Anda di halaman 1dari 11

Essay Kebijakan Kesehatan

KEBIJAKAN KESEHATAN: EFEKTIVITAS POSYANDU REMAJA DALAM


PENINGKATAN KESEHATAN REMAJA DI DESA ALUE AMBANG
WILKER PUSKESMAS TEUNOM KABUPATEN ACEH JAYA

OLEH :

Devi Fitriani ( 2007210036 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH ACEH

PROGRAM STUDI MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
BANDA ACEH, 2021
DAFTAR ISI
PEMILIHAN POPULASI............................................................................................................................3
PEMILIHAN INTERVENSI........................................................................................................................5
PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK KEBIJAKAN KESEHATAN YANG DIPILIH...........................6
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN...................................................................................................................6
PROSES EVALUASI MONITORING DAN HASIL YANG DIPEROLEH DARI INTERVENSI TERSEBUT SEBAGAI
KEBIJAKAN KESEHATAN.........................................................................................................................8
HAL-HAL YANG DILAKUKAN UNTUK KEBIJAKAN KESEHATAN YANG DIPILIH..........................................9
PERAN EVIDENCE.................................................................................................................................10

2
PEMILIHAN POPULASI
Kelompok remaja diperkirakan berjumlah 1,2 milyar atau seperempat dari jumlah penduduk dunia
(WHO,2014). Di Indonesia kelompok usia 10-19 tahun menurut sensus penduduk 2010 sekitar 18%
jumlah penduduk (Kemenkes RI, 2014). Penduduk Aceh Jaya menurut proyeksi BPS Aceh Jaya
dengan usia 10-18 tahun sebesar 13.000 jiwa dengan total 90.000 penduduk.

Anak usia sekolah sering disebut sebagai periode transisi antara masa pra sekolah dan remaja.
Populasi anak usia sekolah rentan mengalami kecelakaan. Karena pada fase ini, aktivitas fisik dan
hubungan anak dengan lingkungan sangat tinggi. Kondisi ini menimbulkan banyak sekali perubahan
yang terjadi pada anak usia sekolah, baik dari kondisi fisik, mental, sosial dan perubahan lainnya
(Edelman, 1994). Banyaknya faktor risiko di sekitar anak usia sekolah seperti kondisi keluarga,
rumah, lingkungan sekitar dan masyarakat serta keadaan sekolah sangat memungkinkan munculnya
berbagai masalah kesehatan.

Adanya masalah kesehatan tersebut menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
anak usia sekolah. Di Amerika Serikat 51% kematian pada anak usia sekolah disebabkan oleh
kecelakaan, dan 17 juta anak usia sekolah mengalami kecelakaan yang tidak fatal setiap tahunnya
serta 15 ribu anak usia sekolah mengalami kecelakaan yang fatal namun tidak sampai menimbulkan
kematian (Stanhope, 2004). Penyebab cidera terbesar pada anak usia sekolah di negara sedang
berkembang seperti di Indonesia adalah kecelakaan di jalan raya. Walaupun angka pasti dari
kejadian tersebut sulit diperoleh, namun hal tersebut dapat diprediksikan. Sampai saat ini penulis
belum menemukan aturan jelas untuk penggunaan jalan raya bagi anak usia sekolah, aturan yang
ada masih bersifat umum. Hasil Survei oleh WHO pada 8 Provinsi di Indonesia tahun 2003
didapatkan angka cidera pada anak usia sekolah sebesar 28,27%. Kondisi ini berimplikasi terhadap
tingginya angka kematian pada anak usia sekolah baik di perkotaan maupun pedesaan di Indonesia.

Selain itu, permasalahan kesehatan reproduksi juga ikut menjadi beban pada usia anak sekolah.
Menurut data biro statistik, pengguna internet Indonesia mencapai 132 juta orang dengan 768 ribu
orang jumlah pengakses internet berusia 10-14 tahun. Sementara yang berusia 15-19 tahun yang
mengakses internet mencapai 12,5 juta orang. Hasil survey Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) terhadap 4500 pelajar SMP dan SMA di 12 kota jumlah yang mengakses pornografi mencapai
97%. (Kemkominfo, 2017). Jurnal penelitian Trisna (2015) memaparkan bahwa paparan pornografi
yang terjadi di SMAN 1 Belalau Lampung Barat memiliki hubungan dengan perilaku seksual yaitu
sebagian besar terpapar melalui bacaan sebesar 76,5%, melalui handphone 56,8%, melalui film
porno 74,1%, dan melalui internet sebesar 75,3%.

3
Mudahnya akses internet di Indonesia menjadikan Negara Indonesia menduduki urutan keenam
sebagai negara pengakses internet di dunia disusul oleh Negara Tiongkok, Amerika Serikat, India,
Brazil dan Jepang. Pulau Sumatra sendiri menjadi pulau kedua terbesar pengakses internet setelah
pulau Jawa. 91% diantaranya adalah remaja diakses melalui smartphone dengan tinggi cakupan
hingga 93,9%. Media sosial yang paling sering di akses adalah Facebook dengan 50,7%, Instagram
17,8% dan Youtube 15,1%. Hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggaraan Jasa Internet
Indonesia (APJII) sebanyak 55,9% responden menyatakan konten pornografi dapat muncul tiba-tiba
pada saat konten sedang dikunjungi (APJII, 2018).

Data survey Demografi dan Kesehatan Keluarga 2012 pada komponen Kesehatan Reproduksi Remaja
(KRR) mengemukakan Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja (usia 15-19 tahun) sudah mulai
berpacaran pertama kali. Data terbesar terdapat pada usia 15-17 tahun. Sekitar 33% remaja
perempuan dan 34,5% remaja laki-laki yang berusia 15-19 tahun mulai berpacaran pada saat mereka
belum berusia 15 tahun. Pada usia rentan ini remaja sangat berisiko tinggi terhadap Perilaku seksual
menyimpang. Berdasarkan Hasil Survei Nasional Kesehatan Berbasis Sekolah di Indonesia tahun
2015 didapat data 5,6% pelajar di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan intim seperti suami-
istri. Proporsi pelajar laki-laki lebih banyak mengaku telah melakukan dibandingkan dengan pelajar
putri. (Kemenkes RI, 2014).

Paparan pornografi dapat mengubah pikiran secara otomatis, tidak fokus dengan apa yang menjadi
kewajibannya disekolah, kehilangan semangat belajar, dan malah membuat siswa tersebut
kecanduan dalam melakukan hal-hal yang negatif yang mengarah kepada seks pranikah (Santrock,
2007: 258,289). Sepanjang tahun 2018, tercatat 150 kasus yang berkaitan dengan eksploitasi seksual
anak terjadi di Indonesia. Dari 150 kasus, 28% (42 kasus) diantaranya merupakan kasus pornografi
anak. Dari 150 kasus tersebut anak-anak yang menjadi korban mencapai 379 anak. Anak-anak yang
menjadi korban eksploitasi seksual anak didominasi oleh anak perempuan dengan persentase sekitar
71%. Hal yang sama terjadi pada anak perempuan korban pornografi yang mencapai 76%. Hasil
survei yang dilakukan oleh Ending The Sexual Exploitation Of Children (ECPAT) di Indonesia pada
kasus prostitusi anak, proporsi anak perempuan dan anak laki-laki yang menjadi korban relatif setara
artinya, tren anak laki-laki yang menjadi korban prostitusi mulai bermunculan. ( ECPAT, 2018)

Data yang dipaparkan Kementrian Komunikasi dan Informatika pada acara Safe Internet Day tahun
2018 di Jakarta menemukan hasil penelitian oleh ECPAT di Indonesia di lima kabupaten/kota (2017)
ditemukan fakta menyimpang, yaitu anak-anak terpapar pornografi melalui smartphone. Penelitian
yang berlangsung di lima kabupaten/kota yaitu Garut Jawa Barat, Karang Asem Bali, Gunung Kidul
Yogyakarta, Nias Sumatera Utara dan Kota Bukit Tinggi Sumatera Barat memaparkan bahwa anak

4
yang mengakses konten pornografi akan melakukan kekerasan seksual pada anak lainnya.
(Kemkominfo, 2017).

Pornografi diawali oleh rasa keingintahuan yang tinggi terhadap seks, di sisi lain pendidikan seks
yang diperoleh di lingkungan keluarga sangat minim. Mayoritas remaja menyatakan mereka kurang
nyaman untuk bercakap-cakap dengan orang tua mengenai seks. (Santrock, 2007: 289). Berdasarkan
hasil penelitian yang dilakukan Noya, Taihuttu, & Syafiah, tahun 2018 yang berjudul paparan
pornografi melalui media berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja pada 2 SMP di kota Ambon
Maluku dimana p<0,001 artinya ada paparan pornografi dari media cetak maupun elektronik
berpengaruh signifikan terhadap perilaku seksual remaja di 2 SMP di Kota Ambon. Remaja yang
terpapar dengan konten pornografi lewat media berisiko 1,9 kali lebih tinggi melakukan perilaku
seksual berisiko. Perilaku ini mendorong penyebaran penyakit menular seperti PMS/AIDS

PEMILIHAN INTERVENSI
Adapun pemilihan intervensi yang dilakukan adalah dengan menggagas perdana posyandu remaja.
Posyandu Remaja merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat termasuk
remaja dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahaan dalam memperoleh pelayanan kesehatan bagi remaja untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan keterampilan hidup sehat remaja.

Posyandu Remaja memiliki tujuan yaitu meningkatkan peran remaja dalam perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi posyandu remaja, meningkatkan Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat
(PKHS), meningkatkan pengetahuan dan keterampilan remaha tentang kesehatan reproduksi bagi
remaja, meningkatkan pengetahuan terkait kesehatan jiwa dan pencegahan penyalahgunaan
NAPZA, mempercepat upaya perbaikan gizi remaja, mendorong remaja untuk melakukan aktivitas
fisik, melakukan deteksi dini dan pencegahan Penyakit Tidak Menular (PTM), dan meningkatkan
kesadaran remaja dalam pencegahan kekerasan.

Sasaran kegiatan Posyandu Remaja adalah remaja usia 10-18 tahun, laki-laki dan perempuan dengan
tidak memandang status pendidikan dan perkawinan termasuk remaja dengan disabilitas.
Sedangkan untuk sasaran petunjuk pelaksanaan terdiri dari petugas kesehatan, Pemerintah
Desa/Kelurahan (termasuk tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi kemasyarakatan, dan
lainnya), pengelola program remaja, keluarga dan masyarakat, serta kader kesehatan remaja.

5
Tidak hanya membawa manfaat bagi remaja, Posyandu Remaja juga memberikan bantuan kepada
pihak keluarga dan masyarakat. Keluarga dan masyarakat akan terbantu dalam membentuk mental
anak yang mampu berperilaku hidup bersih, sehat, dan memiliki keterampilan sosial yang baik
sehingga anak dapat belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan optimal untuk menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas.

PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN UNTUK


KEBIJAKAN KESEHATAN YANG DIPILIH
Puskesmas Teunom sebagai pelaksana kegiatan penunjang kesehatan remaja menilai bahwa
pendekatan terhadap remaja sebaiknya ditingkatkan. Pelayanan kesehatan keluarga yang dimualai
dari usia balita hingga lansia sudah menemukan rutinitasnya baik pelayanan dalam gedung maupun
luar gedung. Adapun pelayanan pada remaja di dalam Gedung berupa ruang konseling PKPR,
ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan. Remaja yang datang ke puskesmas, kebanyakan
diantar oleh orang tuanya langsung menuju poli Umum dikarenakan penyakit yang dideritanya. Saat
akan diarahkan ke poli konseling remaja, mereka sedikit yang melanjutkan. Untuk itu perlu diatur
mekanisme yang efektif agar remaja yang datang ke puskesmas bisa konsultasi lebih komprehensif.

Oleh karena itu, kegiatan yang akan dijalankan pada usia remaja ini di tingkat desa, sangat baik
tujuannya. APalagi desa merupakan daerah yang familiar bgi mereka, sehingga akan lebih mudah
beradaptasi. Posyandu Remaja sudah dikeluarkan petunjuk teknisnya oleh KEMENKES pada tahun
2018. Namun di Puskesmas Teunom, baru tahun ini akan dilaksanakan. Itupun seAceh Jaya baru
Puskesmas Teunom yang pilot project menjalankannya. Sehingga besar harapannya kegiatan ini
dapat berjalan.

Kegiatan yang sudah rutin berjalan adalah UKS di SMP dan SMA. Namun perlu ditingkatkan rekap
data dan kreatifitas/inovasi kegiatannya agar siswa atau remaja tersebut tidak bosan.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
ADVOKASI PEMBENTUKAN POSYANDU REMAJA

Posyandu remaja mulai dibentuk pada Maret 2021 di desa Alue Ambang Kecamatan Teunom.
Keterlibatan Camat, Keuchik, Ibu PKK serta kader cukup baik.

6
Gambar 1 Advokasi pembentukan posyandu dengan Camat dan Ibu PKK Desa Alue Ambang
Kecamatan Teunom

PEMBENTUKAN POSYANDU REMAJA DESA ALUE AMBANG DAN KONSOLIDASI

Pembentukan Posyandu remaja dengan melibatkan sebanyak-banyaknya remaja yang ada di desa
tersebut. Kegiatan yang dijalankan berupa sosialisasi dan penyuluhan mengenai fungsi dan peran
posyandu remaja untuk meningkatkan derajat kesehatan remaja di desa tersebut. Begitupula
nantinya desa lainnya diharapkan dapat memiru dan melanjutkan kegiatan serupa.

Gambar 2. Mengajak remaja untuk membentuk Posyandu Remaja

7
PROSES EVALUASI MONITORING DAN HASIL YANG
DIPEROLEH DARI INTERVENSI TERSEBUT SEBAGAI
KEBIJAKAN KESEHATAN
Sebagai bentuk tindak lanjut suatu program, monitoring dan evaluasi dilakukan dengan tujuan
perbaikan berkelanjutan. Posyandu dalam tiga bulan pertama masih belum mendapat respon yang
maksimal dari remaja setempat. Peserta yang hadir kurang dari 10 orang setiap bulannya. Ekpektasi
remaja tersebut akan diberikan hadiah, uang dan sebagainya. Belum lagi yang hadir adalah remaja
yang duduk di kelas 3 baik SMP maupun SMA sehingga terkendala persiapan ujian akhir.

Untuk itu, kader beserta lintas sektor harus berupaya meningkatkan jumlah peserta dan inovasi
kegiatan agar lebih menarik lagi.

Gambar 3 Evaluasi, Monitoring dan rekomendasi

8
Gambar 4 Konsolidasi Kader serta komitmen Bersama

HAL-HAL YANG DILAKUKAN UNTUK KEBIJAKAN


KESEHATAN YANG DIPILIH
Kegiatan Posyandu remaja antara lain:

1. Pengisian kuisioner kesehatan


2. Pemeriksaan kesehatan
3. Pelayanan kesehatan
4. Kegiatan berbeda setiap bulannya seperti penyuluhan, pemutaran film, bedah buku,
pengembangan soft-skill, atau senam

Gambar 5 Kegiatan bulanan, pemeriksaan kesehatan

Gambar 6 Kegiatan bulanan, bercerita dan berdiskusi

9
PERAN EVIDENCE
Evidence mencakup seluruh data kegiatan, peran lintas sector serta anggaran dalam pencapaian
program. Dalam hal ini Puskesmas Teunom melakukan monitoring dan evaluasi setiap tiga bulan
dengan mengumpulkan evidence tersebut. Sudah 2 kali monev, terjadi perubahan struktur,
penambahan anggota, penambahan kegiatan serta akan dibuka posyandu remaja di desa lainnya.
Tentunya evidence ini akan terus menjadi patokan bagi pengelola maupun anggota agar tujuan
Bersama dapat dicapai.

10
DAFTAR PUSTAKA
Anonymus 2006. http:// www.ots.ca.gov. DepKes RI 2002. Diakses 11 November 2021.

Anonymus. 2006. http://www.who.int. Community Based Cidera Surveys in Asia. Diakses 11


November 2021.

Edelman, C.L., Mandle, C.L. 1994. Health Promotion Throught The Lifespan. The Mosby: St. Louis.

Kaldahl, M.A., Blair, E.H. 2005. Student Cidera Rates in Public Schools. The Journal of School Health:
January, 75, 1. ProQuest Medical Library.

Kemenkes. 2014. Permenkes 25 tentang Upaya Kesehatan Anak

McMuray, A. 2003. Community Health and Wellness a Socioecological Approach. The Mosby: St.
Louis.

Stanhope, M., Lancaster, J. 2004. Community and Public Health nursing. The Mosby Year Book: St.
Louis.

WHO, 2014., Health for the Worlds.

11

Anda mungkin juga menyukai