Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH KETIMPANGAN GENDER MENGAKIBATKAN

KEKERASAN SEKSUAL PADA PEREMPUAN TIDAK


TERKENDALI
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Kriminologi
Dosen Pengampu: Anon Prihatno, S.H., M.H.

Disusun Oleh:
Fajar Adi Saputro (20.74201.021)

PRODI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURAKARTA
202
KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya ucapkan kehadirat Allah SWT. Atas segala
kenikmatannya dan karunianya, serta rahmat yang telah diberikan pada kita
semua. Shalawat serta salam tak lupa kita sanjungkan kepada Nabi
Muhammad Saw. Karena berkat-Nya Saya dapat menyusun makalah ini
sampai selesai. Terimakasih juga atas bantuan dan Ilmunya dari pihak yang
telah membantu atau berkontribusi dalam menyusun makalah ini.
Saya sebagai penulis berharap dengan adanya makalah ini dapat
menambah wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai Ketimpangan
Gender Mengakibatkan Kekerasan Seksual Pada Perempuan Tidak
Terkendali
Sebagai penulis Saya merasa masih ada kekurangan dalam
penyusunan makalah ini, karena keterbatasan materi, pengetahuan dan
pengalaman penulis. Atas dasar tersebut penulis berharap kritikan serta
saran yangdapat membangun makalah ini agar lebih baik.

Grobogan, 06 Januari 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
A. Urgensi Penerapan Gender di Indonesia 2
B. Pencegahan dan Pengendalian Kekerasan Seksual 4
BAB III 6
PENUTUP 6
A. Kesimpulan 6
B. Saran 6
DAFTAR PUSTAKA 7

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada akhir-akhir ini, kekerasan seksual pada perempuan dan anak
semakin terang-terangan, hal ini mengakibatkan pemerintah makin
terfokuskan pada afiliasi pada pihak-pihak tertentu agar kejadian atau
prilaku tersebut bisa sedikit teratasi. Pada saat yang sama juga, indonesia
sedang mengalami banyak krisis seperti penyakit COVID 19 dan ekonomi
menurun akibat penyakit tersebut yang dengan mudah menyebar.
Pada beberapa waktu yang lalau, pemerintah Indonesia telah
memutuskan PERMENDIKBUD RISTEK NO.30 TAHUN 2021
TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KEKERASAN
SEKSUAL DI PERGURUAN TINGGI, yang disebabkan banyaknya
kekerasan seksual yang terjadi semenjak COVID-19 berlangsung, pada
tahun 2020 kekerasan seksual 6.980 kasus, eksploitasi 133 kasus, TPPO
213 kasus, penelantaran 864 kasus, dan kasus kekerasan lainnya sebanyak
1.121. Selain peraturan tersebut, sebelum itu ada juga uu yang dibuat untuk
mengatur dan mengurangi tindakan kekerasan seksual, yaitu UU PKS
(Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) tapi sampai sekarang
maih belum ada pengesahan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Urgensi Penerapan Gender di Indonesia?
2. Pencegahan dan Pengendalian Kekerasan Seksual?
C. TUJUAN
1. menjelaskan Urgensi Penerapan Gender di Indonesia.
2. menjelaskan Pencegahan dan Pengendalian Kekerasan Seksual.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Urgensi Penerapan Gender di Indonesia
Di Indonesia masih gawat akan kestabilan gender, ini bukan terjadi
di Indonesia saja bahkan di negara maju pun belum bisa mengatasi masalh
ini. Di dalam masyarakat, kaum wanita mempunyai kedudukan yang
merupakan posisi tertentu dalam suatu susunan kemasyarakatan. Kedudukan
tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang berisi hak-hak dan
kewajiban-kewajiban sebagai peranan. Di sini wanita memiliki kedudukan,
maka sekaligus sebagai pemegang peran dalam masyarakat. Peranan ini
mengalami dinamika yang ber-kembang sesuai dengan perkem-bangan dan
perubahan masyarakat.
Dalam perkembangan kehidupan manusia, peranan wanita tidak
selamanya dapat berjalan sebagaimana mestinya, banyak hambatan karena
pengaruh aspek kultural, politik, ekonomi, dan sosial. Tren kekinian yang
juga berentetan jauh kebelakang dengan tradisi dan budaya masyarakat di
negara-negara telah terjadi diskriminasi ataupun dominasi dari sekelompok
orang terhadap kelompok lainnya, utamanya berkaitan dengan jenis–
kelamin, sehingga menimbulkan penindasan dan kesewenang-wenangan
terhadap HAM, dan termasuk wanitalah yang menjadi korban. Tidak jarang
diskriminasi menimbulkan kekerasan terhadap perempuan, baik secara fisik
maupun psikologis. Diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan telah
tumbuh sejalan dengan pertumbuhan kebudayaan manusia.1
Gender dapat didefnisikan sebagai pembedaan peran, atribut, sikap
tindak atau perilaku, yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat atau
yang dianggap masyarakat pantas untuk laki-laki dan perempuan. Sebagai
contoh, di dalam sebuah masyarakat peran laki-laki digambarkan sebagai
kepala keluarga, peran perempuan sebagai ibu rumahtangga. Sifat

1
Tri Astuti Handayani, “Mewujudkan Keadilan Gender Melalui Perlindungan Hukum
Terhadap Perempuan”, Jurnal Rechtstaat Nieuw, Vol. 1, No. 1, Hal: 19.

2
perempuan biasanya digambarkan sebagai feminine, seperti misalnya
lemah-lembut, emosional, penurut, dst. Sifat lakilaki digambarkan maskulin,
seperti misalnya kuat, tegas, rasional, dst.2
Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi antara laki-laki dan
perempuan dalam memperoleh kesempatan dan hak-hak sebagai manusia
dalam kehidupan, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan serta pertahan-an dan
keamanan nasional. Serta persamaan dalam menikmati hasil pembangunan
yang telah dihasilkan. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan
diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun
perempuan. Selain keseteraan gender juga ada yang disebut dengan keadilan
gender. Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap
laki-laki dan perempuan. Dengan keadilan gen-der tersebut maka tidak ada
lagi pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan
kekerasan atas nama gender baik terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender tersebut ditandai dengan tidak
adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Dengan demikian, baik
perempuan maupun laki-laki mempunyai akses, kesempatan berpartisipasi,
dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan
adil dari pembangunan yang dihasilkan tersebut. memiliki akses dan
partisipasi berarti mempunyai peluang dan kesempatan untuk menggunakan
sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap
cara penggunaan dari hasil sumber daya tersebut. Adapun memiliki kontrol
berarti memiliki kewenang-an penuh untuk mengambil keputusan atas
penggunaan dan hasil sumber daya, sehingga memperoleh manfaat yang
sama dari hasil pembangunan.3

C. Pencegahan dan Pengendalian Kekerasan Seksual?

2
Ibid, hal:23
3
Ibid, hal:25

3
Kekeraan seksual dalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,
menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan
nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi,
secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan
lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan
dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender
dan/atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau
kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara
ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.
Pelecehan seksual yaitu tindakan seksual lewat sentuhan fisik
maupun nonfisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban.
Tindakan yang dimaksud termasuk juga siulan, main mata, ucapan
bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan
seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, dan gerakan atau isyarat
yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman,
tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai
menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan.
Dampak yang akan terjadi bila mengalami kekerasan atau pelecehan
seksual bisa terjadinya bunuh diri karena frustasi atau malu, Trauma secara
seksual Perilaku cenderung berubah Dampak psikologis Luka secara fisik
Penyakit menular seksual Stigma dari masyarakat Kehamilan tidak
diinginkan Dalam beberapa kasus, Gangguan fungsi reproduksi. Berikut ini
adalah beberapa cara untuk menghindari kekerasan dan pelecehan seksual:
1. Selalu bersikap waspada, terutama di kendaraan umum
2. Bekali diri, contohnya : bela diri atau spray cabai
3. Lakukan perlawanan
4. Waspada orang tak dikenal
5. Pukul kelaminnya
6. Belajar dari kasus yang ada

4
Salah satu hal yang juga harus diingat, dipahami dan di
sosialisasikan adalah peranan atau tindakan setelah kita menjadi korban
kekerasan seksual, atau kita sebagai teman korban. Banyak terjadi dari
banyaknya korban kekerasan seksual itu bunuh diri atau aborsi demi
menghindari malu dan depresi. Berikut ini adalah beberapa cara kita sebagai
korban dan teman korban:
a. Sebagai korban kita harus:
1. Jangan menyalahkan diri sendiri
2. Jangan langsung membersihkan anggota badan
3. Kumpulkan barang-barang yang dapat menjadi alat bukti
4. Segera laporkan ke pihak yang berwajib
5. Datang ke layanan kesehatan dan layanan kekerasan seksual
6. Cari dukungan (orang tua, teman, dll.)

b. Sebagai teman korban kita harus:


1. Dengarkan cerita korban
2. Beri informasi hak-hak korban
3. Jangan menstigma korban
4. Ikut kegiatan advokasi
5. Dukung lembaga layanan korban kekerasan seksual
6. Jangan tinggal diam

5
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kekerasan seksual dan pelecehan seksual di indonesiaa meningkat
beberapa persen sejak terjadinya COVID-19. Pada tahun 2021 pemerintah
juga mengesahkan beberapa peraturan salah satunya yaitu
PERMENDIKBUD RISTEK NO.30. TAHUN 2021 yang disebabkan
tingginya kasus di perguruan tinggi. Diperlukannya pelukan hangat dari
pemerintah agar dapat mengurangi secara spesifik kekerasan seksual
tersebut, dan peduli dari pihak masyrakat juga diperlukan untuk mengurangi
teror seskual pada perempuan dan anak.
Sebagai korban, kepanikan bukanlah salah satu cara untuk
menghadapi kekerasan seksual, tetapi butuh keseriusan dalam
menghadapinya. Dalam menyikapi hal tersebut tentunya butuh dukungan
dari keluarga maupun teman, dan edukasi dini mengenai kekerasan seksual
dalam rumpun Desa.

B. SARAN

6
DAFTAR PUTAKA
[1] Tri Astuti Handayani, “Mewujudkan Keadilan Gender Melalui
Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan”, Vol. 1, No. 1, Hal: 19.

Anda mungkin juga menyukai