Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN : (KECERDASAN

EMOSI, PENGARUH TEMAN SEBAYA, MEDIA SOSIAL) DENGAN


PERILAKU JUVENILE DELINQUENCY PADA ANAK REMAJA
DI DESA TALUN KAYEN

MANUSCRIF

Disusun Oleh :
INDAH SUSI JAYANTI

1803047

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2021
PENDAHULUAN
Remaja bisa dikatakan sebagai masa perubahan dari kanak-kanak menjadi
dewasa. Udampo, Onibala, & Bataha mengemukakan bahwa pada tahap inilah
remaja sangat memungkinkan untuk mulai mencari jati diri. 1 Sanjiwani &
Budisetyani menjelaskan bahwa pada masa ini remaja kerap kali mencoba
melakukan sesuatu yang belum pernah dicoba sebelumnya. Rasa ingin tahu
yang tinggi dan emosi yang belum stabil menjadi alasan mengapa remaja sering
berbuat ceroboh dan nekat, belum mampu berpikir panjang dalam mengambil
sebuah keputusan untuk bertingah laku juga menjadi salah satu alasannya.2
Remaja masih mencari pola hidup yang paling pas dengan dirinya,
yang terkadang memiliki dampak yang buruk bagi dirinya maupun orang
lain. Selain itu remaja sering acuh tak acuh terhadap dampak yang
ditimbulkan dari tindakannya tersebut, meskipun memiliki resiko yang cukup
berbahaya. Salah satu alasannya mengapa hal tersebut dilakukan menurut
Sanjiwani & Budisetyani adalah ingin memperbaiki status sosial di dalam
pergaulan,. Keadaan seperti inilah yang membuat remaja sering membuat
masalah dikarenakan pola pikir dan emosi yang belum stabil dan belum
terbentuk secara matang.2
Kenakalan remaja (juvenile delinquency) adalah sebuah perilaku atau
tingkah laku dimana remaja melakukan hal- hal negatif yang sebenarnya bisa
merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Kenakalan bisa saja dilakukan
oleh siapapun, bukan hanya pada remaja. Peneliti menjadikan remaja sebagai
subjek dikarenakan banyaknya kasus atau contoh kenakalan yang dilakukan
oleh remaja. 4
Data kenakalan remaja di Indonesia masalah kenakalan remaja cukup
memprihatinkanbagi masyarakat. Dilansir dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (2019) sepanjang bulan Januarisampai April 2019 sebanyak 37 kasus
kekerasan diberbagai jenjang pendidikan. Masalah lainnya sering kali dilakukan
remaja melakukan tauran pelajar, sebagaimana yang diungkapkan data Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (2019) angka tauran pelajar di Indonesia kian
meningkat datanya dari tahun ke tahun, pada tahun 2017 sebesar 12,9 naik
menjadi 14 persen di tahun 2018. 5
Dari data yang didapat kita dapat memprediksi jumlah peningkatan
angka kenakalan remaja, dengan menghitung tren serta rata – rata pertumbuhan,
dengan itu kita bisa mengantisipasi lonjakan dan menekan angka kenakalan
remaja yang terus meningkat tiap tahunnya. Prediksi tahun 2016 mencapai
8597,97 kasus, 2017 sebesar 9523.97 kasus, 2018 sebanyak 10549,70 kasus,
2019 mencapai 11685,90 kasus dan pada tahun 2020 mencapai 12944,47
kasus. Mengalami kenaikan tiap tahunnya sebesar 10,7%.
Akhir-akhir ini kita juga sering melihat dan mendengar berita di televisi,
surat kabar, radio, dan alat komunikasi lainnya, bahwa banyak remaja yang
terjerumus pada kenakalan remaja, seperti tawuran, pernikahan dini, seks pra
nikah, miras, narkoba, merokok, dan kenakalan remaja lainnya. Hal ini sesuai
dengan data UNICEF (United Nations Children’s Fund) pada tahun 2016 bahwa
tingkat kenakalan remaja atau kekerasan remaja di Indonesia diperkirakan
meningkat hingga 50 persen (https://republika.co.id). Menurut data BPS (Badan
Pusat Statistik) tingkat kejahatan di Indonesia dalam kurun waktu 2016 hingga
2018 menurun dari 140 kasus menjadi 113 kasus, akan tetapi korban tindak
kejahatan mulai dari tahun 2017 hingga 2018 meningkat dari 1,08% menjadi
1,11% korban.6
Tingkat kejahatan yang ada di Indonesia mengalami penurunan, namun
menurut Polda Jateng tingkat kejahatan di Jawa Tengah masih tinggi dan masuk
dalam peringkat 10 besar se Indonesia. Data Polda Jawa Tengah menyebutkan
bahwa ada 9.922 kasus tindak pidana kriminal dengan 1.397 kasus
penyalahgunaan narkoba sepanjang tahun 2019. Polda Jawa Tengah
mengkategorikan menjadi 23 kasus di antaranya 14 kasus kriminal umum (tindak
kriminal yang diatur dalam undang-undang dan KUHP), 5 kasus kriminal khusus
4 (tindak kriminal di luar undang-undang dan KUHP),dan 4 kasus
penyalahgunaan narkoba. Sebagian tindak kriminal ini menonjol di beberapa
daerah di Jawa Tengah diantaranya Tegal, Grobogan, Purwodadi, Semarang,
Cilacap, dan Demak.7
Berdasarkan data rekapitulasi tindak pidana anak di wilayah Kabupaten
Pati menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatantindak pidana anakdari tahun
2017-2018. Pada kasus ini, anak berperan langsung sebagai korban
ataupunsebagaipelaku tindak pidana. Pada tahun 2017, dari data dapat kita ketahui
bahwa telah terjadi12 kasus tindak pidana anakdengan usia korban paling muda
adalah 12 tahun dan mayoritasusia korban adalah anak yang berusia 17 tahun.
Pada tahun 2018 terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya, pada tahun ini telah
terjadi 15 kasus tindak pidana anakdengan usia korban paling muda adalah 1 hari
dan mayoritasusia korban adalah 16 tahun.Berdasarkan data tindak pidana anak di
Pati dapat ditarik kesimpulan bahwa kasus tindak pidana anak dari tahun 2017-
2018 telah mengalami peningkatan dengan usia korban yang semakin muda. Jenis
tindak pidana yang terjadi pun beragam mulai dari pencabulan, pemerkosaan,
pencurian, pembunuhan dan penganiayaan. Terkait dengan tindak pidana anak,
ada anak yang menjadi korban dan ada juga yang menjadi pelaku.
Aini (2015) menyatakan bahwa akhir-akhir ini marak terjadi kasus
kenakalan remaja atau juvenile delinquency, masalah yang disebabkan oleh
remaja dianggap sebagai masalah sosial, karena semua yang dilakukan tidak
berdasarkan pada norma sosial, hal yang mendasari remaja melakukan
kenakalan yaitu meniru teman, meniru kebiasaan ayah dan ibu, dan pola asuh
dalam keluarga.3 Definisi kenakalan remaja sebagai perilaku anti social yang di
lakukan oleh remaja yang bila mana dilakukan oleh orang dewasa di
kualifikasikan sebagai tindak kejahatan. Kenakalan remaja ialah perilaku jahat
(dursila), atau kejahtan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit
(patologis) secara social pada anak-anak dan remaja yang di sebabkan oleh satu
bnetuk pengabian social, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah-
laku yang menyimpang,7 Kenakalan remaja (juvenile delinquency) mengacu pada
suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak di terima
secara social (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti
melarikan diri dari rumah), hingga tindakan- tindakan criminal (seperti mencuri).8
Kenakalan remaja disebabkan oleh empat faktor yaitu : faktor yang ada
pada dalam diri anak sendiri, faktor yang berasal dari lingkungan keluarga, faktor
yang berasal dari lingkungan masyarakat, dan faktor yang bersumber pada
sekolah.9 Perubahan psikologis yang tidak terkontrol akan memungkinkan remaja
terlibat kenakalan remaja yang beresiko.10 Perilaku menyimpang dapat di anggap
sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya system sosial,
keluarga yang tidak harmonis dapat berakibat bahaya psikologis bagi setiap usia
terutama pada masa remaja.10
Teman sebaya merupakan salah satu faktor yang cukup dominan dalam
membentuk sebuah sikap remaja. Teman sebaya mampu memperkenalkan
maupun mendukung pandangan baru, sikap baru, pola perilaku, dan gaya hidup,
bahkan sampai ke arah perilaku yang menyimpang. Remaja yang memilki teman
yang baik akan membawa pengaruh yang baik di kehidupannya dan tidak
menjerumuskan pada kerusakan yang terjadi di lingkungan sekitar atau tempat
tinggalnya. Pengaruh sebaya yang tinggal di wilayah yang berisiko dapat
membawa pengaruh yang buruk. Salah satu wilayah berisiko yang rentan bagi
remaja adalah tempat hiburan malam.11
Penelitian Fitriani dan Hastuti yang menyatakan bahwa kenakalan remaja
dipengaruhi sangat kuat oleh teman sebayanya. Indeks kelekatan remaja dengan
sebayanya lebih tinggi dibandingkan dengan orangtuanya. Pada penelitian ini
remaja juga terbukti terpengaruh untuk melakukan berbagai kebiasaan yang
sama dengan teman sebayanya seperti menonton film porno, merokok,
membolos, maupun tawuran.13 Selanjutnya, Hidayati juga menyebutkan bahwa
lingkungan memberikan dampak yang sangat besar pada remaja melalui
hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan
lingkungan sekitar, sehingga dapat menumbuhkan rasa aman dan nyaman
dalam penerimaan sosial. Hal sebaliknya terjadi dalam konteks penelitian ini,
dimana remaja tinggal dan bersekolah di sekitar tempat yang dekat dengan THM.14
Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri
sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan
kemampuan untuk mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam
hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi dapat diukur melaluikecakapan
individu dalam menyadari emosinya, mengelola emosinya, memanfaatkan
emosinya untuk memotivasi diri ke hal yang lebih baik, mampu memahami
perasaan orang lain dan terampil dalam relasi social.15
Remaja yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, tidak mudah
terbawa oleh arus emosi. Mereka tidak meresponssuatu kejadiansecara reaktif,
melainkan dengan pantauan dan pertimbangan yang matang. Dengan demikian
mereka terhindar dari perilaku yang dapat merugikan dirinya, sehingga dapat
sukses dalam kehidupan personalnya.15
Penelitian dari Megreya juga menemukan hubungan yang penting antara
kecerdasan emosional dan criminal thinkingkhususnya dalam hal reactive
thinking.Hal ini dikarenakan oleh kecenderungan individu dengan kecerdasan
emosional rendah kurang memiliki pertimbangan yang matang, sehingga mudah
dipengaruhi oleh dorongan impusif emosi.Selain itu, Peneliti juga menemukan
penelitian sejenis yang melihat hubungan antara kecerdasan emosional dan
problem focus copingdengan kenakalan remaja pada anak SMP di Surakarta.
Ditemukan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara kenakalan
remaja dengan kecerdasan emosional.16,17
Penelitian dari Timoteus Yuanuario Jonta 2018 Berdasarkan hasil
penelitian, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara
kecerdasan emosional dan kenakalanremaja. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
tinggi kecerdasan emosional seorang remaja, maka semakin rendah tingkat
kenakalannya. Sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin
tinggikenakalan remajanya.18
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada
bulan Maret 2021 di Desa Talun Kayen Pati terdapat 65 usia remaja. Berdasarkan
wawancara terhadap 10 remaja, 6 remaja mengatakan mengisi waktu kosong
mereka suka tongkrong hingga larut malam, bermain game dengan teman-teman,
karena saat ini tidak masuk sekolah sehingga bila pulang malam tidak dimarahi
oleh orang tua, 4 remaja mengatakan walau tidak masuk sekolah mereka tetep
belajar dirumah serta membatu pekerjaan orang tuanya di rumah.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis ingin mengkaji lebih dalam
mengenai “Hubungan faktor-faktor determinan Kecerdasan Emosi, Pengaruh
Teman sebaya, Media Sosial dengan Perilaku Juvenile Delinquency pada anak
remaja di Desa Talun Kayen Pati”

Tujuan Penulisan
Hubungan faktor-faktor determinan Kecerdasan Emosi, Pengaruh Teman sebaya,
Media Sosial dengan Perilaku Juvenile Delinquency pada anak remaja di Desa
Talun Kayen Pati

TINJAUAN TEORI
1. Kecerdasan Emosi
Kecerdasan emosi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk
mengenali perasaan diri sendiri maupun orang lain, memotivasi diri sendiri
serta dapat mengelola emosi dengan baik dalam interaksi sosial. Kecerdasan
emosional bekerja secara sinergi dengan keterampilan kognitif, orang yang
berprestasi tinggi memiliki keduanya. Tanpa adanya kecerdasan emosional
maka orang tidak mampu menggunakan keterampilan kognitif mereka sesuai
dengan potensi yang maksimal. Individu yang memiliki kecerdasan emosi
tinggi sangat diperlukan dalam tim untuk pencapaian tujuan yang optimal.
Dengan kecerdasan emosi, individu belajar mengelola perasaaan yang
dimiliki sehingga mendapatkan hasil yang baik dan efektif.19
2. Teman sebaya
Teman sebaya adalah orang dengan tingkatumur dankedewasaan yang
kira-kira sama. Teman sebaya atau peers adalah anak-anak dengan tingkat
kematangan atau usia yang kurang lebih sama. Salah satu fungsi terpenting
dari kelompok teman sebaya adalah untuk memberikan sumber informasi dan
komparasi tentang dunia di luar keluarga. Melalui kelompok teman sebaya
anak-anak menerima umpan balik dari teman-teman mereka tentang
kemampuan mereka. Anak-anak menilai apa-apa yang mereka lakukan,
apakah dia lebih baik dari pada teman-temannya, sama, ataukah lebih buruk
dari apa yang anak-anak lain kerjakan. Hal demikian akan sulit dilakukan
dalam keluarga karena saudara-saudara kandung biasanya lebih tua atau lebih
muda (bukan sebaya).8
3. Media Sosial
Kehadiran media dengan segala kelebihannya telah menjadi bagian
hidup manusia. Perkembangan zaman menghasilkan beragam media, salah
satunya media sosial. Media sosial merupakan media di internet yang
memungkinkan pengguna untuk mewakilkan dirinya maupun berinteraksi,
bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk
ikatan sosial secara virtual. Media sosial merupakan media digital tempat
realitas sosial terjadi dan ruang-waktu para penggunanya berinteraksi. Nilai-
nilai yang ada di masyarakat maupun komunitas juga muncul bisa dalam
bentuk yang sama atau berbeda di internet. Pada dasarnya, beberapa ahli yang
meneliti internet melihat bahwa media sosial di internet adalah gambaran apa
yang terjadi di dunia nyata, seperti plagiarisme.20
4. Perilaku Juvenile Delinquency
Sifat remaja pada dasarnya meniru apa yang dilihat dan di rasakan oleh

mereka sehingga menimbulkan imitasi terhadap sikap orang lain. Perilaku ini

dapat berdampak pada kejahatan/kenakalan pada anak. Sebagaimana

menurut Kartini Kartono Juvenile Delinquency bahwa: “perilaku jahat

(dursila), atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit

n(patologis) secar social pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh

stu bentuk pengabdian social, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk

tingkah laku yang menyimpang.” Delinquency merupakan perbuatan

menyimpang yang dilakukan oleh anak-anak remaja yang masih di

bangku sekolah, dan jika perbuatan itu dilakukan oleh orang dewasa di

kualifikasikan sebagai tindakan kejahatan


METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yaitu
penelitian dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskriptif
tentang suatu keadaan secara obyektif mengenai populasi atau mengenai
bidang tertentu.21
Desain Penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang
disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan dapat memperoleh jawaban
untuk pertanyaan-pertanyaan penelitinya. Jenis desain penelitian ini
menggunakan pendekatan cross sectional. Dalam Cross Sectional Study
penelitian mempelajari tentang hubungan variabel bebas dan terikat dengan
melakukan pengukuran sesaat yang diukur sekali saja.21 Fakta dalam
penelitian ini diungkapkan apa adanya dari data yang terkumpul. Berdasarkan
keterangan diatas peneliti akan melakukan analisa tentang Hubungan faktor-
faktor determinan Kecerdasan Emosi, Pengaruh Teman sebaya, Media Sosial
dengan Perilaku Juvenile Delinquency pada anak remaja di Desa Talun
Kayen Pati

B. Tempat Dan Waktu Penelitian


1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Talun Kayen Pati
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2021 – Februari 2022

C. Populasi Dan Sampel


Dalam penelitan ini populasi yang diteliti adalah anak remaja di Desa Talun
Kayen Pati sebanyak 54 responden. Pada penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah Simple Random Sampling yaitu
di dalam pengambilan sampel, peneliti “mencampur” subjek-subjek didalam
populasi sehingga semua subjek dianggap sama
D. Analisa Data
Analisa data adalah di lakukan untuk menjawab suatu hipotesa dalam
penelitian, dan mempergunakan uji statistik yang sesuai dengan variabel
penelitian.
1. Analisa Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil
penelitian. Analisis univariat menghasilkan distribusi dan prosentase
setiap variabel.22
f
X = ×100 %
N

Keterangan:
X = hasil prosentase
f = frekuensi hasil pencapaian
N = Jumlah seluruh observasi
Analisis univariat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
tujuan khusus pada penelitian ini.
2. Analisa Bivariat
Analisa Bivariat atau analisis tabel silang (cross tabulation).
Analisa bivariat dilakukan dengan membuat tabel untuk mengetahui ada
tidaknya Hubungan faktor-faktor determinan Kecerdasan Emosi,
Pengaruh Teman sebaya, Media Sosial dengan Perilaku Juvenile
Delinquency pada anak remaja di Desa Talun Kayen Pati dengan
menggunakan rumus uji Chi- Kuadrat (chi-square).
Rumus chi-square :

(fo−fe)2
x =∑
2
fe

Keterangan :

X2 = chi-square
f0 = frekuensi berdasarkan data
fh = frekuensi yang diharapkan
Syarat Chi square :
a. Tabel kontingensi 2 x 2 dengan e tidak boleh < 1
b. Tabel yang lebih besar 3 x 2 asal e tidak boleh ada nilai < 5 dan tidak
boleh > 20% pada seluruh sel
c. Jika e < 5
d. Jika ada variabel independen pada tabel 2 x 2, e tidak dihitung,
e. Jika syarat chi square tidak terpenuhi, maka menggunakan uji fisher
exact dengan tabel dilakukan merger menjadi tabel 2 x 2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Udampo, A.S., Onibala, F., Bataha, Y.B. (2017). HubunganPola Asuh
Permisif Orang Tua DenganPerilaku Mengkonsumsi Alkohol Pada Anak Usia
Remaja Di Desa Bulude SelatanKabupatenTalaud. e-Journal Keperawatan(e-
Kp). Vol. 5, No. 1, Februari 2017.
2. Sanjiwani, N.L.P.Y., Budisetyani, I.G.A.P.W. (2014). Pola Asuh Permisif
Ibu Dan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-laki di SMA Negeri 1
Semarapura. Jurnal Psikologi Udayana. Vol. 1, No. 2, 2014.
3. Aini, L. N. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan
Remaja di RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo. Jurnal
Keperawatan & Kebidanan, 57-63.
4. Murtiyani, N. (2011). Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Kenakalan
Remaja di RW V Kelurahan Sidokare Kecamatan Sidoarjo. Jurnal
Keperawatan, 01, 1-9.
5. Badan Pusat Statistik. (2018). Agustus 2018: Statistik kriminal.
6. Fatchurahman, M., & Pratikto, H. (2012, September). Kepercayaan Diri,
Kematangan Emosi, Pola Asuh Orang Tua Demokratis dan Kenakalan
Remaja. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia, 1, 77-87.
7. Kartono (2013). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja.Jakarta: Rajawali Pers.
8. Santrock, J. W. (2011). Masa Perkembangan Anak. In J. W. Santrock, Masa
Perkembangan Anak(pp. 420-421). Jakarta: Salemba Humanika
9. Fatimah dan Umuri, 2014. Faktor-faktor Penyebab Kenakalan Remaja di
Desa Kemadang Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Gunungkidul
10. Muniriyanto dan Suharnan 2014, Keharmonisan Keluarga, Konsep Diri Dan
Kenakalan Remaja. Personal, jurnal psikologi Indonesia. 3 (2).
11. Tianingrum, R. & Sopiany, H. N. (2017). Analisis Kemampuan Pemahaman
Matematis Siswa SMP Pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar. Prosiding
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. ISBN: 978-602-
60550-1-9
12. Husada, A. (2013). Hubungan pola asuh demokratis dan kecerdasan emosi
dengan perilaku prososial pada remaja. Persona, Jurnal Psikologi Indonesia,
13. Fitriani dan Hastuti 2016. Pengaruh kelekatan remaja dengan ibu, ayah,
dan teman sebaya terhadap kenakalan remaja yang menjadi anak didik
lapas (andikpas) di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandung
14. Hidayati (2016. Hubungan Harga Diri Dan Konformitas Teman
Sebayadengan Kenakalan Remaja
15. Goleman, D. (2016). Emotional Intelligence: Kecerdasan Emosional (Alih
Bahasa: T. Hermaya).Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
16. Megreya, A. M. (2013). Criminal thinking styles and emotional intelligence in
Egyptian offenders. Criminal Behaviour and Mental Health, 23(2013) 56–71.
DOI: 10.1002/cbm.1854
17. Prastuti, A. P., & Taufik. (2014). Hubungan antara kecerdasan emosi dan
problem focus coping dengan perilaku delinkuen pada siswa smp. Jurnal
Penelitian Humaniora, 15(1), 15-23. DOI:https://doi.org/10.23917/
humaniora.v15i1.765
18. Timoteus Yuanuario Jonta 2018 Hubungan Antara Kecerdasan Emosional
Dan Kenakalan Remaja
19. Karambut, C.A., Noormijati, E.A. (2012). Analisis Pengaruh Kecerdasan
Emosional,Stres Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen
Organisasional (Studipada Perawat Unit Rawat Inap RS Panti Waluya
Malang).Jurnal AplikasiManajemen, 10(3).655-668.
20. Rulli Nasrullah, 2016, Media Sosial Perspektif Komunikasi, Budaya,
Sosioteknologi, Cet.kedua, Simbiosa Rekatama Media, Bandung
21. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta:
Bandung.
22. Nursalam. (2011). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai