PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan
dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik
utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial.
Bahkan, beberapa waktu terakhir ini, berbagai tulisan, baik di media massa
maupun buku-buku, seminar, diskusi dan sebagainya banyak membahas tentang
protes dan gugatan yang terkait dengan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap
kaum perempuan. Ketidakadilan dan diskriminasi itu terjadi hampir di semua
bidang, mulai dari tingkat internasional, negara, keagamaan, sosial, budaya,
ekonomi, bahkan sampai tingkatan rumah tangga.
Dari penyiapan pakaian pun kita sudah dibedakan sejak kita masih bayi. Juga
dalam hal mainan, anak laki-laki misalnya: dia akan diberi mainan mobil-mobilan,
kapal-kapalan, pistol-pistolan, bola dan lain sebagainya. Dan anak perempuan
diberi mainan boneka, alat memasak, dan sebagainya. Ketika menginjak usia
remaja perlakuan diskriminatif lebih ditekankan pada penampilan fisik, aksesoris,
dan aktivitas. Dalam pilihan warna dan motif baju juga ada semacam diskriminasi.
Warna pink dan motif bunga-bunga misalnya hanya “halal” dipakai oleh remaja
putri. Aspek behavioral lebih banyak menjadi sorotan diskriminasi. Seorang laki-
laki lazimnya harus mahir dalam olah raga, keterampilan teknik, elektronika, dan
sebagainya. Sebaliknya perempuan harus bisa memasak, menjahit, dan mengetik.
1
B. Tujuan Pembuatan Makalah
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1) Memahami pengertian gender
2) Memahami kesetaraan gender
3) Mengetahui gender dalam perilaku sosial budaya di masayarakat
C. Rumusan Masalah:
1) Apa itu Gender?
2) Bagaimana konsep kesetaraan gender?
3) Bagaimana gender dalam perilaku social budaya di masyarakat?
2
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gender
Secara etimologis, gender itu berasal dari bahasa latin “GENUS” yang
berarti jenis atau tipe (androsexo, Google.com). Sedang dalam Kamus Bahasa
Inggris dan Indonesia mempunyai arti “jenis kelamin” (kamus kontemporer,
2001:186
Sedangakan secara terminologis gender artinya suatu konsep, rancangan
atau nilai yang mengacu pada sistem hubungan sosial yang membedakan fungsi
serta peran perempuan dan laki-laki dikarenakan perbedaan biologis atau kodrat,
yang oleh masyarakat kemudian dibakukan menjadi budaya dan seakan tidak lagi
bisa ditawar, ini yang tepat bagi laki-laki dan itu yang tepat bagi perempuan.
Gender diartikan pula sebagai perbedaan peran, fungsi, dan
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi
sosial dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan jaman (Sri Sundari
Sasongko, 2009:7).
Gender itu sendiri merupakan kajian perilaku atau pembagian peran
antara laki-laki dan perempuan yang sudah dibentuk di masyarakat tertentu dan
pada masa waktu tertentu. Tidak hanya itu, bahkan lembaga pendidikan yang ada
dengan sengaja atau tanpa sengaja memberikan peran (perilaku) yang sehingga
membuat kita berpikir bahwa memang demikianlah adanya peran-peran yang
harus kita jalankan, dan seakan-akan kita menganggapnya sebagai kodrat.
Contohnya di sekolah dasar, yang mana dalam buku bacaan pelajaran
juga digambarkan peran-peran jenis kelamin, seperti “Bapak membaca koran,
sementara Ibu memasak di dapur”. Peran-peran hasil bentukan sosial-budaya
inilah yang disebut dengan peran gender. Peran yang menghubungkan pekerjaan
dengan jenis kelamin. Apa yang “pantas” dan “tidak pantas” dilakukan sebagai
seorang laki-laki atau perempuan.
3
Dari beberapa difinisi tersebut, perlu dipahami bahwa untuk memahami
konsep gender harus di bedakan kata gender dengan kata sex. Meskipun secara
etimologis mempunyai arti yang sama yaitu jenis kelamin, namun secara
konseptual, dua hal tersebut sangatlah berbeda. Secara umun sex digunakan untuk
mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan secara biologis, yang
meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik,
reproduksi dan karakteristik biologis lainnya (Vita Fitria, 2008:161).
Seks merupakan jenis kelamin biologis ciptaan Tuhan, seperti perempuan
memiliki vagina, payudara, rahim, bisa melahirkan dan menyusui sementara laki-
laki memiliki jakun, penis, dan sperma, yang sudah ada sejak dahulu kala.
Sedangkan gender menyangkut perbedaan fungsi, dan peran (Nasaruddin Umar,
2002:15).
4
B. Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan
untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu
berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial
budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas) serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya kesetaraan gender
ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan
dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, kontrol atas
pembangunan dan memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Adapun indikator kesetaraan gender adalah sebagai berikut:
5
Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan
untuk menjadi sama dengan lelaki, tetapi menuntut adanya hak-hak yang sesuai
dengan porsinya masing-masing. Dalam hal ini tetap menghargai dan tidak
merugikan salah satu pihak baik laki-laki maupun perempuan
Ini abad ke-21. Perempuan dan lelaki bisa sama-sama jadi pemimpin, bisa
berbagi pendapat dan beban, bisa berada dalam spektrum femininitas-
maskulinitas, harus pula bisa saling melindungi.
Dalam Islam, Allah SWT. telah menciptakan segala sesuatunya secara adil
dan sesuai dengan kodratnya. Begitupun dengan manusia, Allah menciptakan
manusia dengan kodratnya berdasarkan keistimewaan dan kekurangan yang
terdapat pada laki-laki dan perempuan. Allah memang menciptakan laki-laki dan
perempuan dengan perbedaan kodrat, namun perbedaan kodrat tersebut
seharusnya tidak lantas membuat kedudukan wanita dalam Islam berada jauh
dibawah laki-laki dan laki-laki tidak berhak berperilaku kasar, ataupun senonok
pada wanita.
6
masyarakat maupun keluarga. Laki-laki seringkali dianggap sebagai yang paling
dominan dan berhak untuk berkuasa atas segala hal, karena mereka memiliki
kekuatan yang lebih dari wanita. Dan perbedaan kodrat tersebut seringkali
membuat peran dan hak wanita jadi terbatasi dan pada akhirnya mayoritas
manusia berpikiran bahwa wanita hanya bisa mengambil andil urusan rumah
tangga dan harus tunduk dibawah perintah laki-laki.
Kodrat wanita dalam Islam memang memiliki fisik yang tidak sekuat laki-
laki, namun hal tersebut tidak berarti bahwa wanita tidak dapat melakukan hal lain
selain kegiatan rumah tangga. Dalam Islam wanita memiliki hak dan kedudukan
yang sama dengan laki-laki walaupun tidak dalam segala hal, maka dari itu
kesetaraan gender atauemansipasi wanita dalam Islam diperbolehkan, dengan
syarat tidak melanggar kodrat mereka sebagai wanita dan tidak membuat mereka
melupakan kewajiban sebagai seorang wanita. Dalam sumber syariat Islam seperti
Al-Qur’an dan hadits pun Allah telah menjelaskan bahwa dalam Islam bukanlah
agama yang diskriminasi terhadap wanita, justru wanita dalam pandangan
Islam memiliki kemuliaan dan keistimewaan lebih dibanding kaum laki-laki. Dan
dalam hadapan Allah SWT, baik laki-laki maupun perempuan memiliki derajat
yang sama, Allah tidak membedakan derajat keduanya berdasarkan gender(jeni
kelamin) yang ada pada diri mereka.
Didalam Islam tidak ada ayat ataupun dalil yang membahas ataupun
melarang tentang perkara kesetaraan gender. Keseteraan gender memang
diperbolehkan namun dalam porsi yang tidak berlebihan, tidak lantas membuat
wanita menjadi pemimpin dalam segala hal. Laki-laki tetaplah menjadi pemimpin
dan pelindung bagi perempuan didalam kehidupan ini.
7
laki-laki yang menjadi pemimpin dan pelindungnya (suaminya). Sebagaimana
yang terdapat dalam firman Allah SWT.
Wanita boleh saja sejajar dengan pria dalam banyk bidang, namun wanita
tetaplah tidak boleh berada di shaf yang sama ketika ibadah sholat, dan imam
tetaplah peran pria. Kesetaraan gender memang diperbolehkan dalam Islam,
namun adda batasan-batasannya sesuai dengan kodrat laki-laki dan wanita.
8
5. Allah memandang keddudukan laki-laki dan wanita sama
Allah memandang kedudukan wanita sama dengan pria baik dalam hak
maupun kewajibannya sebagai seorang muslim. Seperti firman Allah berikut ini.
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Ada seseorang datang menemui Rasulullah
SAW. dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku selayaknya berbuat
baik?’ Beliau menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Orang tadi bertanya kembali, ‘Lalu
kepada siapa lagi? Rasulullah menjawab, ‘Ibumu.’ Kemudian ia mengulangi
9
pertanyaannya, dan Rasulullah tetap menjawab, ‘Kepada ibumu!’ Ia bertanya
kembali, ‘Setelah itu kepada siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Kepada
bapakmu!’” (Bukhari: 5971, Muslim: 2548)
10
sulit di hilangkan. Banyak yang menganggap perbedaan atao dikriminasi gender
yang ada pada film itu adalah hal yang biasa dan umum, shingga mereka tidak
merasa di diskriminasi, namun akhir-akhir ini muncul berbagai gerakan untuk
melawan bbias gender tersebut. Saat ini banyak para wanita bangga merasa hak
nya telah sama dengan pria berkat atasa kerja keras RA Kartini padahal mereka
dalam media masih di jajah dan di campakan seperti dahulu.
11
kehebatan laki – laki). Kadang kala kaum pria beranggapan bahwa ruang lingkup
pekerjaan kaum wanita hanyalah disekitar rumah. Dengan pandangan seperti itu,
maka sama halnya dengan tidak memberikan kaum perempuan untuk
mengapresiasikan pikirannya di luar rumah.
Stereotype
Setereotype dimaksud adalah citra baku tentang individu atau kelompok yang
tidak sesuai dengan kenyataan empiris yang ada. Pelabelan negatif secara umum
selalu melahirkan ketidakadilan. Salahsatu stereotipe yang berkembang
berdasarkan pengertian gender, yakni terjadi terhadap salah satu jenis kelamin,
(perempuan), Hal ini mengakibatkan terjadinya diskriminasi dan berbagai
ketidakadilan yang merugikan kaum perempuan. Misalnya pandangan terhadap
perempuan yang tugas dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang
berkaitan dengan pekerjaan domistik atau kerumahtanggaan. Hal ini tidak hanya
terjadi dalam lingkup rumah tangga tetapi juga terjadi di tempat kerja dan
masyaraklat, bahkan di tingkat pemerintah dan negara.
Isu Gender dalam hukum Adat (Hukum Keluarga, Hukum Perkawinan Dan
Hukum Waris)
12
Hukum adat sebagai hukumnya rakyat Indonesia dan tersebar di seluruh
Indonesian dengan corak dan sifat yang beraneka ragam. Hukum adat sebagai
hukumnya rakyat Indonesia terdiri dari kaidah-kaidah hukum yang sebagian besar
tidak tertulis yang dibuat dan ditaati oleh masyarakat dimana hukum adat itu
berlaku.
Hukum adat terdiri dari berbagai lapangan hukum adat antara lain hukum
adat pidana, tata negara, kekeluargaan, perdata, perkawinan dan waris. Hukum
adat dalam kaitan dengan isu gender adalah hukum kekeluargaan, perkawinan
dan waris. Antara hukum keluarga, hukum perkawinan dan hukum perkawinan
mempunyai hubungan yang sangat erat karena ketiga lapangan hukum tersebut
merupakan bagian dari hukum adat pada umumnya dan antara yang satu dengan
yang lainnya saling bertautan dan bahkan saling menentukan.
Beban Ganda
Bentuk lain dari diskriminasi dan ketidakadilan gender adalah beban ganda
yang harus dilakukan oleh salah satu jenis kalamin tertentu secara berlebihan.
Dalam suatu rumah tangga pada umumnya beberapa jenis kegiatan dilakukan laki-
laki, dan beberapa dilakukan oleh perempuan. Berbagai observasi, menunjukkan
perempuan mengerjakan hampir 90% dari pekerjaan dalam rumah tangga.
Sehingga bagi mereka yang bekerja, selain bekerja di tempat kerja juga masih
harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Dalam proses pembangunan,
kenyataannya perempuan sebagai sumber daya insani masih mendapat pembedan
perlakuan, terutama bila bergerak dalam bidang publik. Dirasakan banyak
ketimpangan, meskipun ada juga ketimpangan yang dialami kaum laki-laki di satu
sisi.
13
oleh pemerintah maupun penegak hukum, sebab posisinya yang seolah tak
memiliki hak yang sama untuk dilindungi secara penuh oleh kenegaraan.
Ini menyangkut soal hak; yang berarti pula akan menjadi masalah yang
memberatkan atau bahkan menyulitkan Indonesia di kemudia hari jika tak segera
diselesaikan dengan aksi nyata. Apalagi TKW merupakanmajor labour yang
bertugas menopang satu dari beberapa pilar utama negara, lewat peran pentingnya
terhadap pasokan devisa. Sebab mereka kecil, tak berarti mereka menyumbang
peran yang kecil pula untuk negara.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah di uraikan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1) Gender merupakan aspek hubungan sosial yang dikaitkan dengan
diferensiasi seksual atau jenis kelamin pada manusia.
2) Memperjuangkan kesetaraan gender bukan berarti menuntut perempuan
untuk menjadi sama dengan lelaki, tetapi menuntut adanya hak-hak yang
sesuai dengan porsinya masing-masing. Dalam hal ini tetap menghargai dan
tidak merugikan salah satu pihak baik laki-laki maupun perempuan
3) Masalah Gender Dalam Perilaku Sosial Budaya Masayarakat meliputi:
a. Ketidak adilan gender Marjinalisasi atau Pemiskinan
b. Subordinasi atau penomorduaan
c. Stereotype
d. Isu gender Dalam hukum Adat
e. Beban ganda
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
http://filsafat.kompasiana.com/2013/05/04/kedudukan-perempuan-dan-
kesetaraan-gender-dalam-pandangan-islam--557073.html
http://mjeducation.co/kesetaraan-gender-untuk-kesejahteraan-negara/
md101j.files.wordpress.com/2011/10/makalah-agama-kel-5-sore.docx
http://www.scribd.com/doc/96367675/Makalah-Kesetaraan-Dan-Keadilan-
Gender
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/19/kesetaraan-gender-diterapkan-
dalam-pendidikan-464068.html
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=
rja&ved=0CC0QFjAB&url=http%3A%2F%2Fhaqfaisol.files.wordpress.com%2F
2012%2F05%2Fmakalah-gender.docx&ei=B9aVUc-
ZIdKO7QbtiIG4BQ&usg=AFQjCNG71Zw3RF6MSgerAwokMaaQxHM34A&bv
m=bv.46471029,d.bGE
http://www.sarjanaku.com/2012/06/pengertian-gender-menurut-para-ahli.html
16