Pemahaman Siswa Terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Sekolah Melalui Media Sosial
Indriani
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas PGRI Palembang
e-mail : indrianii0119@gmail.com
Evia Darmawani
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas PGRI Palembang
e-mail : evia.syamsuddin@gmail.com
Arizona
Program Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas PGRI Palembang
e-mail : arizona.karno@gmail.com
Abstrak
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pemahaman siswa terhadap kekerasan seksual pada anak
usia sekolah melalui media sosial di Sekolah “x”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa terhadap kekerasan seksual pada anak usia sekolah melalui media sosial di Sekolah “x”.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan menggunakan survey.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pemahaman siswa terhadap kekerasan seksual pada anak
usia sekolah melalui media sosial termasuk ke tingkat pemahaman rendah dengan persentase 43,2%,
tingkat pemahaman sedang 33,3% dan tingkat pemahamn tinggi 23,5%. Dengan pemahaman mereka yang
tergolong rendah mengenai kekerasan seksual maka tidak menutup kemungkinan akan terjadinya
kekerasan seksual. Maka dari itu saran dari penelitian ini adalah informasi-informasi mengenai kekerasan
seksual sangat dibutuhkan dan diperlukan untuk generasi milenial seperti sekarang ini.
Kata Kunci: Kekerasan seksual, Media Sosial
Abstract
The problem in this study is how to understand sexual violence through social media in school-age children
"x". The purpose of this study was to determine the level of understanding of sexual violence through
social media in school age children "x". The method used in this research is descriptive quantitative by
using a survey. The results of this study indicate that the level of understanding of violence in school-age
children is low at 43.2%. This shows that they do not understand what sexual violence is, the types of
sexual violence, and the impact of sexual violence. For the medium level of understanding 33.3% and high
23.5%. With their low understanding of sexual violence, it does not rule out the possibility of sexual
violence. Therefore, the suggestion from this research is that information about sexual violence is very
much needed and needed for the millennial generation as it is today.
Keywords: Sexual Violence, Social Media, Student
1
Jurnal Bikotetik. Volume 06 Nomor 02 Tahun 2022, 95 - 100
anak yang memang tidak dibiasakan merencanakan pengadilan negeri/peradilan agama (291.671 kasus),
sendiri proses belajarnya. lembaga mitra Komnas Perempuan (8.234 kasus) dan
Menurut Hartati (2020) Layanan bimbingan dan Unit Layanan dan Rujukan Komnas Perempuan (UPR)
konseling di sekolah bertujuan untuk membantu individu (2.389 kasus). Pada tahun 2021, jumlah ini meningkat
mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap secara signifikan. Laporan kasus kekerasan terhadap
perkembangan dan predisposisi yang dimiliknya (seperti perempuan yang diterima Komnas Perempuan sebelum
kemampuan dasar dan bakat-bakatnya), berbagai latar awal Oktober mencapai lebih dari 4.200.
belakang yang ada serta sesuai dengan tuntutan positif Data yang ada, semakin banyak kasus kekerasan
linkungannya. dalam rumah tangga/kekerasan ranah privat (KDRT/RP),
Menurut Cuevas dalam (Nopiarni, et al, 2019) termasuk terhadap anak perempuan. Hal ini menunjukkan
Kesalahan siswa dalam mengambil keputusan akan bahwa pelaku kekerasan terhadap perempuan adalah
berdampak kepada perilaku siswa yang buruk dalam orang yang paling dekat dengan korban.
kesehariannya, mereka cenderung melakukan Lebih jauh di jelaskan sektor publik, menurut
pelampiasan untuk mengalihkan rasa tidak nyaman survei Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan
mereka dengan melakukan hal-hal yang melanggar Teknologi (Kemendikbad Ristek) tahun 2019,
norma seperti penyerangan, tawuran, merokok, minum menemukan bahwa kampus menempati urutan ketiga
minuman beralkohol, penyalahgunaan narkoba, perilaku lokasi terjadinya tindakan kekerasan seksual (15%),
seks bebas dan bullying baik secara fisik, mental dan setelah jalanan (33%) dan transportasi umum. (19%).
verbal serta perilaku membolos seperti bermain di kantin, Data ini didukung oleh hasil Survei Teknologi Riset
rental play station atau mall ketika jam pembelajaran Pendidikan dan Kebudayaan 2020, di mana 77%
berlangsung pendidik melaporkan pelecehan seksual di lingkungan
Kekerasan seksual “adalah istilah yang merujuk kampus, sedangkan 63% tidak melaporkan kasus
pada perilaku seksual yang menyimpang atau hubungan tersebut.
seksual yang menyimpang yang merugikan korban. Jumlah kasus kekerasan seksual meningkat secara
Kesadaran akan pentingnya pencegahan kekerasan signifikan sejak pandemi COVID-19. Bagi pelaku,
seksual melalui pendidikan seks masih cukup tinggi di gender tidak mempengaruhi pelaku kekerasan seksual,
Indonesia”. yang penting bagi pelaku untuk mengomunikasikan
Menurut Suharsimi dalam (Pittariwati, 2020) hasrat seksualnya. Ada banyak cara yang dilakukan
“bahwa pemahaman (comprehension) adalah bagaimana pelaku untuk mendekati korban, seperti menjangkau dan
seseorang mempertahankan, membedakan, menduga, berbicara dengan korban, membujuk korban, serta
(estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, merayu dan memaksa korban. Dan cara yang lebih
menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan canggih adalah pelaku menggunakan jejaring sosial untuk
kembali, dan memperkirakan”. mengenal korban, mengajaknya bertemu, dan
Seperti di Balikpapan di Kalimantan Timur, pria memperkosa atau melakukan kekerasan seksual.
berusia 38 tahun berinisial HS ditangkap polisi dengan Komnas Perempuan mengurutkan 15 bentuk-
tuduhan memperkosa anaknya sendiri. Korban berusia 13 bentuk kekerasan seksual Sabrina dalam (Efendi, et al,
tahun diberikan uang tunai 10.000 rupiah untuk menutupi 2021), yaitu: “Pemerkosaan, kehamilan paksa, intimidasi
aksi bejat pelaku. Pemerkosaan terjadi pada Desember seksual termasuk ancaman atau percobaan pemerkosaan,
2021 dan Januari 2022. Pelaku bertindak dengan cara aborsi paksa, pelecehan seksual, kontrasepsi paksa dan
meminta korban dipijat. Kemudian korban yang tidak sterilisasi, eksploitasi seksual, penyiksaan seksual,
bersalah diperkosa. perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, hukuman
Menurut laporan tahunan Komite Nasional yang tidak manusiawi dan nuansa seksual, pelacuran
Pemberantasan Kekerasan Terhadap Perempuan, jumlah paksa, praktik tradisi berorientasi seksual yang
kasus kekerasan seksual terus meningkat setiap tahunnya. merugikan atau mendiskriminasi perempuan, perbudakan
Data menunjukkan Indonesia membutuhkan aturan untuk seksual, kontrol seksual, termasuk melalui norma-norma
menjaga korban kekerasan seksual. diskriminatif berdasarkan moral dan agama, kawin paksa,
Sebagimana dikatakan (Hidayahtulloh et al, 2022) termasuk perceraian yang tertunda”.
Berdasarkan catatan tahunan yang disingkat (CATAHU) Lebih jauh di jelaskan bahwa “gambaran
Komisi Nasional Pemberantasan Kekerasan Terhadap kekerasan seksual itu sendiri tidak terbatas pada
Perempuan (Komnas Perempuan) 2020, tercatat 299.911 pemerkosaan atau kekerasan dalam rumah tangga, tetapi
kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2020 juga mencakup merendahkan, melecehkan, agresi dan
(Komnas Perempuan, 2021). Data tersebut merupakan tindakan lain terhadap tubuh yang berkaitan dengan
hasil akumulasi dari kasus yang ditangani oleh hasrat seksual, hasrat seksual dan fungsi reproduksi.
3 | Pemahaman Siswa Terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Sekolah Melalui Media Sosial
dengan kekerasan. Setiap perbedaan dalam hubungan Menurut Nasrullah 2015 dalam (Rafiq, 2020)
gender yang menyebabkan atau dapat menyebabkan Media sosial adalah “media di Internet yang
penderitaan atau ketidakbahagiaan fisik, mental atau memungkinkan pengguna untuk mewakili diri mereka
seksual, penderitaan ekonomi atau sosial, mencegah sendiri dan berinteraksi, berkolaborasi, berbagi, dan
seseorang untuk memberikan persetujuan dengan syarat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk membentuk
bebas, kerugian budaya atau politik”. ikatan sosial virtual. Dalam media sosial, ada tiga bentuk
Dampak dari teknologi tersebut tidak di pungkiri yang merujuk pada makna sosial, yaitu pengenalan
banyak siswa mengetahui tentang kekerasan seksual pada (cognition), komunikasi (communicate) dan kerjasama
anak usia sekolah melalui jejaring sosial, dan bagaimana (cooperation). Tidak dapat disangkal bahwa media sosial
sikap mereka terhadap kekerasan seksual, yang telah menjadi cara baru untuk berkomunikasi akhir-akhir
informasinya tersebar luas di jejaring sosial, yang di ini. Hal ini mempengaruhi berbagai aspek kehidupan
peroleh dari berbagai aplikasi diantaranya, di YouTube, masyarakat. Kehadiran media sosial sangat
Instagram, Facebook, TikTok, dan jejaring sosial lainnya. mempengaruhi cara kita berkomunikas”.
Dari penjelasan tersebut, perilaku kekerasan Media sosial adalah media yang menyediakan
seksual yang dikemukakan tidak sedikit atau banyak juga fasilitas bagi pengguna untuk mendukung memperolah
yang di expose sehingga menjadi viral melalui media informasi, serta interaksi sosial secara virtual.
sosial jadi beban yang di alami oleh korban menjadi Fungsi media sosial yaitu :
kompleks. a) Tempat informasi terupdate
Perkembangan media sosial yang semakin pesat b) Tempat berkomunikasi
telah membawa masyarakat pada kenyataan bahwa tidak c) Tempat eksistensi
dapat dipisahkan dari penggunaan media sosial dalam d) Tempat usaha dan bisnis
kehidupan sehari-hari. Jejaring sosial tidak hanya Manfaat media sosial yang telah dikemukan, maka
menjadi gaya hidup, tetapi juga kebutuhan dasar. dapat di simpulkan bahwa manfaat media sosial adalah
Teknologi modern telah memudahkan setiap orang untuk sebagai sarana terjadinya komunitas secara virtual
mengakses dan dapat selalu berhubungan dengan semua sehingga memperluas pertemanan, mendapatkan info-
orang di berbagai belahan dunia. Kemajuan teknologi dan info terkini, dapat dijadikan sarana tempat untuk
informasi saat ini tampaknya telah menempatkan seluruh mempromosikan bisnis.
dunia di tangan Anda. Dan menjadikan beberapa orang Kekerasan seksual terhadap anak menurut ECPAT
menjadi tidak nyaman. (End kid Whoredom In Asia Tourism) dalam (Ningsih
Hal demikian dapat mempengaruhi pemahaman dan Hennyati, 2018) Internasional adalah “hubungan atau
siswa terhadap berbagai informasi, salah satu dari interaksi antara anak dengan orang tua atau anak atau
informasi yang minim sekalipuntermasuk dengan orang dewasa yang lebih wajar, seperti orang asing,
kekerasan seksual yang banyak terjadi di lingkungan saudara kandung atau orang tua. Ketika anak digunakan
masyarakat bahkan mendunia, di lingkungan sekolah untuk memuaskan kebutuhan seksual si penyerang.
maupun di luar. Berbagai informasi tersebut dapat Perbuatan ini dilakukan melalui paksaan, ancaman, suap,
menjadikan atau menimbulkan pemahaman yang ada penipuan atau tekanan. Tindakan ini tidak memerlukan
pada diri siswa termasuk di sekolah “X”. kontak fisik antara pelaku dan anak. Bentuk-bentuk
Berbagai informasi berkenaan dengan tingkat kekerasan seksual itu sendiri bisa berupa pemerkosaan
pemahaman siswa mengenai kekerasan seksual tersebut atau pencabulan. Akibat dari kekerasan seksual dapat
ternyata hasil kunjungan awal di Sekolah X diperoleh berupa: depresi, fobia, mimpi buruk, ketidakpercayaan
informasi dari guru Bimbingan dan Konseling terdapat jangka panjang terhadap orang tua, membatasi diri pada
beberapa anak yang memiliki kemampuan untuk lingkungan. Bagi korban perkosaan yang pernah
mengetahui lebih jauh tentang berbagai hal dari media mengalami trauma psikologis berat, korban mungkin
sosial seperti instagram, youtobe, facebook, dan lain merasakan stimulus yang kuat untuk bunuh diri”.
sebagainya. Termasuk mengenai tentang kekerasan Kekerasan seksual adalah tindakan pemaksaan
seksual yang sekarang sering terjadi dimana-mana. Dari seksual terhadap pihak tertentu sehingga berdampak
pendapat beberapa siswa terdapat anak mengemukakan trauma bagi korban dan juga dapat merusak alat
pendapat bawasanya ia sering melihat berita kekerasan reproduksi korban.
seksual melalui media sosial seperti instagram, contohnya Menurut Rakhmawati, 2018 dalam (Safriyana, dkk
“iya kami takut berita kekerasan seksual yang telah 2019:95-96), “upaya pencegahan kekerasan seksual
dilakukan oleh Heri Irawan” dan ada juga siswa yang terhadap anak dapat dilakukan dalam beberapa langkah
mengatakan bahwa ia menggunakan sosial media hanya yaitu Mencari tahu tentang kenyataan bahwa kekerasan
sebagai hiburan seperti contoh untuk bermain game. seksual dapat terjadi bahkan di lingkungan yang baik,
3
Jurnal Bikotetik. Volume 06 Nomor 02 Tahun 2022, 95 - 100
Menghilangkan kemungkinan atau fence tidak dilakukan dalam menunjukkan ukuran kesahihan dari
meminimalisir hadirnya situasi satu anak satu orang yang instrumen tes dinyatakan mempunyai validitas yang
lebih dewasa, Anak diajarkan untuk berani berbicara atau sangat tinggi jika alat itu melakukan kegunaan dengan
bercerita tentang hal-hal memalukan yang menimpanya, akurat adapun menyerahkan hasil yang sudah tepat
Tetap wasapa, Identifikasi instansi atau lembaga di kota, dengan tujuan digunakanya alat ukur itu. Pada tes ini
kabupaten, atau negara bagian tertentu yang memiliki hak dilakasanakan untuk meninjau hasil yang di peroleh dari
untuk membantu anak-anak sekolah dasar yang menjadi instrument tes yang telah dirangkai apakah benar atau
korban kejahatan pelecehan seksual terhadap anak, valid”.
Kesadaran dan keberanian untuk melaporkan hal-hal Reliabilitas digunakan untuk melihat keakuratan,
yang mencurigakan, dan Kesadaran akan risiko kekerasan ketelitian dan kekonsistensisan dari suatu alat pengukur
terhadap anak dan keinginan untuk melakukan yang dipakai pada hal ini adalah tes. Pada uji reliabilitas
pencegahan dapat dilanjutkan dengan mengenali yang merupakan uji konsistensi dari seluruh pernyataan
kemungkinan bahwa seseorang adalah pelaku kejahatan yang diberikan apakah dapat digunakan berkali-kali
seksual pada anak”. menggunakan nilai dari koefisien croncbach’s.
Tingkatan pemahaman terdapat tiga tingkatan Data yang diperoleh kemudian dianalisis
yaitu tingkatan pertama tingkatan yang mana mampu menggunakan analisis skala likert. Data yang diperoleh
mengartikan, tingakatan kedua mampu membedakan, dan disajikan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk
tingkatan ketiga mampu mengjabarkan lebih jauh. memahami persentase dan frekuensi setiap alternatif
Pemahaman siswa terhadap kekerasan seksual jawaban serta memudahkan dalam membaca data.
pada anak usia sekolah melalui media sosial sebagaimana Analisis hasil tes dengan cara mencari tahu berapa
diketahui kekerasan seksual merupakan tindakan persentase siswa untuk setiap jawaban.
pemaksaan seksual terhadap pihak tertentu sehingga
berdampak trauma bagi korban dan juga dapat merusak HASIL
alat reproduksi korban, kekerasan seksual tidak hanya Setelah melakukan proses pengambilan data
dapat terjadi secara langsung namun kekerasan seksual berupa data siswa menjawab Sangat Setuju, Setuju,
dapat juga terjadi melalui media sosial. Mengapa tema Cukup Setuju, Kurang Setuju, dan Tidak Setuju dari
penelitian ini penting dilaksakan yaitu karena perlunya pernyataan yang di buat oleh peneliti. Yang menjadi
edukasi terhadap anak usia sekolah mengenai kekerasan responden pada penelitian ini yaitu sebanyak 81 orang
seksual, dengan adanya penelitin mengenai pemahaman Dengan mempercepat dalam pengolahan data,
siswa terhadap kekerasan seksual pada anak usia sekolah penulis menggunakan program software Statistikal
melalui media sosial dapat menjadi pengetahuan atas Product & Service Solutions (SPSS) for Windows dan
tingkat pemahamn siswa terhadap kekerasan seksual. Excel.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu Tabel 1. Tingkat Pemahaman
bagaimana tingkat pemahaman siswa terhadap kekerasan Tingkat Pemahaman Frekuensi Persentase
Tingkat Pemahaman Rendah 35 43,2%
seksual pada anak usia sekolah melalui media sosial di Translasi (Translation)
sekolah “x”, dan penelitian ini bertujuan untk mengetahui Tingkat Pemahaman Sedang 27 33,3%
tingkat pemahamn siswa terhadap kekerasan seksual pada Interpretasi (Interpretation)
Tingkat Pemahaman Tinggi 19 23,5%
anak usia sekolah melalui media sosial di sekolah “x”. Ekstrapolasi (Extrapolation)
Total 81 100%
METODE
Menurut Gulo dalam (Alhamid dan Anufia, 2019) Berdasarkan tabel 1. di atas, tingkat pemahaman
“teknik tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar siswa terhadap kekerasan seksual pada anak usia sekolah
kerja, atau sejenisnya yang dapat digunakan untuk melalui media sosial dapat disajikan melalui gambar
mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat dan sebagai berikut :
kemampuan dari subjek penelitian. Tes yang dilakukan
adalah tes untuk mengukur tingkat pemahaman siswa DiagramTingkat
terhadap kekerasan seksual. Penyusunan soal test ini juga Pemahaman
disusun berdasarkan Taksonomi Bloom, dengan tipe soal 50 35
pemahaman (C2). Tes yang digunakan pada penelitian ini 27
19
adalah tes buatan peneliti yang dilaksanakan secara
online menggunakan goggle form”. 0 43.20% 33.30% 23.50%
Menurut Arikunto dalam (Komarudin, Rohaeti,
dkk, 2021) Uji validitas yaitu “suatu langkah yang Gambar 1. Diagram Tingkat Pemahaman Siswa
5 | Pemahaman Siswa Terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Usia Sekolah Melalui Media Sosial
5
Jurnal Bikotetik. Volume 06 Nomor 02 Tahun 2022, 95 - 100