Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa

dewasa. Pada masa ini remaja merupakan penerus generasi keluarga dan

bangsa. Perlu mendapatkan pendidikan yang baik sehingga potensi-potensi

dirinya dapat berkembang pesat, sehingga akan tumbuh menjadi manusia yang

memiliki kepribadian yang tangguh dan memiliki berbagai macam

kemampuan dan keterampilan yang bermanfaat. Oleh karena itu penting bagi

keluarga lembaga-lembaga pendidikan berperan dan bertanggung jawab dalam

memberikan berbagai macam stimulasi dan bimbingan yang tepat sehingga

akan tercipta generasi penerus yang tangguh (Bambang, 2017).

Berbagai fenomena perilaku negatif sering terlihat dalam kehidupan sehari-

hari pada remaja. Melalui surat kabar atau televisi dijumpai kasus-kasus

remaja usia dini sampai usia remaja seperti pelecehan baik itu pelecehan fisik,

verbal, mental bahkan pelecehan seksual pun sudah menimpa atau remaja.

Bentuk pelecehan seperti ini biasanya dilakukan oleh orang yang telah dikenal

remaja, seperti keluarga, tetangga, guru maupun teman sepermainannya

sendiri. Dampak pelecehan seperti ini selain menimbulkan trauma yang

mendalam, juga sering kali menimbulkan luka secara fisik (Nirwana, 2017).

Kasus pelecehan seksual yang dialami oleh perempuan semakin marak.

Pelecehan seksual membawa dampak baik fisik maupun psikologis. Bahkan

dampak psikologis begitu membekas dirasakan korban. Perempuan


2

seharusnya dihargai dan dihormati sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang

memiliki harga diri, martabat dan derajat yang setara dengan kaum pria.

Namun pada kenyataannya masih banyak perempuan yang menjadi korban

penindasan, penganiayaan, penyiksaan, bahkan pelecehan seksual yang

mengarah pada penyerangan seksual dan pemerkosaan (Nirwana, 2017).

Pelecehan seksual terhadap remaja potensial terjadi di semua lapisan

masyarakat, namun lebih umum terjadi pada masyarakat yang lebih rendah.

Tingginya tingkat pelecehan seksual pada remaja menunjukkan pentingnya

pengetahuan dan sikap remaja terhadap terjadinya pelecehan seksual pada

remaja. Jenis kasus pelecehan yang sering terjadi pada anak dan remaja

meliputi pelecehan fisik, pelecehan psikologis, penelantaran, bullying dan

pelecehan seksual (Hartono,2018). Diantara jenis pelecehan tersebut,

pelecehan seksual yang paling mendominasi (Mulyadi.S ; Erlinda, 2018).

Menurut laporan United Nation Children’s Fund (UNICEF) tahun 2018,

kasus pelecehan pada remaja di dunia mencapai 120 juta, sedanhkan dinegara

Eropa bagian barat hampir satu dari tiga anak usia 6-15 tahun mengalami

pelecehan /pelecehan seksual. Menurut Laporan Badan PBB untuk Anak-anak

atau UNICEF pada tahun 2019, tercatat dari 10 anak perempuan di dunia

mengalami pelecehan seksual. Sementara, 6 dari 10 anak di seluruh dunia,

yang total jumlahnya mencapai 1 miliar, mengalami kekerasan fisik antara

usia 2-14 tahun.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat ada sebanyak 21

kasus pelecehan seksual dengan jumlah korban mencapai 123 anak di satuan

pendidikan sepanjang tahun 2019. Korban mencapai 123 anak, terdiri atas 71
3

anak perempuan dan 52 anak laki-laki. Anak laki-laki dan perempuan

semuanya rentan menjadi korban pelecehan seksual di sekolah. Sementara itu,

data KPAI menunjukkan bahwa satu pelaku bisa memperdaya banyak korban,

karena dari 21 pelaku kasus pelecehan itu korbannya mencapai hingga 123

anak. Adapun 21 pelaku tersebut terdiri dari 20 laki-laki dan 1 pelaku

perempuan. Pelaku mayoritas adalah guru sebanyak 90 persen dan kepala

sekolah sebanyak 10 persen. Selain itu, oknum pelaku yang merupakan guru

terdiri dari guru olahraga sebanyak 29 persen, guru agama 14 persen, guru

kesenian 5 persen, guru komputer 5 persen, guru IPS 5 persen, guru BK 5

persen, guru Bahasa Inggris 5 persen dan guru kelas sebanyak 23 persen.

Lebih lanjut, Selain itu hasil pengawasan KPAI menunjukkan bahwa dari 21

kasus pelecehan seksual yang terjadi di sekolah tersebut, 13 kasus atau

sebanyak 42 persen terjadi di jenjang SD, 5 kasus atau 64 persen di jenjang

SMP/sederajat dan 3 kasus atau 14 persen di jenjang SMA.

Kepolisian Daerah Provinsi Riau sepanjang Januari hingga Desember

2017 telah menangani sebanyak 142 laporan kasus pelecehan /pelecehan

seksual seksual terhadap anak di bawah umur di berbagai wilayah

kabupaten/kota di Riau. Menurut Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak

Kota Pekanbaru, mencatat sebanyak 108 kasus pelecehan terhadap

perempuan dan anak di daerah itu sepanjang tahun 2018. Hal ini mengalami

peningkatan cukup besar dibandingkan jenis kasus yang sama tahun 2017

yang hanya 74 kasus. Menurut data dari Bidang Perlindungan Perempuan dan

Anak (DPPPA) Pekanbaru tahun 2019, tercatat sebanyak 33 kasus pencabulan

terhadap anak dibawah umur termasuk remaja.


4

Berikut data dari DPPPA Kota Pekanbaru terkait kasus pencabulan yang

terjadi di Pekanbaru selama 2019. Kecamatan Tampan 9 kasus, Kecamatan

Tenayan Raya 6 kasus, Kecamatan Sukajadi 1 kasus, Kecamatan Senapelan 1

kadus, Kecamatan Sail 2 kasus, Kecamatan Rumbai 7 kasus, Kecamatan

Pekanbaru kota 1 kasus, Kecamatan Payung Sekaki 1 kasus, Kecamatan

Marpoyan Damai 3 kasus, dan Kecamatan Lima puluh 2 kasus (DPPPA,

2019).

Remaja memiliki beberapa tugas perkembangan yang harus dijalani

dengan baik. Salah satu tugas tersebut adalah remaja dapat menerima peran

seks dewasa yang diakui masyarakat dan remaja tidak mengalami kesulitan

dalam menjalani tugas dan perkembangan remaja. Sebagai remaja laki-laki

tentu harus mempersiapkan diri untuk menjadi laki-laki dewasa yang

bertanggung jawab, sebagai calon suami dan calon ayah yang baik untuk

keluarganya. Sedangkan anak perempuan mereka didukung untuk mejalani

peran sesuai dengan jenis kelamin mereka, sehingga usaha untuk mempelajari

peran feminin saat dewasa dapat diakui oleh masyarakat dan masyarakat

dapat menerima peran tersebut dengan baik, perkembangan remaja juga

merupakan tugas pokok yang memerlukan penyesuaian diri selama waktu

bertahun-tahun. Selain menjalani tugas dan perkembangannya remaja juga

dituntut untuk mampu melindungi diri sendiri dari ancaman yang

membahayakan ataupun yang dapat merugikan remaja, salah satunya adalah

pelecehan seksual (Hotima, 2016).


5

Pelecehan seksual juga disebut dengan pelecehan seksual, yaitu segala

macam bentuk perilaku yang berkonotasi atau mengarah kepada hal-hal

seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang

menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif seperti malu, marah,

benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang menjadi korban

pelecehan tersebut. Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual sangat

beragam, dari yang ringan seperti lelucon seksual hingga yang berat seperti

pemerkosaan (BKKBN, 2016).

Perempuan paling banyak menjadi obyek kejahatan seksual, seperti yang

pernah dilakukan studi content analysis pada media massa di Jawa Timur

(1991), dan bila disimak lebih rinci, angka tertinggi-sekitar 62 persen dialami

oleh perempuan remaja berumur 11 hingga 18 tahun. Besarnya persentase

pada perempuan yang tergolong muda atau remaja bermakna sangat

rawannya persoalan kejahatan seksual pada remaja yang sedang mencari

identitas diri itu. Apalagi di Indonesia budaya yang patriakhi, masih tumbuh

subur dalam kehidupan interaksi sehari-hari, menyebabkan posisi perempuan

terutama remajanya mudah menjadi obyek kejahatan seksual, terutama

pelecehan seksual yang sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari

(BKKBN, 2016).

Pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu,

menjengkelkan, dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau

sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis

kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan

harkat diri orang yang diganggunya. Perilaku ini bisa bersifat fisik dan
6

mental, serta bisa verbal ataupun non-verbal serta mengganggu aspek fisik,

mental, emosional, dan spiritual korban. Pelecehan seksual bersifat

merendahkan, menakutkan, dan terkadang menggunakan pelecehan

/pelecehan seksual fisik. Dampaknya bisa bertahan lama, bahkan bertahun-

tahun, dan dapat menimbulkan konsekuensi yang berkaitan dengan psikologis

dan kesehatan remaja (Yakita, 2018).

Korban pelecehan seksual akan mengalami berbagai masalah psikologis

seperti malu, marah, benci, dendam, trauma, merasa terhina, tersinggung, dan

sebagainya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Alison Maddock dari

Swansea NHS di Wales, Inggris, menunjukkan bahwa banyak remaja-remaja

yang mengalami pelecehan seksual, mengalami dampaknya dalam waktu

panjang. Bahkan Maddock mengatakan dampak ini bisa bertahan ke masa

tua, berpengaruh pada masalah hubungan, orangtua, dan seksual yang bisa

meningkatkan kemungkinan remaja-remaja itu menjadi pelaku di masa

mendatang (Yakita, 2018).

Pelecehan seksual sering terjadi pada remaja putri usia 11 hingga 18

tahun, karena pada masa ini remaja putri masih belum memahami tentang

pelecahan seksual. Pelecehan seksual memberikan dampak buruk pada psikis

remaja yaitu remaja bisa menjadi rendah diri, tidak percaya diri bahkan

depresi. Selain itu dampak fisik adalah kehamilan yang tidak diinginkan

akibat pemerkosaan (BKKBN, 2016).

Menurut Algifardi (2016), ada beberapa faktor yang berhubungan dengan

kejadian pelecehan seksual pada remaja yaitu, pengaruh teman sebaya seperti

ajakan teman untuk menggoda atau melecehakan seseorang. Selain dari pada
7

itu juga dapat disebabkan karena kurangnya pendidikan seks dari orang tua

khususnya tentang jenis atau bentuk pelecehan seksual tersebut dan

bagaimana cara mencegahnya.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan tahun 2019,

diketahui SMPN 20 merupakan SMPN yang terletak dijalan Abadi Tampan

Kecamatan Tampan, dengan jumlah muridnya yaitu 1102.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk membuat

penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan Remaja Putri Tentang

pelecehan seksual Pada Remaja Putri di SMPN 20 Kecamatan Tampan

Pekanbaru”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas peneliti tertarik untuk meneliti dan

mengetahui “gambaran pengetahuan remaja putri tentang pelecehan seksual

pada remaja putri di SMPN 20 Kecamatan Tampan Pekanbaru?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang

pelecehan seksual pada remaja putri di SMPN 20 Kecamatan Tampan

Pekanbaru.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk memengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang pengertian

pelecehan seksual pada remaja putri di SMPN 20 Kecamatan Tampan

Pekanbaru.
8

2. Untuk memengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang bentuk-

bentuk pelecehan seksual pada remaja putri di SMPN 20 Kecamatan Tampan

Pekanbaru.

3. Untuk memengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang faktor

resiko yang menyebabkan terjadinya pelecehan seksual pada remaja putri di

SMPN 20 Kecamatan Tampan Pekanbaru.

4. Untuk memengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang cara

mencegah pelecehan seksual pada remaja putri di SMPN 20 Kecamatan

Tampan Pekanbaru.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Penulis

Menambah pengetahuan bagi penulis dalam melakukan riset, khususnya

memengetahui gambaran pengetahuan remaja putri tentang pelecehan

seksual di SMPN 20 Kecamatan Tampan Pekanbaru.

1.4.2 Bagi Responden

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan dampak perbaikan

pengetahuan bagi remaja dalam mencegah perilaku seksual yang negatif

dan kejahatan pelecehan seksual SMPN 20 Kecamatan Tampan

Pekanbaru.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini menambah bahan bacaan bagi mahasiswa

khususnya bagi mahasiswa Akbid Helvetia Pekanbaru dan juga penelitian

ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.


9

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil ‘tahu’ dan ini terjadi setelah orang

mengadakan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terhadap

objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba dengan sendiri. Pengetahuan juga diperoleh dari

pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun pengalaman orang lain, media masa

maupun lingkungan. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan terpenting

bagi terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, dalam Wawan & Dewi

2016).

Pengetahuan (knowledge) atau kognitif merupakan domain terpenting bagi

terbentuknya tindakkan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan psikis dalam menumbuhkan sikap dan

perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan

stimulasi terhadap tindakan seseorang (Sunaro, dlama Kholid, 2018).

2.1.2 Tingkatan pengetahuan

Pengetahuan manusia yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu :
10

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya .termasuk kedalamnya pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang lebih

rendah.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek

kedalam komponen – komponen.

5. Sintesis

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian – bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru, dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulisa – formulasi yang ada.


11

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian suatu objek. Penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria yang sudah ada. (Notoatmodjo, dalam

Wawan & Dewi, 2016).

2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan & Dewi (2016), faktor-faktor yang mempengaruhi

pengetahuan antara lain sebagai berikut:

1. Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap

perkembangan orang lain menunjukan kearah cita-cita tertentu yang

menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai

keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan

informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup.

2. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivitas yang harus dilakukan untuk menunjang kehidupan

keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak

merupakan cara menccari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan menyiata waktu.

Bekerja bagi ibu-ibu akan berpengaruh pada kehidupan keluarga.

3. Umur

Usia adalah individu yang terhidung mulai saat dilahirkan sampai berulang

tahun. semakin cukup umur seseorang, tingkat kematangan dan kekuatan


12

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi

kepercayaan masyarakat seorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang

belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan

kematangan jiwa.

4. Faktor lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang

atau kelompok.

5. Sosial budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari

sikap dalam menerima informasi.

2.1.3 Mengukur Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan seperangkat alat tes atau

kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau diukur, selanjutnya dilakukan

penilaian dimana setiap jawaban benar dari masing-masing pertanyaan diberi nilai

1 dan jika salah diberi nilai 0. Penilaian dengan cara membandingkan jumlah skor

jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100%

(Arikunto, dalam Wawan & Dewi 2016). Nilai-nilai pengetahuan dikelompokkan

menjadi 3 kategori :

1. Pengetahuan Baik : 76%-100%

2. Pengetahuan Cukup : 56-75%

3. Pengetahuan Kurang : < 56%


13

2.2 Konsep Dasar Pelecehan seksual

2.2.1 Pengertian

Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi

atau mengarah kepada hal-hal seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak

diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan reaksi negatif

seperti malu, marah, benci, tersinggung, dan sebagainya pada diri individu yang

menjadi korban pelecehan tersebut (BKKBN, 2016).

Rentang pelecehan seksual ini sangat luas, yakni meliputi: main mata, siulan

nakal, komentar berkonotasi seksual atau gender, humor porno, cubitan, colekan,

tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang

bersifat seksual, ajakan berkencan dengan iming-iming atau ancaman, ajakan

melakukan hubungan seksual hingga perkosaan. Pelecehan seksual bisa terjadi di

mana saja, kapan saja, pada siapa saja dan tanpa memandang usia (Aluna, 2018).

Pelecehan seksual merupakan istilah untuk banyak perilaku agresif,

mencakup pendekatan seksual yang tidak diinginkan, permintaan aktivitas seksual

yang tidak diharapkan, dan perilaku verbal dan fisik lainnya yang bersifat seksual

yang mengandung intimidasi, permusuhan, atau bersifat defensif. Pelecehan

seksual dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan. Bisa berbentuk

permintaan terang-terangan untuk berhubungan seksual, atau berbentuk lebih


14

halus, seperti mencolek bagian tubuh pribadi, mengucapkan kata kotor kepada

seseorang (Hotima, 2016).

2.2.2 Bentuk Pelecehan Seksual

Aluna (2018), meyatakan bentuk-bentuk pelecehan seksual sangat beragam,

dari yang ringan seperti lelucon seksual hingga yang berat seperti pemerkosaan.

Beberapa perilaku yang termasuk pelecehan seksual antara lain:

1. Lelucon seks, menggoda secara terus menerus dengan kata-kata tentang hal-

hal yang berkaitan dengan seksual

2. Memegang ataupun menyentuh anggota tubuh, terutama organ reproduksi

orang lain dengan tujuan seksual.

3. Secara berulang berdiri dengan dekat sekali atau hingga bersentuhan badan

dengan badan orang lain.

4. Membuat atau mengirimkan gambar-gambar, kartun, atau hal lainnya yang

terkait dengan seksual.

5. Menunjukkan gerak-gerik tubuh, tatapan mata, atau ekspresi lain yang

memiliki maksud atau tujuan seksual.

6. Melakukan tindakan yang mengarah ke perilaku seksual dengan unsur

pemaksaan, misalkan mencium atau mengajak berhubungan.

2.2.3 Analisa Pelecehan Seksual


15

Ada 3 teori dalam menganalisa pelecehan seksual seperti yang dikatakan oleh

BKKBN (2018) :

A. Teori Biologis

Perilaku pelecehan seksual merupakan suatu ekspresi dari kerja hormon-

hormon seksual laki-laki dan perempuan, di mana laki-laki dipandang

memiliki dorongan seksual yang lebih besar sehingga seringkali laki-laki

menjahili perempuan secara seksual.

B. Teori Sosiokultural

Mengasumsikan bahwa laki-laki dan perempuan secara sosiokultural

dibesarkan oleh suatu sistem yang menempatkan mereka sebagai dua pihak

yang tidak setara.

C. Teori Organisasional

Teori ini berangkat dari asumsi bahwa dengan adanya perbedaan struktur

dalam dunia kerja (ada atasan dan bawahan), maka ada peluang bagi mereka

yang punya posisi atau hierarki lebih tinggi untuk memperlakukan mereka

yang menjadi bawahannya secara sewenang-wenang.

2.2.4 Penyebab Terjadianya Pelecehan Seksual

Pelaku yang melakukan pelecehan seksual biasanya mempunyai

pengalaman buruk di masa lalu. Pria yang melakukan pelecehan seksual sering

tidak menyadari bahwa tindakan mereka adalah tidak benar atau bahwa

mereka menyalahgunakan kekuasaannya. Salah satu alasannya mungkin

adalah, bagi banyak pria, hubungan antara kekuasaan dan seks adalah bersifat

otomatis dan tanpa sadar. Di sisi lain, pertemuan dengan tayangan kekerasan

erotis mungkin juga memberi kontribusi pada desensitization (Aluna, 2015).


16

Desensitization adalah menjadi tidak sensitif karena terlalu sering

berjumpa dengan materi yang biasanya menimbulkan emosi yang kuat. Hal ini

mungkin menyebabkan pria bersikap tidak peduli atau merendahkan wanita.

Menurut sociologist, terdapat perbedaan kekuasaan di masyarakat, faktor

inferioritas wanita khususnya Indonesia yang masih menganut budaya

patriarkis (Aluna, 2015).

2.2.5 Dampak Pada Korban

Pelecehan seksual bersifat merendahkan, menakutkan, dan terkadang

menggunakan kekerasan fisik. Dampaknya bisa bertahan lama, bahkan

bertahun-tahun, dan dapat menimbulkan konsekuensi yang berkaitan dengan

psikologis dan kesehatan remaja. Efek sesudah pelecehan seksual dapat

berupa masalah psikologis dan kesehatan jangka panjang. Gejala-gejala yang

berasal dari pelecehan seksual antara lain kecemasan, depresi, sakit kepala,

susah tidur, gangguan pencernaan, masalah berat badan, nausea, dan disfungsi

seksual (Aluna, 2018).

Jhonson (2018) menyatakan, remaja yang mengalami pelecehan seksual

cenderung mengalami penurunan kepercayaan diri dan kepercayaan terhadap

orang lain. Selain itu sekitar 54% remaja yang mengalami pelecehan seksual

menutup diri kepada orang lain dan 46% lainnya justru terlibat seks bebas, hal

ini disebabkan sebagai bentuk pelampiasan emosional mereka karena

mendapatkan perlakukan pelecehan seksual, selain merasa remaja merasa

dirinya sudah tidak perawan lagi (Aluna, 2018).

2.2.6 Faktor Resiko Terjadinya Pelecehan seksual


17

Menurut beberapa penelitian dikutip dari BKKBN (2018), diketahui

pelecehan seksual dapat dipicu oleh hal sebagai berikut:

1. Umur

Remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa.

Usia remaja dibagi menjadi tiga yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja

tengah (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-19 tahun). Pada usia ini

dipengaruhi oleh jenis kelamin, dimana pada masa remaja anak perempuan

lebih mudah mendapatkan intimidasi (diancam) dan tidak melakukan

perlawanan ketika akan dilecehkan.

2. Keterpaparan pornografi

Pada remaja dorongan seksual sangat kuat, selain itu rasa ingin tahu

tentang masalah seksual juga lebih tinggi hal ini membuat remaja sering

mencari informasi dari berbagai media salah satunya adalah internet.

Sementara itu di media tersebut banyak situs porno yang beredar. Hal ini

menimbulkan rasa lebih penasaran yang lebih kuat pada remaja dan tidak

jarang banyak remaja yang mempraktikannya. Hal ini yang mengakibatkan

remaja sering melakukan tindakan yang mengarah pada pelecehan seksual.

3. Pendidikan seks

Pendidikan seks adalah pemberian informasi kepada seseorang tentang

suatu materi yang bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada seseorang

tersebut. Dengan memberikan pendidikan seks orang dapat terhidar dari

perilaku seksual yang menyimpang misalnya seperti memberitahukan tentang

tindakan pelecehan seksual tersebut. Selain itu mengajarkan anak untuk


18

berpakaian sopan, tidak keluar sendirian dan lainnya yang bertujuan agar anak

terhidar dari pelecehan seksual.

Pendidikan seks pada anak dapat diberikan sejak dini sesuai dengan umur

mereka. Ketika anak memasuki masa remaja, pendidikan seks yang sangat

perlu diberikan adalah tentang pelecehan seksual, dalam pendidikan seks

tersebut orang tua mengajarkan pada anak tentang bentuk pelecehan seksual

tersebut dan juga mengajarkan bagaimana cara mencegah dan apa yang harus

dilakukan oleh anak remaja ketika mendapatkan pelecehan seksual dari

seseorang, seperti anak remaja dapat melaporkan perbuatan tersebut kepada

orang tuanya.

Salah satu cara untuk mencegah terjadinya pelecehan seksual pada remaja

adalah dengan membekali remaja putri pendidikan seks. Pendidikan seks

tersebut dapat berupa nasehat seperti tidak menggunakan pakaian seksi pada

saat keluar rumah, tidak keluar sendirian diwaktu malam hari, tidak mudah

terbujuk rayu oleh laki-laki yang tidak dikenal, dan memberitahukan kepada

anak tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual, seperti disiul, dicolek,

dipegang dan lainnya. Dengan adanya pendidikan seks dari orang tua, maka

remaja sudah dibekali pengetahuan dan dapat melindungi dirinya sendiri dari

pelecehan seksual.

Kemampuan, keterampilan, dan kemauan orang tua dalam memberikan

pendidikan seks akan menentukan perasaan anak pada masa yang akan

mendatang. Berbagai bentuk pelecehan dan kekerasan seksual pada remaja.

Adapun bentuk kekerasan dam pelecehan tersebut seperti; pembunuhan,

pemerkosaan, pencabulan, penganiayaan, aborsi, pedofilia, sodomi,


19

trafficking, dan berbagai eksploitasi anak di bidang pekerjaan, penelantaran,

penculikan, pelarian anak remaja, dan penyanderaan.

4. Teman sebaya

Pada remaja teman sebaya merupakan orang yang paling penting dalam

kehidupannya. Karena itu apapun yang dilakukan oleh temannya mereka mau

tidak mau akan ikut melakukannya juga demi solidaritas pertemanan mereka.

termasuk salah satunya berpakaian sexy. Teman sebaya merupakan orang

yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan remaja. Karena itu, sebagai

orang tua harus seleksi dalam memilih teman anak mereka, karena pada

remaja cenderung meniru dan mengikuti perilaku temannya. Memiliki teman

yang baik dapat memberikan dampak yang baik untuk remaja, begitu

sebaliknya memiliki teman yang tidak baik dapat memberikan dampak yang

tidak baik pula untuk remaja.

5. Sosial budaya

Sosial budaya merupakan kebiasaan yang diwarisi oleh nenek moyang

dan berikaitan dengan suku bangsa. Dalam masalah gender, biasanya laki-

laki lebih tinggi derajatnya dibandingkan wanita, sehingga laki-laki berhak

menindas wanita. Dikaitkan dengan masalah pelecehan seksual pada remaja

laki-laki, mereka menganggap bahwa perbuatan mereka mengganggu

(menyentuh, mencolek) yang sifatnya melecehakan anak remaja perempuan

itu adalah hal yang biasa, padahal secara hukum tindakan mereka sudah

dalam batas yang tidak wajar dan melanggar hukum.

2.3 Konsep Remaja


20

2.3.1 Pengertian

Remaja disebut juga dengan puber atau adolesensi, yang merupakan transisi

masa anak-anak menjadi dewasa. Masa remaja termasuk masa yang sangat

menentukan karena pada asa ini anak-anak mengalami banyak perubahan pada

psikis dan fisiknya. Terjadinya perubahan kejiwaan menimbulkan kebingungan

dikalangan remaja sehingga masa ini disebut sturm and drang yang berarti pada

masa ini mereka mengalami pernuh gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga

mudah menyimpan aturan dan norma-norma sosial yang berlaku dikalangan

masyarakat (Zulkifli, 2018).

Pada buku pediatric, umumnya seorang anak dikatakan remaja apabila

seorang anak telah mencapai usia 10-18 tahun untuk anak perempuan, dan 12-20

tahun untuk anak laki-laki. Menurut E.L Kelly remaja adalah masa ketika seorang

individu mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Menurut WHO, anak

dikatakan remaja apabila telah mencapai usia 10-18 tahun (Nirwana, 2018).

Remaja merupakan masa peralihan antara tahap anak dan dewasa dengan

jangka waktu yang berbeda-beda tergantung faktor sosial dan budaya, fase ini

ditandai oleh berfungsinya organ reproduksi mulai berfungsi, libido puncak

perkembangannya emosi sangat labil, rasa kesetiakawanan yang tinggi dengan

teman sebaya dan belum menikah. Dunia remaja memang unik, sejuta peristiwa

terjadi dan sering diciptakan dengan ide-ide cemerlang dan positif (Aluna, 2018).

2.3.2 Ciri-Ciri Remaja

1. Pertumbuhan fisik

Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat

dibandingkan dengan masa anak – anak dan masa dewasa.


21

2. Perkembangan seksual

Seksual mengalami perkembangan yang kadang – kadang menimbulkan

masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian, bunuh diri dan

sebagainya.

3. Cara berfikir

Cara berpikir causatif yaitu menyangkut hubungan sebab dan akibat.

Misalnya remaja duduk didepan pintu, kemudian orang tua melarangnya

sambil berkata “pantang“. Andai yang dilarang itu anak kecil, pasti ia

akan menuruti perintah orang tuanya, tetapi remaja yang dilarang itu

akan mempertanyakan mengapa ia tidak boleh duduk didepan pintu.

4. Emosi yang meluap – luap

Keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan

keadaan hormon. Suatu saat ia bisa sedih sekali, dilain waktu ia bisa

marah sekali.

5. Mulai tertarik pada lawan jenis

Dalam kehidupan sosial remaja, mereka lebih tertarik pada lawan

jenisnya dan mulai pacaran.

6. Menarik perhatian lingkungan

Pada masa ini remaja mulai mencari perhatian lingkungannya, berusaha

mendapatkan status dan peran seperti melalui kegiatan remaja di kampung

– kampung.

7. Terikat dengan kelompok


22

Remaja dalam kehidupan sosialnya tertarik pada kelompok sebayanya

sehingga tidak jarang orang tua dinomor duakan sedangkan kelompoknya

dinomor satukan (Zulkifli, 2018).

2.3.3 Pembagian Masa Remaja

1. Masa remaja awal, 10 – 13 tahun

Remaja awal sering disebut pubertas yang berarti remaja mulai

mengalami perubahan dari masa kanak-kanak berkembang menjadi

seorang remaja. Pada masa remaja awal ini perkembangan meliputi ciri

khas tahapan :

a. Lebih cenderung dekat dengan teman sebaya

b. Remaja menginginkan kebebasan

c. Remaja lebih peduli penampilan diri.

2. Masa remaja tengah, 14 – 16 tahun

Remaja tengah merupakan masa dimana remaja sering menghadapi

permasalahan yang sering berdampak pada kehidupannya. pada remaja

tengah ini keadaaan psikis menjadi labil. pada masa ini perkembangan

meliputi ciri khas tahapan:

a. Mulai Mencari Tahu Tentang Identitas Diri

b. Timbul Keinginan Untuk Berpacaran

c. Memiliki Perasaan Cinta Yang Mendalam

d. Berfikiran Abstrak
23

e. Berkhayal Atau Memikirkan Tentang Aktifitas Seksual.

3. Masa remaja akhir, 17 – 19 tahun

Masa remaja akhir merupakan masa penyesuaian, karena pada

masa ini remaja mengalami penyempurnaan kematangan secara fisik

yang memang sudah mencapai perkembangan yang penuh. Namun,

perkembangan psikis dan sosial terus menerus berjalan menjadi hingga

dewasa. Pada masa remaja awal ini perkembangan meliputi ciri khas

tahapan:

a. Mengungkapkan kebebasan diri

b. Lebih selektifitas dalam memilih teman

c. Mempunyai citra jasmani dirinya

d. Mampu berfikir secara abstrak (Hotima, 2016).

2.4 Kerangka Teori

Kerangka teoritis merupakan suatu model yang menerangkan bagaimana

hubungan suatu teori dengan faktor‐faktor penting yang telah diketahui dalam

suatu masalah tertentu Adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah:

Gambar 2.1
Kerangka Teori

1. Umur
2. Keterpaparan pornografi
Pelecehan seksual
3. Pendidikan seks orang tua
4. Pengaruh teman sebaya
5. Sosial budaya
6. Pengetahuan

Sumber : Kholid (2018) & BKKBN (2018).

2.5 Kerangka Konsep


24

Kerangka konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang

durumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian,

keadaan, kelompok atau individu tertentu (Sumatri, 2017). Berdasarkan

tujuan penelitian maka kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

Sub variabel
Pengetahuan tentang 1. Pengertian
pelecehan seksual 2. Penyebab
3. Dampak
4. Pencegahan
25

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kuantitatif.

Adapun desain penelitian ini adalah secara deskriptif dimana penelitian ini hanya

menggambarkan tentang pengetahuan remaja putri tentang pelecehan seksual

pada remaja putri di SMPN 20 Kecamatan Tampan Pekanbaru

3.2 Lokasi dan waktu penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMPN 20 Kecamatan Tampan Pekanbaru

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai pada bulan Januari hingga Juli tahun 2020

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh objek yang diteliti. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh remaja putri yang ada di SMPN 20 Kecamatan Tampan

Pekanbaru yang berjumlah 572 orang.


26

3.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti, jumlah

sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Notoadmodjo

(2017) sebagai berikut:

N
n=
1+ N ( d )2

Keterangan :

N : Populasi

n : Sampel

d : Derajat Ketetpanan (0,05)

572
n=
1+572(0 , 05 )

572
n=
1+572(0 , 05 )

572
n=
1+572(0,05)

n=399 ,3
Jadi sampel dalam penelitian ini adlaah 399 orang

3.3.3 Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara

random sampling kemudian dilanjutkan dengan stratified random

sampling. Teknik pengambilan sampel tiap kelas dilakukan dengan simple

random sampling (acak sederhana) dengan pengundian.

3.4 Defenisi Operasional


27

Defenisi Operasional merupakan salah satu kunci untuk

mengumpulkan data yang baik. Definisi operasional harus jelas, definisi

perinci tentang ukura. Diperlukan ketika mengumpulkan semua jenis data.

Hasil ini sangat penting pada saat keputusan sedang dibuat mengenai sesuai

yang akan diteliti (Sumantri, 2017)

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

N Defenisi Skala
Variabel Alat Ukur Hasil ukur
o Operasional Ukur
1. Pengetahaun Segala yang Kuesioner Ordinal 1. Baik, jika nilai
diketahui 76%-100%
responden
2. Cukup, jika
tentang
pelecehan nilai < 56-75%
seksual 3. Kurang, jika
nilai < 60%

3.5 Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Pada teknik pengumpulan data peneliti menggunakan data primer yaitu

pengumpulan data secara langsung dengan menggunakan kuesioner yang harus

diisi oleh responden. Data yang diolah secara komputerisasi. Setalah data

terkumpul kemudian diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Mengedit (Editing)

Memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para responden.

Dengan tujuan untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada di

daftar pertanyaan.

2. Memberi Kode (Coding)


28

Data yang sudah terkumpul diklasifikasi dan diberi kode untuk masing-masing

kelas dalam kategori yang sama.

3. Memberi Nilai (Skoring)

Skoring adalah memberikan penilaian terhadap terhadap item–item yang perlu

diberi penilaian atau skor.

4. Membuat tabel (Tabulating)

Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban–jawaban yang telah

diberi kode kemudian dimasukan kedalam tebel.

3.7 Metode Analisa Data

Analisa univariat yang digunakan untuk menjabarkan secara deskriptif

mengenai distribusi frekuensi dan proporsi masing-masing variabel yang diteliti,

baik variabel bebas maupun variabel terikat. Analisa univariat bertujuan untuk

menjelaskan karakteristik setiap variabel penelitian (Sumantri, 2017). Untuk

melihat kategori pengetahuan digunakan rumus menurut Sabarguna & Resna

(2019).

f
P= x 100
n

Keterangan :

P = Pesentase

f = Nilai frekuensi

n = Nilai total

Adapun interprestasinya sebagai berikut;


29

1. Baik, jika nilai 76%-100%

2. Cukup, jika nilai 60%-75%

3. Kurang, jika nilai < 60%.

Anda mungkin juga menyukai