Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL BAGI MAHASISWA DAN PROSES


PENANGGULANGANNYA
(MATA KULIAH : BAHASA INDONESIA)

OLEH :

RATU APRILIA YUSMAN MEKNUR


KELAS A
NIM C1B122099

JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

27 Desember 2022

Penulis

ii | P a g e
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................................ ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1.................................................................................................Latar belakang
..................................................................................................................... 1
1.2...........................................................................................Rumusan Masalah
......................................................................................................................2
1.3..............................................................................................................Tujuan
..................................................................................................................... 2

BAB II ISI

2.1...............................................Dampak Kekerasan Seksual Bagi Mahasiswa


.................................................................................................................. 3
2.2.......................Proses Penanggulangan Kekerasan Seksual Bagi Mahasiswa
.................................................................................................................... 6

BAB III PENUTUP

3.1...........................................................................................................Kesimpulan
.......................................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA

iii | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Kekerasan seksual didefinisikan sebagai tindakan seksual apa pun yang

dilakukan oleh satu (atau lebih) orang atas orang lain tanpa persetujuan. Pada

beberapa kasus, korban tidak dapat memberikan persetujuan untuk melakukan

hubungan seks karena tidak sadar atau tidak mampu. Tindakan seksual ini

merujuk pada penetrasi di lubang tubuh tubuh (mulut, vagina, atau anus) tanpa

persetujuan.

Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina,

menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu

perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa,

bertentangan dengan kehendak seseorang, dan/atau tindakan lain yang

menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan

bebas karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan/atau sebab lain, yang

berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara

fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.

Tindakan yang dimaksud termasuk juga siulan, main mata, ucapan bernuansa

seksual, mempertunjukkan materi pornografi dan keinginan seksual, colekan atau

sentuhan di bagian tubuh, dan gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga

mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya,

dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan. (Setiaji,

1|Page
2020)

1.2. RUMUSAN MASALAH


 Apa yang anda ketahui tentang dampak kekerasan seksual bagi

mahasiswa?

 Apa yang anda ketahui tentang proses penanggulangan kekerasan seksual

bagi mahasiswa?

1.3. TUJUAN
 Untuk menjelaskan tentang dampak kekerasan seksual bagi mahasiswa

 Untuk menjelaskan tentang proses penanggulangan kekerasan seksual bagi

mahasiswa

2|Page
BAB

II ISI

2.1. DAMPAK KEKERASAN SEKSUAL BAGI MAHASISWA

Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja baik di ranah domestik maupun

publik, tak terkecuali di institusi pendidikan pun. Lingkungan kampus yang

umumnya menjadi tempat untuk belajar kehidupan dan kemanusiaan justru

menjadi tempat dimana nilai-nilai kemanusiaan direnggut dan dilanggar.

Lingkungan mahasiswa yang didominasi oleh kaum ‘intelektual’ dengan

panjangnya gelar yang di terima ternyata tidak berbanding lurus dengan perilaku

menghargai nilai dan martabat terkhusus perempuan sebagai sesama manusia.

Dan sampai saat hari ini masih belum ada data kongret mengenai kasus pelecehan

seksual dalam kampus ini. Menurut Catatan Tahunan 2017 yang dipublikasikan

Komnas Perempuan, terdapat 259.150 kasus kekerasan terhadap perempuan yang

terjadi di seluruh Indonesia. Di ranah kekerasan dalam rumah tangga/relasi

personal, pemerkosaan menempati posisi tertinggi sebanyak 1.389 kasus, diikuti

pencabulan sebanyak 1.266 kasus. Di ranah komunitas, kekerasan seksual masih

menempati peringkat pertama sebanyak

2.290 kasus. Sangat di sayangkan, kasus kekerasan seksual secara umum

masih dianggap hanya sebatas tindakan asusila, bukan tindakan kejahatan yang

melanggar hak dan kemanusiaan korban. Bagaimanapun bentuk kekerasan seksual

dapat menimbulkan dampak traumatis bagi korban. Penelitian yang dilakukan

oleh Scott (2017) menunjukkan secara psikologis korban kekerasan seksual dapat

3|Page
mengalami kecemasan, depresi, gangguan stress pasca trauma (PTSD), ketakutan

hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri. Secara sosial korban kekerasan

seksual juga berisiko mendapatkan stigma negatif dan victim blaming dari

masyarakat. Disini juga ada beberapa faktor mengapa kekerasan seksual terjadi di

daerah kampus, berikut ini beberapa faktor:

1. Faktor Biologis

Faktor biologis biasanya memiliki asumsi bahwa laki-laki memiliki

dorongan untuk melakukan hubungan seksual dibandingkan perempuan, sehingga

laki- laki cenderung melakukan tindakan terhadap perempuan. Pada faktor ini

diasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki rasa

ketertarikan yang besar satu sama lain. Oleh sebab itu reaksi yang diharapkan

muncul pada perempuan adalah perasaan tersanjung atau minimalnya tidak

merasa terganggu oleh tindakan tersebut. Tapi pada kenyataannya, korban merasa

terganggu dan terhina karena dilecehkan oleh pelaku.

2. Faktor Sosial Budaya

Faktor sosial budaya yang beredar di masyarakat adalah ketimpangan

gender serta relasi kuasa. Faktor ini menjelaskan bahwa pelecehan seksual adalah

bentuk dari suatu sistem partiakal dimana laki-laki dianggap lebih berkuasa dan

keyakinan dalam masyarakat mendukung anggapan tersebut. Sehingga anggapan

tersebut telah tertanam dalam pikiran masyarakat. Sejauh ini masyarakat

4|Page
cenderung memberikan reward kepada laki-laki untuk perilaku seksual yang

bersifat agresif dan mendominasi, sedangkan perempuan diharapkan untuk

bertindak lebih pasif dan pasrah. Akibat dari hal tersebut, masing-masing jenis

kelamin baik laki-laki maupun perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai

dengan peran yang telah ditentukan.

Faktor relasi kuasa yang biasa dijumpai di kampus, korban kekerasan

seksual merasa terpaksa, tidak berani menolak atau hanya diam ketika mengalami

pelecehan seksual lantaran pelaku biasanya adalah seseorang yang memiliki

kedudukan dan kuasa di kampus, entah itu sebagai seorang dosen, staf ataupun

pemimpin organisasi tertentu di kampus.

Korban kekerasan seksual di kampus merasa takut, lantaran status sebagai

seorang mahasiswa yang tentu saja akan masih berhubungan dengan pelaku,

adanya ancaman serta diskriminasi nilai ataupun kesulitan untuk lulus menjadi

salah satu faktor korban tidak berani melaporkan tindakan pelaku. Selain itu,

ketakutan mendapat stigma negatif dari masyarakat atau disalahkan oleh berbagai

pihak dan dianggap melebih-lebihkan atau bahkan dianggap “ia yang menggoda”,

“ia menikmati” menjadi pertimbangan korban untuk memilih diam. Padahal

korban punya hak untuk mendapat keadilan dan mendapatkan pemulihan. Hal

selanjutnya adalah : pencegahan. Untuk mencegah agar tidak terjadi lagi tindak

pelecehan seksual di lingkungan kampus, langkah pertama yang dibutuhkan

adalah kejujuran dan kebesaran hati dari pejabat dan insan kampus untuk

mengakui bahwa ada yang salah dan berpotensi disalahgunakan posisi dosen

5|Page
untuk mengamankan hasrat seksualnya yang kelewat batas. Membuka jalur

pengaduan dan memberi kesempatan kepada para mahasiswa

sebagai korban, yang memiliki kesempatan untuk mengadukan indikasi-

indikasi tindakan dosennya yang keliru, ialah salah satu cara untuk mencegah

sejak dini kemungkinan terjadinya tindak pelecehan seksual di kampus. Bersikap

menutupi, bahwa di kampus tidak mungkin terjadi

tindak pelecehan seksual, niscaya hanya akan membuat ancaman tindak

kemanusiaan ini makin marak. Sebaliknya, bersikap terbuka dan bahkan

membuka saluran pengaduan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya

tindak pelecehan seksual, maka upaya untuk mencegah agar hal ini tidak terjadi

akan lebih mungkin diwujudkan. Jika mendapati seorang teman yang mengalami

hal tersebut, hal yang dapat dilakukan dengan mendengarkan dan berempati.

Memang terlihat sepele, namun dapat menjadi bentuk dukungan kita terhadao

korban yang sedang merasa trauma. Mulai mendengarkan dan tidak menghakimi

korban. Biarkan korban bercerita dan meluapkan emosinya. (iqbal, 2022)

2.2. PROSES PENANGGULANGAN KEKERASAN SEKSUAL BAGI

MAHASISWA

Sebelumnya, Kemendikbudristek mengeluarkan Permendikbudristek No. 30

Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di

Lingkungan Perguruan Tinggi.

6|Page
Dalam peraturan tersebut, kekerasan seksual adalah setiap perbuatan

merendahkan, menghina, melecehkan, menyerang tubuh dan atau fungsi

reproduksi seseorang karena ketimpangan relasi kuasa maupun gender.

Peraturan ini menekankan, setiap bentuk kekerasan seksual di atas berakibat

atau dapat berakibat penderitaan psikis, fisik, atau keduanya, termasuk yang

mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan

melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Sejumlah pencegahan kekerasan seksual yang penting dilakukan mahasiswa,

dosen, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat yang berinteraksi

dengannya berdasarkan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 yaitu:

1. Membatasi pertemuan antara mahasiswa dengan dosen dan tenaga

kependidikan tanpapersetuuan kepala/ketuaprodi/jurusaan:di luar area

kampus di luar jam operasional kampus untuk kepentingan lain selain

proses pembelajaran

2. Mahasiswa, dosen, pendidik dan tenaga kependidikan harus berperan aktif

dalam pencegahan kekerasan seksual

3. Kepala/ketua prodi/jurusan harus membatasi pertemuan di luar area

kampus, di luar jam operasional kampus, untuk kepentingan lain selain

proses pembelajaran. Pertemuan yang dilaksanakan harus mendapat

persetujuan atasan kepala/ketua prodi/jurusan.

4. Untuk mendapat persetujuan atasan masing-masing, kaprodi/kajur, dosen,

atau pendidik dan tenaga kependidikan harus menyampaikan permohonan

7|Page
izin tertulis atau lewat media komunikasi elektronik tentang rencana

pertemuan dengan mahasiswa sebelum pelaksanaan pertemuan.

5. Mahasiswa juga wajib menyampaikan permohonan izin bertemu dosen

atau secara tertulis atau lewat media komunikasi elektronik pada kepala

jurusan/ketua prodi.

Permendikbud tersebut juga mengatur bahwa pelaku kekerasan seksual di

lingkungan perguruan tinggi wajib dikenakan sanksi administratif oleh kampus.

Pemimpin Perguruan Tinggi dapat menjatuhkan sanksi administratif lebih

berat dari rekomendasi sanksi administratif Satuan Tugas dengan

mempertimbangkan jika korban merupakan penyandang disabilitas, dampak

kekerasan seksual yang dialami korban, dan atau terlapor atau pelaku merupakan

anggota Satuan Tugas, kepala atau ketua program studi, atau ketua jurusan.

(Wulandari, 2021)

8|Page
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN

Penelitian yang dilakukan oleh Scott (2017) menunjukkan secara psikologis

korban kekerasan seksual dapat mengalami kecemasan, depresi, gangguan stress

pasca trauma (PTSD), ketakutan hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri.

Secara sosial korban kekerasan seksual juga berisiko mendapatkan stigma negatif

dan victim blaming dari masyarakat. Disini juga ada beberapa faktor mengapa

kekerasan seksual terjadi di daerah kampus, berikut ini beberapa faktor:

 Faktor Biologis

 Faktor Sosial Budaya

Sejumlah pencegahan kekerasan seksual yang penting dilakukan mahasiswa,

dosen, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat yang berinteraksi

dengannya berdasarkan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 yaitu:

 Membatasi pertemuan antara mahasiswa dengan dosen dan tenaga

kependidikan tanpapersetuuan kepala/ketuaprodi/jurusaan:di luar area

kampus di luar jam operasional kampus untuk kepentingan lain selain

proses pembelajaran

 Mahasiswa, dosen, pendidik dan tenaga kependidikan harus berperan aktif

dalam pencegahan kekerasan seksual

9|Page
 Kepala/ketua prodi/jurusan harus membatasi pertemuan di luar area

kampus, di luar jam operasional kampus, untuk kepentingan lain selain

proses pembelajaran. Pertemuan yang dilaksanakan harus mendapat

persetujuan atasan kepala/ketua prodi/jurusan.

 Untuk mendapat persetujuan atasan masing-masing, kaprodi/kajur, dosen,

atau pendidik dan tenaga kependidikan harus menyampaikan permohonan

izin tertulis atau lewat media komunikasi elektronik tentang rencana

pertemuan dengan mahasiswa sebelum pelaksanaan pertemuan.

 Mahasiswa juga wajib menyampaikan permohonan izin bertemu dosen

atau secara tertulis atau lewat media komunikasi elektronik pada kepala

jurusan/ketua prodi.

10 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
iqbal. (2022). Kekerasan Seksual dalam Kampus dan Dampaknya. Retrieved from
https://karna.id/kekerasan-seksual-dalam-kampus-dan-dampaknya/

Setiaji, d. A. (2020). Kekerasan Seksual: Jenis, Dampak, Penanganan, dan Pencegahan.


Retrieved from https://doktersehat.com/informasi/kesehatan-umum/kekerasan-
seksual/

Wulandari, T. (2021). 5 Aturan Bagi Mahasiswa-Dosen untuk Cegah Kekerasan Seksual di


Kampus. Retrieved from https://www.detik.com/edu/perguruan-tinggi/d-
5799158/5-aturan-bagi-mahasiswa-dosen-untuk-cegah-kekerasan-seksual-di-
kampus

Anda mungkin juga menyukai