Anda di halaman 1dari 27

DAMPAK KECANDUAN SMARTPHONE TERHADAP

KUALITAS TIDUR DAN KESEHATAN MENTAL PADA


SISWA SD N 1 PANERUSAN KULON

SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan

KUKUH AJI SETIONO


1811020057

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN S1


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dunia saat ini tentunya para remaja tidak asing lagi dengan kemunculan
smartphone yang canggih. Sepuluh tahun terakhir ini kemunculan smarphone
menjadi sangat pesat perkemabangan dari persaingan fitur fiturnya yang canggih
sampai persaingan kecanggihan dari smartphonenya itu sendiri. Dengan demikian
tentu para pengguna smartphone menjadi semakin tertarik untuk menggunakan
smarphone sebagai alat yang bisa di gunakan untuk bermedia sosial, bermain
game, maupun berkomunikasi dengan teman atau saudara sesama pengguna
smartphone lainnya. Dengan semakin dimudahkan dan dimanjakannya para
pengguna smartphone dengan apa yang ditawarkan oleh kecanggihan smartphone
tersebut. Maka tentu akan banyak membawa dampak positif dan negatif untuk
para penggunanya.
Kecanduan smartphone merupakan fenomena yang berkaitan dengan
penggunaan smartphone yang tidak terkendali (Soo Cha & Kyung Seo,2018).
Remaja yang kecanduan smartphone cenderung melupakan tugas belajarnya dan
juga pemenuhan kebutuhan dasar seperti makan, minum, atau mandi. Disisi lain,
individu dengan kecanduan gadget akan menghadapi masalah sosial, psikologis
dan kesehatan. Banyaknya waktu yang tersita untuk bermain smartphone
membuat individu jauh dari lingkungan sosialnya (Wardhani,2018). Penggunaan
smartphone yang berlebihan juga dapat menurunkan daya aktif anak dan
kemampuannya berinteraksi dengan orang lain (Chusna, 2017). Hal ini
dikarenakan penggunaan seolah – olah terserap dalam ekosistem yang dibentuk di
dalam smartphone.(Keperawatan Muhammadiyah et al., n.d.2021)
Kecanduan smartphone memiliki beberapa istilah lain yaitu kecanduan
smartphone, kecanduan ponsel pintar, penggunaan ponsel bermaslah / Problematic
Mobile Phone Use (PMPU), penggunaan ponsel yang komplusif, dan
pengguanaan ponsel berlebihan (Al-Barashdi dkk, 2015)
Penelitian Soo Cha dan Kyung Seo (2018) menemukan kecenderungan
penggunaan smartphone berlebihan pada siswa remaja. Penelitian yang dilakukan
terhadap 1.824 siswa SMA di Korea Selatan menunjuakan sebanyak 30,9%
dikategorikan sebagai kelompok beresiko mengalami kecanduan smartphone.
Mayoritas siswa menggunakan layanan mobile messanger, surfing internet,
bermain game, dan mengakses jejaring sosial. Alsaidar dan Philips (2017) juga
menyebutkan bahwa kecanduan smartphone dapat menyebabkan depresi, cemas,
stres yang berkepanjangan hingga berdampak pada kesehatan fisik. Gangguan
sistem saraf, gangguan tidur, masalah gendang telinga, nyeri di beberapa bagian
tubuh dan kelelahan merupakan gejala yang banyak yang di temukan.
(Keperawatan Muhammadiyah et al., n.d.2021)
Hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan Lombogia B.J,dkk (2018),
mengatakan terdapat hubungan kecanduan gadget dengan Kualitas Tidur pada
Siswa SMA Kristen 1 Tomohon dari hasil menunjukkan p-value 0.05 yaitu 0,018
dan kekuatan korelasi atau r=0,245, dan dari hasil penelitian ini terdapat
hubungan dengan korelasi yang lemah antara Kecanduan Internet yang tinggi dan
Kualitas Tidur yang memburuk. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Hubungan antara Kecanduan Smartphone dengan Kualitas Tidur pada siswa di
SMA Negeri 1 Maesaan Kabupaten Minahasa Selatan”.(Pandey et al., 2019)
Sebagian besar proses perilaku kecanduan disebabkan oleh kurangnya
kontrol atas perilaku adiktif dan terhabituasi (Shirinkam dkk,2016). Akin, Arslan,
Arslan, dkk (2015) juga menemukan bahwa mahasiswa yang mengalami
kecanduan internet cenderung memiliki manajemen kontrol diri yang rendah.
Penelitian yang dilakukakn oleh Debora & Sukmawati (2021), menemukan bahwa
terdapat hubungan negatif antara kontol diri terhadap penggunaan smartphone.
Semakin tinggi kontrol diri yang dimiliki semakin rendah penggunaan smartphone
pada siswa. Hasil penelitian Adiyatma dkk (2020) juga menemukan bahwa
kontrol diri berkontribusi secara signifikan dan berkorelasi negatif dengan
kecanduan smartphone. Semakin tinggi kontrol diri, semakin rendah tingkat
kecanduan smartphone, sebaliknya semakin rendah kontrol diri semakin tinggi
tingkat kecanduan smartphone.(Layli Mumbaasithoh et al., 2021)
Berdasarkan surevei meta analisis kecanduan internet pada smartphone
tertinggi terjadi di Timur Tengah (10.9%), kemudian Amerika Utara (8,0%) dan
Asia (7,1%). Pada remaja di Asia khususnya China tingkat kecanduan internet
pada smartphone yaitu 2,2 – 9,6%, Jepang 3,1 – 6,2%, Filipina 4,9 – 21,1%, dan
Hong Kong 3,0 – 16,4% (Lau et al.,2017). Di indonesia sendiri penggunaan
smartphone didominasi oleh remaja. Badan Pusat Statistik (BPS) bekerjasama
dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat angka
pertumbuhan pengguna internet di Indonesia hingga akhir tahun 2013 mencapai
71,19 juta orang, meningkat pada tahun 2014 mencapai 83,7 juta orang
(Keperawatan Muhammadiyah et al., n.d.2021)
Saputra (2016) menyebutkan di indonesia kecanduan internet pada remaja
sebesar 42,4%. Pada seluruh remaja yang menggunakan internet, 70% diantaranya
mengakses internet untuk hal negatif seperti cybercrime, cyberporn, dan game
online lebih dari 3 jam perhari. Kecanduan internet juga dapat menimbulakan
permasalahan fisik seperti mata kering, nyeri punggung dikarenakan terlalu lama
duduk, keberseihan yang terabaikan dan gangguan pola tidur. Masalah psikologi
dan sosial seperti: penurunan daya ingat, euforia saat online, waktu berinternet
berlebihan, menarik diri dari lingkungan sosial, merasa cemas dan depresi bila
offline (Maulida and Sari, n.d.)(Keperawatan Muhammadiyah et al., n.d.2021)
Masalah kesehatan remaja lannya yang tidak kalah penting adalah
kuranganya pemenuhan kualitas tidur pada remaja. Tidur merupakan suatu
keadaan berulang ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode
tertentu. Fungsi tidur sangat penting untuk pemenuhan kognitif remaja. Selama
tidur gelombang rendah yang dalam, tubuh melepaskan hormone pertumbuhan
manusia yang memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusu seperti sel
otak. Tidur juga berhubungan dengan perubahan dalam aliran darah srebral,
peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen, dan pelepasan
epinefrin (Romayati Keswara et al., 2019)
Sering kurang terpenuhi kualitas tidur remaja disebabkan pada remaja
memiliki pola yang berbeda dibandingkan usia lainnya. Hal ini akibat dari pada
masa akhir pubertas, remaja mengalami sejumlah perubahan yang seringkali
mengurangi waktu tidur. Remaja lebih sering tidur waktu malam dan bangun lebih
cepat karena tuntutan sekolah, sehingga remaja seringkali mengantuk berlebihan
pada siang hari. (Romayati Keswara et al., 2019)
Dampak kualitas tidur yang buruk antara lain akan mengalami berbagai
hal negatif diantaranya rentan mengalami kecelakaan, masalah kesehatan fisik,
gangguan memori dan pembelajaran, beresiko tinggi mengalami obesitas serta
masalah kesehatan mental (Romayati Keswara et al., 2019)
Kesehatan mental merupakan permasalahan yang selalu menarik perhatian
masyarakat. Kesehatan mental merupakan permasalahan yang tak pernah luput
dan selalu menjadi perhatian masyarakat. Banyaknya peningkatan masalah
kesehatan mental seperti peningkatan pasien gangguan jiwa, kejadian bunuh diri,
membuat masalah kesehatan mental tidak bisa diabaikan (Bukhori, 2009).
Indikator kesehatan mental yang perl diperhatikan menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia dalam riset kesehatan dasar, tidak hanya berupa
penilaian tehadap gangguan jiwa berat, tetapi juga di fokuskan pada penilaian
terhadap gangguan mental emosional (Kemenkes RI, 2013). Gangguan mental
emosional adalah masalah psikiatri yang paling sering terjadi. Salah satu bentuk
gangguan mental emosional adalah kecemasan.
Menurut WHO Gangguan kesehatan mental anak merupakan suatu keadaan
atau kondisi individu yang mengalami perubahan emosional yang apabila tidak
segera diatasi akan mengakibatkan individu mengalami kecemasan berlebihan,
depresi, mengalami gangguan tidur, hingga ingin melakukan tindakan bunuh diri
(WHO, 2016).
Gangguan kesehatan mental anak merupakan suatu kedaan atau kondisi
individu yang mengalami perubahan emosional disebabkan karena kurangnya
perhatian khusus oleh pihak orang tua maupun pihak sekolah terhadap kesehatan
mental anak.
Berdasarkan Hasil Penelitian kesehatan mental anak sekolah ditemukan fakta
bahwa tingkat kesehatan mental sebagian besar responden adalah normal
sebanyak 85 orang (75,2%), dan hampir setengah responden tingkat kesehatan
mental anak borderline sebanyak 20 orang (17,7%) dan responden dengan tingkat
kesehatan mental abrnormal sebanyak 8 orang (7,1%). Meskipun sebagian besar
kesehatan mental anak normal, akan tetapi ada beberapa kesehatan mental anak
yang tidak normal atau terganggu. Dari hasil penelitian di atas terdapat 20
siswa/siswi (17,7%) yang kesehatan mentalnya harus diperhatikan agar tidak
menjadi abnormal dan 8 siswa/siswi (7,1%) yang kesehatan mentalnya tidak
normal. Gangguan tersebut berupa gangguan pada perilaku sehari-hari seperti
anak tidak patuh kepada guru, suka berkelahi dengan teman-temannya, suka
marah dan melempar barang ke orang lain, suka berkata kasar kepada orang
sekitarnya, tidak pernah mau ketika diminta tolong oleh orang tua, selalu
membantah ketika guru meminta untuk mengerjakan pertanyaan kedepan. Dengan
adanya fakta bahwa terdapat hasil dari kesehatan mental anak sebanyak 8
siswa/siswi (7,1) mengalami kesehatan mental yang abnormal hal ini mungkin
juga disebabkan karena mayoritas anak adalah berjenis kelamin perempuan.
Karena anak perempuan ketika memiliki perkumpulan dengan teman sebayanya,
mereka tidak akan menerima atau tertutup kepada anak lain yang bukan termasuk
dari anggotanya, serta mereka akan mulai timbul rasa iri dan persaingan kepada
sesama anggota kelompok yang tidak sependapat dengan dirinya, hal ini juga
mengakibatkan pergulan teman sebayanya menjadi tidak baik.
Berdasarkan survei yang dilaksanakan oleh peneliti pada tanggal desember
2021 terhadap siswa siswi di SD N 1 Panerusan Kulon dan hasil wawancara dari
beberapa guru SD N 1 Panerusan Kulon didapatkan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uarain di atas kecanduan gadget atau smartphone adalah
masalah yang banyak terjadi saat ini dari anak – anak hingga remaja bahkan orang
dewasa. Dengan seiring berkembangnya teknologi smartphone sehingga membuat
smartphone bukan lagi sekedar alat komunikasi saja tetapi bisa menjadi alat untuk
bermain game, bersosial media, dan membuka situs – situs lainnya di internet.
Banyak dari kalangan remaja yang kecanduan smartphone atau gadget ini
di gunakan untuk hal – hal yang kurang bermanfaat atau bahkan bisa di bilang
negatif seperti misalnya bermain game online, bersosial media, dan bahkan untuk
membuka situs – situs dewasa secara berlebihan. Banyak kegiatan yang dilakukan
oleh para anak – anak maupun remaja yang kecanduan smartphone kurang
bermanfaat sehingga menyita banyak waktu, tenaga dan pikirannya sehingga
membuat para anak – anak atau remaja yang kurang memperhatikan kesehatannya
seperti tidur terlalu malam (begadang), jam makan yang tidak teratur, dan lainnya.
Kecanduan smartphone juga dapat menimbulakan permasalahan fisik seperti mata
kering, nyeri punggung dikarenakan terlalu lama duduk, keberseihan yang
terabaikan dan gangguan pola tidur. Masalah psikologi dan sosial seperti:
penurunan daya ingat, euforia saat online, waktu berinternet berlebihan, menarik
diri dari lingkungan sosial, merasa cemas dan depresi bila offline (Maulida and
Sari, n.d.). Berdasarkan uraian latar belakang di atas sehingga muncul pertanyaan
“Apakah ada dampak kecanduan smartphone terhadap kualitas tidur dan
kesehatan mental?” sehingga peneliti merumuskan masalah yaitu bagaimana
“Dampak Kecanduan Smartphone Terhadap Kualitas Tidur dan Kesehatan Mental
Siswa di SD N 1 PANERUSAN KULON”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dampak dari kecanduan smartphone terhadap kualitas
tidur dan kesehatan mental para remaja yang kecanduan smarthphone.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui dampak kecanduan smartphone terhadap kualitas tidur
pada Siswa SD
b. Mengetahui dampak kecanduan smartphone terhadap kesehatan mental
Siswa SD
c. Menganalisis dampak kecanduan smartphone terhadap kualitas tidur
dan kesehatan mental Siswa SD
D. Manfaat
Adapun manfaat yang di harapkan dari adanya penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapakan bisa memberikan informasi, wawasan
dan sekaligus pelajaran baru yang diperoleh untuk memperkaya
khasanah keilmuan dalam bidang kesehatan mengenai dampak yang di
timbulkan dari kecanduan smartphone dikalangan Siswa dan Siswi SD
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai wawasan
baru yang bisa diterapakan dalam kehidupan sehari – hari bagi :
a. Bagi remaja, bagi para remaja yang kecanduan bermain
smartphone diharapkan setelah adanya penelitian ini bisa menjadi
lebih bijak dalam menggunakan smartphone agar bisa digunakan
untuk kegiatan kegiatan yang lebih bermanfaat dan tidak
menimbulkan masalah negatif bagi kesehatannya.
b. Bagi peneliti, diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk
bahan penelitian hal yang sama yang selanjutnya. Baik dari segi
variable, metode yang di gunakan sampai dengan subjek yang
digunakan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu yang pernah
dilakukan:
Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
No. Judul Desain Metodologi Persamaan Perbedaan
Penelitian & Hasil Penelitian
(Peneliti,
Tahun)
1. Hubungan Desain penelitan: Desain Responden,
antara metode cross Penelitian perbedaan
Kecanduan sectional study. dengan tempat
Smartphone Hasil Penelitian: metode penelitian,
dengan Memperlihatkan cross pada
Kualitas Tidur bahwa sebagian sectional, penelitian
pada siswa di besar responden dari sama tersebut
SMA Negeri 1 penelitian di SMA meneliti peneliti
Maesaan Negeri 1 Maesaan kecanduan hanya
Kabupaten Kabupaten smartphone meneliti
Minahasa Minahasa memiliki dengan hubungan
Selatan”. kualitas tidur yang kualitas kecanduan
(Clauthya M. buruk dengan tidur. smartphone
Pandey dkk, jumlah 75 dengan
2019) responden (49,0%) kualitas tidur
sedangkan yang
memiliki kualitas
tidur yang baik
hanya 78 responden
(51,0%).
2. Kontrol Diri Desain penelitian: Sama Pada
dan metode kuantitatif meneliti penelitian
Kecanduan korelatif ditambah tentang yang pertama
Gadget pada dukungan data kecanduan menggunakan
Siswa Remaja kualitatif. smartphone metode
(Layli Hasil Penelitian: pada siswa. kuantitatif
Mumbaasithoh Hasil uji normalitas korelatif
dkk, 2021) menunjukkan nilai
signifikansi p
sebesar 0,81 dan
0,71, nilai
p > 0,05 yang
berarti data
penelitian ini
berdistribusi normal.

3. Prevalensi dan Desain Penelitian: Sama Desain


Dampak metode literature meneliti penelitian
Kecanduan review dangan tentang menggunkan
Gadget Pada mencari artikel kecanduan literature
Remaja: database Pubmed, smartphone review
Literature Proquest, Google
Review. Scholar.
(Mentari Hasil Penelitian:
Kusuma Rini Pada 6 artikel yang
dan Titih telah direview
Huriah, 2020) membahas
prevalensi
kecanduan internet
dari berbagai
macam negara,
yaitunegara maju
maupun negara
berkembang. Pada
negara maju yang di
wakiliki oleh Asia
seperti Jepang, (So
et al., 2017)
memaparkan bahwa
dari 132 remaja
43,3% diantaranya
mengalami
kecanduan internet.
4. Prevalence of Metode : Strategi Sama Penelitian
problematic pencarian meneliti sebelumnya
smartphone menggunakan Judul smartphone hanya
usage and Subjek Medis dengan meneliti
associated dikembangkan dan kesehatan prevaensi
mental health di adaptasi untuk mental. smartphone
outcomes delapan database dengan
amongst kesehatan
children and mental.
young people: Metode
a systematic penelitian
review, meta- berbeda
analysis and dengan
GRADE of the peneitian
evidence. sebelumnya.
(Samantha
Sohn1,
Phillipa
Rees2,
Bethany
Wildridge1,
Nicola J.
Kalk3,4kan
dan Ben
Carter5, 2019)

5. Examining Metode penelitian Sama Penelitian


associations ini Data Cross- meneliti sebelumnya
between sectional kecanduan hanya
smartphone dikumpulkan smartphone meneliti
use, dengan convenience dan kesehatan
smartphone sampling. Hasil kesehatan mental saja.
addiction, and menunjukan bahwa mental.
mental health penggunaan
outcomes: A smartphone
cross-sectional memiliki hubungan
study of negatif yang
college signifikan dengan
students gejal DAS (β= - .31.
(Namyun Kil , T= -3.81, P < 0,001)
Junhyoung dan berhubungan
Kim2, Justin positif dengan SWL
T. McDaniel3, ( β =.25,T=3.41,
Jun Kim3, P<.001)
Kari
Kensinger4,
2021)

B. Landasan Teori
1. Pengertian Smartphone
Ponsel pintar atau yang biasa di sebut smartphone tidak di ragukan
lagi telah membuat salah satu pembawa perubahan terbesar di bidang
komunikasi pribadi di era sekarang. Terlepas dari dari keuntungan
teknologi baru dalam kehidupan kita, penggunaan teknologi ini dapat
menempatkan seseorang pada resiko efek samping seperti penggunaan
ponsel yang secara berlebihan oleh karena itu, tampak beberapa orang
sangat bergantung pada ponsel mereka yang merupakan tanda kecanduan
perilaku dan dapat menyebabkan isolasi dan perasaan kesepian, penurunan
hubungan interpersonal, dan interaksi sosial di dalamnya. Menurut survei
yang dilakukan di inggris pada tahun 2012, 66% orang takut kehilangan
ponsel mereka dan tidak bisa menggunakannya. Studi di Amerika serikat
menunjukan bahwa ketakutan orang dewasa dikenal sebagai nomophobia.
Setelah meluasnya penggunaan teksnologi informasi dan
komunikasi (TIK), peneliti menyelidiki beberapa masalah karena
menggunakan ponsel atau smartphone yang terlalu sering atau berlebihan.
Nomophobia didefinisikan sebagai ketakutan akan kurangnya seseorang
mengakses ke ponsel atau smartphone, dan itu dia anggap sebagai
gangguan di zaman modern. Istilah ini juga mengacu pada ketergantungan
ponsel atau kecanduan ponsel. Nomophobia adalah suatu keadaan penyakit
sosio-psikologis, yang mencakup dua frasa yaitu “jauh dari ponsel” dan
“phobia”. Dalam studi mereka (Raja, dkk). Menganggap nomophobia
sebagai gangguan yang di hasilkan dari teknologi baru. Mereka
mendefinisikan nomophobia sebagai ketidaknyamanan atau kecemasan
ketika berada di luar kontak ponsel atau smartphone.
Perkembangan terbaru dari smartphone sangat pesat dan
smartphone sekarang menjadi teknologi yang multifungsi dan telah
mengubah cara pandang manusia tentang teknologi komunikasi dan
informasi ; membuat minat penggunaan smartphone menjadi tinggi
sehingga memicu kekhawatiran di seluruh dunia tentang dampak
penggunaan berlebihan dan kecanduan smartphone. Dalam beberapa tahun
terakhir telah terjadilonjakan literatur tentang kecanduan smartphone
(Atroszko, Andreassen, Griffiths, & Pallesen, 2015).
Handphone dan smartphone adalah perangkat seluler yang
digunakan oleh setiap orang sebagai perangkat pribadi yang menunjukan
identitas dan status sosial, tetapi fitur pembeda utama di antara keduanya
adalah bahwa smartphone memiliki akses permanen ke internet dan
akibatnya semua konten internet bisa di akses yang membuat para
penggunanya tertarik dan bisa menimbulkan berbagai masalah.
Smartphone memberikan banyak kepuasan, seperti komunikasi antar
pengguna smarphone menjadi sangat mudah, menjadi hiburan seperti
menonton film ataupun juga bermain game, pencarian informasi,
manajemen waktu, strategi koping, dan pemeliharaan identitas sosial (Bian
& Leung, 2015).
2. Pengertian Kualitas Tidur
Kualitas tidur yang baik sangat di butuhkan oleh semua orang
termasuk remaja yang sedang dalam fase tumbuh kembang dalam
pemeliharaan semua proses tubuh dan juga mental (konsentrasi dan
emosi). Salah satu masalah kesehatan yang banyak dialami oleh remaja
saat ini adalah gangguan tidur. Gangguan tidur yang dialami oleh remaja
saat ini disebabkan oleh adanya faktor dan kebiasaan yang dilakukan oleh
kebiasaan remaja sebelum tidur sehingga dapat mempengaruhi kualitas
tidur pada remaja. (National Adolescent and Young Adult Health
Infotmation Center, 20014)
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga
seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah
terangsang dan gelisah, lesu, apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak
mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah – pecah,
sakut kepala dan sering munguap atau mengantuk.
Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur, seperti
lamanya tidur, waktu yang di perlukan untuk bisa tertidur, frequensi
terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan kepulasan tidur
(Hidayat, 2012).
Dampak paling umum yang terjadi pada remaja ketika kualitas
tidur mereka buruk adalah gangguan proses belajar mereka di sekolah.
Alasan utama gangguan proses belajar bisa mengalami penurunan adalah
remaja mengantuk ketika siang hari mengakibatkan remaja tidak
konsentrasi secara optimal mengikuti pelajaran di sekolah (Siversten dan
Titova, 2015).
Kekurangan tidur akan menyebabkan kelelahan, mudah marah,
peningkatan sensitivitas, dan peningkatan kemungkinan cidera.
Menambahkan kekurangan tidur memiliki efek psikologis pada remaja
seperti kemampuan sosial yang buruk dan berakibat negatif pada
kemampuan mengingat yang akan menurunkan prestasi belajar pada
remaja (Lemola & Demici, 2015)
3. Kebutuhan Pola Tidur Normal
Ada berbagai referensi mengenai standar kebutuhan dan pola tidur
normal setiap individu berdasarkan usia dan tahap perkembangan. Berikut
diantaranya:
a. Neonatus
Menurut Kozier et al (2004), dimasa neonatus sampai usia tiga bulan,
individu memerlukan rata – rata tidur sekitar 16 – 18 jam sehari yang
terbagi menjadi tujuh periode tidur tidur sama halnya dengan widuri
(2010), yang menyatakan bahwa neonatus sampai dengan tiga bulan
membutuhkan setidaknya 1 jam sehari untuk tidur. Sedangkan Hidayat
(2009) menyatakan bahwa usia 0 – 1 bulan, kebutuhan tidur sekitar 14 –
18 jam per hari.
b. Bayi
Bayi memiliki siklus tidur yang lebih pendek dari orang dewasa yaitu
50 – 60 menit. Bayi rata – rata tertidur selama 12 – 14 jam dan bangun
setiap 3 – 4 jam, kemudian makan dan tertidur lagi. Usia 4 bulan, bayi
mulai menunjukan pola tidurnya, tidur siang dan terbangun di pagi hari.
Beberapa bayi bangun di tengah malam saat usia 5 – 9 bulan (Craven &
Hirnle, 2000). Sedangkan menurut Widuri (2010), bayi pada malam hari
tidur kira – kira 8 – 10 jam. Dimana usia 1 bulan sampai dengan 1 tahun
tidur kira – kira 14 jam per hari.
c. Todler
Untuk usia todler, kebutuhan tidur 10 – jam per hari (Potter & Perry,
2005: Widuri, 2010). Pada usia 2 tahun, anak – anak biasanya tidur
sepanjang malam dan tidur siang setiap hari. Sedangkan menurut hidayat
(2009), usia 18 bulan sampai 3 tahun biasanya kebutuhan tidur adalah 11 –
12 jam per hari.
d. Anak Usia Prasekolah
Di usia ini, anak rata – rata tidur sekitar 11 – 12 jam per hari (Widuri,
2010). Pada usia 5 tahun, anak prasekolah jarang tidur siang (Potter &
Perry, 2005). Di usia ini juga, anak mulai belajar melakukan kebiasaan
sebelum tidur, seperti berdoa dan menyikat gigi.
e. Anak Usia Sekolah
Anak usia sekolah membutuhkan waktu setiaknya 10 jam per hari untuk
tidur (Widuri, 2010 & Hidayat, 2009). Wong (1995, dalam Agustin, 2012),
mengungkapkan bahwa anak usia sekolah tidur selama 8 – 12 jam setiap
malamnya tanpa tidur siang. Selain itu, pada usia 6 tahun, anak akan tidur
malam rata – rata 11 – 12 jam, sementara anak usia 11 tahun tidur sekitar 9
– 10 jam (Potter & Perry, 2005).
f. Remaja
Di usia remaja, mereka membutuhkan waktu tidur sekitar 8 – 10 jam
setiap malamnya untuk mencegah kelelahan. Tuntutan sekolah, kegiatan
sosial setelah sekolah dan pekerjaan paruh waktu menekan waktu yang
tersedia untuk tidur (Potter & Perry, 2005). Hal yang senada juga di
ungkapkan oleh Widuri (2010) dan Hidayat (2009) yang menyatakan usia
remaja membutuhkan waktu tidur sekitar 8.5 jam setiap harinya.
g. Dewasa Muda
Kebanyakan dewasa muda tidur di malam hari rata – rata 6 – 8,5 jam
dan jarang sekali tidur siang (Potter & Perry, 2005). Adapun gaya hidup
dapat mengganggu pola tidur dewasa muda, seperti stres pekerjaan,
hubungan keluarga dan aktifitas sosial dapat mengarah pada insomnia dan
penggunaan obat – obatan untuk dapat tertidu.
h. Dewasa Tengah
Dewasa tengah umumnya tetap mempertahankan pola tidur yang sudah
dijalankan usia dewasa muda yaitu 6 – 8 jam setiap malamnya. Frequensi
buang air kecil saat tengah malam pada saat usia ini cenderung meningkat
dan kepuasan kualitas tidur menurun (Craven & Hirnle, 2000).
i. Lansia
Di usia lansia, 60 tahun ke atas, membutuhkan waktu tidur sekitar 6 jam
setiap malamnya. Dan terdapat peningkatan waktu tdur siang pada lansia
(Craven & Hirnle, 2000). Keluhan tentang kesulitan tidur pada lansia
seringkali akibat adanya penyakit kronik yang diderita. Kerusakan sensori
karena penuaan, dapat mengurangi sensitivitas terhadap waktu yang
mempertahankan irama sirkadian (Potter & Perry, 2005).
4. Kesehatan Mental
a. Pengertian Kesehatan Mental
Menurut Kemenkes (2018), kesehatan mental yang baik adalah
kondisi ketika batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang,
sehingga memungkinkan kita untuk menikmati kehidupan sehari-hari dan
menghargai orang lain di sekitar. Seseorang yang bermental sehat dapat
menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam
menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan
orang lain. Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan
mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali
emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk, penyakit
mental dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
b. Kriteria Sehat Mental
1) Menurut WHO (2012)
- Dapat menyesuaikan diri secara konstruktif pada kenyataan
- Memperoleh kepuasan dari usahanya
- Merasa lebih puas memberi dari pada menerima
- Hubungan antar manusia, saling menolong dan saling
memuaskan
- Menerima kekecewaan sebagai pelajaran, untuk memperbaiki
yang datang
- Mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian yang
kreatif dan konstruktif
- Mempunyai rasa kasih sayang
2) Menurut Abraham Maslow
- Memiliki persepi yang akurat terhadap realitas
- Menerima diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
- Spontan, sederhana dan wajar
c. Aspek-aspek Kesehatan Mental
Aspek – aspek kesehatan mental menunjukan dukungan untuk
dimensi psychological distress berbeda dari dimensi psychological well-
being melalui analisis faktor instrumen yang mengandung item positif dan
negatif (Behjati, 2011).
Aspek – aspek kesehatan mental yang digunakan dalam penelitian
ini disusun berdasarkan teori menurut Veit dan Ware yang terdiri dari dua
aspek:
1) Psychological Distress
Psychological Distress mendeskripsikan individu yang
berada dalam keadaan yang buruk atau negatif. Keadaan
kesehatan mental yang negatif di ukur dengan melihat adanya
beberapa simptom-simptom klinis yang dirasakan oleh individu.
Simptom klinis yang pertama yaitu anxiety atau kecemasan yang
muncul dan di alami dalam kondisi fisik maupun psikis.
Simptom yang kedua yaitu depression atau depresi yang muncul
dalam perasaan sedih yang terlalu berlebihan. Simptom yang
kedua yaitu depression atau depresi yang muncul dalam perasaan
sedih yang terlalu berlebihan. Simptom ketiga yaitu loss of
behavorial atau emotional control
2) Psychological well-being
Kesehatan mental merupakan konsep yang bersifat
kontinum karena berada pada dua titik yang berlawanan yaitu
negative states dan positive states. Negative states digambarkan
dalam psychological distress sedangkan positive states
digambarkan dalam psychological well-being. Psichological
well-being. Mendeskripsikan individu dalam keadaan mental
yang baik. Hak tersebut dilihat dari indikator – indikator seperti
kepuasan dalam hidup atau life satification, emotional ties, dan
general possitive effect.
d. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
Kesehatan mental dipengaruhi oleh beberapa faktor baik
eksternal maupun internal. Yang termasuk faktor internal adalah
faktor biologis dan psikologis. Beberapa faktor biologis yang
secara langsung berpengaruh terhadap kesehatan mental, di
antaranya: otak, sistem endokrin, genetika, sensori, dan kondisi ibu
selama kehamilan. Faktor psikologi yang berpengaruh terhadap
kesehatan mental, yaitu: pengalaman awal, proses pembelajaran
dan kebutuhan (Muhyani,2012).

5. Faktor yang Mempengaruhi Smart Addiction (kecanduan telepon


pintar)
Bagi banyak orang konsep kecanduan melibatkan obat. Namun,
sekarang ada gerakan yang berkembang yang memandang sejumlah
perilaku lain yang berpotensi adiktif. Istilah adiksi pernah terbatas pada
obat – obatan atau zat, tetapi kini juga diterapkan untuk perjudian, internet,
gaming, penggunaan ponsel, dan kecanduan perilaku lainnya (Kwon, dkk.
2003).
Yuwanto (2010) dalam penelitiannya mengenai mobile phone addict
mengemukakan faktor – faktor penyebab kecanduan smartphone yaitu:
1. Faktor Internal
Faktor internal terdiri atas faktor – faktor yang menggambarkan
karakteristik individu. Selfsteem yang rendah, kepribadian ekstraversi
yang tinggi, tingkat sensation seeking yang tinggi cenderung lebih
mudah mengalami kebosanan dalam aktivitas yang sifatnya rutin,
kontrol diri yang rendah, kebiasaan menggunakan telepon genggam
yang tinggi, expectacy effect yang tinggi dan kesenangan pribadi yang
tinggi dapat menjadi prediksi kerentanan individu mengalami
kecanduan telepon smartphone.
2. Faktor Situasional
Faktor situasionla terdiri atas faktor – faktor penyebab yang
mengarah pada penggunaan telepon genggam sebagai sarana membuat
individu merasa nyaman secara psikologis ketika menghadapi situasi
yang tidak nyaman. Tingkat stress yang tinggi, kecemasan, rasa sedih,
kesepian, kejenuhan belajar, dan leisure boredom (tidak adanya
kegiatan di waktu luang) dapat menjadi penyebab kecanduan telepon
genggam.
3. Faktor Sosial
Faktor sosial terdiri atas faktor penyebab kecanduan telepon
genggam sebagai sarana berinteraksi dan menjaga kontak dengan
orang lain. Faktor ini terdiri atas mandatory behavior dan connected
presence yang tinggi. Mandatory behavior merupakan perilaku yang
harus dilakukan untuk memuaskan kebutuhan berinteraksi yang
distimulasi atau di dorong oleh orang lain. Connected presence lebih
didasarkan pada perilaku berinteraksi dengan orang lain yang berasal
dari dalam diri.
4. Faktor Eksternal
Faktor eksternal berasal dari kata luar diri individu, faktor ini
terkait dengan tingginya paparan media tentang telepon genggam dan
fasilitasnya.

6. Anak Usia Sekolah

1. Pengertian
Anak usia sekolah merupakan anak yang sedang berada pada
periode usia pertengahan yaitu anak yang berusia 6 – 12 tahun
(Santrock, 2008), sedang menurut Yusuf (2011) anak usia sekolah
merupakan anak usia 6 -12 yang sudah dapat mereaksikan rangsang
intelektual atau kemampuan kognitif (seperti : membaca, menulis dan
menghitung).
Anak sekolah menurut definisi WHO (Word Health Organization)
yaitu golongan anak yang berusia 7 – 15 tahun, sedangkan di Indonesia
lazimnya anak yang berusia 7 – 12 tahun.

2. Karakteristik anak usia sekolah


Anak usia sekolah merupakan golongan yang mempunyai
karakteristik muelai mencoba mengembangkan kemandirian dan
menentukan batasan - batasan norma. Disinilah variasi individu mulai
lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola
aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian lain anak usia
ini adalah sebagai berikut :
a. Anak banyak menghabiskan waktu diluar rumah
b. Aktifitas fisik anak semakin meningkat
c. Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya

3. Perkembangan anak usia sekolah (6-12 tahun)


Perkembangan anak usia sekolah disebut juga perkembangan masa
pertengahan dan akhir. Anak akan segera memasuki usia remaja.
Berbagai perkembangan yang terjadi pada anak di masa pertengan dan
akhir ini meliputi perkembangan fisik, motorik, kognitif dan
psikososial (Moersintowati 2002).
a. Perkembangan fisik
Perkembangan fisik di masa ini bisa dibilang lambat jika
dibandingkan pada masa sebelumnya dan relatif menetap
sampai anak mengalami pubertas
b. Perkembangan motorik
Perkembangan motorik halus pada masa usia sekolah ini
menjadi lebih terlatih dan lebih terkoordinasi dibandingkan
awal masa anak – anak. Perkembangan motorik anak sangat
pesat terlihat di masa ini, karena anak banyak terlihat dalam
kegiatan – kegiatan seperti bermain, berlari, meloncat, senam,
berenang, serta ketrampilan lainnya.
c. Perkembangan kognitif
Seiring dengan masuknya anak ke sekolah , maka kemampuan
kognitif tentu akan mengalami perkembangan pesat.
Pengetahuan akan bertambah, minat menjadi bertambah serta
pengetahuan lain semakin mengasah kemampuan kognitif
anak.
d. Perkembangan psikososial
Pada tahap ini anak akan menghadapi dan menyelesaikan tugas
atau perbuatan yang membuahkan hasil, sehingga dunia
psikososial anak menjadi kompleks. Anak lebih memahami
dirinya melalui karakteristik internal dari pada karakteristik
eksternal dan dapat memilih apa yang baik baginya maupun
masalahnya sendiri dan mulai melakukan identifikasi terhadap
tokoh tertentu yang menarik perhatiannya.
C. Kerangka Teori Penelitian

Faktor internal
 Kepribadian yang tinggi
 Kontrol diri yang rendah
 Experience effect yang tinggi
 Kesenangan pribadi yang tinggi

Faktor situasional
 Kesehatan mental (tingkat stress
tinggi, kecemasan, sedih,
kejenuhan belajar, leisure
boredom) susah tidur.

Kecanduan smartphone

Faktor sosial
 Mandatory behavior
 Connected presence

Faktor eksternal
 Tingginya paparan media

D. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Kualitas Tidur
Kecanduan
Smartphone
Kesehatan

BAB III Mental


METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif
dengan menggunakan metode cross sectional. Penelitian ini hanya
melakukan observasi dan pengukuran variabel pada saat tertentu saja.
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2012). Pada penelitian ini telat ditentukan dua variabel,
yaitu variabel bebas atau variabel independen dan variabel terikat atau
variabel dependen.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


1) Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD N 1 Panerusan Kulon, Susukan,
Banjarnegara, Jawa Tengah
2) Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian pada bulan November – Desember
2021.

C. Populasi dan Sampel


a) Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau
obyek yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang di
tetapkan oleh peneliti untuk diteliti dan kemudian di tarik
kesimpulannya (Wiratna, 2014).
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi remaja yang
berusia 6 – 12 tahun yang berada di kelas 4,5,6 SD N 1 Panerusan
Kulon pada bulan November.
b) Sampel
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara – cara yang
ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang
benar – benar sesuai dengan keseluruhan objek penelitian (Nursalam,
2003). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode
pengambilan sampel probability sampling dengan teknik simple
random sampling yang artinya teknik pengambilan sampel yang
memberikan peluang yang sam bagi setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sampel dan dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi tersebut (Sugiyono,
2011). Adapun rumus sampelnya sebagai berikut:

n=
{Z 1−α √2 P2 ( 1−P2 ) + Z1− β √ P1 ( 1−P1 ) + P2 ( 1−P2 ) }
2
( P1−P2 )
Keterangan:
n = besar sampel minimum
Z1-α = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
P = harga proporsi di populasi
d = presisi atau kesalahan (absolut) yang dapat ditoleransi
Z1-β = kekuatan uji (power of test)

P
P +P
= rata – rata dua proporsi 1 2
2( )
Kriteria inklusi
Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi
oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
1) Bersedia menjadi responden
2) Anak usia sekolah dasar

Kriteria eksklusi
Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2012). Kriteria ekslusi dalam
penelitian ini adalah anak sekolah dasar yang tidak bersedia untuk
menjadi responden.

D. Teknik Sampling
Pengambilan sampel penelitian ini menggunakan metode teknik
total sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan mengambil
semua anggota populasi sebagai sampel.
Sehingga dalam teknik sampling disini peneliti mengambil
responden pada saat itu juga di SD N 1 Panerusan Kulon Kecamatan
Susukan Kabupaten Banjarnegara.

E. Variabel Penelitian
Dalam Penelitian ini terdiri atas beberapa variabel yaitu:
1. Variabel bebas (independent variabel) merupakan variabel yang
menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kualitas tidur dan
kesehatan mental
2. Variabel terikat (dependent variabel) merupakan variabel yang di
pengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel
idependen. Variabel dalam penelitian ini adalah kecanduan
smartphone.

F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah variabel penelitian dimaksudkan untuk
memahami arti setiap variabel penelitian sebelum dilakukan analisis
(Wiranti, 2014)

Tabel 3.1 Definisi Operasional


Variabel Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala
operasional
Variabel Kualitas tidur Kuesioner Sangat Baik, Ordinal
bebas: adalah (PSQI) Jika Teratur
Kualitas tidur kepuasan Rendah, jika
seseorang Tidak teratur
terhadap
tidur.
Variabel Kesehatan Kuesioner Baik Ordinal
Bebas: mental (DASS Buruk
Kesehatan merupakan 42/21) Benar : 1
Mental kemampuan Salah: 0
untuk
mengelola
stres
kehidupan
yang wajar.
Variabel Kecanduan Kuesioner Baik Ordinal
terikat: smartphone Buruk
Kecanduan adalah Benar : 1
Smartphone perilaku yang Salah: 0
berpotensi
adiktif
terhadap
smartphone.

G. Intrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner,
kuisioner dalam penelirian ini untuk mengetahui kualitas tidur dan
kesehatan mental remaja yang meliputi aspek jenis kelamis, aktifitas
sebelum tidur, tingkat kelelahan, intensitas bermain dan tingkat fokus
maka kuisioner tersebut perlu di uji validitas dan reabilitasnya. Uji
validitas dan reabilitas dilaksanakan di SD N 1 Panerusan Kulon,
Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara.

1. Kisi – kisi Kecanduan Smartphone


No Indikator Pertanyaan Jumlah
Favorable (+) Un Favorable
(-)
1. Ketidakmampuan 5,3 1,2,3,4 6
mengontrol
keinginan
menggunakan
smartphone
2. Kecemasan dan 7 8,9 3
kehilangan bila
tidak
menggunakan
smartphone
3. Menarik diri / 12,16 10,11,13,14,15 7
mengalihkan diri
dari masalah
4. Kehilangan 17 1
Produktifitas
Jumlah 17

2. Kisi – kisi Kuisioner Kualitas Tidur


No Variabel No. Pertanyaan Jumlah Pertanyaan
1 Kualitas tidur 1,2,3,4,5 5
Total 5

3. Kisi – kisi Kuisioner Kesehatan Mental


Dimensi Indikator Favorable Unfavorable Jumlah
Psychologica a. Emotional 7 1
l well-being ties
b. General 1,3 2 3
Possitive
Affect
Psycological a. Anxiety 6,15,16,11,13 5
distress
b. Loss of 8 4,9,10 4
behavioral/
emotional
control
c. Depression 5,14,12,17,18 5

1. Uji Validitas
Prinsip validasi adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti
prinsip keadaan instrumen dalam pengumpulan data. Intrumen harus
dapat mengukur apa yang harus diukur (Nursalam, 2017). Uji validitas
dilakukan dengan uji Pearson Product Moment

Rumus Pearson Product Moment:

n ( ∑ XY ) −( ∑ X ∑ Y )

√(( ∑
rxy=
n X 2− ( ∑ X ) 2 ( n ∑ Y 2 − ( ∑ Y )
2
)))
keterangan:
Rxy = koefisien korelasi x dan y
X = skor butir (pertanyaan)
Y = skor total (responden)
N = jumlah responden
∑X = jumlah skor pertanyaan
∑Y = jumlah skor total

Dasar pengambilan keputusan valid tidaknya item pernyataan


kuesioner:
a. Jkika nilai p value > 0,05 atau nilai r hitung positif dan < nilai r
tabel, maka item pertanyaan tersebut tidak valid.
b. Jika nilai p value ≤ 0,05 atau nilai r hitung positif dan ≥ nilai r
tabel, maka item pertanyaan tersebut valid.

2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila
fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam
waktu yang berkelainan (Nursalam, 2007). Setelah menguji validitas maka
perlu juga menguji reliabilitas data, apakah alat ukur dapat diukur atau
tidak. Rumus untuk menghitung koefisien reabilitas instrumen dengan
menggunakan Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:

{ }{ ∑ ab
}
2
k
r11= 1− 2
( k−1 ) at
Keterangan:
r11 = reabilitas instrumen
k = jumlah butir pertanyaan
∑ab = jumlah varian butir
2

A2t = jumlah varian total


H. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik pengumpulan data
1) Tahap Persiapan
Tahap persiapan ini berisikan beberapa kegiatan pengumpulan
data meliputi:
a) Persiapan materi studi pustaka dan studi pendahuluan
yang mendukung penelitian.
b) Pembuatan proposal penelitian yang dilanjutkan dengan
pengujian proposal penelitian
c) Melakukan koordinasi dan meminta ijin pada tempat
penelitian dalam hal ini adalah pihak sekolahan.
2) Tahap pelaksanaan
Pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi
dengan memulai tahap pengumpulan data primer dan data
sekunder, dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data
yaitu:
a) Data Primer
Data ini diperoleh dengan menggunakan kuisioner.
Responden yang telah memenuhi kriteria sampel akan
diberikan kuisioner yang telah disediakan oleh peneliti
disertai dengan surat persetujuan menjadi responden
dengan terlebih dahulu peneliti menjelaskan maksud
dari penelitian dan cara pengisian kuisioner pada
responden, apabila responden setuju untuk dijadikan
sampel, maka responden diharuskan untuk mengisi dan
menandatangani surat persetujuan menjadi responden,
serta mengisi kuisioner yang telah disediakan oleh
peneliti sesuai dengan kesadaran sendiri tanpa paksaan
dari pihak manapun.
b) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat tidak secara
langsung dari objek penelitian. Peneliti mendapatkan
data yang sudah jadi yang dikumpulkan oleh pihak
dengan berbagai cara metode baik secara komersial
maupun non komersial (Aeni, 2018).

I. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis ini hanya menghasilkan distribusi frequensi dan
representase. Tujuan dari analisis univariat yaitu untuk menjelaskan
karakteristik masing – masing variabel yang diteliti.
Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
skor responden terhadap hubungan kecanduan smartphone dengan
kualitas tidur dan kesehatan fisik.
f
P= ×100 %
N
Keterangan:
P= nilai persentase responden
F= jumlah jawaban yang benar
N= jumlah skor yang diinginkan

2. Analisis Bivariat
Menganalisis data untuk melihat hubungan antara variabel independen
(Kualitas Tidur dan Kesehatan Mental) dan variabel dependen
(Kecanduan Smartphone). Hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen dicari dengan cara uji statistik chi square. Rumus
uji statistik chi square yaitu:

2
2 ( fo−fe)
x =∑
fe
Keterangan:
2
x : Nilai chi square
fo : Frequensi teramati
fe : Frequensi harapan

Dengan derajat bebas : (k-1) (b-1) = kolom dan b = baris, kriteria


hubungan variabel ditentukan oleh nilai ρ value. Apabila ρ ≤ ɑ 0,05
maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada hubungan antara
kecanduan samrtphone dengan kualitas tidur dan kesehatan mental
pada remaja. Apabila ρ ≤ ɑ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak
berarti tidak ada hubungan antara kecanduan samrtphone dengan
kualitas tidur dan kesehatan mental pada remaja.

J. Alur Penelitian
1. Alur Penelitian
a. Mengajukan judul penelitian dan konsultasi penelitian
b. Melakukan studi pendahuluan ke SD N 1 Panerusan Kulon,
Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara.
c. Studi pustaka
d. Mengurus surat izin penelitian ke Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto
e. Menyusun proposal
f. Seminar proposal
2. Tahap ini merupakan tahap penelitian. Penelitian ini dilakukan pada
bulan November 2021 yang dilakukan di SD N 1 Panerusan Kulon,
Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara meliputi beberapa
langkah:
a. Menemui responden dan meminta persetujuan untuk menjadi
responden melalui izin Kepala Sekolah SD N 1 Panerusan
Kulon
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan
d. Membagikan link kuisioner kepada responden
e. Setelah pencatatan data terpenuhi pengumpulan data dihentikan
3. Tahap ini meliputi tahap pengolahan data dan penyesuaian laporan
a. Melakukan pengelolaan dan analisis
b. Menyusun laporan hasil penelitian dan kesimpulan
c. Mempresentasikan hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai