Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MATA KULIAH

PANCASILA

ARYASATY KIRANA TUNGGA M


NIM. 082111633076

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2021
Nama : Aryasaty Kirana T.M.
NIM : 082111633076

“Maraknya Pelecehan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi Indonesia”

Pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan masyarakat sampai sekarang masih sering
terjadi. Tak jarang juga kasus ini terjadi di lingkungan perguruan tinggi dan sekarang
keadaannya kian mencuat. Satu demi satu terungkap kasus yang terjadi di beberapa perguruan
tinggi di Indonesia. Seolah kasus ini merupakan kasus ringan yang sering terjadi di masyarakat.
Korban yang biasanya adalah seorang wanita seringkali enggan melaporkan karena merasa
malu dan takut untuk dicemooh oleh masyarakat. Selain itu korban juga sering dicap tidak bisa
menjaga diri dan membuat korban memilih untuk diam. Melihat dari permasalahan berikut kita
harus sadar betapa pentingnya mencegah kasus pelecehan seksual.
Sampai saat ini, masyarakat masih menganggap bentuk pelecehan seksual hanya
sebatas memeluk atau meraba-raba saja. Padahal, pelecehan seksual bisa berupa dalam bentuk
verbal. Banyak korban pelecehan seksual dalam bentuk verbal menjadi bingung untuk
melaporkan atau tidak karena tidak tahu apa yang dialaminya merupakan sebuah pelecehan
atau tidak.
Organisasi Kesehatan Dunia (2011) mengatakan bahwa pelecehan seksual merupakan
salah satu bentuk kekerasan seksual yang telah menjadi masalah global. Secara umum
pelecehan seksual merujuk pada perilaku yang ditandai dengan komentar-komentar seksual
yang tidak diinginkan dan tidak pantas atau pendekatan-pendekatan fisik berorientasi seksual
yang dilakukan di tempat atau situasi kerja, profesional atau sosial lainnya. Dalam jurnal yang
berjudul The Strducture of Sexual Harassment: A comfirmatory analysis across cultures and
settings yang terbit tahun 1995, Gelfand, Fitzgerald, dan Drasgow menyatakan bahwa
pelecehan seksual sebagai tindakan yangs berkonotasi seksual yang tidak diinginkan yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap orang yang terdiri atas tiga dimensi
seperti pelecehan gender (gender harassment), perhatian seksual yang tidak diinginkan
(unwanted sexual attention) dan pemaksaan seksual (sexual coercion). (Rusyidi, 2019).1
Kasus seperti ini sering kali banyak terjadi atau ditemui di lingkungan sehari-hari
seperti dalam rumah tangga, komunitas, maupun lembaga pendidikan, salah satunya pada
perguruan tinggi. Menurut penelitian yang telah dilakukan WHO (2012) di berbagai negara
menunjukkan pelecehan seksual umumnya terjadi di wilayah-wilayah yang dipandang aman
seperti sekolah, kampus/universitas, asrama mahasiswa, dan tempat kerja yang dilakukan oleh

1 Rusyidi, B. (2019). PENGALAMAN DAN PENGETAHUAN TENTANG PELECEHAN SEKSUAL:


STUDI AWAL DI KALANGAN MAHASISWA PERGURUAN TINGGI. Social Work Jurnal, 9, NO. 1,
75-85
orang-orang yang dikenal korban seperti teman, rekan kerja, guru/dosen, atau pimpinan kerja
dan sebagian di wilayah publik. (Rusyidi, 2019).

Pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan kampus sudah sering terjadi. Kasus ini
dengan mudah dapat terjadi, misalnya antara dosen laki-laki dan mahasiswi. Dosen yang
memiliki kekuasaan dalam menentukan banyak hal bagi mahasiswanya seperti dalam
penentuan angka, nilai, dan pemberian tanda tangan skripsi/tesis. Di sisi lain, mahasiswa yang
ingin menyelesaikan tugas sebaik dan secepat mungkin seringkali tidak berdaya karena
perlakuan dosen.

Salah satu kasus pelecehan seksual di linkungan pendidikan yang kembali menjadi
sorotan baru-baru ini karena ramai di media sosial twitter adalah kasus pelecehan seksual yang
terjadi di Universitas Riau yang dialami oleh mahasiswinya dan pelakunya adalah dosen
skripsinya sendiri. Menurut keterangan, mahasiswi tersebut didicium pipi dan keningnya oleh
sang dosen saat melakukan bimbingan skripsi. Setelah kejadian tersebut diduga korban
langsung melapor ke BEM Univeritas Riau dan melapor kepada polisi didampingi dengan
orangtuanya. Namun ternyata kabarnya korban juga sempat melapor ke dosen lainnya supaya
kejadian tersebut tidak terulang lagi tapi ternyata, rencana korban dijegal oleh sejumlah oknum
dosen dan mengancamnya untuk mengurungkan niat melaporkan peristiwa tersebut ke ketua
jurusan. Namun setelah menjalani pemeriksaan akhirnya dosen sekaligus dekan Fisip Unri
ditetapkan menjadi tersangka. Penetapan tersangka itu setelah melalui proses penyelidikan,
keterangan saksi-saksi dan barang bukti.

Kasus yang terjadi telah menyimpang pada sila pancasila dan pasal yang berlaku.
Perilaku ini menyimpang pada sila pertama karena pelecehan seksual merupakan suatu
tindakan yang sudah jelas dilarang oleh agama. Dalam sila pertama diajarkan kerukunan
beragama dan saling menghormati antar sesamanya. Penyimpangan tersebut juga menyimpang
pada sila ke dua karena merupakan perilaku ketidak beradaban korban terhadap korban. Yang
terakhir terdapat penyimpangan di sila ke lima karena pelaku tidak mengerti tentang tatanan
hidup di masyarakat yang berpedoman pada norma-norma dan lunturnya nilai moral pelaku.
Tindakan pelecehan seksual juga menyimpang pada pasal pasal yang telah ditetapkan. Tidak
hanay itu, dalam KUHP juga diatur tentang Kejahatan Kesusilaan (Pasal 281 sampai Pasal
303). Perbuatan tersebut diartikan sebagai 2segala perbuatan yang dianggap melanggar
kesopanan/kesusilaan dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul.

Kasus pelecehan ini selalu terulang di Indonesia disebekan oleh banyak faktor. Salah
satunya hukuman bagi pelaku yang masih lemah. Hal ini dapat dilihat dari hukum di Indonesia
dalam KUHP yang pengaturan terkait kekerasan seksual. Namun, pada garis besarnya hanya
terbatas pada 2 jenis saja yaitu perkosaan dan pencabulan. Sedangkan pada RUU PKS terdapat

2 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana


3 AAJ Subarkah, F Tobroni Supremasi Hukum: Jurnal Kajian Ilmu Hukum 9 (2)
9 jenis kekerasan seksual selain itu juga dibahas tentang segala bentuk tindakan fisik atau non-
fisik kepada orang lain yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat
seksual. RUU PKS juga membahas mengenai pencegahan kekerasan seksual. Bentuk-bentuk
pencegahan kekerasan seksual melalui bidang pendidikan, infrastruktur, pelayanan publik, tata
ruang, pemerintahan dan tata kelola kelembagaan, ekonomi, dan sosial budaya. Bisa dikatakan
RUU PKS lebih detail dalam membahas permasalahan ini.
Solusi yang mungkin bisa diterapkan dari kita sendiri kita harus bisa menjaga diri kita
karena pelecehan seksual bisa terjadi pada siapa saja. Selain itu, kita juga memerlukan peran
pemerintahan guna mengesahkan atau melegalkan mengenai perundang undangan yang lebih
jelas mengenai pelecehan seksual supaya kasus ini dapat bekurang.

Anda mungkin juga menyukai