena kaum feminis selama ini selalu
berada pada situasi dan keadaan yang tertindas. Oleh karenanya kaum femins
berjuang untuk menuntut kedudukan yang sama dengan kaum laki-laki dalam
berbagai bidang kehidupan agar terhindar dari keadaan yang sub-ordinasi tersebut.

Ketidakadilan gender merupakan berbagai tindak ketidakadilan atau


diskriminasi yang bersumber pada keyakinan gender. Ketidak adilan gender
sering terjadi di mana-mana ini terkaitan dengan berbagai faktor. Mulai dari
kebutuhan ekonomi budaya dan lain lain. Sebenarnya masalah gender sudah ada
sejak jaman nenek moyang kita, ini merupakan masalah lama yang sulit untuk di
selesaikan tanpa ada kesadaran dari berbagai pihak yang bersangkutan. Budaya
yang mengakar di indonesia kalau perempuan hanya melakukan sesuatu yang
berkutik didalam rumah membuat ini menjadi kebiasaan yang turun temurun yang

10
sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan atao dikriminasi gender
yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum, shingga mereka tidak
merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul berbagai gerakan untuk
melawan bbias gender tersebut. Saat ini banyak para wanita bangga merasa hak
nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras RA Kartini padahal mereka
dalam media masih di jajah dan di campakan seperti dahulu.

Bentuk bentuk ketidakadilan gender


Marjinalisasi atau Pemiskinan
Salah satu bentuk ketidakadilan terhadap gender yaitu marginalisasi
perempuan. Marginalisasi perempuan ( penyingkiran / pemiskinan ) kerap terjadi
di lingkungan sekitar. Nampak contohnya yaitu banyak pekerja perempuan yang
tersingkir dan menjadi miskin akibat dari program pembangunan seperti
internsifikasi pertanian yang hanya memfokuskan petani laki-laki. Perempuan
dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian dan industri yang lebih
memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki, dan
perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara
manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin yang umumnya dikerjakan oleh
tenaga laki-laki. Dengan hal ini banyak sekali kaum pria yang beranggapan bahwa
perempuan hanya mempunyai tugas di sekitar rumah saja.

Subordinasi atau penomorduaan

Selain Marginalisasi, terdapat juga bentuk keadilan yang berupa


subordinasi. Subordinasi memiliki pengertian yaitu keyakinan bahwa salah satu
jenis kelamin dianggap lebih penting atau lebih utama dibandingkan jenis kelamin
lainnya. Sudah sejak dahulu terdapat pandangan yang menempatkan kedudukan
dan peran perempuan yang lebih rendah dari laki – laki. Salah satu contohnya
yaitu perempuan di anggap makhluk yang lemah, sehingga sering sekali kaum
adam bersikap seolah – olah berkuasa (wanita tidak mampu mengalahkan

11
kehebatan laki – laki). Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup
pekerjaan kaum wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu,
maka sama halnya dengan tidak memberikan kaum perempuan untuk
mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.

Stereotype

Setereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang
tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum
selalu melahirkan ketidakadilan. Salahsatu stereotipe yang berkembang
berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin,
(perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai
ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap
perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya
terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan
masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.

Apabila seorang laki-laki marah, ia dianggap tegas, tetapi bila perempuan


marah atau tersinggung dianggap emosional dan tidak dapat menahan diri. Standar
nilai terhadap perilaku perempuan dan laki-laki berbeda, namun standar nilai
tersebut banyak menghakimi dan merugikan perempuan. Label kaum perempuan
sebagai “ibu rumah tangga” merugikan, jika hendak aktif dalam “kegiatan laki-
laki” seperti berpolitik, bisnis atau birokrat. Sementara label laki-laki sebagai
pencari nafkah utama, (breadwinner) mengakibatkan apa saja yang dihasilkan
oleh perempuan dianggap sebagai sambilan atau tambahan dan cenderung tidak
diperhitungkan.

Isu Gender dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan
Hukum Waris)

12
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh
Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai
hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar
tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu
berlaku.

Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum
adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum
adat dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan
dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum perkawinan
mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut
merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan
yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.

Beban Ganda

Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda
yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan.
Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-
laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan
perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga.
Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih
harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan,
kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan
perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak
ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu
sisi.

Kesetaraan gender di Indonesia masih dalam konteks perlindungan hak


ketenagakerjaan serta upah yang sepadan, tampaknya kita perlu menilik kembali
peran pemerintah terhadap para pahlawan devisa, khususnya para kaum
perempuan. Mereka adalah pihak yang memliki suara paling kecil untuk didengar

13
oleh pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya yang seolah tak
memiliki hak yang sama untuk dilindungi secara penuh oleh kenegaraan.

Masih banyak TKW Indonesia yang hak-haknya belum sepenuhnya


terlindungi oleh negara. Masih marak pula terjadi kasus yang tak terselesaikan
sebab insignifikansi pemerintah (pemerintah mengganggap masalah ini tidak
penting) tentang hal ini. Lucunya, kasus TKW seringkali hanya disambut dengan
komentar ringan berupa ‘pemerintah belum dapat melindungi hak-hak umum para
TKW, serta belum dapat mengawasi seluruhnya kasus tentang pemerkosaan yang
marak terjadi’.

Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi masalah yang
memberatkan atau bahkan menyulitkan Indonesia di kemudia hari jika tak segera
diselesaikan dengan aksi nyata. Apalagi TKW merupakanmajor labour yang
bertugas menopang satu dari beberapa pilar utama negara, lewat peran pentingnya
terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak berarti mereka menyumbang
peran yang kecil pula untuk negara.

Bisa jadi, dengan adanya aksi peningkatan perlindungan kepada TKW


secara nyata dan signifikan dari pemerintah akan memunculkan stabilitas ekonomi
lebih mumpuni, sehingga perannya untuk kesejahteraan negeri secara langsung
juga akan terasa besar. Pertanyaannya, apakah pemerintah bersedia? Sebuah
renungan untuk bangsa ini tentunya.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1) Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan
diferensiasi seksual atau jenis kelamin pada manusia.
2) Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan
untuk menjadi sama dengan lelaki, tetapi menuntut adanya hak-hak yang
sesuai dengan porsinya masing-masing. Dalam hal ini tetap menghargai dan
tidak merugikan salah satu pihak baik laki-laki maupun perempuan
3) Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat meliputi:
a. Ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
b. Subordinasi atau penomorduaan
c. Stereotype
d. Isu gender Dalam hukum Adat
e. Beban ganda
B. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna,


kedepannya penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan
tentang makalah di atas dengan sumber -sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di
jelaskan.

15
DAFTAR PUSTAKA

http://filsafat.kompasiana.com/2013/05/04/kedudukan-perempuan-dan-
kesetaraan-gender-dalam-pandangan-islam--557073.html

http://mjeducation.co/kesetaraan-gender-untuk-kesejahteraan-negara/

md101j.files.wordpress.com/2011/10/makalah-agama-kel-5-sore.docx

http://www.scribd.com/doc/96367675/Makalah-Kesetaraan-Dan-Keadilan-
Gender

http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/19/kesetaraan-gender-diterapkan-
dalam-pendidikan-464068.html

http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=
rja&ved=0CC0QFjAB&url=http%3A%2F%2Fhaqfaisol.files.wordpress.com%2F
2012%2F05%2Fmakalah-gender.docx&ei=B9aVUc-
ZIdKO7QbtiIG4BQ&usg=AFQjCNG71Zw3RF6MSgerAwokMaaQxHM34A&bv
m=bv.46471029,d.bGE

http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-gender-menurut-para-ahli.html

16

Anda mungkin juga menyukai