Anda di halaman 1dari 108

Proposal Penelitian

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN GADGET DAN POLA ASUH

ORANG TUA TERHADAP PERILAKU SEKSUAL REMAJA PADA SISWA

KELAS 10 DAN 11 DI SMA NEGERI 1 TALAGA RAYA

ASRIANI KASIM

P201601080

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA

KENDARI

2020
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………..

DAFTAR TABEL………………………………………………………………..

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………..

B. Rumusan Masalah……………………………………………………

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………..

D. Manfaat Penelitian…………………………………………………...

E. Keaslian penelitian………………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori tentang perilaku seksual remaja ……………….

B. Tinjauan tentang smarthphone ………………………………...

C. Tinjauan pola asuh orang tua………………………………......

D. Tinjauan empiris………………………………...………………
BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran …………………………………………………...

B. Kerangka konsep……………………………………………………

C. Variabel penelitian………………………………………………….

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif………………………..

E. Hipotesis Penelitian………………………………………………..

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian……………………………………………..

B. Waktu dan Lokasi Penelitian………………………………………

C. Populasi dan Sampel………………………………………………

D. Pengumpulan Data…………………………………………………

E. Pengolahan dan penyajian data……………………………………

F. Analisis Data………………………………………………………

G. Etika Penelitian……………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perilaku seksual di kalangan remaja sudah bukan hal yang asing di

kalangan masyarakat kita saat ini. Bahkan seks sudah dianggap bagian dari

ritual kehidupan masyarakat kita, terutama di kalangan generasi muda. Istilah

tabu dan dosa seolah-olah sudah tidak ada lagi. Secara fisiologis, alat-alat

reproduksi mereka sudah berkembang optimal. Di sisi lain, usia remaja

mempunyai sifat ingin tahu yang sangat besar. Termasuk pengetahuan tentang

seks. Internet, televisi, majalah, dan bentuk-bentuk media lain menjadi "guru

seks" para remaja (Kumalasari, 2017). Perilaku seksual remaja saat ini

mengarah kepada pergaulan bebas, seperti berkencan, berpegangan tangan,

mecium pipi, berpelukan, mencium bibir, memegang buah dada, hingga

melakukan hubungan seksual sudah menjadi sesuatu yang biasa dalam

kehidupan remaja saat ini (Bangsa, 2018).

Bentuk perilaku seksual yang mencapai tahap berhubungan seksual di

dunia menurut data World Health Organization (WHO) Sebanyak 65%. Dari

jumlah tersebut remaja laki-laki yang melakukan hubungan seksual sebanyak

38,2% dan remaja perempuan sebanyak 38,3% (Miron & Miron, 2006 dalam

pandensolang, dkk, 2019). Data dari Taiwan youth survey yang dilakukan
tahun 2004 dan 2007 melaporkan sekitar 22% remaja wanita yang belum

menikah di usia 20 tahun telah melakukan hubungan seksual pranikah

(Umaroh, dkk, 2015 dalam Pandensolang, dkk, 2019). Hasil penelitian

Fronteira (2009) di empat negara eropa pada tahun 2005 sampai 2006 dengan

besar sampel 1557 mengidentifikasi bahwa lebih dari tiga perempat responden

telah mempunyai pacar dan setengah dari jumlah tersebut melakukan

hubungan seksual. Lebih dari 85% pemuda telah melakukan hubungan

seksual pada setiap Negara dan telah menggunakan kontrasepsi pada saat

coitus (Nurhayati, 2011 dalam Aguma, dkk, 2018).

Hasil survey penduduk Antar sensus 2015 menunjukan bahwa

penduduk usia 15-24 tahun mencapai 42.061,2 juta atau sebesar 16,5% dari

total penduduk Indonesia. Tingginya jumlah pertumbuhan remaja di

Indonesia, disertai pula dengan problematika permasalahan yang di hadapi

salah satunya oleh mereka, seperti masalah seksualitas adalah yang paling dan

banyak mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Data menunjukan bahwa 15

juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya, sekitar

15-20% dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan

seksual di luar nikah. Tingginya angka hubungan seks pranikah di kalangan

remaja erat kaitannya dengan meningkatnya jumlah aborsi sekitar 2,3 juta dan

15-20% di antaranya dilakukan remaja (Rahma, 2018).


Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20-

30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Pakar seks juga

spesialis obsentri dan ginekologi Dr. Boyke Dian Nugraha di Jakarta

mengungkapkan, data remaja yang melakukan hubungan seks bebas dari

tahun ke tahun semakin meningkat dari 5% pada tahun 1980 an menjadi 20%

pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut di kumpulkan dari berbagai kota

besar seperti Jakarta, Surabaya, Palu, dan Banjarmasin. Bahkan di palu,

Sulawesi tengah pada tahun 2000 tercatat remaja yang pernah melakukan

hubungan seks bebas mencapai 29,9%. Sementara penelitian yang di lakukan

oleh Boyke sendiri pada tahun 2000 terhadap pasien yang datang di klinik

pasutri, tercatat sekitar 18% remaja pernah melakukan hubungan seksual

pranikah. Kelompok remaja yang masuk pada penelitian tersebut rata-rata

berusia 17-21 tahun, umumnya masih bersekolah di tingkat SMA (Gunawan,

2011 dalam Hamka, 2017).

Data dari BKKBN Sultra, remaja di kota Kendari baik pria maupun

wanita, masing-masing 71% dan 70% mengaku pernah mempunyai pacar.

Umur pertama kali mulai pacaran rata-rata di usia 15 tahun. Dari remaja yang

pernah mempunyai pacar, 74% pria dan 75% wanita saat ini mengaku masih

punya pacar. Ditinjau dari pengalaman seksual remaja di kota Kendari, ada

2% wanita dan 5% pria mengaku pernah melakukan hubungan seksual. Secara


keseluruhan dari 14.681 remaja pria dan wanita yang pernah punya pacar,

sebanyak 4% telah melakukan hubungan seksual (Rahmawati, dkk, 2017).

Dampak dari meningkatnya perilaku seksual pra nikah adalah

kehamilan yang tidak di inginkan. Data pada tahun 2018 (WHO), (2018)

Menyatakan bahwa terjadi dapat 10 juta remaja yang mengalami terjadi

kehamilan yang tidak diinginkan berusia antara usia 15-19 setiap tahunnya.

Meningkatnya perilaku seksual pranikah menyebabkan kejadian kehamilan

yang tidak diinginkan pada remaja sehingga mendorong adanya upaya

mpenggugurkan kandungan (abortus) dari perikaraan 5,6 juta aborsi terjadi

disetiap tahun. Selain itu Perilaku seksual pada remaja dapat menimbulkan

dampak yang merugikan pada perkembangan remaja Dan kesehatan remaja

baik fisik maupun psikologis, atau dapat menghambat kesuksesan masa depan

mereka dan bepengaruh pada pembangunan suatu Negara. Perilaku seksual

berisiko tinggi menempatkan remaja pada risiko untuk infeksi menular

skesual (IMS) termasuk Human immunodeficiency virus (HIV), Kehamilan

yang tidak direncanakan, dan berada dalam hubungan seksual sebelum

menjadi cukup dewasa untuk mengetahui apa yang membuat hubungan yang

sehat, ketidakdewasaan fisik, kognitif dan emosional remaja dapat

meningkatkan risiko pada kesehatan reproduksi remaja (arub, 2017). Hasil

survey demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2017, menunjukan

perilaku pacaran menjadi titik masuk pada praktik perilaku beresiko yang
menjadikan remaja rentan mengalami kehamilan di usia dini, kehamilan di

luar nikah, kehamilan, tidak di inginkan, dan terinveksi penyakit menular

seksual hingga aborsi yang tidak aman. (BKKBN, 2019 dalam Bawental, dkk,

2019).

Factor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja di

bagi menjadi dua yaitu internal dan eksternal. Factor internal antara lain

keingintahuan, rasa penasaran, dan pengetahuan informasi yang rendah

mengenai seks bebas. Factor eksternal antara lain pengaruh teman (pasangan),

lingkungan pergaulan, pola asuh orang tua, pengaruh minuman keras, dan

media social yang berkembang (Arifin, 2016).

Pada era globalisasi, arus perkembangan tekonologi begitu pesat

seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi oleh masyarakat, teknologi

informasi yang saat ini menjadi trend yaitu gadget (Mufid,2009). Banyak

kalangan remaja yang memanfaatkan gadget tersebut, namun tak sedikit

remaja yang menyalahgunakan gadget untuk sesuatu yang menyimpang,

seperti penyalahgunaan media untuk mencari dan berbagi hal yang berbau

pornografi. Basaria, mengatakan bahwa hal yang berbau seks atau pornografi

masih dianggap tabu. Ini yang biasanya suka memicu kebanyakan remaja

membuka situs-situs berbau pornografi. Lingkungan serta akses media

internet membangun komponen penting dari pandangan remaja terhadap

konsep seksualitas (Diah 2017 dalam Musriyati, 2017).


Berdasarkan hasil laporan survey Asosiasi Penyelenggara Jasa

Internet Indonesia (APJII), Terungkap pengguna internet 2018 berdasarkan

kelompok umur, pengguna internet terbanyak ada pada usia 15 hingga 19

tahun sebanyak 91%, sementara itu, pengguna kedua berada pada umur 20

hingga 24 tahun sebanyak 88,5%. Data ini di peroleh dari 171,17 juta

pengguna yang menggunakan internet. Hal tersebut menunjukan menunjukan

bahwa remaja atau generasi sekarang ini banyak menggunakan internet.

Menurut laporan News Sky, kebanyakan dari mereka menggunakan internet

untuk bermain social media. (Untari, 2018). data dari kementerian

komunikasi dan informasi Republik Indonesia tahun 2013 menyebutkan

bahwa 30 juta remaja Indonesia merupakan pengguna internet , dengan 69%

menggunakan computer, 34% menggunakan laptop , 52% menggunakan

ponsel , 21% menggunakan smartphone dan hanya 4% untuk tablet (Gatot,

2014). Berdasarkan data dari BKKBN tahun 2012, menunjukan 77% alasan

anak melihat media pornografi adalah karena tidak sengaja , 9% penasaran,

4% terpengaruh keisengan teman, 1% takut kurang pergaulan dan lain-lain.

Factor ketidak sengajaan ini kemudian meningkat 84% hanya satu tahun

kemudian (Agung, 2014 dalam Musriyati, 2017).

Hasil penelitian Suwuh Dkk, (2017) di SMA Negeri 2 Langowan

Kecamatan Langowan Utara Kabupaten Minahasa terhadap 96 responden

menunjukkan bahwa sebagian siswa menggunakan gadget untuk bermain


game, mendengarkan musik, mengambil gambar sendiri atau selfie dan

menonton drama Korea di youtube menggunakan gadget , juga mereka

mengatakan melihat gambar porno sepintas pada gadget.

Meningkatnya minat seks dan kurangnya pengetahuan remaja tentang

perilaku seks pranikah, ditambah dengan kurangnya keterbukaan keluarga

dalam membicarakan permasalahan seks juga menjadi salah satu faktor

remaja terjerumus kedalam bentuk perilaku seks pranikah (Arub, 2017).

Menurut Djiwandono (2008) mengatakan bahwa kecenderungan perilaku

seksual yang buruk ini salah satunya di pengaruhi oleh pola asuh orang tua

yang salah dalam membesarkan remaja. Pola asuh yang di maksud adalah

pola asuh permisif, pola asuh otoriter, dan pola asuh orang demokratis

(Hurlock, 1999 dalam hockbeenberry 2005). Pola asuh permisif

menggambarkan tentang kondisi dimana orang tua memberikan kebebasan

kepada anak untuk bertindak sesuai kehendak anak, dan apa yang dilakukan

anak tanpa pengawasan orang tua, sehingga orang tua tidak pernah

mengetahui apakah yang di lakukan anak itu benar atau salah (Yuwono,

2008). Hal yang berbeda pada pola asuh otoriter. Pada pola asuh ini semua

yang akan di lakukan anak harus mendapatkan persetujuan orang tua. Anak

tidak boleh membantah apa yang dikatakan orang tua dan kebebasan pada

anak seperti di pasung. Sedangkan pola asuh demokratis merupakan gabungan


antara pola asuh permisif dan pola asuh otoriter (Wawomeo, 2009 dalam

Aguma, 2018).

Hasil penelitian pandensolang, Dkk (2019) di SMA Negeri 1 Beo

Kepulauan Talaud menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola asuh orang

tua dengan perilaku seksual pada remaja.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMAN 1 TALAGA

RAYA, Beberapa siswa ketika pulang sekolah berboncengan sambil

melingkar tangan pada pasangan, saaat mengendarai motor dengan pacarnya.

Dan hasil wawancara dengan beberapa siswa tentang perilaku seksual

diketahui bahwa ada siswa yang melampaui batasan wajar berpacaran seperti

berpegangan tangan, berpelukan, hingga mencium lawan jenis. Di dapatkan

juga bahwa adanya kejadian hamil di luar nikah di sekolah tersebut. Hal ini di

dukung oleh pernyataan alumni dan guru yang menyatakan adanya kejadian

hamil diluar nikah, sehingga siswa terpaksa harus berhenti dari sekolah, guru

juga mengatakan siswa banyak berpacaran dilingkungan sekolah, guru juga

menambahkan bahwa kemungkinan kejadian kasus kehamilan di luar nikah

kurang pengawasan dari orang tua dan pengaruh internet yang semakin bebas

untuk di akses, meskipun sudah ada larangan dari pihak sekolah tetap saja

mereka membawa dan menggunakan gadget disekolah.

Berdasarkan yang terjadi di masyarakat talaga kecil, yang menjadi

pokok pembicaraan sekarang banyaknya kasus pernikahan usia dini,


pergaulan bebas, dan anak remaja yang berhenti sekolah karena hamil. Dan

hasil wawancara dari salah satu guru SMAN 1 TALAGA RAYA, ada salah

satu siswa yang berhenti sekolah karena hamil di luar nikah, dan setiap tahun

ada 1-2 siswa yang mengundurkan diri dari sekolah karena hamil. Dan hasil

wawancara dari salah satu siswa alumni angkatan 2018 mengatakan bahwa

ada beberapa temannya yang berhenti sekolah karena hamil di luar nikah,

jumlah dari hasil wawancara ada 5 Siswa (teman seangkatanya) yang berhenti

sekolah yaitu di kelas 1 SMA Terdapat 3 siswa, di kelas 2 SMA ada 1 siswa,

dan setelah kelas 3 SMA ada 1 siswa yang harus berhenti sekolah.

Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan remaja

tentang kesehatan reproduksi relative masih rendah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengetahui

hubungan antara penggunaan gadget dan pola asuh orang tua terhadap

perilaku seksual remaja pada siswa kelas 10 dan 11 di SMAN 1 TALAGA

RAYA.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat

dirumuskan masalah penelitian


1. Apakah ada Hubungan Antara Penggunaan Gadget Terhadap Perilaku

Seksual remaja Pada Siswa Kelas 10 Dan 11 Di Sma Negeri 1 Talaga

Raya

2. Apakah ada Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku

Seksual remaja pada Siswa Kelas 10 Dan 11 Di Sma Negeri 1 Talaga

Raya

C. Tujuan penelitian

A. Tujuan umum

untuk menganalisa Hubungan Antara Penggunaan Gadget Dan Pola

Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Seksual remaja Pada Siswa Kelas

10 Dan 11 Di Sma Negeri 1 Talaga Raya

B. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi Penggunaan Gadget Terhadap Perilaku

Seksual remaja Pada Siswa Kelas 10 Dan 11 Di Sma Negeri 1

Talaga Raya

b. Untuk mengidentifikasi Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku

Seksual remaja Pada Siswa Kelas 10 Dan 11 Di Sma Negeri 1 Talaga

Raya
c. Untuk mengidentifikasi Hubungan Antara Penggunaan Gadget Dan

Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Seksual remaja Pada Siswa

Kelas 10 Dan 11 Di Sma Negeri 1 Talaga Raya

D. manfaat penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Bagi institusi sekolah

Secara akademik hasil penelitian ini dapat di manfaatkan sebagai

informasi mengenai hubungan penggunaan gadget dan pola asuh orang

tua terhadap perilaku seksual pada remaja khususnya kepada orang tua

dan pihak sekolah

b. Bagi stikes mandala waluya kendari

Manfaat bagi dosen di pendidikan keperawatan adalah dapat

menjadi bahan ajar dalam proses pembelajaran. Manfaat bagi

mahasiswa keperawatan adalah dapat menjadi sumber rujukan tentang

hubungan penggunaan gadget dan pola asuh orang tua terhadap

perilaku seksual remaja, sehingga diharapkan mampu meningkatkan

keilmuan khususnya keperawatan jiwa dan maternitas.

c. Bagi peneliti selanjutnya


Dapat memberikan informasi dasar atau gambaran penelitian

lanjutan yang berhubungan dengan penggunaan gadget pola asuh

orang tua terhadap perilaku seksual remaja

2. manfaat praktis

a. Bagi remaja dan orang tua

penelitian ini di harapkan memberikan manfaat bagi remaja

agar dapat memahami pentingnya pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi sehingga perilaku seks yang tidak sehat dapat di hindari,

manfaat bagi orang tua adalah untuk membuka wawasan mengenai

pentingnya pendidikan seksual bagi anak.

b. Bagi dinas kesehatan dan puskesmas

Manfaat bagi pelayanan kesehatan adalah dapat menjadi

sumber informasi dan pertimbangan dalam membuat kebijakan atau

strategi pemecahan masalah perilaku seksual pada remaja


E. Keaslian penelitian

No Nama peneliti & Judul peneltian Hasil penelitian Metode dan Persamaan Perbedaan

tahun variabel

penelitian
1 1. Raja pieba “Hubungan pola Berdasarkan hasil penelitian, Penelitian analitik pada penelitian - pada penelian

aguma asuh orang tua pola asuh orang tua observasional ini ini

2. Ari pristina dengan perilaku terbanyak adalah pola asuh dengan menggunakan- menggunakan

dewi seksual remaja di demokratis 66 orang pendekatan cross metode cross teknik

3. Darwin karim SMA TRI (37,3%). Perilaku seksual sectional/ sectional dan pengambilan

(2018) BAKTI remaja sebagian besar adalah penelian yang sampel:

PEKANBARU perilaku seksual beresiko 99 Variabel bebas: akan di lakukan random

orang (55,9%). Berdasarkan pola asuh orang menggunakan sampling

hasil uji statistic dapat di tua metode cross dengan teknik

simpulkan ada hubungan Variabel terikat: sectional stratified

pola asuh orang tua dengan Perilaku Seksual random


perilaku seksual remaja Remaja sampling

(p=0,001). sedangkan

penelitian yang

akan di

lakukan

menggunakan

probability

sampling

dengan teknik

multistage

random

sampling

2 1. Frilen suwuh “Hubungan Hasil penelitian Metode -metode -teknik

2. Sefti rompas penggunaan menunjukkan bahwa remaja kuantitatif dengan penelitian ini pengambilan
3. Vandri kallo Smartphone di SMAN 2 Langowan memilih studi menggunakan sampel pada

(2017) Dengan Perilaku kecamatan langowan utara obserrvasional metode cross penelitian ini

Seksual Remaja lebih banyak penggunaan analitik dan sectional dan adalah total

di SMAN 2 smartphone dengan kategori menggunakan penelitian yang sampling

LANGOWAN tinggi, Remaja di SMAN 2 pendekatan akan di lakukan sedangkan

KECAMATAN Langowan kecamatan penelitian cross menggunakan pada penelitian

LANGOWAN langowan utara lebih banyak sectional / metode cross yang akan di

UTARA ” memiliki perilaku seksual Variabel bebas: sectional lakukan

yang tidak baik, ada penggunaan dengan teknik

hubungan penggunaan Smartphone multistage

smartphone dengan perilaku Variabel terikat: random

seksual remaja di SMAN 2 Perilaku Seksual sampling

Langowan kecamatan Remaja

langowan utara.
3 1. Santalia Hubungan pola hasil penelitian menunjukan deskriptif -Metode Teknik
pandensolang asuh orang tua pola asuh yang paling kuantitatif penelitian ini pengambilan

2. Rina kundre dengan perilaku banyak di terapkan adalah rancangan cross menggunakan sampel pada

3. Wenda oroh seksual pada pola asuh demokratis, sectional/ metode cross penelitin ini

(2019) remaja di SMAN sebagian besar responden sectional dan dengan cara

1 BEO memiliki perilaku seksual variabel bebas: penelitian yang simple random

KEPULAUAN tidak beresiko, Ada pola asuh orang akan di lakukan sampling

TALAUD hubungan pola asuh orang tua mengunakan sedangkan

tua dengan perilaku seksual Variabel terikat: metode cross penelitian yang

pada remaja di SMAN 1 Beo Perilaku Seksual sectional akan di

kepulauan talaud. pada remaja lakukan

menggunakan

teknik

multistage

random

sampling
4 Niken Musriyati “Hasil Analisis Berdasarkan hasil penelitian Penelitian - pada penelitian teknik

(2017) Akses Pornografi yang telah di lakukan bahwa observasional ini pengambilan

Melalui Gadget presentase akses pornografi Analitik dengan menggunakan sampel pada

Dengan Perilaku melalui gadget yang di rancangan crosss Rancangan penelitian ini:

Seks Remaja gunakan remaja kelas x sectional./ cross sectional simple random

Kelas X Di SMK SMK Wikarya karangayar Variabel bebas: dan penelitian sampling

Wikarya dalam kategori rendah, Akses Pornografi yang akan di sedangkan

Karanganyar” perilaku seksual remaja kelas Melalui Gadget lakukan pada penelitian

X SMK Wikarya karangayar Variabel terikat: menggunakakn ini

sebagian besar responden Perilaku Seks rancangan cross menggunakan

dengan perilaku negative, Remaja sectional teknik

terdapat hubungan yang multistage

signifikan antara akses random

pornografi melalui gadget sampling

dengan perilaku seksual


remaja kelas X Di SMK

Wikarya karangayar
5 1. Lora marlita “HUBUNGAN Hasil penelitian menunjukan Metode - pada penelitian Teknik

2. Putri wulandini POLA ASUH rata-rata pola asuh orang tua penelitian: ini pengambilan

3. Yusmaharni ORANG TUA adalah demokrasi. kuantitaf dengan menggunakan sampel

4. Erika siSwati DENGAN Hasil penelitian menunjukan desain cross Rancangan penelitian ini

Zega PERILAKU responden yang pernah sectional / cross sectional area (cluster)

(2019) SEKSUAL melakukan perilaku seksual Variabel bebas: sedangkan sampling

REMAJA DI 16 responden (14,3%), Pola Asuh Orang penelitian yang sedangkan

SMK sedangkan responden yang Tua akan dilakukan penelitian yang

TEKONOLOGI tidak pernah melakukan Variabel terikat: menggunakan akan dilakukan

MIGAS PEKAN perilaku seksual 96 Perilaku Seksual rancangan cross menggunakan

BARU responden (85,7%). Dari Remaja sectional teknik

hasil penelitian menunjukan multistage

rata-rata skor responden random


yang tidak pernah melakukan sampling

perilaku seksual. Hasil

penelitian ini menunjukan

tidak ada hubungan pola

asuh orang tua dengan

perilaku seksual pada remaja

di SMK Teknologi Migas

Pekanbaru dengan di peroleh

nila p= 0,204 > 0,05

6. 1. Irwina angelia “penggunaan Hasil penelitian menunjukan Desain penelitian -metode Teknik

silvanasari smartphone dan bahwa remaja dengan ini adalah penelitian ini pengambilan

2. Florentina peran orang tua informasi mencari 5-6 kali/ observasional menggunakan sampel pada

sustini berhubungan hari (OR= 7,010; 95% CI= analitik dengan metode cross penelitian

3. Eka mishbatul dengan perilaku 2,072-23,710) Dan mencari menggunakan sectional dan menggunakan
mar’ah has pacaran berisiko informasi 2-4 kali/ hari (OR= metode penelitian yang teknik simple

(2018) pada remaja” 4,853; 95% CI=2,013- pendekatan waktu akan dilakukan random

11,696) Cenderung memiliki cross sectional/ menggunakan sampling.

perilaku kencan berisiko metode cross Sedangkan

daripada remaja dengan sectional pada penelitian

pencarian informasi > 6 Variabel bebas: yang akan

kali/hari. Remaja dengan penggunaan dilakukan

pencarian hiburan >6 smartphone dan menggunakan

kali/hari (OR=2,497;95% peran orang tua teknik

CI=1,007-6,190) cenderung Variabel terikat: multistage

memiliki pacaran beresiko perilaku pacaran random

dibandingkan dengan remaja berisiko pada sampling

yang mencari hiburan <4 remaja

kali/hari. Remaja dengan

peran orang tua yang buruk


(OR= 2,913; 95% CI= 1,294-

6,554) cenderung memiliki

perilaku berpacaran berisiko

di bandingkan dengan remaja

dengan peran orang tua yang

baik.
7. 1. Titin “pola asuh orang Hasil penelitian menunjukan Deskriptif -Metode - Teknik

ungsianik tua berhubungan ada hubungan antara pola korelatif penelitian ini pengambilan

2. Tri yuliati dengan perilaku asuh dengan perilaku seksual pendekatan cross menggunakan sampel

(2017) seksual berisiko berisiko remaja (p< 0,05). sectional / rancangan cross penelitian ini

pada remaja variabel bebas: sectional dan menggunakan

binaan rumah pola asuh orang penelitian yang quota sampling

singgah ” tua akan di lakukan sedangkan

variabel terikat: menggunakan penelitian yang

perilaku seksual rancangan cross akan dilakukan


berisiko pada sectional menggunakan

remaja teknik

- multistage

random

sampling
8. 1. Rachmaniar, “perilaku Hasil penelitian -deskriptif - variabel bebas - metode

2. Puji penggunaan menunjukkan bahwa para kualitatif ./ pada penelitian penelitian ini

prihandini smartphone dan siswi SMP mulai memilki Variabel bebas: ini perilaku menggunakan

3. Preciosa akses pornografi perangkat seluler biasa sejak perilaku penggunaan deskriptif

alnashava dikalangan mereka masih duduk di penggunaan smartphone dan kualitatif

janitra remaja Sekolah dasar (SD). Setelah smartphone penelitian yang sedangkan

(2018) perempuan” mereka menggunakan Variabel terikat: akan dilakukan penelitian yang

smartphone ketika SMP, akses pornografi perilaku akan di

mereka pun secara tidak dikalangan penggunaan lakukan

sengaja terpapar oleh konten remaja gadget menggunakan


pornografi. Hal ini perempuan observasional

memperlihatkan bagaimana analitik./

perangkat teknologi yang - teknik

lebih canggih berpotensi pengumpulan

membuka akses terhadap data pada

konten pornografi. penelitian ini

menggunakan

(wawancara).

Sedangkan

pada penelitian

yang akan

dilakukan

menggunakan

kuesioner./

-
9. Linda amalia “Hubungan pola Hasil penelitian Metode analisis -variabel bebas -Teknik

(2019) asuh orang tua menunjukkan bahwa deskriptif dan terikat pada pengambilan

dengan perilaku Terdapat korelasi antara pola komparatif penelitian ini sampel pada

seksual remaja asuh orang tua otoriter, dengan pola asuh orang penelitian ini

akademi demokrasi, dan pendekatan tua dan perilaku menggunakan

keperawatan” memanjakan(permisif) kuantitatif/ seksual remaja total sampling.

dengan perilaku seksual Variabel bebas: dan variabel Sedangkan

remaja mahasiswa AKPER pola asuh orang bebaas dan pada penelitian

pemkab cianjur dengan nilai tua terikat pada yang akan

P< 0,05, sedangkan untuk Variabel terikat: penelitian yang dilakukan

pola asuh mengabaikan di perilaku seksual akan di lakukan menggunakan

peroleh hasil P Value > 0,05 remaja pola asuh orang multistage

yang berarti tidak ada tua dan perilaku random

hubungan. Untuk korelasi seksual remaja sampling


karakteristik remaja degan -metode

perilaku seksual remaja penelitian ini

hasil penelitian menunjukan menggunakan.

tidak ada hubungan dengan Metode

nilai P value > 0,05. analisis

deskriptif

komparatif

dengan

pendekatan

kuantitatif

sedangkan

peneltian yang

akan dilakukan

menggunakan

metode
observasional

analitik dengan

pendekatan

cross sectional.
10. 1. Nur alfiyah “gambaran Hasil penelitian Metode deskriptif - variabel Teknik

2. tetti solehati factor-faktor menunjukkan ada hubungan kuantitatif/ bebas pengambilan

3. titin sutini yang antara norma kelluarga variabel bebas: dan sampel

(2017) berhubungan (value: 0,000) dan Pengetahuan, terikat penelitian ini

dengan perilaku penggunaan smartphone norma agama, yaitu

seksual pranikah value: 0,000 dengan perilaku penggunaan propotional

pada remaja di seksual pranikah. smartphone dan stratified

SMPN 1 norma keluarga sampling

Solokanjeruk variabel terikat: sedangkan

kabupaten perilaku seksual pada penelitian

bandung” pranikah pada yang akan


remaja dilakukan

menggunakan

teknik

multistage

random

sampling
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori Tentang Perilaku Seksual Remaja

1. pengertian remaja

Pada umumnya remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO (World

Health Organization) adalah 12-24 tahun, dimana pada masa itu terjadi

pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi. Sehingga

mempengaruhi terjadinya perubahan-perubahan perkembangan, baik fisik,

mental, maupun peran sosial. Sedangkan Menurut Depkes (2010), masa

remaja adalah masa peralihan dimana perubahan secara fisik dan psikologis

dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa ini sering disebut dengan

masa pubertas.

Remaja adalah individu yang berkembang dari saat pertama kali

menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat mencapai

kematangan seksual dan individu yang mengalami perkembangan psikologis

dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa serta individu yang

mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu

kemandirian (WHO, 1974 dalam Sarwono, 2007).

Menurut World Health Organization (WHO) (2014) Remaja atau

dalam istilah asing yaitu adolescence yang berarti tumbuh kearah kematangan.

Remaja adalah seseorang yang memiliki rentang usia 10-19 tahun, remaja
adalah proses seseorang mengalami perkembangan semua aspek dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa.

Remaja adalah transisi masa kanak-kanak menuju dewasa. Posisi

sebagai transisi menyebabkan posisi ini labil selain itu Remaja adalah mereka

yang berusia antara dua belas sampai dua puluh tahun. Pengenalan usia

remaja sangat penting diketahui oleh setiap orang tua karena hanya dengan

mengenali masa remaja, para orang tua dapat memperlakukan anak

remajanya sesuai kapasitas dan kapabilitas mereka. Dan pada Fase remaja

adalah masa penuh gairah, semangat, energy, dan pergolakan saat seorang

anak, tidak saja mengalami perubahan fisik tetapi juga psikis. Semua ini

mengakibatkan perubahan status dari anak-anak menjadi remaja (Subakti,

2011)

Pengertian remaja menurut WHO, (2014) adalah populasi dengan

periode usia 10-19 tahun. Kementrian kesehatan membagi periode remaja

menjadi tiga bagian, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja

menengah (14-16 tahun) dan masa remaja akhir (17-19 tahun).

Dalam hal fisik, periode remaja ini di tandai dengan adanya

perubahan ciri-ciri fisik dan fungsi psikologis, terutama yang berhubungan

dengan organ reproduksi, sedangkan dari sisi psikologis, masa remaja

merupakan saat individu mengalami perubahan dalam aspek kognitif, emosi,

social dan moral.


2. Konsep Perilaku Seksual Remaja

A. Definisi Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh

hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis.

Bentuk-bentuk perilaku seksual bermacam-macam mulai dari perasaan

tertarik, berkencan, bercumbu, serta melakukan senggama (Sarwono, 2007).

Perilaku seksual remaja adalah tindakan yang dilakukan oleh remaja

berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik dalam dirinya

maupun luar dirinya (Notoatmodjo, 2007).

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja antara lain:

(1) faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi, sikap

terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku, kerentanan yang

dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi, gaya hidup, pengendalian

diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama, dan status perkawinan), (2)

faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga, sosial-

budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu),

(Suryoputro & Shaluhiyah, 2006).


Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja

adalah kontak dengan sumber-sumber informasi. Informasi mengenai lokal

maupun global dapat mudah diakses oleh individu dengan adanya jaringan

internet. Hasil Penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi , Dkk (2017)

menyebutkan bahwa sumber informasi seksual yang paling banyak di peroleh

adalah internet sebesar 74,1%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian alfarista

(2013) yang memperoleh hasil sumber informasi terbanyak ialah internet

(62,7%. ). Hal ini memiliki dampak positif dan negatif. Dampak negatif dari

penggunaan jaringan internet adalah kecenderungan remaja melakukan

perilaku seksual meningkat karena adanya penyebaran informasi dan

rangsangan seksual melalui media massa yang sangat mudah diakses oleh

remaja. Media yang sering digunakan oleh remaja seperti situs porno

(internet), majalah porno, video, film porno, serta gadget (Sarwono, 2012)..

C. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual

Dianawati (2006) dalam Alfiani (2013) mengungkapkan bahwa

perilaku seksual dibagi menjadi dua kategori antara lain

a. Perilaku seksual yang dilakukan sendiri meliputi: (1) masturbasi

yaitu melakukan rangsangan seksual dengan berbagai cara

(memasukkan alat kelamin) untuk tujuan organisme; (2) fantasi

seksual yaitu seseorang membayangkan suatu objek yang


menggairahkan; dan (3) melihat gambar porno melalui buku,

internet, atau VCD.

b. Perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain meliputi: (1)

bersentuhan dan berpegangan tangan dengan tujuan saling

memberikan rangsangan kepada pasangan; (2) berpelukan agar

pasangan merasa nyaman dan saling melindungi; (3) kissing atau

berciuman yang berawal dari kening, pipi, dan bibir; (4) necking

yaitu mencium leher pasangan; (5) petting yaitu saling menyentuh

daerah sensitif untuk merangsang pasangan dengan masih

mengenakan pakaian; dan (6) intercourse atau berhubungan intim

yang dilakukan dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam

vagina untuk mendapatkan kepuasan seksual.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seks Pranikah

Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan hubungan seks

pranikah (Depkes,2010) yaitu

1. Adanya dorongan biologis

Dorongan biologis untuk melakukan hubungan seks pranikah

merupakan insting alamiah dari berfungsinya organ sistem

reproduksi yang kerja hormon. Dorongan dapat meningkat karena

pengaruh luar, misalnya dengan membaca buku atau melihat


film/majalah yang menampilkan gambar-gambar yang

membangkitkan erotisme.

2. Ketidakmampuan mengendalikan dorongan biologis

Kemampuan mengendalikan dorongan biologis dipengaruhi oleh

nila-nilai moral dan keimanan seseorang. Remaja yang memiliki

keimanan yang kuat tidak akan melakukan seks pranikah, karena

mengingat ini merupakan dosa besar yang harus dipertanggung

jawabkan pada Tuhan Yang Maha Esa.

3. Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi

Kurangnya pengetahuan atau mempunyai konsep yang salah

tentang kesehatan reproduksi pada remaja dapat disebabkan karena

masyarakat tempat remaja tumbuh memberikan gambaran sempit

tentang kesehatan reproduksi sebagai hubungan seksual. Biasanya

topik terkait reproduksi tabu dibicarakan dengan remaja. Sehingga

saluran informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi

menjadi sangat kurang.

4. Adanya kesempatan melakukan hubungan seksual pranikah

Faktor kesempatan melakukan hubungan seks pranikah sangat

penting untuk dipertimbangkan, karena bila tidak ada kesempatan


baik ruang maupun waktu, maka hubungan seks pranikah tidak

akan terjadi. Terbukanya kesempatan pada remaja untuk

melakukan hubungan seks didukung oleh hal-hal sebagai berikut:

Kesibukan orang tua yang menyebabkan kurangnya perhatian pada

remaja. Tuntutan kebutuhan hidup sering menjadi alasan suami

istri bekerja diluar rumah dan menghabiskan hari-harinya dengan

kesibukan masing-masing, sehingga perhatian terhadap anak

remaja terabaikan.

Pemberian fasilitas (termasuk uang) pada remaja secara berlebihan

adanya uang yang berlebihan membuka peluang bagi remaja untuk

memberi fasilitas, misalnya meginap di hotel/motel sampai larut

malam. Situasi ini sangat mendukung terjadinya hubungan seks

pranikah.

Pergeseran nilai-nilai moral dan etika dimasyarakat dapat

membuka peluang yang mendukung hubungan seks pranikah pada

remaja. Misalnya dewasa ini pasangan remaja yang menginap di

hotel/motel, adalah hal yang biasa, sehingga tidak

ditanyakan/dipersyaratkan untuk menunjukkan akte nikah.

Kemiskinan mendorong membukanya kesempatan bagi remaja

khususnya wanita untuk melakukan hubungan seks pranikah.


Karena kemiskinan ini remaja putri terpaksa bekerja. Namun

seringkali, mereka teresploitasi, bekerja lebih dari 12 jam sehari,

bekerja sebagai pembantu tanpa dibayar hanya diberi makan dan

pakaian, bahkan beberapa mengalami kekerasan seksual.

Menurut Sarwono (2007) faktor yang menyebabkan perilaku

seksual pada remaja adalah :

1. Pengetahuan Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi pada remaja yang sudah mulai berkembang kematangan

seksualnya secara lengkap kurang mendapat pengarahan dari orang

tua mengenai kesehatan reproduksi khususnya tentang akibat-

akibat perilaku seksual maka mereka sulit mengendalikan

rangsangan-rangsangan dan banyak kesempatan seksual pornografi

melalui media massa yang membuat mereka melakukan perilaku

seksual secara bebas tanpa mengetahui risiko-risiko yang dapat

terjadi seperti kehamilan yang tidak diinginkan.

2. Meningkatnya Libido Seksual Di dalam upaya mengisi peran

sosial, seorang remaja mendapatkan motivasinya dari

meningkatnya energi seksual atau libido, energi seksual ini

berkaitan erat dengan kematangan fisik


3. Media Informasi Adanya penyebaran media informasi dan

rangsangan seksual melalui media massa yaitu dengan adanya

teknologi yang canggih seperti, internet, majalah, televisi, video.

Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin

meniru apa yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja

pada umumnya belum mengetahui masalah seksual secara lengkap

dari orang tuanya.

4. Norma Agama Sementara itu perkawinan ditunda, norma-

norma agama tetap berlaku dimana orang tidak boleh

melaksanakan hubungan seksual sebelum menikah. Pada

masyarakat modern bahkan larangan tersebut berkembang lebih

lanjut pada tingkat yang lain seperti berciuman dan masturbasi

untuk remaja yang tidak Universitas Sumatera Utara dapat

menahan diri akan mempunyai kecenderungan melanggar larangan

tersebut.

5. Orang Tua Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih

menabukan pembicaraan seks dengan anak bahkan cenderung

membuat jarak dengan anak. Akibatnya pengetahuan remaja

tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua

sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang

seksualitas.
6. Pergaulan Semakin Bebas Gejala ini banyak terjadi di kota-

kota besar, banyak kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada

remaja, semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap

anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku

menyimpang menimpa remaja.

Menurut Bachtiar (2014) faktor yang menyebabkan perilaku

seksual pada remaja :

1. Pendidikan yang rendah cenderung melakukan seks dibanding

dengan yang berpendidikan tinggi dan berprestasi.

2. Sosial Ekonomi Dengan perekonomian keluarga yang rendah

cenderung remaja melakukan seks agar pasangannya dapat

memenuhi segala sesuatu yang ia butuhkan.

3. Pengaruh Teman Pengaruh teman memang sangat kuat dalam

memengaruhi perilaku seksual.

Menurut Sarwono (2012), masalah seksualitas pada remaja timbul

karena faktor-faktor berikut, yaitu :

1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat

seksual (libido seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan

penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.


2. Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya

penundaan usia perkawinan, baik secara hukum maupun karena

norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang

makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan

mental, dan lain-lain)

3. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap

berlaku di mana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan

seks sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak dapat menahan

diri akan terdapat kecendrungan untuk melanggar saja larangan-

larangan tersebut.

4. Kecendrungan pelanggaran makin meningkat oleh karena

adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui

media massa dengan adanya teknologi canggih (VCD, internet,

handpone seluler, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi.

Remaja yang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba akan

meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa,

khususnya bila mereka belum mengetahui secara lengkap dari

orang tua.

5. Di pihak lain, adanya kecenderungan pergaulan makin bebas

antara pria dan wanita akibat dari peran dan pendidikan wanita
yang makin sejajar dengan pria. Sehingga kurang adanya

pemantauan bagi anak remaja. Hidayah (2010) bahwa faktor –

faktor yang memengaruhi prilaku seksual pada remaja yaitu faktor

biologis, pengaruh teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik,

pemahaman, pengalaman seksual, pengalaman dan penghayatan

nilai-nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan mengenai

kesehatan reproduksi.

E. Dampak Perilaku Seksual Pada Remaja

Menurut Sarwono (2012) pada saat ini marak terjadi perilaku seks

bebas yang sebenarnya dalam masyarakat Indonesia masih

menjungjung tinggi nilai tradisional. Nilai tradisional dalam

perilaku seksual yang paling utama adalah tidak melakukan

hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini tercermin dalam

bentuk keinginan mempertahankan kegadisan seseorang sebelum

menikah. Di Indonesia yang sebagian besar penduduknya adalah

beragama Islam, melarang masyarakat untuk melakukan perilaku

seksual sebelum menikah sah menurut agama dan negara. Hal

tersebut dianggap tabu untuk dilakukan oleh pasangan yang belum

menikah sah menurut agama dan negara.


Lubis (2013) mengatakan bahwa perilaku seks bebas dapat

menimbulkan dampak negatif bagi remaja antara lain:

a. Dampak psikologis

Dampak psikologis yang didapatkan oleh remaja adalah perasaan

marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah, dan berdosa.

b. Dampak fisiologis

Dampak fisiologis dari perilaku seks bebas adalah menimbulkan

kehamilan tidak diinginkan dan aborsi.

c. Dampak social

Dampak sosial yang timbul adalah dikucilkan, putus sekolah pada

remaja perempuan yang hamil, dan perubahan peran menjadi ibu

serta tekanan dari masyarakat yang mencela dan menolak keadaan

tersebut

d. Dampak fisik

Dampak fisik dari perilaku seks bebas adalah berkembangnya

penyakit menular seksual yang akan mengakibatkan kemandulan

dan rasa sakit kronis serta meningkatkan risiko terkena HIV/AIDS


B. Tinjauan tentang GadgetSmartphone

1. Penggunaan Gadgetsmartphone

Pengertian Gadget menurut Merriam Webster yaitu “an often small

mechanichal or electronic device with practical use but often thought of as a

novelty”, yang artinya dalah sebuah perangkat mekanik atau elektronik dengan

penggunaan praktis tetapi sering diketahui sagai hal baru. Selain itu, dewasa ini

Gadget lebih merupakan suatu media (alat) yang dipakai sebagai alat komunikasi

modern. Gadget semakin mempermudah kegiatan komunikasi manusia, kini

kegiatan komunikasi semakin berkembang semakin lebih maju dengan munculnya

gadget.

Salah satu hal yang membedakan gadget dengan perangkat elektronik lainnya

adalah unsur kebaruan. Artinya, dari hari ke hari gadget selalu mucul dengan

menyajikan ternologi terbaru yang membuat hidup manusia menjadi lebih praktis.

Contoh gadget misalnya Handphone. Klemens menyebutkan bahwa handphone

adalah salah satu gadget berkemampuan tinggi yang ditemukan dan diterimah

secara luas oleh berbagai negara di belahan dunia. Selain berfungsi untuk

melakukan dan menerimah panggilan, handphone berfungsi untuk mengirim dan

menerima pesan singkat (Short Message Service). Menurut Gary B, Thomas J &

Misty E smartphone (gadget) adalah telepon yang bisa dipakai internetan yang

biasa menyediakan fungsi personal Digital Assistanst (PDA), seperti fungsi


kalender, buku agenda, buku alamat, kalkulator, adapun Schmidt mengemukakan

bahwa istilah smartphone merupakan istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan mobile device yang menggambungkan fungsi cellphone, PDA,

audio player, camcarder, global positioning system, (GPS) receiver dan Personal

Computer (PC).

Pada akhirnya kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya gadget yang paling

canggih dan diterimah oleh masyarakat diseluruh negara adalah handphone atau

Smartphone. Dengan kecanggihan yang dimilikinya handphone mampu memnjadi

gadget dengan penjualan nomor satu didunia, serta mampu memberikan

kemudahan bagi manusia tidak hanya pada kecanggihan komunikasi tetapi juga

mempermudah pekerjaan-pekerjaan manusia dan dapat menjadi hiburan.

Smartphone adalah teknologi baru yang menyerupai Personal Digital

Assistant (PDA) yang memiliki berbagai fungsi dan kemudahan dalam mengakses

internet (Yanti, 2011). Merk smartphone yang dapat dijumpai adalah Iphone, Nokia,

Samsung, Sony Ericson, Blackberry, dan berbagai smartphone made in China.

Smartphone memiliki ciri-ciri dasar sebagai berikut: (1) sistem operasi; (2)

perangkat keras; (3) pengolahan pesan; (4) mengakses internet/web; (5) Aplikasi; dan

(6) Keyboard QWERTY (Utomo, 2012).

Pemanfaatan gadget untuk mengakses internet atau website dan penggunaan

aplikasi di dalamnya memudahkan para konsumen untuk menggunakan mulai dari


orang dewasa hingga anak-anak, termasuk remaja. The Graphic Visualization &

Usability Center the Georgia Institute of Technology (2008) dalam Primiyanti, Putri,

dan Nureni (2014) menggolongkan pengguna internet menjadi tiga kategori dengan

berdasarkan intensitas internet yang digunakan: (1) Heavy users: pengguna internet

menghabiskan waktu lebih dari 40 jam per bulan. Jenis pengguna internet ini adalah

salah satu ciri – ciri pengguna internet yang addicted; (2) Medium users: pengguna

internet yang menghabiskan waktu antara 10 sampai 40 jam per bulan; (3) Light

users: pengguna internet yang menghabiskan waktu kurang dari 10 jam per bulan.

Media sosial yang paling sering digunakan oleh remaja adalah Facebook,

Twitter, Linkedin, Tumblr, Instagram, Pinterest, Path, Youtube, Instagram, Kaskus,

Line, Whatsapp, dan (Budiman, 2014; Ciputra Entrepreneurship, 2014; dan Oktavia,

2015). Media sosial atau yang sering disebut dengan Medsos menawarkan fitur-fitur

yang digemari oleh remaja (Oktavia, 2015). Facebook memberikan fitur untuk update

status, upload foto, dan bergabung dalam grup tertentu (Sanjaya, 2009). Media sosial

yang lainnya adalah Instagram yang memberikan fitur mengambil, mengedit, dan

mengupload foto ke dunia maya (Rasyid & Jozira, 2012).

2. Dampak Penggunaan Gadget di Kalangan Remaja

Berkembangnya teknologi yang semakin pesat ini telah mempengaruhi gaya

hidup dan pola pikir masyarakat, terutama di kalangan remaja. Remaja merupakan

orang yang lebih dekat dan lebih banyak berinteraksi dengan teknologi. Dampak
positif penggunaan smartphone yang merupakan salah satu dari gadget adalah

peningkatan ketajaman penglihatan, merangsang untuk mengikuti perkembangan

teknologi terbaru, mendukung aspek akademis, meningkatkan kemampuan berbahasa,

meningkatkan ketrampilan mengetik, mengurangi tingkat stress, dan meningkatkan

ketrampilan matematis. Dampak negatif penggunaan smartphone adalah menjadi

pribadi yang tertutup, kesehatan otak, mata, dan tangan terganggu, gangguan tidur,

perilaku kekerasan, pudarnya kreativitas, terpapar radiasi, dan ancaman cyberbullying

(Iswidharmanjaya & Agency, 2014)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh UNICEF Indonesia pada tahun 2011-

2012 meliputi kelompok usia 10 sampai 19 tahun, populasi besar dari 43,5 juta anak-

anak dan remaja. Sebagian besar responden (80%) menggunakan internet untuk

mencari data dan informasi, khususnya untuk tugas-tugas sekolah, atau untuk

bertemu teman online (70%) melalui platform media sosial. Kemudian lebih dari

separuh anak-anak dan remaja (52%) mengatakan mereka telah menemukan konten

pornografi melalui iklan atau situs yang tidak mencurigakan, namun hanya 14 %

mengakui telah mengakses situs porno secara sukarela (Razak, 2014).

Salah satu situs yang sering dikunjungi oleh remaja adalah youtube (Budiman,

2014). Di dalam youtube kemudahan untuk akses video semakin mudah saat ini baik

dari dalam maupun luar negeri. Seringkali ditemukan tidak adanya sensor pada

penyajian video di youtube. Dimana remaja akan lebih leluasa untuk melihat adegan
seperti kekerasan dan pornografi di dalamnya yang akan berdampak buruk bagi

perkembangan remaja (Sjahputra, 2002).

C. Tinjauan Pola Asuh Orang tua

1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2008) bahwa “pola adalah model, sistem, atau cara kerja”, Asuh

adalah “menjaga, merawat, mendidik, membimbing, membantu, melatih, dan

sebagainya”.

Pola asuh adalah pola interaksi antara anak dengan orang tua meliputi

pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan

psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang, perlindungan, dan lain-lain), serta

sosialisasi norma-norma yang berlaku dimasyarakat agar anak dapat hidup selaras

dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang

tua dengan anak dalam pendidikan karakter anak (Latifah, 2008).

Pola asuh menurut Handayani (2008) adalah konsep dasar tentang cara

memperlakukan anak. Perbedaan dalam konsep ini adalah ketika anak dilihat sebagai

sosok yang sedang berkembang, maka konsep pengasuhan yang diberikan adalah

konsep psikologi perkembangan. Ketika konsep pengasuhan mempertahankan cara-

cara yang tertanam di dalam masyarakat maka konsep yang digunakan adalah

tradisional.
Sementara pola asuh menurut Baumrind (dalam Papalia, 2008) orang tua tidak

boleh menghukum anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus mengembangkan

aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan kasih sayang kepada anak. Orang tua

melakukan penyesuaian perilaku mereka terhadap anak, yang didasarkan atas

perkembangan anak karena setiap anak memiliki kebutuhan dan mempunyai

kemampuan yang berbeda-beda.

Menurut Thoha menyebutkan bahwa “Pola Asuh orang tua adalah merupakan

suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak sebagai

perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Sedangkan menurut Kohn (dalam

Thoha, 1996) mengemukakan Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam

berhubungan dengan anaknya. Sikap ini dapat dilihat dari berbagai segi, antara lain

dari cara orang tua memberikan pengaturan kepada anak, cara memberikan hadiah

dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan

perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak.

Dengan demikian yang dimaksud dengan Pola Asuh Orang Tua adalah bagaimana

cara mendidik anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Berdasarkan uraian

di atas maka dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua adalah suatu proses

interaksi antara orang tua dan anak, yang meliputi kegiatan seperti memelihara,

mendidik, membimbing serta mendisplinkan dalam mencapai proses kedewasaan

baik secara langsung maupun tidak langsung.


2. Dimensi Pola Asuh Orangtua

Menurut Baumrind dalam (Maccoby, 1980) menyatakan bahwa pola asuh orang

tua memiliki dua dimensi, yaitu :

a. Dimensi Kontrol

Dimensi ini berhubungan dengan sejauhmana orangtua mengharapkan

dan menuntut kematangan serta prilaku yang bertanggung jawab dari

anak. Dimensi kontrol memiliki indikator, yaitu :

1. Pembatasan (Restrictiveness)

Pembatasan merupakan suatu pencegahan atas suatu hal yang

ingin dilakukan anak.Keadaan ini ditandai dengan banyaknya

larangan yang dikenakan pada anak. Orangtua cenderung

memberikan batasan – batasan terhadap tingkah laku atau

kegiatan anak tanpa disertai penjelasan mengenai apa yang boleh

dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga anak

dapat menilai pembatasan – pembatasan tersebut sebagai

penolakan orangtua atau pencerminan bahwa orangtua tidak

mencintainya.

2. Tuntutan (Demandingeness)
Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya tuntutan berarti

orangtua mengharapkan dan berusaha agar anak dapat memenuhi

standar tingkah laku, sikap serta tanggung jawab sosial yang tinggi

atau yang telah ditetapkan. Tuntutan yang diberikan oleh orangtua

akan bervariasi dalam hal sejauh mana orangtua menjaga,

mengawasi atau berusaha agar anak memenuhi tuntutan tersebut.

3. Sikap Ketat (Strictness)

Aspek ini dikaitkan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas

menjaga anak agar selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang

diberikan oleh orangtuanya. Orang tua tidak menginginkan

anaknya membantah atau tidak menghendaki keberatan –

keberatan yang diajukan anak terhadap peraturan – peraturan yang

telah ditentukan.

4. Campur Tangan (Intrusiveness)

Campur tangan orangtua dapat diartikan dapat diartikan sebagai

intervensi yang dilakukan orangtua terhadap rencana – rencana

anak, hubungan interpersonal anak atau kegiatan lainnya. Menurut

Seligman, 1975 (dalam Maccoby, 1980), orangtua yang selalu

turut campur dalam kegiatan anak menyebabkan anak kurang

mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri sehingga anak


memiliki perasaan bahwa dirinya tidak berdaya. Anak akan

berkembang menjadi apatis, pasif, kurang inisiatif, kurang

termotivasi, bahkan mungkin dapat timbul perasaan depresif.

5. Kekuasaan yang Sewenang – wenang (Arbitrary exercise of fower)

Orang tua yang menggunakan kekuasaan sewenang – wenang,

memiliki kontrol yang tinggi dalam menegakan aturan – aturan

dan batasan – batasan.Orangtua merasa berhak menggunakan

hukuman bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan yang

diharapkan. Selain itu, hukuman yang diberikan tersebut tanpa

disertai dengan penjelasan mengenai letak kesalahan anak.

Baumrind , 1977 (dalam Maccoby, 1980) menyatakan bahwa

orangtua yang menerapkan kekuasaan yang sewenang – wenang,

maka anaknya memiliki kelemahan dalam mengadakan hubungan

yang positif dengan teman sebayanya, kurang mandiri, dan

menarik diri.

b. Dimensi Kehangatan

Maccoby, 1980 menyatakan bahwa kehangatan merupakan aspek yang

penting dalam pengasuhan anak karena dapat menciptakan suasana yang

menyenangkan dalam kehidupan keluarga. Dimensi kehangatan memiliki

beberapa indikator, yaitu :


1. Perhatian orang tua terhadap kesejahteraan anak.

2. Responsifitas orang tua terhadap kebutuhan anak.

3. Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dengan anak.

4. Menunjukan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak.

5. Peka terhadap kebutuhan emosional anak.

Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola asuh terbagi

beberapa aspek, yaitu:

a. Warmth

Orang tua menunjukkan kasih sayang kepada anak, adanya keterlibatan

emosi antara orang tua dan anak serta menyediakan waktu bersama anak.

Orang tua membantu anak untuk mengidentifikasi dan membedakan situasi

ketika memberikan atau mengajarkan perilaku yang tepat.

b. Control

Orang tua menerapkan cara berdisiplin kepada anak, memberikan

beberapa tuntutan atau aturan serta mengontrol aktifitas anak, menyediakan

beberapa standar yang dijalankan atau dilakukan secara konsisten,

berkomunikasi satu arah dan percaya bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh

kedisiplinan.

c. Communication
Orang tua menjelaskan kepada anak mengenai standar atau aturan serta

pemberian reward atau punish yang dilakukan kepada anak. Orang tua juga

mendorong anak untuk bertanya jika anak tidak memahami atau setuju dengan

standar atau aturan tersebut

3. Jenis-Jenis Pola Asuh Orang Tua

Baumrind (1991) mengemukakan 3 (tiga) macam pola pengasuhan orangtua yakni

: authoritarian (otoriter), authoritative (demokratis), permissive (permisif). Ketiga

pola pengasuhan tersebut memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri dan masing-masing

memberikan efek yang berbeda terhadap tingkah laku anak.

1. Authoritarian (otoriter)

Pola pengasuhan otoriter merupakan suatu bentuk pengasuhan orangtua yang

pada umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan anaknya. Orangtua

yang berpola otoriter menekankan adanya kepatuhan seorang anak terhadap peraturan

yang mereka buat tanpa banyak basa-basi, tanpa penjelasan kepada anaknya

mengenai sebab dan tujuan diberlakukannya peraturan tersebut, cenderung

menghukum anaknya yang melanggar peraturan atau menyalahi norma yang berlaku.

Orang tua yang demikian yakin bahwa cara yang keras merupakan cara yang terbaik

dalam mendidik anaknya. Selain itu, orang tua sulit menerima pandangan anaknya

dan orangtua tidak mau memberi kesempatan kepada anaknya untuk mengatur diri

mereka sendiri, serta selalu mengharapkan anaknya untuk mematuhi semua


keinginannya. Orang tua yang berpola otoriter menyakini bahwa anaknya akan

menerima dengan baik setiap perkataan atau setiap perintah orang tuanya dan setiap

anak harus melaksanakan tingkah laku yang dipandang baik oleh orang tuanya. Orang

tua akan mencoba mengontrol anak dengan peraturan-peraturan yang mereka

tetapkan dan selalu memberi perintah tanpa mau memberikan penjelasan. Orang tua

selalu menuntut, kurang memberikan kebebasan pada anaknya, dan seringkali gagal

memberikan kehangatan kepada anaknya.

Orang tua yang berpola otoriter selalu berusaha mengarahkan, menentukan

dan menilai tingkah laku serta sikap anaknya sesuai dengan standar peraturan yang

ditetapkannya sendiri. Standar yang dimaksud biasanya didasarkan pada standar yang

mutlak seperti nilai-nilai ajaran dan norma-norma agama, sehingga menutup

kemungkinan bagi anaknya untuk dapat membantah orang tuanya.

Pola pengasuhan orangtua yang demikian sangat berpotensi menimbulkan

konflik dan perlawanan seorang anak, terutama saat anak sudah menginjak masa

remaja, atau sebaliknya akan menimbulkan sikap ketergantungan seorang anak

terhadap orang tuanya . Pola pengasuhan ini menyebabkan remaja akan kehilangan

aktivitas kreatifnya dan akan tumbuh menjadi anak yang tidak efektif dalam

kehidupan dan interaksinya dengan lingkungan sosial (Santrock, 2003).

Seorang anak yang dibesarkan dengan pola pengasuhan ini cenderung akan

mengucilkan dirinya dan kurang berani dalam menghadapi tantangan tugas dan tidak
merasa bahagia. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga atau

orangtua dengan pola pengasuhan otoriter cenderung menunjukkan sikap yang patuh

dan akan menyesuaikan dirinya pada standar-standar tingkah laku yang sudah

diterapkan oleh orang tuanya, namun dibalik itu sesungguhnya mereka merasa

menderita dengan kehilangan rasa percaya diri dan pada umumnya lebih tertekan dan

lebih menderita dibandingkan kelompok teman sebayanya.

Sikap-sikap remaja yang demikian akhirnya akan menyebabkan anak

cenderung untuk selalu tergantung pada orang tuanya, cenderung kurang mampu

mengambil keputusan untuk dirinya sendiri, serta cenderung tidak mampu untuk

bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya. Hal ini disebabkan karena

semuanya disandarkan pada aturan dan kehendak orangtunya. Semua itu

menunjukkan bahwa seorang anak yang berada dalam asuhan orangtua yang otoriter

akan tumbuh menjadi anak yang tidak mandiri dalam hidupnya kelak.

2. Authoritative (demokratis)

Bentuk perlakuan orangtua saat berinteraksi dengan anaknya dengan cara

melibatkan anak dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan

diri anaknya merupakan pola pengasuhan demokratis. Orangtua yang demokratis

bersikap terbuka, fleksibel dan memberikan kesempatan kepada anaknya untuk dapat

tumbuh dan berkembang dengan peraturan yang rasional.


Menyebabkan orangtua mempunyai hubungan yang dekat dengan anak-

anaknya dan selalu mendorong anaknya untuk ikut terlibat dalam peraturan dan

melaksanakan peraturan tersebut.

Orangtua yang memiliki pola pengasuhan demokratis bertingkah laku hangat

tetapi tetap tegas. Mereka menerapkan seperangkat standar untuk mengatur anak-

anaknya, tetapi sekaligus berusaha membangun harapan-harapan yang disesuaikan

dengan pertumbuhan dan perkembangan, serta kemampuan dan kebutuhan anak-

anaknya. Orangtua juga menunjukkan kasih sayang, mau mendengarkan dengan sabar

pandangan anak-anaknya, dan mendukung keterlibatan anaknya dalam membuat

keputusan di dalam keluarga. Kebiasaan-kebiasaan demokrasi, saling menghargai dan

menghormati hak-hak orangtua dan anak-anaknya ditanamkan dalam keluarga yang

demokratis.

Dalam keluarga yang demokratis, keputusan-keputusan yang penting akan

diputuskan secara bersama-sama walaupun keputusan akhir seringkali berada di

tangan orangtua. Anak-anak diberikan kesempatan untuk memberikan alasan

mengapa mereka ingin memutuskan atau akan melakukan sesuatu. Apabila alasan-

alasan itu masuk akal dan dapat diterima, maka orangtua yang demokratis akan

memberikan dukungan. Tetapi jika orangtua tidak menerima, maka orangtua akan

menjelaskan alasannya mengapa dirinya tidak menerima keputusan anaknya tersebut.

Pola interaksi yang demikian akan memberikan kesempatan kepada orangtua dan
anak untuk memahami pandangan orang lain yang pada akhirnya dapat mengantar

pada suatu keputusan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak (Santrock, 2003).

Orang tua yang demokratis selalu berusaha menanamkan nilai-nilai

kemandirian dan pengendalian diri yang tinggi pada anak-anaknya, sekaligus tetap

bertanggung jawab penuh terhadap tingkah laku anak-anaknya. Kebiasaan yang

rasional, berorientasi pada masalah, terlibat dalam perbincangan dan penjelasan

dengan anak-anak, dan memegang teguh tingkah laku yang disiplin selalu ditanamkan

oleh orangtua yang menerapkan pola pengasuhan demokratis. Dalam mengatur

hubungan diantara anggota keluarganya, orangtua yang demokratis akan

menggunakan otoritasnya namun mengekspresikannya melalui bimbingan yang

disertai dengan pengertian dan kasih sayang. Anak-anaknya akan didorong untuk

dapat melepaskan diri (selfdetach) secara berangsur-angsur dari ketergantungan

terhadap keluarga.

Santrock (2003) berpendapat bahwa kualitas pola interaksi dan pola pengasuhan

orangtua yang demokratis akan memunculkan keberanian, motivasi, dan kemandirian

anak-anaknya dalam mengahdapi masa depannya. Pola pengasuhan seperti ini dapat

mendorong tumbuhnya kemampuan sosial, meningkatkan rasa percaya diri, dan

tanggung jawab sosial pada seorang anak. Anak-anak yang hidup dalam keluarga

yang demokratis akan menjalani kehidupannya dengan rasa penuh semangat dan

bahagia, percaya diri, dan memiliki pengendalian diri dalam mengelola emosinya

sehingga tidak akan bertindak anarkis. Mereka juga akan memiliki kemandirian yang
tinggi, mampu menjalin persahabatan dan kerja sama yang baik, dan memiliki

kematangan sosial dalam berinteraksi dengan keluarga dan lingkungannya.

3. Permissive (permisif)

Pola-pola perlakuan orangtua saat berinteraksi dengan anaknya dengan

memberikan kelonggaran atau kebebasan kepada anaknya tanpa. Orang tua yang

permisif akan memberikan kebebasan penuh kepada anak-anaknya untuk bertindak

sesuai dengan keinginan anaknya. Orang tua membuat sebuah peraturan tertentu

namun anak-anaknya tidak menyetujui atau tidak mematuhinya, maka orang tua yang

permisif cenderung akan bersikap mengalah dan akan mengikuti kemauan anak-

anaknya, ketika anak-anaknya melanggar suatu peraturan di dalam keluarga, orang

tua dengan pola pengasuhan permisif jarang menghukum anak-anaknya, bahkan

cenderung berusaha untuk mencari pembenaran terhadap tingkah laku anaknya yang

melanggar suatu peraturan tersebut. Orang tua yang seperti demikian umumnya

membiarkan anaknya untuk menentukan tingkah lakunya sendiri. Mereka tidak

menggunakan kekuasaan atau wewenangnya sebagai orangtua dengan tegas saat

mengasuh dan membesarkan anaknya atau bahkan tanpa menggunakan kontrol

terhadap anak remajanya dan lemah dalam cara-cara mendisiplinkan anak remajanya.

Pola pengasuhan demikian dipilih oleh orangtua yang permisif karena mereka

menganggap bahwa anak harus memiliki kebebasannya sendiri secara luas, bukan

harus dikontrol oleh orang dewasa. Orang tua yang permisif bersikap lunak, lemah,

dan pasif dalam persoalan disiplin. Mereka cenderung tidak menempatkan tuntutan-
tuntutan pada tingkah laku anaknya, dan memberikan kebebasan yang lebih tinggi

untuk bertindak sesuai dengan kehendak anak. Kontrol atau pengendalian yang ketat

terhadap anaknya menurut pandangan orangtua yang permisif adalah sebuah

pelanggaran terhadap kebebasan yang dapat menganggu perkembangan seorang anak.

Menurut Baumrind anak yang berada dalam pengasuhan orang tua yang

permisif sangat tidak matang dalam berbagai aspek psikososial. Mereka sulit

mengendalikan desakan hati (impulsive), tidak patuh dan menentang apabila diminta

untuk mengerjakan sesuatu yang bertentangan dengan keinginan-keinginan sesaatnya.

Mereka juga terlalu menuntut, sangat tergantung pada orang lain, kurang gigih dalam

mengerjakan tugas-tugas dan tidak tekun dalam belajar di sekolah. Tingkah laku

sosial anak kurang matang, kadang-kadang menunjukkan tingkah laku agresif,

pengendalian dirinya amat buruk, tidak mampu mengarahkan diri dan tidak

bertanggungjawab (Santrock, 2003).

Meskipun di satu sisi pola pengasuhan yang permisif dapat memberikan anak

kebebasan untuk bertingkah laku, namun di sisi lain tidak selalu dapat meningkatkan

tingkah laku bertanggungjawab. Anak yang mendapatkan kebebasan tanpa adanya

pembatasan yang jelas cenderung bersifat suka menang sendiri dan mengutamakan

kepentingan dirinya sendiri kurangnya bimbingan dan pengarahan dari orangtua

menyebabkan mereka merasa tidak aman, tidak punya orientasi, dan penuh keraguan.

Jika anak menafsirkan bahwa kelonggaran pengawasan dari orangtua mereka sebagai

bentuk dari tidak adanya perhatian atau penolakan terhadap diri mereka, maka
mereka akan menyalahkan orangmtuanya sebab dipandang telah lalai

memperingatkan dan menuntun mereka .

Remaja dari orangtua yang memiliki pola pengasuhan permisif tidak

terlibat,ketika mereka tumbuh menjadi remaja, biasanya sering mencari pelarian dari

rasa kesepiannya dengan cara mencari penerimaan dari orang lain. Akibatnya mereka

seringkali terlibat dalam masalah-masalah perilaku dibandingkan dengan anak yang

memiliki orangtua dengan pola pengasuhan demokratis. Masalah perilaku tersebut

misalnya seks bebas, penggunaan obat-obatan terlarang, maupun berbagai bentuk

kenakalan remaja lainnya sebagai salah satu cara atau bentuk mereka dalam mencari

penerimaan dari orang lain. Secara emosi, remaja yang seperti ini mudah sekali

mengalami depresi dan sering merasa ditolak. Dalam banyak kejadian, mereka

tumbuh dengan perasaan ingin melawan, menentang, dan rasa marah yang bergejolak

kepada orangtuanya karena merasa telah diabaikan dan dikucilkan. Mereka akan

mempunyai harga diri yang rendah, tidak punya kontrol diri yang baik, kemampuan

sosialnya buruk, dan merasa bukan bagian yang penting untuk orangtuanya. Bukan

tidak mungkin serangkaian dampak buruk ini akan terbawa sampai ia dewasa. Tidak

tertutup kemungkinan pula anak akan melakukan hal yang sama terhadap anaknya

kelak.

Menurut Elizabet B. Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang khas dalam

mengasuh anaknya, antara lain (Hurlock, 1990:204):


1. Melindungi secara berlebihan. Perlindungan orang tua yang berlebihan

mencakup pengasuhan dan pengendalian anak yang berlebihan.

2. Permisivitas. Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan anak

berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.

3. Memanjakan. Permisivitas yang berlebih-memanjakan membuat anak egois,

menuntut dan sering tiranik.

4. Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan kesejahteraan

anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak dan sikap bermusuhan

yang terbuka.

5. Penerimaan. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan kasih

sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan perkembangan

kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.

6. Dominasi. Anak yang didominasi oleh salah satu atau kedua orang tua bersifat

jujur, sopan dan berhati-hati tetapi cenderung malu, patuh dan mudah

dipengaruhi orang lain, mengalah dan sangat sensitif.

7. Tunduk pada anak. Orang tua yang tunduk pada anaknya membiarkan anak

mendominasi mereka dan rumah mereka.

8. Favoritisme. Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai semua anak

dengan sama rata, kebanyakan orang tua mempunyai favorit. Hal ini membuat
mereka lebih menuruti dan mencintai anak favoritnya dari pada anak lain

dalam keluarga

9. Ambisi orang tua. Hampir semua orang tua mempunyai ambisi bagi anak

mereka seringkali sangat tinggi sehingga tidak realistis. Ambisi ini sering

dipengaruhi oleh ambisi orang tua yang tidak tercapai dan hasrat orang tua

supaya anak mereka naik di tangga status sosial.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh

Hurlock mengemukakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi orangtua

dalam memilih pola asuh, yaitu :

1. Hereditas

Hereditas atau keturunan merupakan aspek individu yang bersifat bawaan dan

memiliki potensi untuk berkembang. Hereditas merupakan faktor pertama yang

mempengaruhi perkembangan individu. Dalam hal ini hereditas diartikan sebagai

totalitas karakteristik individu yang diwariskan orang tua kepada anak, atau segala

potensi baik fisik maupun psikis yang dimiliki individu sejak masa konsepsi

(pembuahan ovum oleh sperma) sebagai pewarisan dari pihak orang tua melalui gen –

gen (Yusuf, 2010). Adapun yang diturunkan orangtua kepada anaknya adalah sifat

strukturnya bukan tingkah laku yang diperoleh sebagai hasil belajar atau pengalaman

(Yusuf 2010).
2. Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai atau

tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan memungkinkan

tercapainya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang baik akan

menghambatnya (Soetjiningsih, 1999)

3. Pola Asuh Orang tua

Anak dilahirkan belum bersifat sosial, sehingga dia belum memiliki

kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Oleh karena itu anak harus belajar

tentang cara – cara berinteraksi dan menyesuaikan diri dengan orang lain.

Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman

berinteraksi dengan orang – orang dilingkungannya terutama lingkungan keluarga

karena dalam keluargalah anak mendapat pengalaman sosial yang pertama (Yusuf

2006).

4. Kesamaan pola asuh masa lalu orang tua

Bila orangtua merasa bahwa orangtua mereka berhasil mendidik mereka

dangan baik, mereka akan menggunakan teknik yang serupa dalam menddidik

anaknya. Jika mereka merasa teknik yang digunakan orangtua mereka salah, maka

biasanya mereka beralih ke teknik yang berlawanan.


5. Usia orang tua

Orang tua yang usianya lebih muda cenderung lebih demokratis

(Authoritative) dibandingkan dengan orang tua yang lebih tua. Semakin kecil

perbedaan usia antara orang tua dan anak, maka semakin kecil pula perbedaan dan

perubahan budaya dalam kehidupan mereka sehingga akan membuat orang tua lebih

memahami tentang anaknya.

6. Pelatihan bagi orangtua

Orangtua yang telah mengikuti pelatihan mengenai pengasuh anak,lebih

mengerti tentang anak – anak dan kebutuhannya. Kebanyakan orangtua menggunakan

pola asuh yang demokratis dibandingkan orangtua yang tidak mendapat pelatihan.

7. Jenis kelamin orang tua

Perempuan (ibu) pada umumnya lebih mengerti tentang anak dan

kebutuhannya, maka mereka cenderung kurang Authoritarian.

8. Status sosial ekonomi

Orangtua kelas ekonomi kebawah cenderung lebih keras, memaksa, dan

kurang toleran dibandingkan orangtua dari kelas atas, tetapi mereka lebih konsisten.
9. Pengetahuan (Intelektual)

Orangtua yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah cenderung

lebih Neglectful, dibandingkan orangtua yang mempunyai tingkat pengetahuan yang

tinggi, Semakin tinggi tingkat pengetahuan orangtua tentang pengetahuan pola asuh

anak, maka semakin tinggi pula cara orangtua memahami tentang anaknya(Yusuf,

2006).

10. Konsep mengenai peran orangtua

Orangtua yang memiliki konsep tradisional mengenai peran orangtua,

cenderung lebih Authoritarian dibandingkan orangtua yang telah menganut konsep

modern.

11. Jenis kelamin anak

Orangtua pada umumnya lebih keras terhadap anak perempuan

dibandingkan terhadap anak laki – laki

12. Usia anak

Pola asuh Authoritarian lebih banya digunakan untuk mendidik anak pada

usia lebih anak – anak. Kebanyakan orang tua merasa bahwa anak – anak tidak dapat

mengerti terhadap penjelasan orang tua, sehingga orangtua memusatkan perhatiannya

pada pengendalian Authoritarian.


13. Situasi

Seorang anak yang mengalami ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diberi

hukuman oleh orangtua, sedangkan yang sikap anak yang menentang, negativisme

dan agresi kemungkinan lebih mendorong pada pengendalian yang Authoritarian.

14. Pendidikan orang tua

Dari berbagai hal penelitian ditemukan bahwa orang tua yang bersikap

demokratis dan memiliki pandangan mengenai persamaan hak orang tua dan anak

cenderung berkepribadian tinggi. Orang tua yang berlatar belakang pendidikan yang

tinggi dalam praktek pola asuhnya terlihat dengan sering membaca artikel ataupun

mengikuti kemajuan pengetahuan mengenai perkembangan anak. Dalam mengasuh

anaknya mereka menjadi lebih siap dalam memiliki latar belakang pengetahuan yang

luas, sedangkan orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan rendah memiliki

pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai perkembangan kebutuhan anak,

kurang menunjukkan pengertian dan cenderung mendominasi anak.

D. TINJAUN EMPIRIS

1. Raja pieba aguma Dkk, (2018), mahasiswa universitas Riau program

studi ilmu keperawatan yang berjudul “Hubungan pola asuh orang tua

dengan perilaku seksual remaja di SMA TRI BAKTI PEKANBARU”

penelitian ini menggunakan rancangan analitik observasional dengan

pendekatan cross sectional. Metode pengumpulan data menggunakan


kuesioner. Berdasarkan hasil penelitian, pola asuh orang tua terbanyak

adalah pola asuh demokratis 66 orang (37,3%). Perilaku seksual remaja

sebagian besar adalah perilaku seksual beresiko 99 orang (55,9%).

Berdasarkan hasil uji statistic dapat di simpulkan ada hubungan pola

asuh orang tua dengan perilaku seksual remaja (p=0,001).

2. Frilen suwuh, Dkk (2017) mahasiswa keperawatan universitas sam

ratulangi, penelitian yang berjudul “Hubungan penggunaan Smartphone

Dengan Perilaku Seksual Remaja di SMAN 2 LANGOWAN

KECAMATAN LANGOWAN UTARA ” dengan metode penelitian

kuantitatif dengan memilih studi obserrvasional analitik dan

menggunakan pendekatan penelitian cross sectional. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa remaja di SMAN 2 Langowan kecamatan

langowan utara lebih banyak penggunaan smartphone dengan kategori

tinggi, Remaja di SMAN 2 Langowan kecamatan langowan utara lebih

banyak memiliki perilaku seksual yang tidak baik, ada hubungan

penggunaan smartphone dengan perilaku seksual remaja di SMAN 2

Langowan kecamatan langowan utara.

3. Santalia pandensolang (2019), mahasiswa keperawatan universitas

samratulangi dengan judul penelitian “Hubungan pola asuh orang tua

dengan perilaku seksual pada rema ja di SMAN 1 BEO KEPULAUAN

TALAUD” dengan metode deskriptif kuantitatif rancangan cross


sectional. Hasil penelitian menunjukan pola asuh yang paling banyak di

terapkan adalah pola asuh demokratis, sebagian besar responden

memiliki perilaku seksual tidak beresiko, Ada hubungan pola asuh orang

tua dengan perilaku seksual pada remaja di SMAN 1 Beo kepulauan

talaud.

4. Niken Musriyati (2017), mahasiwa keperawatan stikes aisyiyah

Surakarta dengan judul penelitian “Hasil Analisis Akses Pornografi

Melalui Gadget Dengan Perilaku Seks Remaja Kelas X Di SMK

Wikarya Karanganyar” dengan metode Penelitian observasional Analitik

dengan rancangan crosss sectional. Berdasarkan hasil penelitian yang

telah di lakukan bahwa presentase akses pornografi melalui gadget yang

di gunakan remaja kelas x SMK Wikarya karangayar dalam kategori

rendah, perilaku seksual remaja kelas X SMK Wikarya karangayar

sebagian besar responden dengan perilaku negative, terdapat hubungan

yang signifikan antara akses pornografi melalui gadget dengan perilaku

seksual remaja kelas X Di SMK Wikarya karangayar

5. Lora marlita, Dkk (2019), mahasiswa keperawatan universitas

abdurrab, dengan judul penelitian “Hubungan Pola Asuh Orang Tua

Dengan Perilaku Seksual Remaja Di Smk Tekonologi Migas Pekan

Baru”. Metode penelitian kuantitaf dengan desain cross sectional. Hasil

penelitian menunjukan rata-rata pola asuh orang tua adalah demokrasi.


Hasil penelitian menunjukan responden yang pernah melakukan perilaku

seksual 16 responden (14,3%), sedangkan responden yang tidak pernah

melakukan perilaku seksual 96 responden (85,7%). Dari hasil penelitian

menunjukan rata-rata skor responden yang tidak pernah melakukan

perilaku seksual. Hasil penelitian ini menunjukan tidak ada hubungan

pola asuh orang tua dengan perilaku seksual pada remaja di SMK

Teknologi Migas Pekanbaru dengan di peroleh nila p= 0,204 > 0,05

6. Irwina angelia silvanasari (2018), mahasiswa keperawatan stikes dr.

soebandi, dengan judul penelitian “penggunaan smartphone dan peran

orang tua berhubungan dengan perilaku pacaran berisiko pada remaja”.

Dengan metode observasional analitik dengan menggunakan metode

pendekatan waktu cross sectional. Hasil penelitian menunjukan bahwa

remaja dengan informasi mencari 5-6 kali/ hari (OR= 7,010; 95% CI=

2,072-23,710) Dan mencari informasi 2-4 kali/ hari (OR= 4,853; 95%

CI=2,013-11,696) Cenderung memiliki perilaku kencan berisiko

daripada remaja dengan pencarian informasi > 6 kali/hari. Remaja

dengan pencarian hiburan >6 kali/hari (OR=2,497;95% CI=1,007-

6,190) cenderung memiliki pacaran beresiko dibandingkan dengan

remaja yang mencari hiburan <4 kali/hari. Remaja dengan peran orang

tua yang buruk (OR= 2,913; 95% CI= 1,294-6,554) cenderung memiliki
perilaku berpacaran berisiko di bandingkan dengan remaja dengan

peran orang tua yang baik.

7. Titin ungsianik dan Tri yuliati (2017), mahasiswa keperawatan

universitas Indonesia, dengan judul penelitian “pola asuh orang tua

berhubungan dengan perilaku seksual berisiko pada remaja binaan

rumah singgah ”. dengan metode Deskriptif korelatif pendekatan cross

sectional. Hasil penelitian menunjukan ada hubungan antara pola asuh

dengan perilaku seksual berisiko remaja (p< 0,05).

8. Rachmaniar,Dkk (2018), mahasiswa ilmu komunikasi universitas

padjajaran, judul penelitian “perilaku penggunaan smartphone dan akses

pornografi dikalangan remaja perempuan” dengan metode deskriptif

kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para siswi SMP mulai

memilki perangkat seluler biasa sejak mereka masih duduk di Sekolah

dasar (SD). Setelah mereka menggunakan smartphone ketika SMP,

mereka pun secara tidak sengaja terpapar oleh konten pornografi. Hal ini

memperlihatkan bagaimana perangkat teknologi yang lebih canggih

berpotensi membuka akses terhadap konten pornografi.

9. Linda amalia (2019), mahasiswa keperawatan universitas pendidikan

indonesia, dengan judul penelitian “Hubungan pola asuh orang tua

dengan perilaku seksual remaja akademi keperawatan” dengan metode


penelitian analisis deskriptif komparatif dengan pendekatan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Terdapat korelasi antara pola asuh

orang tua otoriter, demokrasi, dan memanjakan(permisif) dengan

perilaku seksual remaja mahasiswa AKPER pemkab cianjur dengan

nilai P< 0,05, sedangkan untuk pola asuh mengabaikan di peroleh hasil

P Value > 0,05 yang berarti tidak ada hubungan. Untuk korelasi

karakteristik remaja degan perilaku seksual remaja hasil penelitian

menunjukan tidak ada hubungan dengan nilai P value > 0,05.

10. Nur alfiyah, Dkk (2017), mahasiswa keperawatan universitas padjajaran,

dengan judul penelitian “gambaran factor-faktor yang berhubungan

dengan perilaku seksual pranikah pada remaja di SMPN 1 Solokanjeruk

kabupaten bandung”. Menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil

penelitian menunjukkan ada hubungan antara norma kelluarga (value:

0,000) dan penggunaan smartphone value: 0,000 dengan perilaku

seksual pranikah.
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran

Remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan

masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan social emosional.

Masa remaja di awali terjadinya perubahan-perubahan fisik dan perubahan fisiologis.

Perubahan ini menyebabkan daya tarik terhadap lawan jenis yang merupakan akibat

timbulnya dorongan-dorongan seksual.

Perilaku seksual saat ini marak dilakukan oleh kaum remaja. Perilaku seksual

adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan

jenis maupun sesame jenis. Perilaku seksual remaja saat ini mengarah kepada

pergaulan bebas, mulai dari berpegangan tangan hingga bersenggama. Dampak

perilaku seksual remaja yang negative seperti penyakit menular seksual, kehamilan

tidak di inginkan, aborsi, trauma kejiwaan, dan stigma masyarakat.

Ketertarikan remaja dalam mencoba hal-hal baru yang didukung oleh fitur

canggih dari gadget ini., arus perkembangan teknologi begitu pesat dengan

meningkatnya kebutuhan informasi yang saat ini menjadi trend yaitu gadget.

Penyalahgunaan fungsi dari gadget yang dilakukan oleh remaja kepada sesuatu yang

menyimpang seperti melihat media pornografi karena tidak sengaja. Dengan adanya

gadget akses pertemanan terbuka lebar dan akses konten-konten berbau pornografi-

pun mudah di dapat sehingga dapat menyebabkan perilaku menyimpang pada remaja.
Selain penggunaan gadget, kurangnya perhatian orang tua menjadi salah satu

factor yang mempengaruhi remaja terjerumus dalam pergaulan bebas, pola

pengasuhan orang tua sangat berperan penting dalam mendidik dan membimbing

anak remaja. pola asuh merupakan cara-cara pengasuhan yang di berikan orang tua

kepada remaja dalam proses membimbing dan mendidik remaja. Pola asuh itu sendiri

terdiri dari tiga yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh permisif.

Dimana ketiga pola asuh ini mempengaruhi sikap dan perilaku remaja menghadapi

masa remajanya yang emosional.

B. Kerangka konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu:

Variable bebas variabel terikat

Penggunaan gadget
Perilaku seksual remaja

Pola asuh orang tua

Keterangan :

: Variabel bebas: penggunaan gadget, pola asuh


orang tua remaja

: Hubungan Antara variabel yang di teliti

: Variabel terikat : perilaku seksual remaja

Gambar 3.1 : Bagan Kerangka konsep penelitian


C. Variabel penelitian

Variabel yang di teliti pada penelitian ini meliputi :

1. Variabel independent (Bebas)

Variabel independent adalah variabel yang nilainya mempengaruhi

variabel dependent (Notoatmodjo, 2010), variabel bebas pada penelitian

ini adalah penggunaan gadget dan pola asuh orang tua

2. variabel dependent (terikat)

variabel dependent adalah variabel yang nilainya di pengaruhi varaiabel

independent, (Notoatmodjo, 2010), variabel terikat pada penelitian ini adalah

yaitu perilaku seksual remaja bebas pada siswa kelas 10 dan 11 Di SMAN 1

TALAGA RAYA.

D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

Definisi operasional adalah deferensi yang membatasi ruang lingkup

atau pengertian variabel-variabel yang di amati oleh peneliti

(Notoatmodjo,2010). Definisi operasional dalam penelitian ini yaitu :

1. Penggunaan gadget

Penggunaan gadget untuk mengakses internet dan aplikasi didalamnya.

Durasi penggunaan gadget adalah 1,5 jam/ hari, pemanfaatan aplikasi


yang sering digunakan facebook, instagram, whatsapp, twitter, line,

youtube. Menggunakan kuesioner berupa pertanyaan tentang penilaian

terhadap penggunaa gadget.

Kriteria obyektif:

b. 2: tingkat penggunaan gadget rendah jika jawaban X < 60

c. 1: tingkat penggunaan gadget sedang jika 60≤ X < 90

d. 0: Tingkat penggunaan gadget tinggi jika X≥ 90

2. Pola asuh orang tua

Pola asuh orang tua adalah seluruh cara maupun sikap orang tua yang

dilakukan dalam hal mengasuh dan mendidik anak berupa komunikasi,

control, perhatian, waktu, yang berdampak pada perilaku seksual pada

remaja. Menggunakan kuesioner dengan skala likert 30 pernyataan dengan

4 pilihan jawaban, dengan nilai 1= tidak pernah, 2 = jarang terjadi, 3=

sering terjadi , dan 4= selalu terjadi. Dimana akan diperoleh skor terendah

yaitu 30 dari skor tertinggi 120

Kriteria obyektif:

a. demokrasi: bila responden menjawab pertanyaan yang benar dengan

skor 90-120
b. otoriter: bila responden menjawab pertanyaan yang benar dengan

skor 61-89

c. permissive: bila responden menjawab pertanyaan yang benar dengan

skor 30-60

3. perilaku seksual remaja

Perilaku seksual adalah segala bentuk perilaku yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap dan perilaku yang berhubungan dengan

perilaku seksual remaja, perilaku seksual yang meliputi: perilaku seksual

yang dilakukan sendiri (masturbasi atau onani, fantasi seksual, dan melihat

gambar porno) dan perilaku seksual yang dilakukan dengan orang lain

(bersenntuhan dan berpengangan tangan, berpelukan, kissing, necking,

petting, intercourse). Menggunakan Kuesioner berupa pertanyaan

tentang penilaian terhadap perilaku seksual remaja.

Kriteria obyektif:

a. 1: jika X ≥ 43,57 = beresiko

b. 0: Jika X < 43,57 tidak beresiko


E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang di ajukan dalam penelitian ini adalah yaitu:

1. penggunaan gadget

Ho :Tidak ada hubungan antara penggunaan gadget terhadap perilaku

seksual remaja pada siswa kelas 10 dan 11 di SMA NEGERI 1

TALAGA RAYA

Ha :Ada hubungan antara penggunaan gadget dan terhadap perilaku

seksual remaja pada siswa kelas 10 dan 11 di SMA NEGERI 1

TALAGA RAYA

2. pola asuh orang tua

Ho :Tidak ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap perilaku

seksual remaja pada siswa kelas 10 dan 11 di SMA NEGERI 1

TALAGA RAYA

Ha Ada hubungan antara pola asuh orang tua terhadap perilaku seksual

remaja pada siswa kelas 10 dan 11 di SMA NEGERI 1 TALAGA

RAYA
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Desain penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

observasional analitik (kuantitatif) dengan menggunakan pendekatan cross

sectional. Pendekatan cross sectional merupakan suatu pendekatan yang

mempelajari hubungan antara factor penyebab dan factor efek (dependen),

dimana melakukan pengukuran variabel sekali dan sekaligus pada waktu yang

sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hubungan

antara penggunaan gadget dan pola asuh orang tua terhadap perilaku seks bebas

pada siswa kelas 10 dan 11 di SMA NEGERI 1 TALAGA RAYA

Rancangan desain penelitian cross sectional:

Populasi/ sampel

Faktor resiko (+) Faktor resiko (-)

Efek (+) Efek (-) Efek (+) Efek (-)

Gambar 4.1 bagan desain cross sectional


B. Tempat dan waktu penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMA Negeri 1 Talaga Raya,

Kabupaten Buton Tengah.

2. Waktu penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April -– Mei- juni 2020.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi

dalam penelitian adalah semua pelajar kelas 10 dan 11 di SMAN 1 Talaga

Raya sebanyak 295 siswa, kelas 10 (154), kelas 11 (141).

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti (Arikunto,

2006). Sedangkan sampel penelitian adalah sebagian di ambil dari

keseluruhan objek yang di teliti dan di anggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas 10

dan 11 di SMAN 1 TALAGA RAYA yang terpilih menjadi responden.

Teknik sampling yang digunakan adalah probability sampling dengan


teknik multistage random sampling yaitu pengambilan secara acak yang

pelaksanaanya dilakukan dengan membagi populasi menjadi beberapa

fraksi kemudian di ambil sampelnya (budiarto, 2001). Peneliti

menggunakan rumus Slovin untuk menentukan besar sampel.

N
Keterangan:

n= n : jumlah anggota sampel


N : Jumlah populasi
2
N.d + 1 d : (presisi 5% atau 0,05)

n=

N.d2 + 1

295

n=

295 × (0,05)2+ 1

295

n=

1,74

N = 170 siswa
Jumlah sampel yang di dapatkan adalah 170 siswa. Peneliti melakukan

teknik undian untuk membagi secara rata setiap jenjang kelas. Sehingga

mendapatkan perwakilan dari tiap jenjang kelas, Berikut adalah jumlah

sampel dari tiap jenjang kelas :

Keterangan:

Ni × n ni : jumlah sampel tiap kelas


Ni : Jumlah populasi tiap kelas
ni = n: jumlah sampel
N: jumlah populasi SMAN 1 Talaga raya
N

Kelas Populasi per Kelas Jumlah Sampel per Kelas


X X MIPA 1 30 17
XMIPA 2 30 17
X MIPA 3 29 17
X IPS 1 33 19
X IPS 2 32 19
Jumlah 154 89
XI X MIPA 1 30 17
XMIPA 2 29 17
X MIPA 3 30 17
X IPS 1 26 15
X IPS 2 26 15
Jumlah 141 81
Total 295 170

Kriteria sampel penelitian :


1. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target yang terjangkau yang akan di teliti

(Notoatmodjo,2010). Kriteria inklusi di dalam penelitian ini adalah

a) siswa siswi kelas 10 dan 11 di SMAN 1 TALAGA RAYA

b) Responden memiliki gadget

c) remaja yang memiliki teman dekat atau pacar atau pernah

berpacaran sebelumnya

d) tinggal bersama orang tua

e) bersedia menjadi responden

2. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan

subyek yang tidak memenuhi criteria inklusi karena berbagai sebab

sehingga tidak dapat menjadi responden penelitian

(Notoatmodjo,2010). Criteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

a) peserta tidak berada di tempat saat penelitian karena sakit, ijin,

atau alpa.

b) Tidak lengkap dalam mengisi seluruh kuesioner, misalnya karena

sakit.

c) Tinggal bersama nenek


D. Pengumpulan data

1. Sumber data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan

sendiri oleh peneliti dari responden selama penelitian.

Data primer diperoleh menggunakan kuesioner terhadap responden

yang berisi pertanyaan tentang penggunaan gadget dan pola asuh

orang tua remaja dan perilaku seks bebas pada siswa kelas 10 dan 11

di SMAN 1 TALAGA RAYA.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh peneliti dari orang

lain yang dalam penelitian ini berasal dari instansi-instansi kesehatan

atau sekolah

2. Instrument penelitian

Menurut suharsimi arikunto (2006) bahwa metode penelitian

adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data

penelitiannya, sedangkan instrument penelitian adalah alat atau

fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaanya lebih mudah, dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih
cermat lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.

Instrument penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah alat

tulis menulis, kamera, daftar pertanyaan (kuesioner) yang telah di uji

validitasnya dan reliabilitasnya. Kuesioner yang digunakan pada

penelitian ini adalah dibagi menjadi 3 bagian :

1) Kuesioner penggunaan gadget

Kuesioner penggunaan gadget dari Darnoto yang terdiri dari 30

pertanyaan, hasil uji validitas dan reliabilitas adalah nilai r

untuk kuesioner penggunaan gadget sebesar 0,947. Bila

responden menyatakan jawaban “selalu” mendapat skor 4,

“sering” mendapat skor 3, “jarang” mendapat skor 2, dan

“tidak pernah” mendapat skor 1.

2) Kuesioner pola asuh orang tua

Kuesioner pola asuh orang tua di buat oleh batubara dan sudah

di uji valid yang terdiri dari 30 pertanyaan. Bila responden

menyatakan jawaban “selalu terjadi” mendapat skor 4, “sering

terjadi” mendapat skor 3, “jarang terjadi” mendapat skor 2 dan

“tidak pernah” mendapat skor 1


3) Kuesioner perilaku seksual remaja

Kuesioner perilaku seksual remaja dari dartono terdiri 28 butir

pertanyaan, hasil uji validitas dan reliabilitas adalah nilai r

untuk kuesioner pengetahuan mengenai seksualitas yang

terdiri dari 8 pertanyaan sebesar 0,902 dan hasil uji validitas

dan reliabilitas adalah nilai r untuk kuesioner sikap terhadap

perilaku seksual yang terdiri dari 20 pertanyaan sebesar 0,910.

kuesioner ini digunakan untuk mengetahui perilaku seksual

remaja terdiri dari jawaban responden terhadap pertanyaan

dari kuesioner yang disesuaikan dengan skor. Nilai yang di

kumpulkan dikategorikan menjadi 2 tingkat, baik pada

pengukuran pengetahuan, sikap dan perilaku seksual yaitu

1: jika X ≥ 43,57 = beresiko

0: Jika X < 43,57 tidak beresiko

3. Teknik pengumpulan data

a. Dalam pengumpulan data yang di peroleh dalam penelitian ini,peneliti

menggunakan metode sebagai berikut metode kuesioner yaitu daftar

pertanyaan yang di berikan kepada siswa dengan maksud agar siswa

yang diberi kuesioner tersebut bersedia memberikan respon sesuai

dengan permintaan pengguna Metode kuesioner


E. Pengolahan dan penyajian Data

1) Pengolahan data

Suatu penelitian, pengolahan data merupakan salah satu langkah yang

sangat penting. Hal ini di sebabkan karena data yang diperoleh langsung dari

penelitian masih mentah, belum memberikan informasi apa-apa, dan belum

siap untuk disajikan. Untuk memperoleh penyajian data sebagai hasil yang

berarti dan kesimpulan yang baik, diperlukan pengolahan data (Notoatmodjo,

2012). Dalam hal ini pengolahan data menggunakan komputer akan melalui

tahap-tahap sebagai berikut :

1. Editing

Peneliti melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah

jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan

konsisten.

2. Coding

Pemberian kode yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf

menjadi data angka atau bilangan.

3. Processing
Peneliti memasukan data dari kuesioner ke komputer agar dapat

dianalisis. Processing dilakukan pada analisa univariat dan bivariat

mengunakan computer.

4. Cleaning

Peneliti melakukan pengecekan kembali data dari setiap sumber data

selesai di masukkan, untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode,

ketidak lengkapan. Kemungkinan dilakukan pembetulan atau koreksi.

e. Tabulating

Tabulating yaitu data yang dikelompokan kemudian disajikan dalam

bentuk tabel.

2) Penyajian data

Data yang telah diolah dan di analisa, disajikan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi disertai dengan penjelasan.

F. Analisis Data

Pengelolahan data dilakukan secara manual dengan menggunakan

kalkulator, analisi data meliputi :


1. Analisa univariat

Analisa univariat untuk menganalisis secara deskriptif atau presentase

atau gambaran-gambaran variabel-variabel penelitian.

2. Analisa bivariat

Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

dependent dan independent dengan menggunakan uji statistic Chi square

pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,005), dengan menggunakan rumus

Chi Square Test untuk menguji hipotesis yaitu sebagai berikut :

Keterangan :

X2 : Nilai chi-kuadrat

Fo : Frekuensi observasi (yang diamati)

Fh : Frekuensi harapan (yang diharapkan)

Untuk mendaoatkan nilai Fh digunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan :

n : Total Responden
nbi : Total Frekuensi Baris

nbk : Total Frekuensi Kolom.

Setelah itu nilai X2 hitung dibandingkan dengan tabel pada tingkat

kepercayaan 95% (α = 0,005), dengan derajat kebebasan pada tabel

adalah (b-1) (k-1) dimana b adalah baris dan k adalah kolom.

Dasar pengambilan keputusan untuk melihat hubungan antara

variabel independent dan variabel dependent yaitu sebagai berikut :

a. Jika nilai hitung < x2tabel, maka Ho di terima dan Ha di tolak.

b. Jika nilai hitung > x2 tabel, makan Ha diterima dan Ho di tolak.

G. Etika Penelitian

Etika penelitian yang harus di perhatikan dalam penelitian ini yaitu :

1. Informed consent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan, dengan

memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan

lembar persetujuan untuk menjadi objek penelitian.

Tujuan informed consent adalah agar objek penelitian tahu maksud

dan tujuanpenelitian, mengetahui dampaknya, jika objek penelitian


bersedia maka mereka menandatangani lembar persetujuan serta bersedia

untuk direkam dan jika partisipan tidak bersedia maka peneliti harus

menghormati hak dari mereka.

2. Anonimity (tanpa nama)

Merupakan etika dalam penelitian tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya

menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian

yang disajikan.

3. Kerahasiaan (confidentiality)

Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari

hasil penelitian baik informasi maupun masalah lainnya, semua partisipan

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya

kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Aguma, R, P., Ari, P,D., Dan Darwin, K., 2018, Hubungan pola asuh orang tua
dengan perilaku seksual remaja di SMA TRI BHAKTI PEKANBARU,
Jurnal spirts, Vol. 3 (2)
Alfarista, DA. Hubungan sumber informasi dengan perilaku seksual beresiko remaja
di kecamatan sumber sari kabupaten jember. Artikel ilmiah hasil
penerlitian mahasiswa. 2013
Alfiani, D. A., 2013. Perilaku Seksual Remaja dan Faktor Determinannya di SMA
Se-Kota Semarang. Skripsi. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Semarang
Arifin, Y., 2016, Perilaku seks bebas pada siswa SMA Di Surakart: skripsi.
Surakarta: fakultas psikologi Universitas muhammadiyah Surakarta
Arikunto, S. 2006. Evaluasi pendidikan. Jakarta: Rineka cipta.
Arub, L., 2017, Hubungan pola asuh orang tua dengan perilaku seksual remaja di
SMK Negeri 1 sewon bantul. Skripsi. Yogyakarta: fakultas ilmu kesehatan
universitas aisyiyah yogyakarta
Bangsa, G, P., Hidayat, W., Dan Saleh, T., 2018, Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja pada
di SMA Islam Terpadu PGII-1 Kota Bandung Periode 2017-2018,
Prosiding Pendidikan Dokter, Vol.4(2)
Batubar, U, A., 2017, Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku Seks
Pranikah Pada Remaja Di Sma Negeri 1 Medan Tahun 2017: Skripsi.
Medan: Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan Jurusan Kebidanan
Bawental, N, R., Grace, E.C, K., Dan Franckie, R.R, M., 2019, Hubungan antara
pengetahuan dan sikap dengan perilaku kesehatan reproduksi pada peserta
didik di SMA NEGERI 3 MANADO, Jurnal KESMAS, Vol. 8 (7)
Budiarto, E. 2001. Biostatik untuk kedokteran dan kesehatan masyarakat. Jakarta:
EGC
Budiman, I. 2014. Kebiasaan Remaja Saat Ini. [Serial Online].
http://www.Marketing.Co.Id/Kebiasaan-Remaja-Saat-Ini/ [10 maret 2020]
Ciputra Entrepreneurship. 2014. Ini 6 Situs Jejaring Sosial Yang Paling Diminati Di
Dunia. Diakses [Serial Online].
http://Www.Ciputraentrepreneurship.Com/International-Product/Ini-6-
Situs-Jejaring-Sosial-Yang-Paling-Diminati-Di-Dunia[10 maret 2020]
Dewi, N, P, R., Dan Wirakusuma, IB., 2017, Pengetahuan dan perilaku seksual
pranikah pada remaja SMA di Wilayah kerja puskesmas tampaksiring I,
Jurnal medika, Vol. 6 (10)
Djiwandono, soenardi .M, 2008. Tes bahasa (pegangan bagi pengajar bahasa).
Jakarta: PT. Indeks.
Hamka, M., Hos, H, J., Dan Tawulo, M, A., 2017, Perilaku seks bebas di kalangan
remaja, jurnal jimkesmas, Vol. 6(2)
Iswidharmanjaya, D. & Agency, B. 2014. Bila Si Kecil Bermain Gadget. Jakarta; PT
Elex Media Komputindo
Jakarta: Penerbit Bukune
Kumalasari, D., 2017, Pergaulan bebas Di kalangan remaja, pelatihan kepribadian
muslim, Vol, 2 (01)
Lubis, N. L., 2013. Psikologi Kespro “Wanita & Perkembangan Reproduksinya”
Ditinjau dari Aspek Fisik dan Psikologi. Jakarta: Kencana Prenada Media
Groups
Musriyati, N., 2017, Hasil analisis akses pornografi melalui gadget dengan perilaku
seks remaja kelas x di SMK wikarya karanganyar, Indonesian journal On
Medical Science, Vol. 4(2)
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Notoatmodjo, S. 2010. Metode penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka cipta
Oktavia, R. 2015. Pengaruh Media Sosial Terhadap Remaja. [Serial Online].
http://tanjungpinangpos.co.id/2015/117893/pengaruh-media-sosial-
terhadap-remaja/ [10 maret 2020]
Pandensolang, S., Rina, K., Dan Wenda, O., 2019, Hubungan pola asuh orang tua
dengan perilaku seksual pada remaja Di SMA NEGERI 1 BEO
KEPULAUAN TALAUD, Journal keperawatan, Vol. 7(1)
Primiyanti, A., Putri, I. P., & Nureni, R. 2014. Motif Remaja dalam Menggunakan
Media Baru. Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Telkom, Vol. VI, No. 2
September 2014
Rahma, M., 2018, Hubungan antara pengetahuan seksualitas dengan perilaku seksual
remaja Di SMA NEGERI 1 SUBANG, Jurnal bidan “midwife journal”,
Vol. 5(01)
Rahmawati, D., Nani, Y., Dan Cece, S, I., 2017, Analisis factor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku seks pranikah mahasiswa kos-kosan di
kelurahan lalolara tahun 2016, jurnal ilmiah mahasiswa kesehatan
masyarakat, Vol. 2 (5)
Rasyid, E. & Joriza, K. 2012. Ishoot: The Guide Book fo Iphoneographers.
Razak, N. 2014. Studi Terakhir: Kebanyakan Anak Indonesia sudah online, namun
masih banyak yang tidak menyadari potensi resikonya. [Serial Online].
http://www.unicef.org/indonesia/id/media_22169.html [10 maret 2020]
Sanjaya, R. 2009. Bisnis Menggunakan Facebook. Jakarta: Penerbit Elex Media
Komputindo
Sarwono, S. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sarwono, S. W. 2012. Pengantar Psikologi Umum. PT. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sjahputra, I. 2002. Problematika Hukum Internet di Indonesia. Jakarta: Prehallindo
Subakti, M, A., 2011, Kenakalan orang tua penyebab kenakalan remaja. Jakarta; PT
Elex media komputindo
Suryoputro, F. & Shaluhiyah. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan
Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Jurnal Makara Kesehatan
Vol. 10 No. 1 Juni 2006: 29-40.
Suryoputro, F. & Shaluhiyah. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku
Seksual Remaja di Jawa Tengah: Implikasinya terhadap Kebijakan dan
Layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi. Jurnal Makara Kesehatan
Vol. 10 No. 1 Juni 2006: 29-40.
Suwuh, F., Sefti, R., Dan Vandri K., 2017, Hubungan penggunaan smartphone
dengan perilaku seksual remaja di SMAN 2 LANGOWAN KECAMATAN
LANGOWAN UTARA, Jurnal keperawatan, Vol. 5 (2)
Untari, P, H., 2018. Pengguna internet Indonesia paling banyak di usia 15-19 tahun. [Serial
Online]. http://www.google.com/amp/2019/05/21/207/2058544/2018-
pengguna-internet--indonesia-paling-banyak-di-usia-15-19-tahun [10 april
2020].
Yanti, N. L. P. E. 2011. Pemanfaatan Smartphone Dalam Pendidikan Keperawatan.
Jurnal Program Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia 2011
Lampiran. Kuesioner
Kode responden:

KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PENGGUNAAN GADGET DAN POLA ASUH
ORANG TUA DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI
SMAN 1 TALAGA RAYA.

1. KARAKTERISTIK RESPONDEN
a. Usia..............................................................tahun
b. Jenis kelamin : □ Laki-laki □ Perempuan
c. Agama : □ Islam □ Kristen □ Katolik
□ Hindu □ Budha

d. Suku : □ buton □ tolaki □ lain-lain,……….


e. Kelas : □ Satu □ Dua □ Tiga
f. Pekerjaan orang tua
- Ayah : □ Tidak bekerja □ PNS □ Pegawai
Swasta
□ Wirausaha □ Lain-lain,………..
- Ibu : □ Tidak bekerja/Ibu rumah tangga □
PNS
□ Pegawai
Swasta □
Wirausaha □Lain-
lain,.......
g. Tingkat penghasilan orang tua
- Ayah : □ < 1.629.000 □ ≥ 1.629.000

- Ibu : □ < 1.629.000 □ ≥ 1.629.000

h. Pendidikan orang tua


- Ayah : □ Tidak sekolah □ SD □ SMP □
SMA □ PT
- Ibu : □ Tidak sekolah □ SD □ SMP □
SMA □ PT
i. Berapa lama saudara memiliki smartphone?...................

2. PETUNJUK PENGISIAN
a. Bacalah dengan cermat dan teliti sebelum anda menjawab pertanyaan
b. Mohon dengan hormat atas kesediaan saudara untuk
menjawab seluruh pertanyaan yang ada
c. Mohon seluruh butir pertanyaan dijawab sesuai hati nurani dan
kejujuran
d. Mohon mengikuti petunjuk pengisian pada setiap jenis pertanyaan
e. Kerahasiaan identitas akan dijamin sepenuhnya oleh peneliti dan
pengisian kuesioner ini murni untuk kepentingan penelitian skripsi
f. Pilihlah salah satu jawaban yang paling penting sesuai dengan pendapat
saudara
g. Berilah tanda checklist (√) pada jawaban yang menurut anda benar

Lampiran A Kuesioner Penggunaan Smartphone

KUESIONER PENGGUNAAN SMARTPHONE

Petunjuk pengisian: berilah satu tanda checklist (√) pada jawaban yang menurut
saudara paling benar

Keterangan:

Tidak Pernah (TP): siswa tidak pernah melakukan hal tersebut dalam 24 jam /sehari

Jarang (J) : siswa jarang melakukan hal tersebut dalam 24 jam/ sehari

Sering (SG) : siswa sering melakukan hal tersebut dalam 24 jam /sehari

Selalu (SLL) : siswa selalu melakukan hal tersebut dalam 24 jam /sehari

NO Pernyataan TP J SG SLL
Saya dalam sekali menggunakan Gadget lebih dari 15
1.
menit

Saya menggunakan Gadget setiap saya memiliki waktu


2.
luang

Saya menggunakan internet melalui Gadget kurang dari 2


3.
jam/hari

4. Saya membawa Gadget di setiap kegiatan

5. Saya membawa Gadget ke sekolah

Saya mematikan Gadget ketika jam pembelajaran


6.
berlangsunng

7. Saya menggunakan Gadget saat guru sedang mengajar

Saya menggunakan Gadget untuk chattingan ketika guru


8.
menyuruh untuk browsing tugas sekolah

Saya lupa waktu belajar di rumah ketika asyik


9.
menggunakan Gadget

Saya menggunakan Gadget untuk berkomunikasi dengan


10.
keluarga dan teman-teman

Saya menggunakan Gadget untuk akses internet atau


11.
browsing kebutuhan sekolah

Saya menggunakan situs jejaring social seperti facebook


12. atau twitter melalu Gadget untuk berkomunikasi dengan
keluarga dan teman-teman

Saya menggunakan Gadget untuk browsing internet


13.
dibanding laptop atau notebook karena lebih simple

14. Saya update terhadap aplikasi di dalam Gadget

15. Saya menggunakan aplikasi social media BBM


16. Saya meggunakan aplikasi social media Line

17. Saya meggunakan aplikasi social media Whatsapp

18. Saya meggunakan aplikasi social media Instagram

19. Saya meggunakan aplikasi social media Facebook

Saya malu untuk mengungkapkan isi hati atau update


status melalui aplikasi social media seperti BBM, Line,
20.
facebook, twitter, whatsapp, instagram, melalui
smartphone

Saya menggunakan Gadget untuk mengakses situs porno


21.
atau hal-hal yang berbau seks.

Saya tiba-tiba melihat iklan atau gambar porno saat


22.
menggunakan internet atau social media melalui Gadget

Saya mencari tahu lebih lanjut tentang iklan atau gambar


23. porno yang tiba-tiba muncul saat menggunakan internet
atau social media melalui Gadget

Saya mengimajinasikan hal yang saya lihat di social


24. media melalui Gadget hingga membuat suasana hati
berubah-ubah.

Saya menggunakan Gadget saat berkumpul bersama


25.
keluarga atau teman-teman

Saya ditegur oleh orang tua ketika asyik menggunakan


26.
Gadget

Saya menggunakan Gadget untuk bermesra-mesraan


27.
dengan pacar saya.

Saya membuka situs tertentu melalui Gadget untuk


28.
mengetahui berita terbaru
29. Saya membuka situs youtube.com untuk melihat video

Saya menghindari pembicaraan tentang seks melalui


30.
Gadget

Lampiran B. Kuesioner Pola Asuh Orang Tua

KUESIONER POLA ASUH ORANGTUA


Pada halaman-halaman berikut terdapat sejumlah pertanyaan yang
menyangkut cara-cara yang mungkin digunakan orang tua anda sehari-hari dalam
usaha mendidik dan menanamkan disiplin, untuk setiap pertanyaan berikanlah tanda
X ditempat yang menggambarkan keberlakuan pernyataan tersebut dalam kehidupan
anda sehari-hari. Keberlakuan untuk setiap pernyataan dapat dinyatakan sebagai
berikut :
Tidak Pernah : TP
Jarang Terjadi : JT
Sering Terjadi : ST
Selalu :S

T
NO Item JT ST S
P

1. Orang tua saya akan marah jika perkataanya di tentang

Orang tua saya menganggap tabu pembicaraan tentang


seksualitas, HIV/AIDS dan narkoba, Karena itu saya
2.
mencari informasi tersebut melalui media komunikasi dan
teman

Orang tua saya sering menggunakan kata-kata yang ketus/


3.
kasar jika saya terlihat tidak memperhatikannya.

Orang tua saya mengharuskan saya segera menghentikan


4. apa yang saya perbuat jika hal tersebut tidak sesuai dengan
kehendak hatinya.

5. Saya merasa takut untuk pulang, jika nilai rapor saya jelek.

Saya akan menunjukan kepatuhan jika berhadapan dengan


6.
orang tua.

Orang tua menghukum saya dengan hukuman fisik jika


7.
terlambat pulang kerumah

Orang tua saya sering memaksa saya segera melakukan


8. perintahnya meskipun orang tua saya melihat saya sedang
melakukan suatu tugas.

Orang tua saya tidak akan bertanya apa yang saya inginkan
9.
karena merasa paling tahu apa yang terbaik buat saya

Dengan keras orang tua saya melarang saya bergaul dengan


10.
orang-orang tertentu karena di anggap dapat merusak saya.

11. Orang tua saya menganggap penting pembicaraan tentang


seksualitas, HIV/ AIDS dan narkoba, agar saya dapat
menjaga diri dalam pergaulan dengan teman

Orang tua merupakan tempat saya bercerita tentang masalah


yang saya hadapi karena dapat menawarkan berbagai jalan
12.
keluar yang mungkin di tempuh untuk persoalan yang saya
hadapi

Orang tua akan berdiskusi dengan saya jika mengambil


13.
keputusan yang berhubungan dengan saya.

Orang tua lebih suka menasehati saya daripada memberikan


14. hukuman fisik jika saya melakukan perbuatan yang
mengecewakannya .

Orang tua saya akan memberikan pujian terhadap perbuatan


15.
yang di anggapnya baik

Orang tua memberikan kebebasan pada saya untuk berteman


16. dengan siapa saya dengan ketentuan saya harus
mengenalkan teman-teman saya pada orang tua.

Saya wajib menghubungi orang tua jika saya harus


17.
terlambat pulang.

Orang tua menjelaskan bahwa saya akan membuatnya


18.
marah jika melalaikan tugas-tugas.

Orang tua menjelaskan bahwa saya membuatnya khawatir


19.
jika saya terlambat pulang.

Saya akan merasa menyesal jika saya mengecewakan orang


20.
tua

21. Orang tua tidak memperdulikan saya jika berada dirumah

22. Orang tua tidak menghukum saya jika melakukan kesalahan


Orang tua tidak memarahi saya jika tidak menuruti
23.
perintahnya.

Orang tua tidak bertanya tentang apa yang saya perbuat jika
24.
saya berada di luar rumah bersama dengan teman-teman

Orang tua saya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk


25. bekerja dibandingkan di rumah sehingga saya lebih dekat
dengan teman daripada orang tua

Sikap orang tua yang tidak memperdulikan saya membuat


26.
saya merasa sedih

Saya sering menginap di rumah teman jika saya memiliki


27.
masalah.

Orang tua saya tidak akan marah jika saya menginap di


28.
rumah teman tanpa seizinnya.

Orang tua saya merasa tidak perlu menjelaskan seksualitas,


29. HIV/AIDS dan narkoba karena dapat mengaksesnya dari
media komunikasi dan teman-teman

Saya lebih banyak tahu tentang kesehatan reproduksi dari


30. media komunikasi karena orang tua tidak memiliki waktu
untuk berkomunikasi dengan saya.
Lampiran C. Kuesioner Perilaku Seksual Remaja

KUESIONER PERILAKU SEKSUAL REMAJA

Petunjuk Pengisian: berilah satu tanda checklist (√) pada jawaban yang menurut
saudara tepat

A. pengetahuan mengenai seksualitas

No. Pernyataan Benar Salah

Perubahan seksual primer pada laki-laki adalah terjadi


1. pembesaran pada organ-organ kelamin seperti testis, skrotum,
penis dan prostat

Perubahan seksual primer pada perempuan adalah tumbuhnya


2.
rahim dan indung telur (ovarium)

Perubahan seksual sekunder perempuan di tandai dengan


3. tumbuh rambut disekitar kemaluan dan ketiak, suara yang
melengking, payudara membesar, dan pinggul yang membesar

Masturbasi atau onani tidak akan menyebabkan seseorang sakit


4.
jiwa

Jika seorang perempuan sudah memasuki masa pubertas,


5.
kemudian dia tidak haid pada waktunya bisa saja dia hamil

Kehamilan tidak akan terjadi jika hubungan seksual di lakukan


6.
hanya sekali

Hubungan seksual di luar nikah atau free sex boleh di lakukan


7.
selama berpacaran
Hubungan seksual di luar nikah atau free sex tidak dapat
8. menyebabkan penyakit menular seksual (PMS) jika jarang
dilakukan

B. SIKAP TERHADAP PERILAKU SEKSUAL

Keterangan:

Sangat tidak setuju (STS) : Siswa berfikir bahwa pernyataan tersebut sangat
berbeda dari pandangannya

Tidak setuju (TS) : Siswa berfikir bahwa pernyataan tersebut sangat


berbeda dari pandangannya

Setuju (S) : Siswa berfikir bahwa pernyataan tersebut sesuai


dengan pandangannya

Sangat setuju (SS) : Siswa berfikir bahwa pernyataan tersebut sesuai


dengan pandangannya :

No. Pernyataan STS TS S SS

9. Hubungan seksual boleh di lakukan remaja sebagai


ekspresi cinta yang tulus dari pasangannya

10. Hubungan seksual tidak boleh dilakukan karena


menyebabkan kehamilan

11. Sepasang kekasih yang belum menikah boleh melakukan


hubungan seksual di luar nikah meskipun menggunakan
alat kontrasepsi (KB/Kondom).

12. Sumber informasi seperti televise (TV), Internet, buku,


gambar, yang menyajikan hal porno dapat mendorong
perilaku seksual pada remaja

13. Berpelukan dan cium basah (ciuman bibir) boleh


dilakukan oleh remaja yang belum menikah

14. Berhubungan seksual dengan lawan jenis tanpa ikatan


pernikahan melanggar norma agama

15. Pendidikan kesehatan reproduksi belum pantas diberikan


kepada remaja karena mendorong remaja untuk mencoba

C. PERILAKU SEKSUAL

Keterangan :
Tidak pernah (TP) : Siswa tidak perna melakukan hal tersebut selama
hidupnya
Jarang (J) : Siswa jarang melakukan hal tersebut selama hidupnya
Sering (S) : Siswa sering melakukan hal tersebut selama hidupnya
Selalu (SLL) : Siswa selalu melakukan hal tersebut selama hidupnya

No. Pernyataan TP J SG SLL

16. Saya melihat film atau gambar porno saat sendirian


di tempat sepi

17. Saya mengakses atau membuka situs porno saat


sendirian di tempat sepi

18. Saya meraba bagian sensitive (seperti alat kelamin


atau putting susu) untuk merangsang kenikmatan diri
sendiri

19. Saya berpegangan tangan dengan pacar atau lawan


jenis yang saya sukai

20. Saya berpelukan dengan pacar atau lawan jenis yang


saya sukai

21. Saya mencium kening pacar atau lawan jenis yang


saya sukai

22. Saya mencium pipi dengan pacar atau lawan jenis


yang saya sukai

23. Saya melakukan ciuman di bibir dengan pacar atau


jenis yang saya sukai

24. Saya risih jika melakukan ciuman dengan pacar atau


lawan jenis

25. Saya meluangkan waktu untuk berduaan dengan


pacar atau lawan jenis untuk melakukan perilaku
seksual

26. Ketika berkumpul dengan teman-teman saya melihat


video porno

27. Setelah melihat video porno, saya terangsang untuk


melakukannya sendiri dengan meraba bagian
sensitive (alat kelamin atau putting susu).

28. Saya risih jika diajak menonton video porno oleh


teman atau pacar

Anda mungkin juga menyukai