Anda di halaman 1dari 11

KASUS KEKERASAN SEKSUAL DI DALAM PERGURUAN TINGGI YANG TIDAK

TERUNGKAP

CITRA LESTARI

B011221077

KELOMPOK 7

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang

Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang memiliki tugas untuk


menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran di atas perguruan tingkat menengah.
Perguruan tinggi sejatinya merupakan sumber dari pendidikan dan pengajaran yang
berdasarkan kebudayaan kebangsaaan Indonesia dengan cara yang bersifat ilmiah.
Tujuan yang umumnya harus dimiliki sebuah perguruan tinggi adalah membentuk
manusia susila dan bertanggung jawab, menyiapkan tenaga yang cakap, hingga
melakukan penelitian sebagai bentuk usaha memajukan ilmu penegetahuan (UU
Nomor 22 tahun 1961).

Pelecehan seksual adalah bentuk perilaku yang mengarah pada perilaku seksual
yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh pihak yang menjadi sasaran
sehingga menimbulkan reaksi negatif baik secara verbal maupun tindakan fisik.
Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang atau
tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan hasrat seksual seseorang, dan
fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang yang
menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan
bebas, karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender atau sebab lain, yang berakibat
penderitaan atau kesengsaraan terhadap fisik, psikis, seksual, hingga kerugian sosial.
Menurut Schultz (1998) perilaku pelecehan seksual dapat terjadi karena adanya
motivasi atau dorongan oleh keinginan seksual pelaku terhadap korbannya. Dampak
dari kekerasan seksual berpotensi sangat merugikan korban meliputi dampak
psikologis, sosial, dan fisik hingga korban sudah memasuki masa dewasa (Downing et
al, 2021)
Pelecehan dan kekerasan seksual juga kerap terjadi di dunia pendidikan seperti
perguruan tinggi. Lingkungan kampus idealnya adalah menjadi tempat untuk belajar
kehidupan dan kemanusiaan namun justru menjadi tempat dimana nilai-nilai
kemanusian itu direnggut dan dilanggar. Baru-baru ini dunia pendidikan di kejutkan
dengan banyaknya kasus pelecehan seksual yang terbongkar, namun diantara beberapa
kasus kekerasan seksual yang terjadi masih banyak kasus yang tidak terungkap. Yang
menjadi ironi adalah sering kali korban enggan untuk berbicara bahkan melaporkan
tindakan yang ia terima karena rasa malu dan takut atas stigma dari orang sekitarnya
sendiri.

2. Rumusan masalah
1. Bagaimana kasus kekerasan seksual yang terjadi di dunia pendidikan ?
2. Apa yang melatarbelakangi terjadinya kekerasan seksual yang tidak terungkap di
dalam perguruan tinggi ?
3. Bagaimana bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terjadi di dalam lingkup
perguruan tinggi ?
4. Bagaimana dampak dari kekerasan seksual di dunia pendidikan ?
5. Bagaimana bentuk peraturan yang mengatur tentang pencegahan dan penanganan
kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi ?
B. Pembahasan
Pelecehan dan kekerasan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat, namun
juga seringkali terjadi pada lingkup perguruan tinggi. Dilansir Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) tahun 2020, pada kanal lembaga
negara tahun 2015-2020, sebanyak 27 persen kekerasan seksual terjadi di semua jenjang
pendidikan tinggi. Sementara itu, berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota,
sebanyak 89 persen perempuan dan 4 persen laki-laki menjadi korban kekerasan seksual.
Berdasarkan hasil survei Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Ristek dan teknologi
Kemendikbud-Ristek pada tahun 2020, Sebanyak 77 persen dosen menyatakan kekerasan
seksual pernah terjadi di kampus dan 63 persen dari korban tidak melaporkan kasus yang
diketahuinya kepada pihak kampus. 1
Ketua Subkomisi Pendidikan Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah
mengatakan banyak kasus kekerasan seksual di lingkungan perguruan
tinggi Indonesia yang tidak dilaporkan oleh korban ataupun pihak yang
mengetahuinya. “Kasus-kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi itu lumayan
banyak. Kalau sekarang masih terasa tenang, itu karena memang banyak korban
yang tidak melapor,” kata Alimatul Qibtiyah dikutip dari ANTARA. Ia juga
memaparkan beberapa tindakan kekerasan seksual yang sudah sepatutnya dilaporkan
oleh para korban kepada pihak perguruan tinggi atau kampus. Di antaranya adalah
ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, diperlihatkan alat
kelamin tanpa persetujuan korban, serta menerima ucapan yang memuat rayuan,
lelucon, ataupun siulan yang bernuansa seksual.
Karena dipandang sebagai sesuatu yang sangat memalukan, kekerasan seksual
sering kali di rahasiakan. Akibatnya, orang acap kali tidak mempercayai korban,
tetapi menyalahkannya karena telah mengemukakan topik yang menyakitkan
tersebut. Hal seperti ini pada umumnya tidak terjadi pada seseorang yang menderita
akibat luka-luka fisik.2
Dari beberapa kasus kekerasan seksual salah satunya pelecehan yang terjadi di
kampus, respon korban atas kejadian tersebut beragam. Hal ini terjadi karena
memang banyak di antaramereka yang belum memahami tentang kekeras an seksual

1
KOMINFO Sri003, ‘Tetaskan Solusi Cegah Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi’ (2021)
https://www.kominfo.go.id/content/detail/38072/tetaskan-solusi-cegah-kekerasan-seksual-di-perguruan-
tinggi/0/berita diakses 12 November 2021
2
Mark Yantzi, 'Kekerasan Seksual dan Pemulihan' (2009) 22
(KS) dan ketiadaan mekanisme atau prosedur pengaduan resmi atas apa yang mereka
alami. Akibatnya, kasus-kasus yang muncul saat ini umumnya ditangani oleh
individu dosenatau pihak struktural kampus, tetapi dengan penangan yang sangat
terbatas. Kondisi ini yang menyebabkan korban Kekerasan Seksual enggan
melaporkan kasusnya. 3
Menurut Gruber (dalam Dayakisni dan Hunaidah, 2006) terdapat tiga bentuk kekerasan
seksual yaitu, 1) permintaan secara verbal (verbal request) seperti ancaman, permintaan
hubungan seksual, meminta hubungan seksual berulang kali, 2) komentar-komentar verbal
seperti ucapan yang diarahkan secara langsung pada perempuan, humor dan komentar-
komentar tentang perempuan mengenai seksual, 3) tindakan-tindakan yang dilakukan
secara non verbal seperti pelecehan seksual, agresi yang melibatkan kekerasan, menyentuh
bagian seksual. Kekerasan seksual merupakan salah satu wujud dari pelecehan seksual
(sexual harassment).4
Dampak Kekerasan Terhadap Perempuan Merupakan akibat yang terjadi pada fisik,
psikologis, seksual/reproduksi, ekonomi, sosial, sipil-politik, hukum atau lainnya dari
perempuan korban, karena kekerasan yang dialaminya.
Menurut Pasal 1 angka 12 Permendikbudristek 30/2021, yang termasuk sebagai korban
yaitu: Mahasiswa, yakni peserta didik pada jenjang pendidikan tinggi; Pendidik, yakni
tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai dosen, instruktur, dan tutor yang
berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi; Tenaga kependidikan, yakni
anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan tinggi; Warga kampus, yakni masyarakat yang beraktivitas
dan/atau bekerja di kampus; dan Masyarakat umum yang mengalami kekerasan seksual. 5
Untuk memberikan pedoman bagi perguruan tinggi dalam menyusun kebijakan dan
mengambil tindakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang terkait dengan
pelaksanaan tridharma di dalam atau di luar kampus, pemerintah

3
Nurtjahyo, Lidwina Inge & Putri, Saraswati, ‘Buku Saku Standar Operasional Penanganan Kasus Kekerasan
Seksual di Lingkungan Kampus Universitas Indonesia Salemba dan Depok’ (2020) 13
4
Ni Luh Putu Ratih Sukma Dewi. ‘Kebijakan Pidana Terhadap Kekerasan Seksual yang Terjadi Di Dunia
Pendidikan’ (2021) 9 Jurnal Kertha Semaya 1235, 1238.
Ghinanta Mannika, ‘Studi Deskriptif Potensi Terjadinya Kekerasan Seksual Pada Remaja Perempuan’ (2018)
Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.7 No.1 2540,2541
5
Nadiem Anwar Makarim, Buku Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan
Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan
Perguruan Tinggi (PPKS) (Pusat Penguatan Karakter 2021) 10.
menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30
Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan
Perguruan Tinggi (“Permendikbudristek 30/2021”)
Dalam pencegahan kekerasan seksual, perguruan tinggi wajib melakukan upaya
pencegahan melalui:

a. Pembelajaran, yaitu dilakukan oleh pemimpin perguruan tinggi dengan mewajibkan


mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan mempelajari modul pencegahan dan
penanganan kekerasan seksual yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi;

b. Penguatan tata kelola, yang minimal terdiri atas:


1. Merumuskan kebijakan yang mendukung pencegahan dan penanganan kekerasan
seksual di perguruan tinggi;
2. Membentuk satuan tugas;
3. Menyusun pedoman pencegahan dan penanganan kekerasan seksual;
4. Membatasi pertemuan antara mahasiswa dengan pendidik dan/atau tenaga
kependidikan di luar jam operasional kampus dan/atau luar area kampus;
5. Menyediakan layanan pelaporan kekerasan seksual;
6. Melatih mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus terkait
upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
7. Melakukan sosialisasi secara berkala terkait pedoman pencegahan dan
penanganan kekerasan seksual kepada mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan,
dan warga kampus;
8. Memasang tanda informasi yang berisi:
a) Pencantuman layanan aduan kekerasan seksual; dan
b) Peringatan bahwa kampus perguruan tinggi tidak menoleransi kekerasan
seksual;
9. Menyediakan akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas untuk
pencegahan dan penanganan kekerasan seksual; dan
10. Melakukan kerja sama dengan instansi terkait untuk pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual.
c. Penguatan budaya komunitas mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam
bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual, minimal pada kegiatan:
1. Pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa, pendidik, dan tenaga
kependidikan;
2. Organisasi kemahasiswaan; dan/atau
3. Jaringan komunikasi informal mahasiswa, pendidik dan tenaga kependidikan. 6

Selain itu, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan kekerasan seksual


melalui:
a. Pendampingan, diberikan kepada korban atau saksi yang berstatus sebagai mahasiswa,
pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus, atas persetujuannya dalam bentuk:
Konseling; Layanan kesehatan; Bantuan hukum; Advokasi; dan/atau Bimbingan sosial
dan rohani. Dalam hal korban tidak memungkinkan untuk memberikan persetujuan,
maka persetujuan dapat diberikan oleh orang tua atau wali korban atau pendamping.
b. Perlindungan, diberikan kepada korban atau saksi yang berstatus sebagai mahasiswa,
pendidik, tenaga kependidikan, dan warga kampus, berupa:
1. Jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi mahasiswa;
2. Jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai pendidik dan/atau tenaga kependidikan
pada perguruan tinggi yang bersangkutan;
3. Jaminan pelindungan dari ancaman fisik dan nonfisik dari pelaku/pihak lain atau
keberulangan kekerasan seksual dalam bentuk memfasilitasi pelaporan terjadinya
ancaman fisik dan nonfisik kepada aparat penegak hukum;
4. Pelindungan atas kerahasiaan identitas;
5. Penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan;
6. Penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan pelindungan;
7. Pelindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang merendahkan
dan/atau menguatkan stigma terhadap korban;
8. Pelindungan korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana;
9. Gugatan perdata atas peristiwa kekerasan seksual yang dilaporkan;
10. Penyediaan rumah aman; dan/atau
11. Pelindungan atas keamanan dan bebas dari ancaman yang berkenaan dengan
kesaksian yang diberikan.

6 Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Pasal 6 Ayat 1
Pencegahan Kekerasan Seksual Oleh Perguruan Tinggi
c. Pengenaan sanksi administratif. Pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual
dikenakan sanksi administratif yang ditetapkan dengan keputusan pemimpin
perguruan tinggi berdasarkan rekomendasi satuan tugas. Sanksi administratif yang
diberikan meliputi:
1. Sanksi administratif ringan, berupa: teguran tertulis; atau pernyataan permohonan
maaf secara tertulis yang dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
2. Sanksi administratif sedang, berupa: Pemberhentian sementara dari jabatan tanpa
memperoleh hak jabatan; atau pengurangan hak sebagai mahasiswa, meliputi: (1)
Penundaan mengikuti perkuliahan (skors); (2) Pencabutan beasiswa; atau (3)
Pengurangan hak lain.
3. Sanksi administratif berat, berupa pemberhentian tetap sebagai mahasiswa; atau
pemberhentian tetap dari jabatan sebagai pendidik, tenaga kependidikan, atau
warga kampus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dari
d. Pemulihan korban, diberikan atas persetujuan korban, berupa tindakan medis; terapi
fisik; terapi psikologis; dan/atau bimbingan sosial dan rohani.7

Edukasi tentang pelecehan seksual juga perlu digalakan di dalam lembaga pendidikan
perguruan tinggi dan masyarakat. Hal ini penting karena banyak pelajar, mahasiswa,
hingga masyarakat yang belum paham betul apa itu kekerasan seksual dan bentuknya
(Rusyidi et.al, 2019). Bahkan di banyak kasus kekerasan seksual, korban kerap tidak
menyadari atau bingung apakah kondisi yang dialaminya merupakan kekerasan seksual
atau bukan (Munir, 2021). Kurangnya literasi tentunya mengakibatkan rendahnya potensi
pelajar dan masyarakat untuk melakukan critical reflection, political efficacy, dan critical
action untuk menghadapi isu kekerasan seksual yang dialaminya, khususnya untuk
mendukung korban. Edukasi untuk menghentikan kekerasan seksual juga bisa dilakukan
oleh pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat melalui kampanye aktif secara luring
ataupun daring dengan memanfaatkan media sosial, influencer, tokoh masyarakat, tokoh
agama, dan lainnya.
Hal lain yang bisa dilakukan adalah partisipasi aktif lembaga pendidikan untuk menolak
secara tegas kekerasan seksual di lingkungan sekolah maupun kampus. Hal itu tercermin

7
Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 (Pasal 11 ayat 1; Pasal
12 ayat 1; Pasal 14; dan Pasal 21) Tentang Pencegahan Kekerasan Seksual Oleh Perguruan Tinggi melalui Satgas
kepada Korban atau saksi dari suatu laporan dugaan kekerasan seksual yang berstatus sebagai Mahasiswa,
Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus aktif
melalui kurikurulum pembelajaran dan ruang kampus yang aman dengan memasang papan
atau simbol yang tidak mentoleransi segala bentuk kejahatan seksual. Dengan bekerjasama
dengan pemerintah untuk menyediakan gugus tugas pencegahan kekerasan seksual di
lingkungan perguruan tinggi supaya mahasiswa bisa mendapatkan bantuan bila mereka
mengalami pelecehan atau kekerasan seksual.
Sebagai upaya untuk membantu korban atau penyintas kekerasan seksual, pemerintah
harus bekerjasama dengan berbagai pihak juga harus menyediakan layanan dan konsultasi
medis terpadu yang mudah diakses. Hal ini penting untuk memberikan dukungan moril
bagi korban untuk berani bersuara dan pulih dari pengalamannnya untuk masa depan
mereka yang lebih baik. Pasalnya, tidak jarang mereka justru mendapatkan tekanan dan
perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang terdekat di dalam lingkup kampus.8

8Agnes Setyowati, ‘Perangi Kejahatan Seksual di Lingkungan Pendidikan!’ (2022) 1


https://nasional.kompas.com/read/2022/07/24/07000091/perangi-kejahatan-seksual-di-lingkungan-pendidikan-
diakses 24 juli 2022
C. Penutup
1. Kesimpulan
Kasus kekerasan seksual telah banyak terjadi di berbagai tempat, tak terkecuali
dalam lembaga pendidikan seperti di perguruan tinggi. Namun diantara banyaknya
kasus, banyak pula kasus kekerasan seksual yang belum terungkap karena beberapa
alasan seperti ketidakberanian korban (mahasiswa) karena pelaku menggunakan relasi
kuasa dosen (penyalahgunaan kekuasaan) dan/atau Korban merasa malu dan takut atas
stigma dari orang sekitarnya sendiri. Oleh karena itu Menteri Pendidikan, Kebudayaan,
Riset, Dan Teknologi mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset,
Dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan
Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKS) yang diharapkan mampu
membantu korban atau sasaran kekerasan seksual dalam mencegah dan menangani
kekerasan seksual yang terjadi.

2. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, saran yang hadir adalah bahwa seluruh civitas
akademik di lingkungan pendidikan harus salin bekerja sama dan berperan aktif guna
mencegah kekerasan seksual yang terjadi. Langkah preventif dengan penanaman
penguatan pendidikan karakter harus terus dilakukan agar pengimpletasiannya dapat
terlaksana. Upaya pencegahan juga dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya dengan mengintegrasikan materi mengenai pencegahan kekerasan seksual ke
dalam mata kuliah dan/atau program pengenalan lingkungan kampus serta perbaikan
tata ruang Perguruan Tinggi yang aman dari kekerasan. Lingkungan pendidikan harus
memberikan ruang yang aman dan nyaman bagi seluruh komponen di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

• Buku
Mark Yantzi, 'Kekerasan Seksual dan Pemulihan' (2009) 22

Nadiem Anwar Makarim, Buku Pedoman Pelaksanaan Peraturan Menteri


Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 Tentang
Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan
Tinggi (PPKS) (Pusat Penguatan Karakter 2021) 10

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30


Tahun 2021 Pasal 6 Ayat 1 Pencegahan Kekerasan Seksual Oleh Perguruan
Tinggi

Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30


Tahun 2021 (Pasal 11 ayat 1; Pasal 12 ayat 1; Pasal 14; dan Pasal 21) Tentang
Pencegahan Kekerasan Seksual Oleh Perguruan Tinggi melalui Satgas kepada
Korban atau saksi dari suatu laporan dugaan kekerasan seksual yang berstatus
sebagai Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus aktif

• Jurnal
Ghinanta Mannika, ‘Studi Deskriptif Potensi Terjadinya Kekerasan Seksual
Pada Remaja Perempuan’ (2018) Calyptra: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Universitas Surabaya Vol.7 No.1 2540,2541

Ni Luh Putu Ratih Sukma Dewi. ‘Kebijakan Pidana Terhadap Kekerasan


Seksual yang Terjadi Di Dunia Pendidikan’ (2021) 9 Jurnal Kertha Semaya
1235, 1238

• Internet
KOMINFO Sri003, ‘Tetaskan Solusi Cegah Kekerasan Seksual di Perguruan
Tinggi’ (2021) https://www.kominfo.go.id/content/detail/38072/tetaskan-
solusi-cegah-kekerasan-seksual-di-perguruan-tinggi/0/berita (diakses pada 12
November 2021)

Erizka Permatasari, ‘Ini Bentuk Pelindungan Bagi Mahasiswa Korban


Kekerasan Seksual di Kampus’ (2021)
https://www.hukumonline.com/klinik/a/ini-bentuk-pelindungan-bagi-
mahasiswa-korban-kekerasan-seksual-di-kampus-lt617fe3c77d71c (diakses
pada 1 November 2021)

Agnes Setyowati, ‘Perangi Kejahatan Seksual di Lingkungan Pendidikan!’


(2022) 1 https://nasional.kompas.com/read/2022/07/24/07000091/perangi-
kejahatan-seksual-di-lingkungan-pendidikan- diakses 24 juli 2022

Anda mungkin juga menyukai