Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah investasi dan harapan masa depan bangsa serta sebagai

penerus generasi dimasa mendatang. Dalam siklus kehidupan, masa anak–anak

merupakan fase dimana anak mengalami tumbuh kembang yang menentukan

masa depannya, sehingga perlu adanya optimalisasi perkembangan anak, karena

selain krusial juga pada masa itu anak membutuhkan perhatian dan kasih sayang

dari orang tua atau keluarga sehingga secara mendasar hak dan kebutuhan anak

dapat terpenuhi secara baik. Tidak hanya itu faktor eksternal yang berasal dari

lingkungan tempat tinggal juga memiliki pengaruh penting dalam perkembangan

anak (Teja, 2016:113).

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2015

menyatakan bahwa kekerasan pada anak terjadi peningkatan. Dari 2.898 kasus

yang terlapor, terdapat 62 persen adalah kekerasan seksual. Jumlah tersebut

meningkat dari tahun 2014 yaitu sebanyak 2.737 laporan kasus dan tidak jarang

banyak kasus-kasus yang tidak atau belum terlaporkan (Teja, 2016:115).

Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas

Perempuan), pada tahun 2018 terdapat kenaikan kasus pelecehan seksual

sebanyak 14% dari tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 406.178 kasus. Bentuk

dari pelecehan seksual tersebut misalkan incest, perkosaan, dan pencabulan

(Astuti, 2019:247). Adapun pelecehan seksial terhadap anak, data Komisi

Nasional Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun 2017

1
terdapat 116 kasus (Setyawan, 2017:96). Di sisi lain, fenomena pelecehan

seksual

2
3

yang terjadi diberbagai tempat, mulai dari rumah, sekolah, kampus, sampai

dengan tempat kerja dan transportasi umum.

Kasus kekerasan dan pelecahan pada anak di kabupaten Muaro Jambi

meningkat pada tahun 2022. Menurut catatan Dinas Pemberdayaan Masyarakat,

Perempuan dan Perlindungan anak Kabupaten Muaro Jambi ada 48 kasus yang

terjadi sepanjang tahun 2022. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan anak Kabupaten Muaro jambi, mengatakan dari 48 kasus tersebut

terhitung 37 kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur dan 11 kasus terjadi

pada perempuan, Sedangkan di awal tahun 2023, hingga bulan februari ini,

Dinas PPPA Kabupaten Muaro Jambi sudah menerima 7 laporan yang terdiri

dari kekerasan seksual, fisik dan rumah tangga (Kantor Berita Radio Nasional

Jambi, 2023).

Penyebab kekerasan seksual tersebut sebagian besar terjadi di sekitar

masyarakat yang secara sosial ekonomi miskin (Teja, 2016:113). Sebagian besar

korban pelecehan seksual adalah anak dan remaja perempuan yang berusia di

bawah 18 tahun, masih berstatus sebagai pelajar, dengan status sosial ekonomi

keluarga dalam kalangan menengah ke bawah. Sedangkan pelakunya berasal

dari latar belakang yang berbeda-beda baik dari segi usia, pendidikan, pekerjaan,

status sosial ekonomi, dan tempat tinggal. Pelaku tindakan pelecehan seksual

tidak mengenal perbedaan status, pangkat, jabatan, dan sebagainya, dan semua

pelaku berjenis kelamin laki-lak (Syaiful dkk, 2015:212).

Pelecehan seksual merupakan suatu bentuk abnormalitas. Menurut Nevid,

Rathus, & Greene (2017), parameter abnormalitas adalah pelecehan seksual

telah memenuhi hampir seluruh parameter tersebut, yaitu perilaku tidak biasa,

tidak dapat diterima dan melanggar norma, perilaku yang maladaptif karena
4

tidak mampu mengendalikan dorongan seksual dan tidak mampu

melampiaskannya secara tepat, serta membahayakan orang lain.

Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan

terhadap ancaman ketakutan, hal ini diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Undang-Undang HAM).

Hak untuk memperoleh rasa aman ini dijamin oleh Konstitusi Republik

Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD NRI 1945), Undang-Undang HAM, Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia (DUHAM), dan kebijakan-kebijakan lainnya. Meski telah memiliki

sejumlah kebijakan yang menjamin rasa aman, namun hal tersebut tidak dapat

dirasakan dalam kehidupan sehari-hari. Tempat umum seperti sarana transportasi

publik, sarana olahraga, supermarket, bahkan tempat yang seharusnya

memberikan rasa aman seperti sekolah, tempat kerja dan tempat ibadah, sering

menjadi tempat dimana ketidakamanan dapat dirasakan.

Siulan, dipanggil dengan sebutan “sayang”, “gek”, “ganteng” atau “cantik”

oleh orang yang tidak dikenal, komentar yang tidak diinginkan, seperti “mau

kemana cantik? mau ditemenin, nggak?”, “jangan galak-galak nanti dicium ya!”,

diamati tubuhnya oleh orang asing hingga rabaan yang tidak diharapkan

merupakan kejadian yang memunculkan rasa tidak aman, yang sering ditemui

tapi luput dari perhatian karena dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Rasa tidak

aman ini biasa dialami sehari-hari, baik di Indonesia maupun di negara lain

(Adnyaswari Dewi, 2019:199).

Penelitian secara konsisten telah menunjukkan bahwa gangguan yang

nampaknya kecil ini merupakan rutinitas dari negosisasi ruang publik dan ruang

semi publik yang dialami sehari-hari, statistik menunjukkan bahwa sebanyak


5

90% perempuan pernah mengalami pelecehan di jalan setidaknya sekali dalam

hidup mereka. 1 Perbuatan yang menimbulkan rasa tidak aman ini, seperti yang

di sebutkan diatas, dikategorikan sebagai street harassment. Street harassment

merupakan tindakan-tindakan seperti bersiul, menatap atau melotot secara

berkepanjangan, meraba-raba, mengikuti seseorang dan komentar verbal yang

mengganggu (Fileborn, B., & Vera-Gray, F, 2017:213).

Penelitian yang dilakukan oleh Afrian Nuari (2016) tentang analisis

perilaku pencegahan child sexual abuse oleh orang tua pada anak usia sekolah

perilaku pencegahan child sexual abuse pada anak usia 6-8 tahun mempunyai

hubungan dengan faktor usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan

ibu dan sikap ibu dalam melakukan perilaku pencegahan child sexual abuse

(Afrian Nuari, 2016:7).

Penyebab lainnya yang didapatkan pada penelitian yang dilakukan oleh

Maharani Raijaya & Sudibia (2017) tentang faktor-faktor sosial ekonomi

penyebab terjadinya kasus pelecehan seksual pada anak di Kota Denpasar media

sosial sangat mempengaruhi prilaku seseorang, hal ini dapat dilihat melalui

pelaku dari kasus pelecehan seksual pada anak di Kota Denpasar memanfaatkan

media sosial untuk mencari situs-situs negatif. Melalui hasil tontonan tersebut

pelaku merasa terangsang untuk melakukan hal tersebut (Maharani Raijaya &

Sudibia, 2017:15).

Selain itu, penelitian Adnyaswari Dewi (2019) tentang Catcalling seperti

candaan, pujian atau pelecehan seksual mendapatkan hasil survei online yang

dilakukan diperoleh sebanyak 83,3% koresponden merasa perlu ada aturan

mengenai pelecehan seksual, khususnya catcalling. Sebagian besar koresponden

merasa dengan adanya aturan maka masyarakat akan merasa aman dan
6

terlindungi. Keberadaan aturan mengenai catcalling dirasa penting karena dapat

memberikan suatu pandangan di masyarakat bahwa hal tersebut merupakan hal

yang dilarang baik dari segi norma yang ada di masyarakat maupun hukum.

Survey awal yang dilakukan di SMK Negeri 10 Muaro Jambi secara

wawancara pada 10 remaja secara acak di tiap-tiap kelas X, XI dan XII

mendaparkan hasil bahwa 7 dari 10 remaja tersebut pernah mendapatkan

perlakuakn pelecehan seksual seperti disiulkan saat jalan, dipanggil sayang,

dipegang tangan tiba-tiba oleh lawan jenis ataupun mendapatkan sentuhan secara

tidak sengaja dari lawan jenis saat berada disekolah ataupun diluar sekolah.

B. Masalah Penelitian

Kasus kekerasan dan pelecahan pada anak di kabupaten Muaro Jambi

meningkat pada tahun 2022. Menurut catatan Dinas Pemberdayaan Masyarakat,

Perempuan dan Perlindungan anak Kabupaten Muaro Jambi ada 48 kasus yang

terjadi sepanjang tahun 2022. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan

Perlindungan anak Kabupaten Muaro jambi, mengatakan dari 48 kasus tersebut

terhitung 37 kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur dan 11 kasus terjadi

pada perempuan, Sedangkan di awal tahun 2023, hingga bulan februari ini,

Dinas PPPA Kabupaten Muaro Jambi sudah menerima 7 laporan yang terdiri

dari kekerasan seksual, fisik dan rumah tangga (Kantor Berita Radio Nasional

Muaro Jambi, 2023). Jadi masalah pada penelitian ini masih ada remaja yang

mendapatkan perlakuan pelecehan seksual. Hal ini yang harus menjadi

perhatian, agar orang tua ataupun remaja itu sendiri lebih sadar agar terhindar

dari pelecehan seksual tersebut. Maka pertanyaan penelitian ini yaitu :


7

1. Bagaimana gambaran pengetahuan dengan perilaku remaja terhadap sexual

abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023 ?

2. Bagaimana gambaran sikap dengan perilaku remaja terhadap sexual abuse di

SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023 ?

3. Bagaimana gambaran tindakan dengan perilaku remaja terhadap sexual

abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023 ?

4. Bagaimana hubungan pengetahuan dengan perilaku remaja terhadap sexual

abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi Tahun 2023 ?

5. Bagaimana hubungan sikap dengan perilaku remaja terhadap sexual abuse di

SMK Negeri 10 Muaro Jambi Tahun 2023 ?

6. Bagaimana hubungan tindakan dengan perilaku remaja terhadap sexual

abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi Tahun 2023 ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan umum pada penelitian ini yaitu Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Perilaku Remaja Terhadap Sexual Abuse di SMK

Negeri 10 Muaro Jambi Tahun 2023.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan yang berhubungan dengan

perilaku remaja terhadap sexual abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi

tahun 2023.

b. Untuk mengetahui gambaran sikap yang berhubungan dengan perilaku

remaja terhadap sexual abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun

2023.
8

c. Untuk mengetahui faktor tindakan yang berhubungan dengan perilaku

remaja terhadap sexual abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun

2023.

d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan perilaku remaja

terhadap sexual abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi Tahun 2023.

e. Untuk mengetahui hubungan sikap dengan perilaku remaja terhadap

sexual abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi Tahun 2023.

f. Untuk mengetahui hubungan tindakan dengan perilaku remaja terhadap

sexual abuse di SMK Negeri 10 Muaro Jambi Tahun 2023.

D. Manfaat

1. Bagi Tempat Penelitian

Dapat di gunakan sebagai upaya meningkatkan kualitas pelayanan

kesehatan dan penyuluhan kesehatan serta menambah informasi bagi guru di

SMK Negeri 10 Muaro Jambi dan dapat lebih memperhatikan tentang

sexual abuse bagi korban ataupun si pelaku.

2. Bagi Poltekkes Kemenkes Jambi

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi di perpustakaan,

sehingga menjadi bahan bacaan mahasiswa dan penelitian ini di harapkan

dapat mengembangkan ilmu kebidanan di Poltekkes Kemenkes Jambi

Jurusan Kebidanan.

3. Bagi Peneliti Lain

Menambah wawasan dan pengetahuan dalam melakukan penelitian

mengenai pendidikan kesehatan pada anak-anak maupun remaja tentang

sezual abuse
9

E. Ruang Lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan

pendekatan cross sectional. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor

yang berhubungan dengan perilaku remaja terhadap sexual abuse di SMK

Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan

Desember 2022 - Mei 2023. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa

kuesioner yang berisi pertanyaan mengenai pengetahuan, sikap, dan tindakan

mengenai sexual abuse. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di SMK

Negeri 10 Muaro Jambi sebanyak 352 remaja. Pengambilan sampel

menggunakan purposive sampling dan rumus SLOVIN dan batasan-batasan

dengan kriteria inklusi ataupun ekslusi mendapatkan sampel sejumlah 187

sampel. Pada penelitian ini peneliti hanya memberikan 1 kali kuesioner dan

langsung dilakukan tabulasi setelah itu akan dilakukan analisis data. Analisis

data mengunakan analisis unvariat dengan distribusi frekuensi dan analisis

bivariat dengan uji chi square.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan

perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis maupun intelektual.

Sifat khas remaja mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai

petualangan dan tantangan serta cenderung berani menanggung risiko atas

perbuatannya tanpa didahului oleh pertimbangan yang matang (Kemenkes

RI, 2015).

Remaja adalah suatu tahap antara masa kanak-kanak dengan masa

dewasa. Masa remaja merupakan periode yang paling rawan dalam

perkembangan hidup seorang manusia setelah ia mampubertahan hidup,

dimana secara fisik ia mengalami perubahan fisik yang spesifik dan secara

psikologis akan mulai mencari jati diri. Dalam pencarian identitas diri ini

remaja harus dihadapkan pada kondisi lingkungan yang juga membutuhkan

penyesuaian kejiwaan (Waryana, 2010).

Remaja berasal dari bahasa Latin adolescere (kata bendanya,

adolescentia yang berarti remaja) yang artinya “tumbuh” atau “tumbuh

menuju dewasa”. Istilah adolescence memiliki arti luas, mencakup

kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock 2004 dalam

Alkatiri, 2017). Menurut Santrock (2003), masa remaja adalah masa

perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang

9
10

mencakup perubahan pada biologis, kognitif, dan sosial. Menurut DepKes

RI
10

(2005), masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang sangat

berkesinambungan atau masa peralihan dari kanak-kanak ke dewasa muda

(Pradana, 2015).

World Health Organization (WHO) (dalam Sarwono, 2004)

mendefinisikan remaja berdasarkan tiga kriteria yaitu biologik, psikologik,

dan sosial ekonomi. Berikut tiga definisi tersebut (Alkatiri, 2017) :

a. Definisi remaja dalam kriteria biologik adalah masa ketika individu

berkembang dari saat pertama kali individu menunjukkan tanda-tanda

seksual sekunder sampai saat mencapai kematangan seksual.

b. Definisi remaja dalam kriteria psikologik adalah masa ketika individu

mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari

kanakkanak menjadi dewasa.

c. Definisi remaja dalam kriteria sosial ekonomi adalah suatu masa ketika

terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada

keadaan yang relatif lebih mandiri (Alkatiri, 2017).

Dari berbagai pendapat peneliti menyimpulkan bahwa remaja adalah

masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini

anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya

maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk

badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa

yang telah matang.

2. Tahapan Masa Remaja

Tahap perkembangan pada masa remaja dibagi dalam tiga tahapan

yaitu (Batubara, 2010) :


11

a. Remaja awal atau early adolescent (12-14 tahun) Pada masa remaja awal

anak-anak mulai mengelami perubahan tubuh yang cepat, adanya

akselerasi pertumbuhan, dan perubahan komposisi tubuh disertai awal

pertumbuhan seks sekunder. Tahap pada perkembangan remaja awal

ditandai dengan :

1) Krisis identitas dan jiwa yang labil.

2) Pentingnya teman dekat dan ingin lebih dekat dengan teman

sebayanya.

3) Berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua, kadang berlaku kasar

dan menunjukkan kesalahan orang tua.

4) Terdapatnya pengaruh teman sebaya (peer group) terhadap hobi dan

cara berpakaian.

5) Ingin bebas dan mulai mencari orang lain yang disayangi selain orang

tua (Batubara, 2010).

b. Remaja pertengahan atau middle adolescent (15-17 tahun) Pada periode

middle adolescent sangat membutuhkan teman-temannya, ada

kecenderungan narsistik serta mulai tertarik akan intelektualitas dan

karir. Tahap pada perkembangan remaja pertengahan ditandai dengan :

1) Mencari identitas diri dan sering moody.

2) Mulai berkembangnya kemampuan untuk berpikir abstrak.

3) Sangat memperhatikan penampilan dan berusaha untuk mendapatkan

teman baru.

4) Sangat memperhatikan kelompok main secara selektif dan kompetitif.

5) Ada keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis dan atau

mempunyai rasa cinta yang mendalam.


12

6) Tidak atau kurang menghargai pendapat orang tua.

7) Mulai tertarik dengan intelektualitas dan karir serta empunyai konsep

role model dan mulai konsisten terhadap cita-citanya (Batubara,

2010).

c. Remaja akhir atau late adolescent (18-21 tahun) Periode late adolescent

dimulai pada usia 18 tahun dan ditandai oleh tercapainya maturitas fisik

secara sempurna. Pada fase remaja akhir, mereka akan lebih

memperhatikan masa depan, termasuk peran yang diinginkan nantinya,

mulai serius dalam berhubungan dengan lawan jenis, serta dapat

menerima tradisi dan kebiasaan lingkungan. Tahap pada perkembangan

remaja pertengahan ditandai dengan :

1) Pengungkapan identitas diri dan identitas diri menjadi lebih kuat.

2) Mampu memikirkan ide-ide baru dan mampu berpikir secara abstrak.

3) Emosi lebih stabil, selera humor lebih berkembang dan lebih

konsisten.

4) Lebih menghargai orang lain dan bangga dengan hasil yang

dicapainya.

5) Mempunyai citra jasmani untuk dirinya, dan dapat mewujudkan rasa

cinta.

6) Mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata (Batubara,

2010).

3. Batasan Usia Remaja

Selain konsep tentang remaja, batasan usia untuk remaja juga tidak

terlepas dari berbagai pandangan dan tokoh. Untuk masyarakat Indonesia,

individu yang dikatakan remaja ialah individu yang berusia 11-18 tahun dan
13

belum menikah. Status perkawinan sangat menentukan di Indonesia, karena

arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat pada umumnya.

Seorang yang sudah menikah, pada usia berapa pun di anggap dan

diperlakukan sebagai orang dewasa penuh, baik secara hukum maupun

dalam kehidupan masyarakat dan keluarga (Sarwono, 2011). Meskipun

rentang usia remaja dapat bervariasi terkait dengan lingkungan, budaya dan

historisnya, namun menurut salah satu ahli perkembangan yakni Santrock

menetapkan masa remaja dimulai sekitar usia 10 hingga 13 tahun dan

berakhir pada sekitar usia 18 hingga 19 tahun (Santrock, 2007).

Perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional yang dialami

remaja dapat berkisar mulai dari perkembangan fungsi seksual hingga

proses berpikir abstrak hingga kemandirian. Santrock membedakan masa

remaja tersebut menjadi periode awal dan periode akhir. Masa remaja awal

(early adolescence) kurang lebih berlangsung di masa sekolah menengah

pertama atau sekolah menengah akhir dan pubertas besar terjadi pada masa

ini. Masa remaja akhir (late adolescence) kurang lebih terjadi pada

pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat, karir, pacaran

dan eksplorasi identitas sering kali lebih menonjol di masa remaja akhir

dibandingkan di masa remaja awal (Santrock, 2007).

Berdasarkan perbedaan sudut pandang mengenai rentang usia remaja

yang ditetapkan oleh masyarakat Indonesia dengan pandangan ahli

perkembangan yang disampaikan oleh Santrock di atas, maka demi

keperluan penelitian ini dapat disimpulkan untuk batas usia remaja yakni,

remaja merupakan individu yang tergolong dalam masa remaja akhir atau

yang berusia antara 18 hingga 19 tahun dan belum menikah.


14

4. Perkembangan Seksual Remaja

Menurut Potter & Perry (2010), Perkembangan seksualitas remaja

meliputi :

a. Perubahan fisik pada remaja

1) Remaja Putri

a) Pada perempuan ditanda dengan perkembangan payudara, dimulai

pada umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun.

b) Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara lain:

uterus membesar, vagina memanjang, tumbuhnya rambut pubis dan

aksila serta lubrikasi vagina baik spontan maupun akibat

rangsangan

c) Menarche, dapat terjadi pada remaja usia 8 tahun dan tidak sampai

usia 16 tahun.

2) Remaja Putra

a) Meningkatnya kadar testoteron ditandai dengan peningkatan

ukuran penis, testis, prostat dan vesikula seminalis, tumbuhnya

rambut pubis dan wajah.

b) Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi noktural)

dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah, serta bagi

sebagian remaja menganggap hal tersebut merupakan sesuatu yang

memalukan. Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui

bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan

tetapi mereka akan segera menjadi subur.

b. Perubahan psikologis
15

1) Periode ini ditandai dengan mulainya tanggung jawab dan asimilasi

pengharapan masyarakat.

2) Remaja dihadapkan pada pengambilan keputusan seksual, sehingga

mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh,

hubungan , dan aktivitas seksual serta penyakit yang ditularkan

melalui aktvitas seksual.

3) Pengetahuan yang didapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya

hidupnya, menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin

maupun kehamilan tidak akan terjadi padanya, sehingga remaja

cenderung melakukan aktivitas seks tanpa kehati-hatian.

4) Remaja mulai berorientasi seksual.

Perkembangan seksualitas pada remaja, ditandai dengan dua ciri,

antara lain sebagai berikut :

a. Ciri-ciri seks primer Ciri-ciri seks primer pada remaja menurut Depkes

(2002), yaitu:

1) Remaja laki-laki sudah dapat melakukan fungsi reproduksi apabila

telah mengalami mimpi basah. Biasanya terjadi pada remaja laki-laki

usia 10- 15 tahun.

2) Remaja perempuan ditandai dengan menarche (menstruasi).

b. Ciri-ciri seks sekunder Menurut Sarwono (2012), ciri-ciri seks sekunder

pada masa remaja adalah sebagai berikut :

1) Remaja Putri

a) Pinggul lebar, bulat dan membesar, puting susu membesar dan

menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi

lebih besar dan lebih bulat.


16

b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori

bertambah besar, kellenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi

lebih aktif.

c) Otot semakin besar dan kuat, terutama pada pertengahan dan

menjelang akhir masa.

d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

2) Remaja Putra

a) Terjadi pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi).

b) Testis membesar.

c) Pertumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada tangan

dan kaki.

d) Terjadi awal perubahan nada suara.

e) Pertumbuhan tinggi badan mencapai maksimal setiap tahunnya.

f) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal.

g) Produksi keringat menjadi lebih banyak.

5. Karakteristik Remaja

Menurut Makmun (2003) dalam (Darmasih 2009), karakteristik

perilaku dan pribadi pada masa remaja meliputi aspek :

a. Aspek fisik

Laju perkembangan secara umum berlangsung sangat cepat,

proporsi ukuran tinggi, berat badan seringkali kurang seimbang dan

munculnya ciri-ciri sekunder.

b. Aspek psikomotor

Gerak-gerik tampak canggung dan kurang terkoordinasikan serta

aktif dalam berbagai jenis cabang permainan.


17

c. Aspek Bahasa

Berkembangnya penggunaan bahasa sandi dan mulai tertarik

mempelajaro bahasa asing, menyukai literatur yang mengandung unsur

erotik, fantastik dan estetik.

d. Aspek sosial

Keinginan menyendiri dan bergaul dengan banyak teman tetapi

bersifat temporer, serta adanya kebergantungan yang kuat kepada

kelompok sebaya.

e. Perilaku Kognitif

1) Mampu berfikir dengan logika formal (asosiasi, diferensiasi,

komparasi, kausalitas) yang bersifat abstrak, meskipun relatif terbatas.

2) Mengalami perkembangan kecakapan dasar intelektual.

3) Menunjukkan bakat dalam diri.

f. Moralitas

1) Adanya ambivalensi antara keinginan bebas dari dominasi pengaruh

orang tua dengan kebutuhan dan bantuan dari orang tua.

2) Memiliki sikap dan cara berfikir yang kritis dengan mulai mengkaji

sistem nilai etis dengan kenyataannya dalam perilaku sehari-hari.

3) Mengidentifikasi dengan tokoh moralitas yang dipandang tepat

dengan tipe idolanya

g. Perilaku keagamaan

1) Mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan mulai

dipertanyakan secara kritis dan skeptis.


18

2) Masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidup.

3) Penghayatan kehidupan keagamaan sehari-hari dilakukan atas

pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar

dirinya.

h. Konatif, emosi, afektif dan kepribadian

1) Menunjukkan kecenderungan pada lima kebutuhan dasar (fisiologis,

rasa aman, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi diri).

2) Reaksi dan ekspresi emosional masih labil dan belum terkendali

seperti pernyataan marah, gembira atau kesedihannya masih dapat

berubah-ubah dan berganti.

3) Masa kritis dalam menghadapi masa kritis idenstitasnya yang sangat

dipengaruhi oleh kondisi psikososialnya, yang akan membentuk

kepribadiannya.

4) Cenderung memiliki arah sikap teoritis, ekonomis, estetis, sosial,

politis dan religius, meski dalam taraf eksplorasi dan mencoba-coba.

B. Konsep Perilaku

1. Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

dapat diamati langsung atau yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.

Skinner (1938) dalam menyatakan bahwa perilaku adalah respon seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar) Perilaku ini terjadi melalui proses
19

adanya stimulus terhadap organisme (Notoatmodjo 2012). Respon menurut

(Skinner, 1938) dibagi menjadi 2, yaitu :

a. Respondent response atau reflexive, yaitu respons yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan stimulus tertentu.

b. Operant response atau instrumental response, yaitu respons yang timbul

dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu.

Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Perilaku Tertutup (covert behavior)

Perilaku tertutup (covert behavior) merupakan respon seseorang

terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon

terhadap stimulus ini terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan,

kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus

tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku Terbuka (overt behavior)

Perilaku terbuka (overt behavior) merupakan respon seseorang

terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon ini

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dapat dilihat oleh

orang lain.

2. Determinan dan Dominan Perilaku

Bentuk respon seseorang terhadap stimulus sangat tergantung pada

karakteristik orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan

respon terhadap stimulus disebut dengan determinan perilaku (Notoatmodjo

2012). Determinan perilaku ini dibedakan menjadi dua, antara lain :


20

a. Determinan atau faktor internal, yaitu karakteristik seseorang yang

bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin dan sebagainya.

b. Determinan atau faktor eksternal, yaitu lingkungan (lingkungan fisik,

budaya, ekonomi, politik). faktor lingkungan ini yang dominan mewarnai

perilaku seseorang.

Benyamin Bloom (1938) membagi perilaku manusia ke dalam tiga

domain, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Teori Bloom ini

dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yaitu :

a. Pengetahuan (Knowledge)

Menurut Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa pengetahuan

merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan ini merupakan

domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (over

behaviour).

Pengetahuan dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan,

antara lain :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya, mengingat kembali (recall) sesuatu yang

spesifik dari rangsangan yang telah diterima, sehingga tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk

mengukur bahwa seseorang tahu tentang apa yang dipelajari antara

lain dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan

menyatakan (Notoatmodjo 2012).


21

2) Memahami (Comprehension)

Memahami adalah kemampuan untuk menjelaskan secara benar

dan dapat menginterpretasikan materi secara benar. Seseorang

dikatakan paham apabila dapat menjelaskan, menyebutkan contoh,

menyimpulkan suatu objek yang telah dipelajari (Notoatmodjo 2012).

3) Aplikasi (Application)

Kemampuan untuk menerapkan materi yang telah dipelajari

pada suatu kondisi yang sebenarnya. Misalnya penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks yang

lain (Notoatmodjo 2012).

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya

Satu sama lain, misalnya dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya

(Notoatmodjo 2012).

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan

yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada sebelumnya. Misalnya dapat menyusun,

dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan suatu

teori atau rumusan-rumusan yang telah ada (Notoatmodjo 2012).

6) Evaluasi (Evaluation)
22

Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap sesuatu yang didasari pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau kriteria yang telah ditentukan sebelumnya.

misalnya dapat membandingkan, dapat menfsirkan sebab akibat, dapat

menanggapi sesuatu yang terjadi (Notoatmodjo 2012).

b. Sikap (Attitude)

Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa sikap merupakan reaksi

atau respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap bukan

suatu tindakan atau aktivitas, melainkan presdisposisi tindakan suatu

perilaku. Sikap merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap objek

sebagai suatu panghayatan terhadap objek (Notoatmodjo 2012).

Menurut Notoatmodjo (2012), sikap terdiri dari beberapa tingkatan,

antara lain :

1) Menerima (Receiving).

2) Merespons (Responding).

3) Menghargai (Valving).

4) Bertanggung jawab (responsible).

c. Praktik atau Tindakan (Practice)

Menurut Notoatmodjo (2012), praktik mempunyai beberapa

tingkatan, antara lain :

1) Respons terpimpin (guided respons)


23

Melakukan sesuatu dengan urutan yang benar dan sesuai dengan

contoh merupakan indikator praktik tingkat pertama.

2) Mekanisme (Mechanism)

Mekanisme diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan

dengan benar dan telah menjadi suatu kebiasaan.

3) Adopsi (Adoption)

Adopsi yaitu suatu praktik atau tindakan yang sudah

berkembang dengan baik, tindakan tersebut sudah dimodifikasi tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo 2012).

C. Sexual Abuse

1. Pengertian Sexual Abuse

Sexual abuse atau pelecehan seksual merupakan suatu bentuk

abnormalitas. Menurut Nevid, Rathus, & Greene (2017), pelecehan seksual

telah memenuhi hampir seluruh parameter tersebut, yaitu perilaku tidak

biasa, tidak dapat diterima dan melanggar norma, perilaku yang maladaptif

karena tidak mampu mengendalikan dorongan seksual dan tidak mampu

melampiaskannya secara tepat, serta membahayakan orang lain (Nevid,

Rathus, & Greene, 2017).

Selain itu menurut Shannon, Rospenda, & Richman (2007), pelecehan

seksual adalah perilaku yang tidak diinginkan dan bersifat memaksa terkait

aktivitas seksual (Shannon, Rospenda, & Richman, 2007).


24

Menurut MacKinson Joseph (2015), pelecehan seksual merupakan

munculnya perilaku seksual yang diarahkan pada pihak yang tidak memiliki

relasi dan kekuatan yang setara (Joseph, 2015). Ada tiga indikator atau

unsur perilaku dianggap sebagai pelecehan seksual, antara lain sebagai

berikut :

a. Perilaku tersebut mengandung unsur seksual, bahkan meskipun berwujud

candaan.

b. Perilaku tersebut disengaja oleh pelaku.

c. Perilaku tersebut tidak diterima oleh korban (Joseph, 2015).

2. Bentuk Sexual Abuse

Menurut Fajar et al (2010) siulan, dipanggil dengan sebutan “sayang”,

“gek”, “ganteng” atau “cantik” oleh orang yang tidak dikenal, komentar

yang tidak diinginkan, seperti “mau kemana cantik? mau ditemenin,

nggak?”, “jangan galak-galak nanti dicium ya!”, diamati tubuhnya oleh

orang asing hingga rabaan yang tidak diharapkan merupakan kejadian yang

memunculkan rasa tidak aman, yang sering ditemui tapi luput dari perhatian

karena dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Rasa tidak aman ini biasa

dialami sehari-hari, baik di Indonesia maupun di negara lain. Penelitian

secara konsisten telah menunjukkan bahwa gangguan yang nampaknya kecil

ini merupakan rutinitas dari negosisasi ruang publik dan ruang semi publik

yang dialami sehari-hari, statistik menunjukkan bahwa sebanyak 90%

perempuan pernah mengalami pelecehan di jalan setidaknya sekali dalam

hidup mereka (Fajar et al, 2010).

Adapun bentuk sexual abuse menurut Houle et al (2011), sebagai

berikut :
25

a. Lelucon, komentar, atau gosip yang menyinggung tentang pria atau

wanita lain.

b. Lelucon, komentar, atau gosip yang bersifat ofensif dan diarahkan pada

responden

c. Pertanyaan langsung tentang kehidupan pribadi dan kehidupan seksual

responden.

d. Menatap atau menginvasi ruang pribadi responden.

e. Sentuhan yang tidak diinginkan

f. Menatap atau melirik responden dengan cara yang membuatnya tidak

nyaman.

g. Gambar, poster, atau materi lain yang menurut responden menyinggung.

Perbuatan yang menimbulkan rasa tidak aman ini, seperti yang di

sebutkan diatas, dikategorikan sebagai street harassment. Street harassment

merupakan tindakan-tindakan seperti bersiul, menatap atau melotot secara

berkepanjangan, meraba-raba, mengikuti seseorang dan komentar verbal

yang mengganggu (Kearl, H., 2010).

D. Beberapa Hasil Penelitian Tentang Perilaku Sexual Abuse


1. Penelitian yang dilakukan oleh Casman et al (2021) tentang Portrait of
Interaction Between the Internet, Pornography and Child Sexual Abuse in
Indonesia mendapatkan hasil bahwa Keberadaan situs pornografi baik yang
menyediakan foto, video, dan lainnya di internet memudahkan sesorang
untuk mengaksesnya. Paparan pornografi ini sendiri cenderung
menjerumuskan aktifitas seksual yang bermasalah pada siswa. Beberapa
masalah yang ditemukan pada anak yaitu sulit tidur, ketertarikan akan
seksual, sukacita menurun, konsentrasi menurun, ansietas, agresif, sakit
kepala, sakit mata, dan sakit punggung. Penelitian ini menunjukkan bahwa
26

76% orangtua menyatakan pertama kali anaknya melihat pornografi dari


internet, 13% dari media cetak, dan 10% dari televisi. Sebanyak 69%
orangtua menyatakan pertama kali anaknya secara tidak sengaja mengakses
pornografi, terutama saat anak mencari bahan di internet dan banyak iklan
atau suara yang mengarah ke pornografi dan kemudian mereka
menontonnya atau justru dari riwayat penelusuran sebelumnya yang mereka
klik. Sementara itu, sebanyak 24% anaknya secara sengaja mengakses situs
dewasa. Kemudahan akses ini tentu mempunyai respon beragam dari anak
maupun orang tua, saat anak tertangkap basah mengakses situs pornografi
terutama dari internet (Casman et al, 2021:53-54). Hal ini yang membuat
pengatahuan anak ataupun remaja menjadi lebih banyak mengenai
seksualitas ataupun perilaku sexual abuse.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Dervishi (2015) mendapatkan hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa semua bentuk kekerasan bisa
membawa konsekuensi pada anak-anak, bahkan lebih, pasca traumatic stress
adalah reaksi/bahasa khas (komunikasi) akan kesedihan mereka. Pelecehan
seksual sebagai salah satu bentuk utama dari pelecehan, termasuk yang
paling parah dan menyebabkan konsekuensi ireversibel pada kategori anak-
anak. Kesimpulannya kita dapat mengasumsikan bahwa stres pasca-trauma
pada anak-anak yang mengalami pelecehan seksual muncul sebagai bentuk
gejala kejiwaan dan psikologis yang parah. Untuk pemulihan dan
rehabilitasi anak dalam banyak kasus terapi farmakologi tampaknya sebagai
pilihan terbaik bagi anak (Dervishi, 2015:109).
3. Penelitian yang dilakukan oleh Johnson & Benya (2018) mendapatkan hasil
penelitian bahwa suatu perilaku dikategorikan menjadi pelecehan seksual
jika terdapat tiga unsur. Pertama, pemaksaan seksual. Kedua, perhatian
terhadap sesuatu hal yang bersifat seksual dan tidak diinginkan oleh lawan
bicara. Ketiga, merendahkan atau melecehkan gender lain (Johnson &
Benya, 2018:342).
4. Penelitian yang dilakukan oleh Agung & Ketut (2017) tentang faktor-faktor
sosial ekonomi penyebab terjadinya kasus pelecehan seksual pada anak di
Kota Denpasar mendapatkan hasil bahwa tingkat pendidikan pelaku dari
kasus pelecehan seksual pada anak di Kota Denpasar secara keseluruhan
27

tidak terdapat pelaku yang melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat


perguruan tinggi. Pendidikan pelaku hanya sebatas tamat SD, SMP, dan
terdapat beberapa pelaku yang berhasil menamatkan pendidikan menengah
atas. Semakin rendahnya tingkat pendidikan seseorang cenderung akan
berprilaku menyimpang karena ketidaksempurnaan pemahaman norma dan
moral sosial. Seperti halnya pelaku yang secara keseluruhan memiliki
tingkat pendidikan yang rendah, melakukan perbuatan menyimpang yaitu
melakukan pelecehan seksual (Agung & Ketut, 2017:32).

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Perubahan psikologis remaja :

1. Adanya tanggung jawab


2. Pengambilan keputusan seksual
3. Gaya hidup
4. Remaja mulai berorientasi tentang
seksual

Faktor yang mempengaruhi


perilaku :
Terjadinya perilaku sexual
1. Pengetahuan
abuse
2. Sikap
3. Tindakan

Sumber : (Potter & Perry, 2010) dan (Notoadmodjo, 2012).


BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL DAN
HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini tidak akan mengambil keseluruhan variabel dari setiap faktor

yang diteliti. Adapun faktor yang diteliti yakni pengetahuan, sikap dan tindakan

tentang perilaku sexual abuse. Faktor lain seperti lingkungan tidak termasuk

dalam faktor predisposisi, dimana faktor tersebut tidak diteliti karena

cakupannya sangat luas dan tidak menetap. Peneliti akan melakukan penelitian

dengan memberikan kuesioner pengetahuan, sikap dan tindakan tentang perilaku

sexual abuse pada remaja putri ataupun putra yang ada di SMK Negeri 10

Muaro Jambi tahun 2023.

Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian

Pengetahuan tentang
sexual abuse

Sikap tentang sexual abuse


Perilaku sexual abuse

Tindakan tentang sexual


abuse

28
29

B. Defenisi Operasional

Tabel 3.1
Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Cara/Alat/Skala/Hasil Ukur


Operasional
1 Pengetahuan Seluruh Cara:Pengisian Kuesioner pengetahuan
pengetahuan remaja tentang sexual abuse
tentang sexual Alat : Kuesioner
abuse meliputi Skala : Ordinal
definisi, ciri-ciri, Hasil :
ataupun kegiatan Baik : ≥ 50 %
tentang sexual Kurang Baik : ¿ 50 %
abuse
2 Sikap Seluruh sikap Cara:Pengisian Kuesioner sikap tentang
remaja tentang sexual abuse
sexual abuse Alat : Kuesioner
meliputi sikap-sikap Skala : Ordinal
remaja terhadap Hasil :
sexual abuse Baik : ≥ 50 %
Kurang Baik : ¿ 50 %
3 Tindakan Seluruh tindakan Cara : Pengisian Kuesioner tindakan
remaja tentang tentang sexual abuse
sexual abuse Alat : Kuesioner
meliputi tindakan Skala : Ordinal
respon dari remaka Hasil :
terhadap perilaku Baik : ≥ 50 %
sexual abuse Kurang Baik : ¿ 50 %
Sumber : (Notoadmodjo, 2012).

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian ini yang mengacu pada perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah :

1. Pengetahuan merupakan faktor yang berhubungan terhadap sexual abuse

pada remaja di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023.

2. Sikap merupakan faktor yang berhubungan terhadap sexual abuse pada

remaja di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023.


30

3. Perilaku merupakan faktor yang berhubungan terhadap sexual abuse pada

remaja di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023.


BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan Analitik Observasional dengan desain cross

sectional yaitu pengumpulan variabel independen dalam penelitian ini adalah

pengetahuan, sikap, dan tindakan sedangkan yang menjadi variabel dependen

dalam penelitian ini adalah gambaran sexual abuse yang di dapatkan oleh remaja

putri atau putra di SMK Negeri 10 Muaro Jambi tahun 2023.

B. Lokasi Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di SMK Negeri 10 Muaro Jambi.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan Desember 2022 - Mei 2023.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Hidayat (2011), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. (Hidayat, 2011).

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja putri dan putra yang ada di

SMK Negeri 10 Muaro Jambi dari kelas X, XI, dan XII yang berjumlah 352

remaja.

30
31

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

populasi yang digunakan dalam penelitian. Sampel dari penelitian ini adalah

remaja putra dan putri di SMK Negeri 10 Muaro Jambi (Hidayat, 2011).

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive

sampling yaitu pengambilan sampel yang di dasarkan pada suatu

pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri

atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoadmodjo,

2018).

Penentuan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus

Slovin (Siregar, 2010: 149).

Tabel 4.1
Distribusi Remaja Putri dan Putra Kelas X, XI dan XII
SMK Negeri 10 Muaro Jambi
N Remaja Remaja
Kelas
o Putri Putra
1 X 50 88
2 XI 55 78
3 XII 29 52
134 218
Total
352

Keterangan :

n = besar sampel minimum

N = besar populasi

d = kesalahan yang dapat ditoleransi (5%) 0,05


32

Jawaban :

352
n=
352 ( 0,0025 ) +1

352
n=
1,88

n = 187 orang

D. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Data primer dalah data yang didapatkan dengan cara membagikan

kuesioner kapada remaja untuk mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku

remaja mengenai sexual abuse.

2. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa

kuesioner yaitu kuesioner pengetahuan tentang sexual abuse, kuesioner

sikap tentang sexual abuse dan kuesioner perilaku tentang sexual abuse.

3. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mengajukan permohonan

persetujuan etik penelitian ke komite etik penelitian Poltekkes Kemenkes

Jambi dan telah mendapatkan izin dari SMK Negeri 10 Muaro Jambi untuk

melakukan penelitian dengan cara mengisi kuesioner. Dalam penelitian ini

terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etika penelitian

yaitu memberikan penjelasan pada responden tentang tujuan dan prosedur

penelitian.
33

E. Pengolahan Data dan Analisis Data

Menurut (Hidayat, 2011) dalam proses pengolahan data terdapat langkah-

langkah yang harus ditempuh, diantaranya :

1. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang

diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap

pengumpulan data atau setelah data dikumpulkan.

2. Coding

Selanjutnya dilakukan Coding yaitu mengubah data bentuk Kemudian

peneliti memberi kode (coding) pada data untuk dan mengolah data serta

mengambil kesimpulan.

a. Jenis kelamin (1 = Perempuan dan 2 = Laki-laki).

b. Pengetahuan (0 = Salah dan 1 = Benar).

c. Sikap (4 = Sangat setuju, 3 = Setuju, 2 = Tidak setuju dan 1 =

Sangat tidak setuju).

d. Tindakan (0 = Tidak melapor/ bercerita dan 1 = Melapor /

bercerita).

3. Scoring

Memberikan skor pada data-data sekunder dan primer yang telah

diberi kode, dan selanjutnya memberikan nilai dan bobot pada data tersebut.

a. Baik (nilai ≥ 50 %).

b. Tidak baik (nilai ¿ 50 %).


34

4. Entry

Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan

ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat

distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel kontigensi.

5. Cleaning

Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang telah dientry,

apakah ada kesalahan atau tidak.

F. Analisis Data

1. Analisis Univariabel

Analisis univariabel bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisis univariat

dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi karakteristik responden.

2. Analisis Bivariabel

Pada analisis bivariabel pengolahan data menggunakan uji statistik

chi square dengan batasan kemaknaan α = 0,05 dan derajat kepercayaan

95% Pedoman dalam menerima hipotesis apabila nilai probabilitas p < 0,05

berarti H0 ditolak dan H1 diterima, ini berarti ada hubungan bermakna

antara variabel independen dengan variabel dependen, tapi jika p ≥ 0,05

berarti H0 gagal ditolak, ini berarti tidak ada hubungan yang bermakna

antara variabel independen dengan variabel dependen.

Anda mungkin juga menyukai