Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pergaulan bebas di kalangan remaja sudah bukan hal yang

asing di kalangan masyarakat kita saat ini. Bahkan seks bebas sudah

dianggap bagian dari ritual kehidupan masyarakat kita, terutama di

kalangan generasi muda. Istilah tabu dan dosa seolah-olah sudah

tidak ada lagi. Hal ini masih ditambah lagi dengan minimnya

pengetahuan masyarakat kita tentang seks yang menyebabkan para

pelaku seks bebas semakin tidak terkendali.

Pergaulan bebas menjadi kambing hitam bagi tingginya angka

kehamilan remaja. Gaya hidup remaja kota terutama sangat rentan

terhadap pergaulan bebas ini. Secara fisiologis, alat-alat reproduksi

mereka sudah berkembang optimal. Di sisi lain, usia remaja

mempunyai sifat ingin tahu yang sangat besar. Termasuk

pengetahuan tentang seks. Internet, televisi, majalah, dan bentuk-

bentuk media lain menjadi "guru seks" para remaja. (kumalasari, 2017)

menurut penelitian muhamad Hamka dkk (2018) perilaku seks

bebas pada remaja sudah menjadi fenomena di kalangan remaja dari

hasil penelitiannya menunjukan bahwa semua informan yang pernah


melakukan hubungan seks sudah memiliki teman dekat dan pacar,

informan penelitian mulai pacaran sejak duduk di bangku SMA dan

pada saat memasuki bangku perkuliahan. Factor-factor penyebab

seks di kalangan remaja adalah salah satunya minimnya kualitas

informasi. Sedangkan menurut factor-faktor yang mempengaruhi

perilaku seks bebas pada siswa SMA Di Surakarta di bagi menajdi

dua yaitu internal dan eksternal. Factor internal antara lain keingin

tahuan, rasa penasaran, dan pengetahuan informasi yang rendah

mengenai seks bebas. Factor eksternal antara lain pengaruh

teman(pasangan), lingkungan pergaulan, pola asuh orang tua ,

pengaruh minuman keras dan media social yang berkembang.

Masa remaja adalah fase pertumbuhan dan perkembangan

saat individu mencapai usia 10-19 tahun. Dalam rentan waktu ini

terjadi pertumbuhan fisik yang cepat, termasuk pertumbuhan serta

kematangan fungsi organ reproduksi , seiring dengan pertumbuhan

fisik, remaja juga mengalami perubahan psikologis . remaja akan

mengalami perubahan fisik yang cepat ketika memasuki masa puber.

Salah satu perubahan fisik tersebut adalah kemampuan untuk

melakukan proses reproduksi. Namun dari berbagai penelitian

memperlihatkan sebagian remaja belum mengetahui dan memahami


tentang kesehatan reproduksi , misalnya tentang menstruasi dan

terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.(Ernawati,2018).

Masalah kesehatan reproduksi remaja termasuk masalah

hubungan seksual di kalangan remaja sebenarnya merupakan

masalah global karena hampir diseluruh Negara didunia menunjukan

kecenderungan serupa. Berdasarkan data dari WHO(world health

organizatiion) Lingkup masalah pada remaja di setiap tahun Sekiar 21

juta anak perempuan berusia 15-19 tahun didaerah berkembang hamil

dan sekitar 12 juta diantaranya melahirkan dan setidaknya 777.000

kelahiran terjadi pada gadis remaja yang berusia kurang dari 15 tahun

di Negara berkembang. ,Setidaknya 10 juta kehamilan yang tidak

diinginkan terjadi setiap tahun di antara remaja perempuan berusia 15-

19 tahun di negara berkembang. Komplikasi selama kehamilan dan

persalinan adalah penyebab utama kematian anak perempuan berusia

15-19 tahun secara global. Dari perkiraan 5,6 juta aborsi yang terjadi

setiap tahun di antara remaja perempuan berusia 15-19 tahun, 3,9 juta

tidak aman, berkontribusi terhadap kematian ibu, morbiditas, dan

masalah kesehatan jangka panjang. Ibu remaja (usia 10-19 tahun)

menghadapi risiko eklampsia, endometritis nifas yang lebih tinggi, dan

infeksi sistemik dibandingkan perempuan berusia 20 hingga 24 tahun,

dan bayi ibu remaja menghadapi risiko lebih tinggi dari berat lahir
rendah, kelahiran prematur dan kondisi neonatal parah. (WHO,2018).

Sedangkan pada hari AIDS Sedunia 2019 WHO menyoroti perbedaan

yang dibuat komunitas HIV Dalam tanggapan global.. banyak

pengalaman dari mereka dibagikan sebagai bagian dari pesan dan

materi kampanye. Ada 37,9 juta orang yang hidup dengan HIV pada

akhir 2018. (WHO,2019).

Hasil survey Demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun

2017, terutama yang terkait dengan kesehatan reproduksi remaja

menunjukan perilaku pacaran menjadi titik masuk pada praktik perilaku

berisiko yang menjadikan remaja rentan mengalami kehamilan di usia

dini, kehamilan di luar nikah, kehamilan tidak diinginkan, dan terinfeksi

penyakit menular seksual hingga aborsi yang tidak aman. Survey

tersebut menunjukan sebagian besar remaja wanita (81%) dan remaja

pria (84%) telah berpacaran. 45% remaja wanita dan 44% remaja pria

mulai berpacaran pada umur 15-17 tahun. Sebagian besar remaja

wanita dan remaja pria mengaku saat berpacaran melakukan aktivitas

berpegangan tangan (64% wanita dan 75% pria), berpelukan (17%

wanita 33% pria), cium bibir (30% wanita dan 50% pria) dan

meraba/diraba(5% wanita dan 22% pria). (BKKBN,2019)

Statistic pemuda Indonesia menyebutkan bahwa Melakukan

aktivitas seksual diusia terlalu dini dapat menyebabkan berbagai


penyakit seksual dan resiko kehamilan di usia terlalu muda. Kehamilan

di usia terlalu mudah dapat meningkatkan resiko komplikasi dan

selama kehamilan dan persalinan, hingga berujung pada resiko

kematian ibu dan anak. Sekitar 2,50% pemuda di indoesia melakukan

perkawinan dibawah umur 16 tahun. Dari 100 pemuda perempuan ,

sekitar 6 di antaranya pernah melahirkan ketika umurnya belum

mencapai 20 tahun. (BPS, 2018).

Data menunjukkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16%

mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan

hanya 5% dari orang tua. Berkembang pula opini seks adalah sesuatu

yang menarik dan perlu dicoba (sexpectation). Dampak pergaulan

bebas mengantarkan pada kegiatan menyimpang seperti seks bebas,

narkoba serta berkembangnya penyakit menular seksual .

Data dari BKKBN Sultra, remaja di kota Kendari baik pria

maupun wanita, masing-masing 71% dan 70% mengaku pernah

mempunyai pacar. Umur pertama kali mulai pacaran rata-rata di usia

15 tahun. Dari remaja yang pernah mempunyai pacar, 74% pria dan

75% wanita saat ini mengaku masih punya pacar. Ditinjau dari

pengalaman seksual remaja di kota Kendari, ada 2% wanita dan 5%

pria mengaku pernah melakukan hubungan seksual. Secara

keseluruhan dari 14.681 remaja pria dan wanita yang pernah punya
pacar, sebanyak 4% telah melakukan hubungan seksual. ( Nonsi dkk,

2015).

Penyebaran HIV/AIDS Di Sulawesi tenggara sangat cepat dari

tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Perkembangan kasus

HIV AIDS Dalam periode 2013 kasus HIV Sebanyak 51 orang

meningkat pada tahun 2017 sebanyak 76 orang, sedangkan kasus

AIDS Pada tahun 2013 sebanyak 60 orang meningkat pada tahun

2017 sebanyak 126 orang, hal ini menunjukan trend yang sangat

mengkhawatirkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir meningkat

hampir 2 kali lipat. Kasus AIDS Menyebar hampir diseluruh

kabupaten/kota tepatnya 14 kabupaten kota dan 2 wilayah kota

kendari dan kota bau-bau. Dua daerah tersebut memiliki kasus AIDS

Yang tinggi. Di samping 2 wilayah kota, daerah yang masuk ke dalam

zona merah adalah 2 daerah kepulauan yakni kepulauan buton dan

kabupaten muna. Berdasarkan rentang usia atau kelompok umur

penderita AIDS juga di dominasi oleh remaja pada usia 15-19 tahun

sekitar 2,1%. (Dinkes sultra, 2017)

Factor-faktor yang mempengaruhi perillaku menyimpang remaja

dapat berupa hubungan antara orang tua dan remaja, diikuti tekanan

dari teman sebaya, religiusitas, dan eksposur media

(soetjiningsih).faktor lain yang mempengaruhi adalah perubahan


hormonal , penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui

media massa, norma di masyarakat, serta pergaulan yang semakin

bebas (Sarwono,2006).

Pada era globalisasi, arus perkembangan tekonologi begitu

pesat seiring dengan meningkatnya kebutuhan informasi oleh

masyarakat, teknologi informasi yang saat ini menjadi trend yaitu

gadget(Mufid,2009). Banyak kalangan remaja yang memanfaatkan

gadget tersebut, namun tak sedikit remaja yang menyalahgunakan

gadget untuk sesuatu yang menyimpang, seperti penyalahgunaan

media untuk mencari dan berbagi hal yang berbau pornografi. Debora

basaria, M.Psi mengatakan bahwa hal yang berbau seks atau

pornografi masih dianggap tabu. Ini yang biasanya suka memicu

kebanyakan remaja membuka situs-situs berbau pornografi.

Lingkungan serta akses media internet membangun komponen

penting dari pandangan remaja terhadap konsep seksualitas. Model

pola asuh orang tua demokratis, otoriter positif akan membuat anak

bertanggung jawab, sopan dan patuh, dimana hal ini akan semakin

kuat pada akses media teknologi yang digunakan untuk hal yang

positif (Diah,2017)

Menurut djiwandono (2008) mengatakan bahwa kecenderungan

perilaku seksual yang buruk ini salah satunya di pengaruhi oleh pola
asuh orang tua yang salah dalam membesarkan remaja. Penelitiain

yang dilakukan oleh saputri (2015) yang menunjukan dari tiga factor

yang mempengaruhi perilaku seksual yaitu pengetahuan, pola asuh

orang tua, dan sikap teman sebaya, pola asuh orang tua merupakan

factor yang paling dominan yang mempengaruhi perilaku seksual.

Penelitian lain yang mendukung oleh Nursal (2007) menunjukan ada

beberapa factor yang dapat menjadi penyebab perilaku seksual yaitu

jenis kelamin, pengetahuan, jumlah pacar, dan pola asuh yang

memiliki pola asuh lebih besar dibandingkan factor lainnya.

Berdasarkan yang terjadi di masyarakat talaga kecil, yang

menjadi pokok pembicaraan sekarang banyaknya kasus pernikahan

usia dini, pergaulan bebas, dan anak remaja yang berhenti sekolah

karena hamil. Dan hasil wawancara dari salah satu guru SMAN 1

TALAGA RAYA, ada salah satu siswa yang berhenti sekolah karena

hamil di luar nikah, dan setiap tahun ada 1-2 siswa yang

mengundurkan diri dari sekolah karena hamil. Dan hasil wawancara

dari salah satu siswa alumni angkatan 2018 mengatakan bahwa ada

beberapa temannya yang berhenti sekolah karena hamil di luar nikah,

jumlah dari hasil wawancara ada 5 Siswa (teman seangkatanya) yang

berhenti sekolah yaitu di kelas 1 SMA Terdapat 3 siswa, di kelas 2

SMA ada 1 siswa, dan setelah kelas 3 SMA ada 1 siswa yang harus
berhenti sekolah. Berdasarkan data-data di atas dapat disimpulkan

bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi relative

masih rendah.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk

mengetahui hubungan antara penggunaan gadget dan pola asuh

orang tua terhadapa perilaku seks bebas pada siswa kelas 10 dan 11

di SMAN 1 TALAGA RAYA.

Anda mungkin juga menyukai