DENGAN POST ORIF FRAKTUR TIBIA FIBULA (PADA TN. G) DI RUANG DAHLIA
DISUSUN OLEH :
1. Novita Wawo Ina (203203106)
2. Younita Parandan (203203112)
Mengetahui,
(...................................................) (...................................................)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur tibia fibula merupakan fraktur yang paling sering ditemukan dalam
bidang kegawatdaruratan ortopedik yang melibatkan ekstermitas bawah.
Fraktur ini juga dapat teradi disetiap kalangan usia mulai dari anak-anak,
remaja hingga lansia. Kalangan usia yang beresiko tinggi untuk mengalami
fraktur tibia fibula adalah dewasa muda dan orang tua. Fraktur disebabkan oleh
trauma akibat energi tinggi yang berhubungan dengan kegiatan olahraga.
Sedangkan pada orang tua, fraktur lebih banyak disebabkan oleh trauma akibat
energi rendah atau osteoporosis. Penyebab dari fraktur tibia fibula disebabkan
oleh berbagai macam faktor usia,pola hidup, pola makan dan aktivitas sehari-
hari (Irene Natalia Tantri. 2017).
Dari penelitian Irene Natalia Tantri dkk 2017 menyatakan bahwa Fraktur
tibia fibula sebagian besar disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (sebagai
pengendara) yaitu sebanyak 322 kasus (47.6%), diikuti oleh jatuh dari tempat
tinggi dengan 52 kasus (7.7%), jatuh dari ketinggian yang sama 116 kasus
(51%), terpeleset dan tersandung 51 kasus (7.1%), loncat atau didorong dari
tempat tinggi 42 kasus (6.2%), kecelakaan lalu lintas (sebagai penumpang) 38
kasus (5.6%), kecelakaan akibat berkendara dengan sepeda dan kontak dengan
benda tumpul masing-masing 13 kasus (1.9%). Penyebab yang paling sedikit
adalah terjepit diantara dua benda sebanyak satu kasus (0.1%) (Irene Natalia
Tantri. 2017).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka rumusan masalah ini
adalah “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Fraktur Tibia fibula”
C. Tujuan
Tujuan ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus sebagai berikut:
1. Tujuan umum
Memahami asuhan keperawatan pada klien dengan Fraktur Tibia fibula.
2. Tujuan Khusus
a. Memahami pengertian dari Fraktur tibia fibula
b. Memahami tanda dan gejala Fraktur tibia fibula
c. Memahami etiologi Fraktur tibia fibula
d. Memahami pemeriksaan diagnostik Fraktur tibia fibula
e. Memahami komplikasi Fraktur tibia fibula
f. Memahami penatalaksanaan Fraktur tibia fibula
g. Memahami pathway Fraktur tibia fibula
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Fraktur atau patah tulang adalah ganguan dari kontinuitas yang normal dari
suatu tulang (Black 2014). Fraktur atau patah tulang adalah kondisi dimana
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan terputus secara sempurna atau
sebagian yang disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare,
2013). Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang rawan baik bersifat total
maupun sebagian, penyebab utama dapat disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitarnya (Helmi, 2012).
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang
disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas merupakan fraktur yang
terjadi pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, lengan, siku,
bahu, pergelangan tangan, dan bawah (pinggul, paha, kaki bagian bawah,
pergelangan kaki). Fraktur dapat menimbulkan pembengkakan, hilangnya fungsi
normal, deformitas, kemerahan, krepitasi, dan rasa nyeri (Ghassani, 2016).
Fraktur tibia fibula merupakan fraktur yang paling sering ditemukan
dalam bidang kegawatdaruratan yang terjadi pada ekstermitas bawah atau pada
kaki kanan. Fraktur ini juga dapat teradi disetiap kalangan usia mulai dari anak-
anak, remaja hingga lansia (Irene Natalia Tantri. 2017).
Fraktur tibia fibula adalah fraktur yang sering terjadi di ektermitas bawah
merupakan 1 dari 6 kejadian fraktur yang sering ditangani di unit gawat darurat
(UGD), umumnya fraktur tibia fibula sering terjadi pada bagian ekstermitas
bagian bawah atau pada kaki.(Ahmad Fathan, 2018).
B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur ada empat yang utama adalah : (Irene Natalia Tantri, 2017).
1. Incomplit
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang
2. Complit
Garis fraktur yang melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan
fragmen tulang biasanya berubah tempat atau bergeser atau bersgeser dari
posisi normal.
3. Tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas dan tidak menyebabkan robekan pada kulit.
4. Terbuka (compound )
Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang
terbagi menjadi 3 derajat :
Derajar 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak
ada tanda remuk, fraktur sederhan atau kominutif ringan dan kontaminasi
minimal.
Derajat 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas,
fraktur kominutif sedang dan kontaminasi sedang.
Derajat 3 : terjadi kerusakan jaringan luank yang luas (struktur kulit, otot,
dan neurovaskuler) serta kontaminasi derajat tinggi.
C. Etiologi
Menurut helmi (2012), hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
fraktur adalah:
a. Fraktur traumatik, diseb abkan karena adanya trauma ringan atau berat
yang mengenai tulang baik secara langsung maupun tidak.
b. Fraktur stress, disebabkan karena tulang sering mengalami penekanan.
c. Fraktur patologis, disebabkan kondisi sebelumnya, seperti kondisi
patologis penyakit yang akan menimbulkan fraktur.
D. Tanda dan Gejala
Menurut Irene Natalia Tantri dkk (2017) gejala yang sering terjadi pada pasien
dengan Fraktur tibia fibula sebagai berikut :
1. Rasa nyeri
2. Memar
3. Bengkak
4. Tidak dapat bergerak maksimal
5. Mati rasa
6. Tidak mampu mengerakkan kaki
7. Krepitasi diakibatkan karena adanya gesekan antara fragmen yang
satu dengan fragmen yang lainnya.
8. Penurunan fungsi
E. Komplikasi
1. Syok, yang bisa berakibat fatal setelah beberapa jam setelah ciderah.
2. Emboli lemak atau kerusakan jaringan dan menginduksi respon
inflamasi sistemik dan menyebabkan gejala paru,saraf, kulit, dan retina.
3. Kehilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak
segerah ditangani.(Nampira, dkk 2014).
F. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turn, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka
volume darah menurun.COP menurun maka terjadi perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukkan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai
serabut saraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu
dapat mengenai tulang dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri
gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat
mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan jaringan kulit.fraktur adalah biasanya patah tulang
biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang terjadi
maupun terbuka atau tertutup.
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament
dan pembuluh darah. Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan
menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan,
hilangnya kekuatan otot, kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubu
di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnya kemampuan perawatan diri.
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-fragmen tulang di
pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namum pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadi infeksi. Pembedahamn itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama
tindakan operasi. (Irene Natalia Tantri dkk 2017).
G. Pathway
Cidera
Fraktur
Pre Operasi
Operasi
Terapi Non
Terapi
farmakologi Farmakologi Resiko Infeksi
Mobilisasi
Teknik Relaksasi
Nafas Dalam
H. Pemeriksaan diagnostik
A. Pemeriksaan Radiologi
1. X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan jaringan
lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
2. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang
lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja
tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan
akibat trauma.
4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena
ruda paksa.
5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara
transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang
rusak.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
C. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada
tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
I. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif dan
operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan secara
konservatif atau operatif selamanya tidak absolut. Sebagai pedoman dapat di
kemukakan sebagai berikut:
A. Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban maksimal
untuk skin traksi adalah 5 Kg.
B. Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi akibat yang lebih buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open Reduction
Internal Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
a. Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
b. Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang
solid terjadi.
c. Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips,
bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal.
Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur
imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24
minggu, intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan
pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
1. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
2. Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
3. Memantau status neurologi.
4. Mengontrol kecemasan dan nyeri
5. Latihan isometrik dan setting otot
6. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
7. Kembali keaktivitas secara bertahap.
J. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah-
masalah klien sehingga dapat menentukan tindakan keperawatan yang
tepat. Pengkajian post operasi fraktur menurut Sugeng,W (2010) adalah
1) Sirkulasi.
Gejala: riwayat masalah jantung, GJK, edema pilmonal, penyakit
vascular perifer, atau statis vascular (peningkatan resiko pembentukan
thrombus).
2) Integritas ego. Gejala: perasaan cemas, takut, marah, apatis, factor-
factor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda: tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan peka rangsang,
stimulasi simpatis.
3) Makanan/cairan.
Gejala: insufisiensi pankreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis); malnutrisi (termasuk obesitas); membran
mukosa yang kering (pembatasan pemasukan/ periode puasa pra
operasi).
4) Pernafasan
Gejala: infeksi, kondisi yang kronis/ batuk, merokok.
- Alasan masuk RS :
Klien dan keluarga menyampaikan satu minggu lalu sebelum masuk rumah sakit
yaitu tanggal 5 agustus 2021 mengalami kecelakaan antar motor dan sepada hasil
rontgen kaki didapatkan hasil bahwa klien mengalami open fraktur digit II pedis
Dextra dan di jadwalkan menjalani operasi tanggal 7 agustus 2021.
Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 agustus 2021 didaptkan hasil bahwa
klien mengeluh nyeri pada kaki post op dengan skala 5. Pemeriksaan fisik
didapatkan hasil TD 150/80 mmHg, nadi 82x/menit, RR 22x/menit terdapat luka
post tindakan orif pada pedis dextra dengan panjang luka 3 cm, lebar 2 cm dan
kedalaman 1 cm. warna luka merah bersih dan tidak terdapat adanya tanda infeksi.
- Keluhan utama saat ini : Pasien mengatakan kaki kananya nyeri, karena post op
tindakan orif
- Riwayat kesehatan masa lalu : Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada
mengalami keadaan atau cidera yang sama, jika sakit maka akan mengambil obat
diapotik dan puskesmas.
- Riwayat kesehatan keluarga : pasien mengatakan tidak ada keluarga yang
mempunyai riwayat kesehatan seperti yang dialaminya.
Penyakit keturunan :
DM
Asma
Hipertensi
Jantung
Lain:.........
- Riwayat kecelakaan atau pembedahan sebelumnya : Pasien mengatakan tidak
ada riwayat kecelakaan dan perosedur pembedahan dan tindakan medis lain
sebelumnya
- Riwayat Alergi dan pengobatan yang pernah di peroleh : pasien mengatakan
tidak ada pengobatan yang membuat alergi
Genogram
Keterangan :
C. PENGKAJIAN FISIK
Sistem Pernafasan
Dispnea : Ya/Tidak
Sputum : Ya/Tidak
Riwayat penyakit Bronktis : Ya/Tidak;
Asthma: Ya/Tidak; TBC: Ya/Tidak;
Emphysema: Ya/Tidak; Pneumonia:
Ya/Tidak
Merokok : Ya/Tidak; Sehari berapa pak:.................;Nilai Pack of
Year:.............
Respirasi 22 x/menit; Dalam/Dangkal;Regular/Iregular;
Simetris/tidak
Penggunaan otot bantu pernapasan: Ya/Tidak
Fremitus :Ya/tidak
Nasal flaring:Ya/Tidak
Sianosis : Ya/Tidak
Pemeriksaan Thorax
a. Inspeksi : pengembangan dada kanan dan kiri simetris, tidak
ada luka
b. Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan,
getaran pada kedualapang paru sama
c. Perkusi : suara sonor di area paru
d. Auskultasi : terdengar suara Vasikuler
e. Data Tambahan Lain-lain : ( - )
Sistem Kardiovaskular
Riwayat Penyakit : Hipertensi: Ya/Tidak; Penyakit gangguan
jantung: Ya/Tidak
Edema kaki : Ya/Tidak
Plebitis : Ya/Tidak
Claudicasio : Ya/Tidak
Dysreflexia :Ya/Tidak
Palpitasi : Ya/Tidak; Sinkop: Ya/Tidak
Rasa kebas/kesemutan: Ya/Tidak di ekstremitas:........................
Batuk darah : Ya/Tidak
TD : 150/80 mmHg, pengukuran di kamar pasein;
Posisi
pengukuran:Tidur/Berdiri/Duduk
Clinical sign
a. Turgor kulit : elastis, tidak ada pigmentasi.
b. Membran mukosa: lembab, tidak ada sianosis
c. Edema : Ya/Tidak, di seluruh tubuh, periorbital atau bagian
lain,sebutkan..............
d. Ascites : Ya/Tidak; Derajat:..................
e. Pembesaran tiroid: Ya/Tidak
f. Kondisi gigi dan mulut: Bersih
g. Kondisi lidah: tidak ada radang dan pucat ( - )
h. Halitosis:Ya/Tidak
i. Hernia: Ya/Tidak
j. Massa abdomen :Ya/Tidak, di................
k. Bising usus 5-34 x/menit
Data tambahan dalam Pemeriksaan abdomen
Lien : hepatomegali ( - )
- Inspeksi : tidak ada luka, bentuk simetris
- Auskultasi : terdengar suara paristaltik bising 16x/ menit
- Perkusi : suara timpani
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
Diet :
a. Pola makan sebelum dirawat: 3 x/sehari; waktu:
pagi/siang/malam
b. Ada larangan/pantangan makanan: Ya/Tidak;
Sebutkan:..................
c. Penggunaan suplemen makanan: Ya/Tidak;
Sebutkan:.....................
d. Kehilangan nafsu makan: Ya/Tidak; alasan:..................
e. Mual/Muntah: Ya/Tidak; Frekuensi:.............................
f. Alergi makanan: Ya/Tidak; Sebutkan:..........................
g. Dada serasa terbakar sesaat setelah
makan: Ya/Tidak; jika ya, diredakan
dengan:.............................
h. Masalah dalam menelan: Ya/Tidak;
Sebutkan:.................................
i. Gigi Palsu: Ya/Tidak....................................
j. Penggunaan diuretik: Ya/tidak
k. Pola makan selama sakit/dirawat 3 x/sehari; waktu :
pagi/siang/malam
l. Kebutuhan cairan selama
sakit:......................................................
n. Data tambahan : ( - )
Sistem Neurosensori
Merasa pusing/mau pingsan: Ya/Tidak
Sakit kepala : Ya/Tidak, Lokasi:..............................
Kesemutan/Kebas/lemah : Ya/Tidak, Lokasi:...............................
Riwayat stroke : Ya/Tidak, lokasi:................................
Kejang : Ya/Tidak, tipe kejang :..........................
Kehilangan daya penglihatan : Ya/Tidak, pemeriksaan
visus:.................
Glaukoma : Ya/Tidak; Katarak: Ya/Tidak; Alat
bantu pengelihatan: Ya/Tidak,
sebutkan:..................
Kehilangan daya pendengaran: Ya/Tidak; Hasil pemeriksaan
...............
Alat bantu dengar: Ya/Tidak,
sebutkan:.................................................
Pengecap : bisa merasakan manis, pahit,asin
Pengidu : mencium bau wangi, tidak sedap
Peraba : baik bisa merasakan sentuhan
Status mental: tidak ada perubahan status mental, jika ada
perubahan, tulis jam berapa
ada perubahan tersebut
Orientasi : Waktu:Normal/Tidak; Waktu: Normal/Tidak;
Tempat: Normal/Tidak; Orang: Normal/Tidak; Situasi:
Normal/Tidak
Tingkat kesadaran :
GCS = E 4 M 6 V 5 = 15
Keterangan :
E : 4 (spoontan) V : 5(orientasi baik)
3 (dengan diajak bicara) 4(jawaban kacau)
2 (dengan ransangan nyeri) 3(berkata tidak sesuai)
1 (tidak membuka) 2(hanya mengarang)
1 (tidak ada suara)
M : 6 (sesuai perintah)
5 (gerakan normal)
Kesimpulan :
15 – 14 Composmetis
13 – 12 Apatis
11 – 10 Delirium
9 – 7 Samnolen
6 – 4 Stupor
3 Koma
Sistem Muskuloskeletal
Kegiatan utama sebelum sakit: berladang
Kegiatan senggang: menggerakan kaki dan tangan perlahan-lahan
Kondisi keterbatasan: sedikit terbatas
Tidur malam: Ya/tidak, 5-7 jam, Tidur siang: Ya/Tidak
Kesulitan untuk tidur: Ya/Tidak; Insomnia: Ya/Tidak
Sulit bangun tidur: Ya/Tidak
Perasaan tidak tenang saat bangun tidur: Ya/Tidak,
alasan:...........................
Rentang gerak : ekstermitas atas kanan dan kiri aktif, ekstermitas
bawah bagian kanan pasif.
Kekuatan otot :
4 4
5 4
Keterangan :
Ket :
Kegiatan harian masih menggunakan bantuan
Sistem Integumen
Riwayat alergi: tidak ada riwayat alergi
Riwayat imunisasi: lengkap
Perubahan sistem imun: tampak sedikit lemas
Transfusi darah: Ya/tidak, kapan terakhir dilakukan..................
Temperatur kulit: hangat
Diaphoresis: tidak ada keringat dingin
Integritas kulit: bagus/kurang; Scar: Ya/Tidak, lokasi ......... ; Rash:
Ya/Tidak,
lokasi.................. ; Laserasi: Ya/tidak, lokasi:.........................
Ulcer: Ya/Tidak, lokasi............................
Luka bakar: Ya/Tidak, lokasi.................................. ,
derajat...................... /
%
Pressure Ulcer :
skor braden scale dilampirkan)
Edema :
Lain – lain :
Sistem Eliminasi
a. Fecal
a) Frekuensi BAB 2 x/hari
Konstipasi
Diare
b) Karakteristik feses
: padat Konsistensi
Warna : kuning kehijauan
Bau : bau khas faces
c) Penggunaan laxative : Ya/tidak, frekuensi............ ;
alasan:........................
d) Perdarahan per anus :Ya/Tidak
e) Hemoroid : Ya/Tidak, Grade:......
b. Bladder
a. Inkotinensia: Ya/Tidak, kapan:..................
b. Urgensi: Ya/tidak
c. Retensi urin: Ya/Tidak
d. Frekuensi BAK 4-6 x/hari
e. Karakteristik Urin: bening
f. Volume urin: 900 cc
g. Nyeri/kesulitan terbakar/kesulitan BAK : tidak ada
h. Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih: tidak ada
Sistem Reproduksi
Keluhan sistem reproduksi: tidak nyeri saat berkemih
3. Hubungan
- Tinggal dengan: bapak, ibunya
- Orang yang mendukung : keluarga dan bapak,ibu yang selalu setia
menunggu dan mendampinginya.
- Penyakit mempengaruhi hubungan keluarga/ orang lain: tidak ada
- Kegiatan di masyarakat : saat sakit belum ada kegiatan yang di ikuti namun
sebelum sakit sering mengikuti kegiatan gotong royong
Lain – lain :
4. Persepsi Diri
- Yang dirasakan terkait hospitalisasi : Pasien mengatakan cemas dan
khawatir dengan keadaannya
- Perilaku klien sesuai dengan situasi : -
E. Defisit pengetahuan/ Pendidikan Kesehatan Klien
- Bahasa utama: Bahasa Jawa
Daftar kebutuhan pendidikan selama di rawat :
G. Data Penunjang
Jenis
Tanggal Hasil Nilai rujukan Satuan
pemeriksaan
05/04/2021 Hematologi
1 Hb 13.0 12 – 16 g/dl
2 Leukosit 5.76 4 – 11 10^3/ul
3 Eritrosit 4.46 4–5 10^6/ul
4 Trombosit 300.000 150.000 – 450.000 10^3/ul
5 Hematokrit 41.2 36 – 46 Vol %
Hitung jenis
6 Eosinofil 3 2–4 %
7 Basofil 1 0–1 %
8 Batang 0 2–5 %
9 Segmen 59 51 – 67 %
10 Limfosit 28 20 – 35 %
11 Monosit 9 4–8 %
Golongan darah
12 Golongan darah O - -
13 LED 1 jam 36 0 – 20 Mm/jam
Hemostatis
14 PPT 11.8 12.0 – 16.0 Detik
15 APTT 28.4 28.0 – 38.0 Detik
16 C.PPT 13.2 11 – 16 Detik
17 C.APTT 30.6 28 – 36 Detik
Kimia Klinik
Fungsi Ginjal
18 Ureum 34 17 – 43 Mg/dl
19 Creatinin 0.85 0.60 – 1.10 Mg/dl
Diabetes
20 GDS 108 80 – 200 Mg/dl
Elektrolit
21 Natrium 142.000 137.000 – 145.000 Mg/dl
22 Kalium 3.50 3.5 – 5.1 Mmol/l
Q: tertusuk-tusuk
R : kaki kanan
Nyeri akut Agen pencidera
S: 3 Fisik (Mis.
Trauma)
T: saat menggerakan kaki kanan
Do :
- Tampak berfokus pada diri sendiri
- Tampak kesakitan
- 150/80 mmHg
2 Ds :
5 5
15
- kaki tampak krepitasi
- Tampak pnurunan fungsi
saat mengangkat kaki
- ADL memerlukan bantuan
3 Ds :
O:
O:
- keluhan nyeri dari menjadi
- gelisah mulai berkurang
- TD : 120/70
- Anbacim 2x1
- Paracetamol 4x500 gram rute IV
A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Dilakukan kompres hangat
- Pemberian obat
A. Pengkajian
Keluhan utama : pada pasien fraktur biasanya mengalami kesakitan, nyeri,
tampak meringis, nyeri saat menggerakan kaki, tampak lemah. Yang
disebabkan suatu keadaan atau kecelakaan saat beraktivitas .
Riwayat kesehatan masa lalu : Pasien mengatakan sebelumnya tidak ada
mengalami keadaan atau cidera yang sama, jika sakit maka akan mengambil
obat diapotik dan puskesmas.
B. Diangosa keperawatan
Diagnosa yang kami ambil dari kasus fraktur ini adalah prioritas pertama
Nyeri Akut berhubungan dengan Agen pencidera Fisik dikarenakan hasi dari
pengkajian nyeri P: jatuh tabrak sepeda, Q: seperti tertusuk-tusuk, R: kaki
kanan, S: 3, T: saat menggerakan kaki kanan dan tampak kesakitan. Nyeri
merupakan masalah utama pada pasien pasca operasi yang disebabkan oleh
tindakan pembedahan yang dilakukan (Rosyidi, 2013)
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asuhan keperawatan pada Tn.G dengan fraktur tibia fibula di ruang
Dahlia dapat diangkat diagnosa keperawatan : Nyeri Akut berhubungan
dengan Agen pencidera fisik, gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
kerusakan intergritas struktur tulang, ansietas berhubungan dengan krisis
situasional. Terkait dengan beberapa askep didapatkan intervesi mengajarkan
mobilisasi fisik, dan edukasi terkait kecemasan dan emosional
B. Saran
Saran untuk pasien dengan fraktur agar memperhatikan pengobatan
dan menjalankan pengobatan sesuai dengan anjuran dokter, selalu jaga
batas kemampuan gerak kalau tidak didamping keluarga atau tenaga
kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fathan. 2018. Patient Profiles Of Distal Radius Fracture in RSUP DR. M.
djamil padang. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
Aisyah, Siti. (2017). Manejem Nyeri Pada Lansia Dengan Pendekatan Non
Farmakologi. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Vol 2. No 1
Azzahra, F. dkk (2020). Farmakoterapi Gangguan Ansietas Dan Pengaruh Jenis
Kelamin Terhadap Efikasi Antiansietas. Jimki. Vol 8. No 1
Ghassani, Z & Firmawati, E. 2016. Pengaruh pemberian aromaterapi Lavender
dan teknik relaksasi napas dalam terhadap skala nyeri pada pasien post
operasi ekstermitas Di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Naskah
Publikasi Agustus 2016.
Helmi, Zairin N. 2012. Buku ajar gangguan muskuloskletal. Jakarta : Salemba
Medika
Irene Natalia Tantri dkk.2017. Gambaran Karakteristik Fraktur radius distal di
RSUP Sanglah Tahun 2013-2017. Bali. Program studi serjana kedokteran
dan profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Nampira dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis (Ed.I).
Jakarta: Salemba Medika
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Cetakan ke III. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Cetakan ke II. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Cetakan ke II. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia
Rosyidi, K. (2013). Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media