Kekerasan pada perempuan merupakan masalah yang terjadi di hampir semua negara
termasuk di negara-negara maju yang disebut sangat menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM). Padahal semua negara berkewajiban memberikan perlindungan bagi
setiap warga negaranya, terutama bagi perempuan yang memang rentan menjadi korban
pelanggaran HAM terutama kekerasan seksual.
Kekerasan seksual dapat terjadi pada siapapun dan dimanapun, baik di ruang domestik (di
dalam rumah) maupun di ruang publik (tempat umum) seperti di sarana transportasi, di
jalan raya, atau di tempat-tempat rawan lainnya. Bahkan, dewasa ini kekerasan seksual
beberapa kali terjadi di lingkungan pendidikan, tidak terkecuali di Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam (PTKI).
Secara eksplisit, posisi perempuan yang rentan terhadap tindak kekerasan seksual sudah
dijamin dalam konvensi internasional. Mereka dimasukan ke dalam kelompok yang rentan,
bersama dengan kelompok anak, kelompok minoritas, dan kelompok pengungsi serta
kelompok yang rentan lainnya. Perlindungan terhadap kelompok perempuan melalui
kebijakan-kebijakan internasional sangat beralasan, sebab kelompok ini sering dalam
keadaan yang penuh risiko dan bahaya oleh tindak kekerasan seksual.
Konvensi ini menempatkan kekerasan seksual pada perempuan sebagai bentuk
pelanggaran HAM. Dengan tegas konvensi ini menjadi bentuk pengakuan sekaligus
perlindungan bagi kelompok perempuan.
Data yang telah dikumpulkan dari 16 perguruan tinggi di Indonesia yang dipresentasikan
pada workshop yang diadakan tanggal 20 – 21 Agustus 2019 menunjukkan bahwa data
kasus yang masuk dan dikompilasi sebanyak 1011 kasus.
Berkaitan dengan jenis kekerasan seksual yang terjadi, berdasarkan laporan masing-masing
perguruan tinggi, dibedakan berdasarkan: pelecehan seksual secara fisik, verbal, isyarat,
tertulis atau gambar, psikologis, perkosaan, intimidasi seksual, eksploitasi seksual,
prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan,
pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, dan penyiksaan seksual. Jenis-
jenis kasus tersebut bervariasi antara satu perguruan tinggi dengan perguruan tinggi
lainnya.
Merespons peningkatan kasus kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi di
lingkungan pendidikan tinggi, Kementerian Agama Republik Indonesia melalui Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Pendis) pada tahun 2019 ini mengeluarkan SK Nomor
5494 tentang Pencegahan dan Penanggulagan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi
Keagamaan Islam (PTKI). Dalam amanat keputusan ini, setiap PTKI berkewajiban
melakukan pencegahan dan penanggulangan atas tindakan kekerasan seksual dengan
menyosialisasikan dan memfasilitasi beberapa instrumen yang dibutuhkan.
Dari latar belakang di atas, penelitian ini bertujuan mendeteksi potensi kekerasan seksual
pada perempuan di PTKI dengan mengambil fokus di UIN Sunan Ampel Surabaya
sekaligus melihat kesiapan universitas dalam implementasi SK Dirjen Pendis Nomor 5494
tahun 2019
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana gambaran tingkat kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi di UIN
Sunan Ampel Surabaya?
Apa jenis-jenis kekerasan seksual pada perempuan dan yang dominan terjadi di UIN Sunan
Ampel Surabaya?
Apa faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual pada perempuan di UIN Sunan
Ampel Surabaya?
Sejauh mana implementasi SK Dirjen Pendis Nomor 5494 Tahun 2019 sebagai upaya
pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual pada perempuan di UIN Sunan Ampel
Surabaya?
KAJIAN TERDAHULU
Efek Pelecehan Seksual di Lingkungan Kampus: Studi Preliminer yang ditulis Myrtati D.
Artaria. Dalam kajian ini, penulis mencoba untuk mengidentifikasi macam-macam
pelecehan seksual yang berlangsung di lingkungan pendidikan tinggi.
Perbuatan Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan yang ditulis oleh
Marchelya Sumera. Kajian ini lebih fokus pada landasan hukum yang digunakan dalam
kasus kekerasan seksual. Buku III KUHP mulai Pasal 281 sampai Pasal 299, bias menjadi
acuhan dalam pendefinisian kekerasan seksual, di mana dalam KUHP termasuk kejahatan
kesusilaan.
Pedoman Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Indonesia yang
disusun Nur Hasyim dan Murdijana. Buku ini memberikan pedoman pencegahan
kekerasan pada perempuan dan anak di Indonesia, sekaligus monitoring dan evaluasi
program pencegahannya.
METODE DAN TEORI
Spesifikasi penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Meskipun demikian, penelitian ini
juga akan banyak bersinggungan dengan data-data kuantitatif terutama dalam
menggambarkan tingkat kekerasan seksual yang terjadi di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Dalam penelitian ini, teori yang menjadi basis bahasan adalah teori strukturalisme
fungsional dan teori feminisme liberal. Teori strukturalisme fungsional akan membantu
peneliti dalam memahami konteks struktur-makro tentang kekerasan yang ada di UIN
Sunan Ampel. Sedangkan teori feminisme akan menguatkan pemahaman terhadap tujuan
implementasi SK Dirjen Pendis Nomor 5494 Tahun 2019 yaitu pada akhirnya akan
memberikan perlindungan bagi korban kekerasan seksual yang selama ini banyak dari
kelompok perempuan, sehingga di sini akan melahirkan kesetaraan gender
TEMUAN
Sosialisasi edukasi mengenai bahaya dan sanksi hukum bagi para pelaku
pelecehan/kekerasan seksual secara merata kepada seluruh warga kampus, baik
mahasiswa, dosen, staf/karyawan maupun kepada jajaran pimpinan UIN Sunan Ampel
Surabaya, mulai dari tingkat rektorat, dekanat dan ketua-ketua program studi yang ada di
tiap fakultas.Apa jenis-jenis kekerasan seksual pada perempuan dan yang dominan terjadi
di UIN Sunan Ampel Surabaya.
Fasilitas tempat/posko pusat layanan khusus yang menangani pencegahan dan
penanggulangan pelecehan/kekerasan seksual dan perlindungan perempuan yang
dilengkapi dengan kontak person/nomor pengaduan yang selalu aktif.
Penyediaan/penerbitan Standar Operasional Prosedur (SOP) Pencegahan dan
Penanggulangan Pelecehan/Kekerasan Seksual yang tersedia di tingkat fakultas dan unit
lembaga yang ada di UIN Sunan Ampel Surabaya.Fasilitas tempat/posko pusat layanan
khusus yang menangani pencegahan dan penanggulangan pelecehan/kekerasan seksual dan
perlindungan perempuan yang dilengkapi dengan kontak person/nomor pengaduan yang
selalu aktif.
Sanksi hukum yang jelas dan ketat untuk para pelaku pelecehan/kekerasan seksual dan
tidak cukup hanya diselesaikan secara kekeluargaan dalam internal kampus. Hal ini
dipandang perlu untuk ditegakkan dengan harapan ada efek jera dari para pelaku kejahatan
tersebut.
TERIMA KASIH