Anda di halaman 1dari 9

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Masalah

Masa remaja adalah salah satu masa dalam rentang kehidupan manusia.

Masa ini merupakan masa transisi dimana masa itu diperlukan penyesuaian diri

dari masa anak-anak kemasa dewasa. Batas umurnya berkisar antara 10-20 tahun.

Dalam masa ini, remaja berkembang kearah kematangan perilaku seksual,

menetapkan identitas sebagai individu yang terpisah dari keluarga dan

menghadapi tugas menentukan cara mencari mata pencaharian. Dalam masa ini,

perilaku perilaku seksual juga ikut mewarnai kehidupan para remaja (Setiawan

dalam Nunung dan Muslim, 2015). Seperti yang dikemukakan oleh Calon (Hendi,

2016) bahwa masa remaja menunjukan sifat jelas transisi atau peralihan karena

remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak memiliki status kanak-kanak.

Munculnya fenomena kecenderungan kenakalan remaja yang masih

berstatus sebagai pelajar akhir-akhir ini menjadi permasalahan yang

mengkhawatirkan baik dari perspektif pendidikan, psikologi, sosial, maupun

budaya. Fenomena ini merupakan bukti dari lemahnya moral dan regulasi diri di

kehidupan remaja yang semakin melemah.

Kemudahan mengakses informasi akibat dampak dari kemajuan teknologi

memunculkan pemikiran – pemikiran modern yang tidak sesuai dengan norma –

norma sosial yang ada di dalam masyarakat. Hal ini memicu timbulnya masalah

sosial remaja di lingkungannya, baik di keluarga, lingkungan pendidikan maupun

di lingkungan masyarakat.

1
2

Menurut BPS 2015 jumlah penduduk di Indonesia sebanyak 254,9 juta

jiwa, diantaranya laki-laki sebanyak 128,1 juta jiwa dan perempuan sebanyak

126,8 juta jiwa. Data menunjukkan adanya peningkatan kenakalan remaja dari

tahun ketahun diambil dari Badan Pusat Statistik (BPS), tren kenekalan remaja

dan kriminalitas remaja mulai dari kekerasan fisik dan kekerasan psikis

menunjukkan angka peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2007, tercatat

3145 remaja usia ≤ 18 tahun menjadi pelaku kenakalan dan tindak kriminal, tahun

2008 dan 2009 meningkat menjadi 3280 hingga 4123 remaja. Pada tahun 2013

angka kenakalan remaja di Indonesia mencapai 6325 kasus 147 kasus tawuran

antar pelajar, sedangkan pada tahun 2014 jumlahnya mencapai 7007 kasus 255

kasus tawuran antar pelajar dan pada tahun 2015 mencapai 7762 kasus. Artinya

dari tahun 2013 – 2014 mengalami kenaikan sebesar 10,7%, kasus tersebut terdiri

dari berbagai kasus kenakalan remaja diataranya, pencurian, pembunuhan,

pergaulan bebas dan narkoba yang banyak dilakukan oleh anak pelajar. Dari data

tersebut kita dapat mengetahui pertumbuhan jumlah kenakalan remaja yang terjadi

tiap tahunnya.

Menurut BPS 2015 Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang

ada di Indonesia dengan jumlah kabupaten mencapai 25 kabupaten dan 440

kecamatan. Jumlah penduduk Sumatera Utara mencapai 13.326.307 jiwa, terbagi

atas 6.648.190 jiwa laki-laki dan 6.678.117 jiwa perempuan pada tahun 2015.

Dari data BKKBN sebanyak 40 % remaja di kota Medan sudah melakukan

hubungan seks sebelum menikah, dan 200 ribu remaja mengkonsumsi narkoba

yang menjadi penyebab tingginya angka putus sekolah.


3

Menurut BPS 2015 Kabupaten Simalungun merupakan salah satu

kabupaten yang ada di Sumatera Utara yang terdiri dari 31 Kecamatan, dengan

luas 4.372,50 Km2 atau 6,12 persen dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kabupaten Simalungun dalam tahun 2016

jumlah penduduk masyarakat Simalungun sebanyak laki-laki 423 202.00 jiwa,

perempuan 426 203.00 jiwa total semuanya yaitu sebanyak 849 405.00 jiwa.

Kepadatan Penduduk di 31 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan

penduduk tertinggi terletak di kecamatan Siantar dengan kepadatan sebesar 889

jiwa/km2 dan terendah di Kecamatan Dolok Silou sebesar 47 jiwa/Km 2. Jumlah

angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional di Simalungun pada

tahun 2015 sebesar 413.154 jiwa dengan tingkat partisipasinya sebesar 68,41%.

Pada umumnya penduduk Simalungun bekerja di sektor pertanian (53,54%)

kemudian 35,44% disektor jasa-jasa, hotel dan restoran. Sedangkan menurut

pendidikan, angkatan kerja di Simalungun 24,99% berpendidikan tertinggi sampai

dengan tingkat SMP, sedangkan berpendidikan SMA/SMK 42,37% dan 9,10%

berpendidikan diploma sampai dengan sarjana. Dan dari data pada tahun 2016

sebanyak 8.226 terdapat kasus kejahatan yang dilakukan anak seperti; seksual,

prostitusi dan narkoba. Jumlah tersebut meningkat di tahun 2015 menjai 7.080

kasus. Berdasarkan angka itu, sekitar 58 persen merupakan kejahatan seksual.

Berdasarkan data tersebut hampir semua kasus perilaku menyimpang

remaja selalu di temukan di media-media massa dan elektronik bahkan dari hari

kehari fenomena perilaku menyimpang remaja semakin meningkat di sejumlah

kota besar termasuk kota Pematang Siantar dan daerah terpencil. Banyak ulah

para remaja belakangan ini semakin mengerikan dan mencemaskan masyarakat.


4

Para remaja terlibat dalam kenakalan remaja baik di sekolah, keluarga maupun

lingkungan masyarakat.

Menurut BPS tahun 2016 Kecamatan Hatonduhan salah satu Kecamatan

yang ada di Simalungun dengan memiliki 9 desa dengan luas 366,26 KM 2 . Dan

jumlah penduduk menurut Badan Pusat Statistik 2016 berjumlah 21.342 jiwa,

dengan jumlah laki-laki 10.768 dan perempuan 10.563. Desa Buntu Bayu

merupakan salah satu desa di Kecamatan Hatonduhan yang terdiri dari 7 Dusun

dan jumlah KK 827. Dengan jumlah penduduk sebanyak 3.435 jiwa, dengan

jumlah laki-laki sebanyak 1.748 jiwa dan perempuan sebanyak 1.687 jiwa. Dari

data tersebut jumlah anak remaja usia 13-21 tahun sebanyak 467 jiwa. (Sumber,

Kantor Desa 2016). Desa ini termasuk pinggiran kota, sehingga ada pengaruh

sifat-sifat kota dan desa yang turut mempengaruhi perilaku remaja.

Dari hasil observasi penulis, di desa Buntu Bayu banyak anak remaja yang

sudah merokok dibawah umur, bolos sekolah, melawan guru disekolah, melawan

orang tua di rumah, sering mengganggu anak gadis setempat/pendatang, main

judi, ugal-ugalan di jalan raya, membuat onar (membuat rusuh, tawuran antar

pelajar), mereka sering disebut kelelawar karena mereka disiang hari tidur dan

ketika malam mereka beraksi, banyak masyarakat yang sudah jenuh dengan

tingkah mereka dan kebanyakan dari mereka putus sekolah ketika SMP kelas 2

yang kebanyakan anak laki-laki. Dan dari hasil survei penulis menemukan 35 %

dari jumlah remaja yang ada di Desa Buntu Bayu yang ikut dalam kenakalan

remaja yaitu sebanyak 163 orang. (Kantor Desa, 2016)

Mayoritas penduduk atau orang tua di desa Buntu Bayu bekerja sebagai

petani mencapai 90 %, Mereka hanya mengandalkan kerja diladang menanam


5

jagung dan sebagian bekerja di ladang sawit milik perseorangan. Dan pedagang 3

%, bekerja sebagai pegawai negeri sipil & swasta sebanyak 1 % sedangkan 6 %

lagi bekerja lain-lain. (Sumber Kantor desa, 2016).

Keadaan sosial ekonomi keluarga berpengaruh terhadap perkembangan

anak-anak, apabila kita perhatikan bahwa dengan adanya perekonomian yang

cukup, lingkungan material yang dihadapi anak di dalam keluarganya itu lebih

luas, ia mendapatkan kesempatan yang lebih luas untuk mengembangkan

bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat ia kembangkan apabila tidak ada

prasarananya.

Dengan keadaan ekonomi yang mapan, berarti semua kebutuhan keluarga

dapat terpenuhi dengan baik, termasuk keperluan pendidikan, kesehatan, rekreasi

anak-anak. Namun, kehidupan ekonomi yang terbatas atau kurang, menyebabkan

orang tua tidak mampu memberikan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan makanan

yang bergizi, kesehatan, pendidikan, dan sarana penunjangnya, dan bahkan orang

tua pun kurang optimal dalam memberikan perhatian kasih-sayang pada anak.

Dari hasil pengamatan penulis, anak muda dari kelas ekonomi rendah

apalagi yang berada di pelosok desa, biasanya memiliki banyak waktu kosong dan

terlibat dalam tindakan kejahatan dibandingkan golongan lain terutama mengenai

tindakan pidana yang berhubungan dengan tidak kenakalan remaja. Untuk

mengisi waktu luang ini mereka banyak menyibukkan diri dengan kegiatan iseng,

kebut-kebutan di jalan raya, merokok dibawah umur, bolos sekolah, minum

minuman keras, main judi, membuat onar (membuat rusuh, tawuran), dan

mencuri kelapa sawit masyarakat setempat ditambah lingkungan sekitar yang

mendukung.
6

Hal ini di karenakan orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi

kebutuhan ekonomi tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan

pengawasan terhadap perilaku putra-putrinya, sehingga remaja cenderung

dibiarkan menemukan dan belajar sendiri serta mencari pengalaman sendiri.

Tuntutan kehidupan yang keras menjadikan remaja-remaja kelas sosial ekonomi

rendah menjadi agresif.

Perilaku-perilaku menyimpang yang dilakukan para remaja tersebut,

apabila terus dibiarkan akan dapat berdampak buruk dan semakin membahayakan

bagi diri remaja itu sendiri, keluarga maupun orang lain. Karena itu sudah menjadi

tanggung jawab semua pihak baik remaja itu sendiri, keluarga atau orang tua

maupun masyarakat untuk mencegah remaja agar tidak berperilaku menyimpang,

termasuk peran dari seorang tokoh masyarakat.

Tokoh masyarakat merupakan orang yang memiliki wibawa (kharisma)

yang di hormati atau disegani dalam kehidupan masyarakat dan diharapkan

menjadi panutan, teladan, pembimbing, penasehat, dan dapat memberi petunjuk

serta arahan kepada remaja supaya tidak lagi melakukan perilaku-perilaku

menyimpang. Sesuai dengan tugas dan peran yang harus dijalankan yaitu sebagai

pemrakarsa, mediator, motivator, tutor, pengelola dan sebagai penyendang dana

serta fasilitas pendidikan bagi remaja.

Fenomena perilaku menyimpang yang dilakukan para remaja di desa

Buntu Bayu seperti telah diuraikan diatas, bukan hanya tanggung jawab remaja itu

sendiri tetapi juga menjadi tanggung jawab semua pihak termasuk tokoh

masyarakat selaku orang atau tokoh yang dihormati dan disegani dimasyarakat.

Masyarakat disini difokuskan kepada tokoh masyarakat seperti, bapak kepala


7

lingkungan, tokoh adat, tokoh perempuan, tokoh agama, tokoh pendidikan dan

tokoh pemuda yang berjumlah 61 orang. Hal ini yang menjadi motivasi dan

dorongan bagi penulis untuk mengkaji dan menggali lebih dalam informasi

maupun persoalan tentang perilaku menyimpang remaja dari para tokoh

masyarakat di Desa Buntu Bayu, dengan melakuan penelitian yang berjudul“

Peran Tokoh Masyarakat Dalam Mengatasi Kenakalan Remaja di Desa

Buntu Bayu Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun”.

1.2 Identifikasi Masalah

Sebagaimana telah dijabarkan dalam latar belakang sebelumnya bahwa

kenakalan remaja yang terjadi disebabkan banyak faktor antara lain :

1. Orangtua yang sibuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi

tidak sempat memberikan bimbingan dan melakukan pengawasan terhadap

perilaku putra-putrinya.

2. Tingkat pendidikan rendah yang menyebabkan anak lebih agresif

melakukan kenakalan remaja.

3. Anak remaja yang sudah merokok dibawah umur, sering bolos sekolah,

melawan guru di sekolah, melawan orang tua di rumah, minum minuman

keras, main judi, ugal-ugalan di jalan raya, membuat onar, dan mencuri

kelapa sawit masyarakat setempat.

4. Tidak jarang para remaja disebut kelelawar karena mereka disiang hari

tidur dan ketika malam mereka beraksi.

5. Dampak kemajuan tekhnologi seperti internet yang sangat bebas.


8

1.3 Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas, maka penulis membatasi masalah

penelitian ini pada “peran tokoh masyarakat dalam mengatasi kenakalan remaja

usia 13-21 tahun di Desa Buntu Bayu Kecamatan Hatonduhan Kabupaten

Simalungun”.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapabaikah peran tokoh

masyarakat dalam mengatasi kenakalan remaja di Desa Buntu Bayu Kecamatan

Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

1.5 Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan

dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengkaji dan mengetahui peran dari

tokoh masyarakat dalam menghadapi dan mengatasi kenakalan remaja di Desa

Buntu Bayu Kecamatan Hatonduhan Kabupaten Simalungun.

1.6 Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian pasti memiliki tujuan dan manfaat yang akan

diperoleh dari hasil penelitian tersebut, dan dalam hal ini manfaat penelitian ini

terbagi atas dua yaitu:

1. Manfaat Praktis

a. Bagi para remaja sendiri sebagai bahan untuk lebih dapat mengkontrol

diri dalam berperilaku dan labih selektif dalam memilih teman.

b. Sebagai bahan masukan kepada para orangtua supaya lebih peduli dan

memberikan waktu dalam mengawasi perkembangan anak remaja


9

c. Bagi tokoh masyarakat diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan

pertimbangan dan alternatif untuk dapat mengendalikan,

menghentikan dan mencegah perilaku remaja di lingkungan

masyarakat yang mulai mengarah pada kenakalan remaja.

d. Sebagai bahan masukan bagi Kepala Desa Buntu Bayu dalam

menyikapi Kenakalan Remaja di daerah tersebut supaya dapat lebih

mengkontol anak remaja.

e. Dapat memenuhi pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa yang

melaukan penelitian ditempat yang berbeda, khususnya Jurusan

Pendidikan Luar Sekolah (PLS).

2. Manfaat Konseptual

a. Diharapkan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi terutama dibidang psikologis remaja dan masalah-

masalahnya sebagai sumbangan pikiran dan acuan bagi orangtua,

pendidik, tokoh masyarakat dan pihak terkait lainnya maupun peneliti

selanjutnya yang ingin mengkaji lebih dalam tentang perilaku

menyimpang remaja.

Anda mungkin juga menyukai