Anda di halaman 1dari 11

Identitas Diri Remaja yang Berhadapan dengan Hukum

IDENTITAS DIRI REMAJA YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

Resi Destritanti
Jurusan Psikologi, FIP, Unesa. Email: residestritanti@mhs.unesa.ac.id

Muhammad Syafiq
Jurusan Psikologi, FIP, Unesa. Email: muhammadsyafiq@unesa.ac.id

Abstrak
Penelitian ini mengungkapkan bagaimana pembentukan identitas diri remaja yang berhadapan dengan
hukum. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan bagaimana dampak yang dialami sebagai remaja
yang berhadapan dengan hukum dan bagaimana mereka membentuk identitas diri yang positif. Penelitian
ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dengan jumlah 6 orang partisipan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa menjadi remaja yang berhadapan dengan hukum berdampak pada diri
dan identitas mereka. Dampak tersebut berbentuk stigma dan label dari masyarakat, serta dijauhi oleh
teman hingga membuat remaja merasakan suatu ancaman pada identitas mereka. Namun, mereka memilih
untuk tidak terlalu menghiraukan dan berusaha untuk mematahkan pandangan negatif yang ada. Dampak
yang mereka rasakan, membuat mereka berusaha membentuk identitas diri positif yang ditunjukkan
dengan menjauhi kelompok pertemanan yang berpengaruh negatif, bersosialisasi kembali dengan
masyarakat, meningkatkan ibadah dengan sering sholat berjamaah di masjid, serta selektif dalam memilih
pergaulan.
Kata kunci : identitas diri, remaja yang berhadapan dengan hukum, stigma

Abstract
This study reveals how the identity formation of adolescents who are dealing with the law. The research
aims to reveal how the impact experienced as adolescents who are dealing with the law and how they
form a positive identity. This research used qualitative method and phenomenological approach with 6
participants.
The results of the research show that being adolescents dealing with the law has an impact on themselves
and their identity. The impact are in the form of stigma and labelling from the environmental, and
shunned by friends so they felt a threat to their identity. However, they choose not to overthink and try to
break the negative views that exist. The impact makes them try to form a positive self identity that is
shown by avoiding friendship groups that have negative influences, resocializing with the environment,
increasing worship by praying in the mosque frequently, and being selective in choosing relationships.
Keywords : self-identity, adolescents dealing with the law, stigma

PENDAHULUAN dengan total kejahatan 43.149 menjadi 44.304 pada tahun


Kasus atau permasalahan remaja yang berhadapan 2016. Tercatat, terdapat sebelas kasus yang paling
dengan hukum semakin meningkat. Banyak remaja yang menonjol di antara semua kasus kejahatan, di antaranya
terpaksa berhadapan dengan hukum akibat kasus adalah pencurian dengan pemberatan (curat),
kriminal. Menurut Kartono (Unayah & Sabarisman, penganiayaan berat (anirat), pencurian dengan kekerasan
2015), tindak kriminalitas adalah segala perbuatan yang (curas), pencurian kendaraan bermotor (curanmor),
melanggar hukum dan melanggar norma-norma sosial, pemerasan/ancaman, kebakaran, pembunuhan, narkotika,
sehingga masyarakat menentangnya. Tindakan kriminal dan kenakalan remaja (Nailufar, 2016).
yang dilakukan oleh remaja hingga membawa mereka ke Berdasarkan data KPAI (Komisi Perlindungan
dalam kasus hukum diantaranya adalah curas/jambret, Anak Indonesia), jumlah remaja pelaku kejahatan
curanmor, penggunaan senjata tajam (sajam), semakin meningkat. KPAI mengungkapkan terdapat
penyalahgunaan dan/atau distribusi narkoba, pencabulan, 9.266 kasus anak berhadapan hukum sepanjang tahun
sampai dengan aborsi. Kriminalitas yang mereka lakukan 2011 hingga 2017 (Setyawan, 2017). Tahun 2017,
sebagian besar diawali dengan kenakalan-kenakalan pada tercatat 1.209 kasus dengan anak sebagai pelaku
umumnya yang meningkat perlahan akibat pergaulan. kekerasan sebanyak 530 dan anak sebagai korban
Berbagai kasus atau isu tindakan beresiko hukum mencapai 477 (Rizky, 2017). Badan Permasyarakatan
banyak terjadi di Indonesia. Berdasarkan indeks (Bapas) Kelas 1 Surabaya, juga mengungkapkan adanya
kejahatan sepanjang tahun 2016 yang dirilis oleh Polda peningkatan jumlah remaja beradapan hukum dari tahun
Metro Jaya, total kejahatan yang terjadi selama 2016 ke tahun dengan total 407 kasus pada Januari hingga
mengalami peningkatan kurang lebih 3% dari tahun 2015 September 2017. Kasus yang menjadi perhatian utama

1
Volume 06. Nomor 01. (2019) : Character : Jurnal Psikologi

sepanjang tahun 2017 adalah pencabulan, persetubuhan, penghindaran penangkapan, penahanan, atau penjara; dan
pencurian dengan pemberatan (curat), pencurian dengan sebagainya.
kekerasan (curas), dan pencurian kendaraan bermotor Unit Pelaksana Teknis Perlindungan dan
(curanmor). Kasus-kasus tersebut sudah memasuki Rehabilitasi Sosial Marsudi Putra (UPT PRSMP)
kategori darurat karena bahkan tiga kasus pencabulan dan Surabaya merupakan lembaga di bawah naungan Dinas
persetubuhan yang terjadi pada tahun 2017 dilakukan Sosial Jawa Timur, yang bertugas memberikan
oleh anak di bawah 12 tahun (Aji, 2017). Data-data pendampingan dan rehabilitasi sosial terhadap remaja
tersebut menunjukkan bahwa kasus kejahatan yang nakal dan remaja yang berhadapan dengan hukum.
dilakukan oleh anak/remaja cukup tinggi dan peningkatan Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan oleh
tersebut sangat mengkhawatirkan. Hal ini memerlukan peneliti terhadap beberapa remaja di UPT PRSMP, faktor
perhatian yang serius dari semua kalangan. utama yang menyebabkan mereka melakukan tindak
Berdasarkan kepustakaan hukum, remaja yang kriminal adalah faktor lingkungan, teman sebaya, dan
berhadapan dengan hukum termasuk dalam kategori keluarga yang kurang harmonis. Menurut penuturan
ABH (anak yang berhadapan dengan hukum) dengan mereka, berawal dari kurangnya perhatian dari keluarga
definisi anak yang telah mencapai usia 12 (dua belas) yang membuat mereka melakukan sesuatu untuk mencari
tahun tetapi belum mencapai usia 18 (delapan belas) perhatian dan memilih teman sebagai orang yang dapat
tahun dan belum menikah: (1) yang diduga, disangka, dipercaya hingga pada akhirnya terpengaruh oleh apa
didakwa, atau dijatuhi pidana karena melakukan tindak yang dilakukan teman dan lingkungan sekitarnya.
pidana; (2) yang menjadi korban tindak pidana atau yang Menurut Anggono (2014), kenakalan remaja disebabkan
melihat dan/atau mendengar sendiri terjadinya suatu oleh faktor teman sebaya, keluarga, media massa, dan
tindak pidana (Setyawan, 2014). Berdasarkan pengertian lingkungan. Sementara menurut Unayah & Sabarisman
ini, dapat dilihat dilihat bahwa yang dimaksud ABH (2015), selain keempat faktor tersebut yang merupakan
adalah anak yang dianggap masih di bawah umur faktor eksternal, terdapat dua faktor lainnya yang
menurut ketentuan negara termasuk remaja. Masa remaja merupakan faktor internal yaitu krisis identitas dan
sering dianggap sebagai fase pencarian jati diri bagi kontrol diri yang lemah.
setiap orang. Masa remaja hampir selalu didefinisikan Berdasarkan pendekatan awal yang dilakukan oleh
sebagai masa dimana seseorang melakukan eksplorasi peneliti di UPT PRSMP, beberapa remaja yang sedang
terhadap banyak hal. Masa dimana mereka merasa harus direhabilitasi mengatakan bahwa mereka sering
mencoba berbagai hal selagi masih muda, sehingga tak mendapatkan penilaian yang tidak baik dari masyarakat.
jarang remaja yang terjerumus melakukan hal-hal negatif Mereka mengungkapkan bahwa selama masa rehabilitasi,
di luar pengawasan orang tua, bahkan hingga mengarah mereka beberapa kali mendapatkan kesempatan untuk
pada tindakan yang beresiko hukum. pulang ke rumah, di saat itulah mereka menerima stigma
Remaja yang berhadapan hukum memiliki sistem dari masyarakat. Banyak masyarakat di lingkungan
peradilan khusus dalam penanganannya, yaitu sistem tempat tinggal mereka yang menggunjing, mencemooh,
peradilan pidana anak berdasarkan undang-undang nomor dan memberikan label yang tidak baik terhadap mereka.
11 tahun 2012. Sistem peradilan anak ini harus dimaknai Beberapa remaja yang mengalami hal ini mengaku cuek
secara luas dan berimbang. Tidak hanya fokus pada dan tidak mempedulikan tanggapan masyarakat, tetapi
kejahatan yang dilakukan remaja, tetapi juga faktor ada juga beberapa remaja yang merasa minder dan malu
pendorong, upaya penyelesaian, perlindungan, hingga hingga membuat mereka enggan untuk keluar rumah.
pada pencegahannya. Salah satu solusi untuk menekan Beberapa remaja juga tidak meneruskan sekolah karena
tindak kejahatan atau tindakan kriminal adalah dengan merasa malu dan putus harapan. Hal ini menunjukkan
memberikan rehabilitasi sosial bagi remaja pelaku tindak bahwa rehabilitasi sosial bagi remaja yang berhadapan
kejahatan atau tindakan kriminal agar tidak berlanjut hukum belum mampu mengembalikan stigma atau
hingga mereka dewasa. Adanya lembaga rehabilitasi penilaian negatif yang timbul dari masyarakat masyarakat
sosial terhadap ABH dapat memberikan pendampingan terhadap mereka. Banyak anak yang sedang atau setelah
terhadap meraka tanpa merampas hak-hak sebagai melalui rehabilitasi dan kembali ke rumah justru
seorang anak. Sesuai dengan Pasal 59 Undang-Undang mendapatkan label, penilaian, dan perlakuan yang negatif
Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang dari lingkungannya. Rehabilitasi sosial bagi remaja yang
Perlindungan Anak bahwa pemerintah, pemerintah berhadapan dengan hukum telah berusaha melakukan
daerah, dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan pemulihan mental dan perubahan serta pengembangan
bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan perilaku ke arah yang positif, namun pada kenyataannya
khusus kepada anak yang salah satunya merupakan anak masih banyak masyarakat yang tidak memberikan
yang berhadapan dengan hukum. Perlindungan khusus dukungan dan malah tidak memberikan tempat
yang dimaksud lebih lanjut diatur dalam pasal 64 (mengucilkan) atau kesempatan bagi anak-anak tersebut.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun Pembentukan identitas diri pada masa remaja
2014 diantaranya adalah, perlakuan secara manusiawi merupakan masalah yang penting karena krisis identitas
sesuai kebutuhan usianya; pemisahan dari orang dewasa; timbul akibat dari konflik internal yang berawal dari
pemberian bantuan hukum dan bantuan lain, pembebasan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa, maka perlu
dari penyiksaan dan penghukuman; penghindaran dari segera mendapat penyelesaian yang baik dengan
penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup; membentuk ulang (restucturing) identitas dirinya

2
Identitas Diri Remaja yang Berhadapan dengan Hukum

(Steinberg dalam Purwadi, 2004). Pembentukan identitas Menurut Santrock (Sumara, Humaedi, & Santoso,
diri pada remaja menjadi sangat penting, sebab jika krisis 2017) kenakalan remaja merupakan kumpulan dari
identitas tersebut tidak segera selesai dengan berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara
terbentuknya identitas, akibatnya remaja akan sosial hingga terjadi tindakan kriminal. Banyak faktor
menampilkan kepribadian yang tidak jelas, terombang- yang melatar belakangi terjadinya kenakalan remaja.
ambing karena tidak jelasnya identitas diri. Faktor tersebut terdiri dari faktor internal dan faktor
Menurut Santrock (2003), remaja (adolescene) eksternal (Unayah & Sabarisman, 2015). Faktor internal
diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara tersebut meliputi krisis identitas dan kontrol diri yang
masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan lemah. Krisis identitas, yaitu perubahan biologis dan
biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Pada tahapan sosiologis pada diri remaja yang memungkinkan
remaja, individu memiliki tugas perkembangan yang terjadinya dua bentuk integrasi yaitu terbentuknya
harus diselesaikan agar dapat masuk pada tahap dewasa. konsistensi dalam hidupnya dan tercapainya identitas
Tugas perkembangan remaja menuntut perubahan besar peran. Sementara itu, kontrol diri yang lemah yaitu
dalam sikap dan pola perilaku individu sebagai akibat remaja tidak dapat membedakan perilaku yang dapat
dari masa transisi/peralihan. Tugas utama dari masa diterima ataupun tidak dapat mengembangkan kontrol
remaja menurut Erikson (Papalia, Olds, & Feldman, pada dirinya sehingga mebawa pada kenakalan remaja.
2009) adalah menghadapi krisis identitas versus Selain fakor internal, faktor eksternal yang melatar
kekacauan identitas untuk menjadi orang dewasa yang belakangi kenakalan remaja meliputi keluarga dan
unik dan memiliki peran yang bernilai dalam masyarakat. perceraian orang tua, teman sebaya yang kurang baik,
Keberhasilan dan kegagalan remaja dalam melewati masa dan komunitas lingkungan tempat tinggal yang kurang
transisi ini tidak lepas dari masalah-masalah dalam baik.
perkembangan yang dihadapi oleh remaja. Kenakalan remaja yang membawa remaja
Remaja yang sedang dalam masa krisis identitas berhadapan dengan hukum memberikan dampak terhadap
akan menghadapi berbagai macam permasalahan yang status identitas remaja yang sedang meghadapinya.
akan membawa remaja menemukan jati dirinya. Selama Dampak ini muncul akibat kasus yang sedang dijalani
proses pencarian jati dirinya, remaja akan mencoba remaja yang berhadapan hukum menimbulkan stigma
mengeksplorasi segala pilihan yang ada untuk memenuhi dari lingkungan masyarakat terhadap diri remaja. Sebagai
rasa ingin tahu yang selalu mendera remaja. Menurut seseoarang yang berkasus hukum remaja dipandang
Mappiare (Hurlock, 1999), remaja mulai bersikap kritis negatif dan dikenal sebagai anak kriminal, dan mereka
dan tidak mau begitu saja menerima pendapat dan menyadari kondisi itu. Kondisi yang mereka alami inilah
perintah orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa yang memberikan ancaman bagi identitas diri mereka.
seringkali remaja tidak menghiraukan nasehat atau Ancaman identitas merupakan suatu kondisi dimana
perintah orang lain terutama orang tua yang dianggap individu yang merasa menjadi suatu bagian dari
terlalu mengatur atau mungkin kuno. Sebaliknya remaja kelompok telah dievaluasi secara negatif oleh
akan lebih percaya dengan teman sebayanya yang kelompoknya (Tajfel & Turner, 1986). Individu
menurut mereka lebih asyik, gaul, bahkan keren. Hal mengalami ancaman identitas sosial ketika individu
inilah yang menyebabkan remaja seringkali melakukan dihadapkan dengan situasi dimana identitas sosialnya
banyak tindakan yang dipengaruhi oleh lingkungan diserang (Holmes, Whitman, Campbell, & Johnson,
sekitarnya yang bisa saja membawa mereka dalam 2016). Ancaman terhadap identitas dimanifestasikan
kenakalan remaja. dalam berbagai bentuk dan pengelompokan dari kejadian
dan pengalaman. Breakwell (1986), membagi ancaman
Kenakalan remaja menurut Kartono (dalam idenitas ke dalam dua bentuk:
Unayah & Sabarisman, 2015) adalah kenakalan atau
kejahatan yang dilakukan oleh remaja yang merupakan 1. Ancaman internal, yaitu ancaman yang muncul ketika
gejala sakit (patologis) secara sosial yang disebabkan individu berusaha mengubah posisinya dalam
oleh suatu pengabaian sosial sehingga remaja hubungannya dengan lingkungan sosial, mengubah
mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang. keanggotan kelompok atau jaringan interpersonal.
Kenakalan remaja meliputi segala perilaku yang 2. Ancaman eksternal, yaitu ancaman yang muncul
menyimpang dari norma-norma sosial dan melanggar ketika terdapat perubahan dalam konteks sosial.
hukum pidana. Tindakan kriminal yang dilakukan remaja Perubahan tersebut dapat terdiri dari modifikasi dalam
dalam penelitian ini diantaranya adalah pencurian dengan ukuran atau jumlah kelompok atau jaringan
kekerasan (jambret), pencurian di malam hari, dan interpersonal yang ada, atau dalam hubungan mereka
pencurian kendaraan bermotor. Tindakan kriminal yang dalam hal kekuasaan, serta dalam ideologi yang
dilakukan remaja ini kerap kali diawali dengan mereka hasilkan untuk mempertahankan
kenakalan-kenakalan ringan yang mengganggu pengaruhnya.
ketentraman lingkungan seperti pesta minuman keras, Pada remaja yang berhadapan dengan hukum,
mengonsumsi narkotika, perkelahian, hingga akhirnya mereka seringkali menghadapi ancaman identitas
berujung tindakan kriminal yang mengarah pada tindak berdasarkan penilaian yang diberikan oleh orang lain
kejahatan. terhadap mereka. Hal ini dapat terjadi karena ketika
remaja yang berhadapan dengan hukum mendapatkan

3
Volume 06. Nomor 01. (2019) : Character : Jurnal Psikologi

pandangan atau penilaian negatif dari masyarakat, muncul sepanjang kehidupan dewasa. Pada dasarnya,
mereka ingin mengubah posisinya dalam lingkungan dalam mengatasi krisis identitas, remaja membentuk
sosialnya. Mereka ingin membuktikan bahwa mereka identitas mereka dengan menggabungkan identifikasi
bisa berubah menjadi lebih baik. Akan tetapi, dalam sebelumnya menjadi struktur psikologis baru, lebih besar
perjalanan mengubah posisi dalam lingkungannya, dari jumlah bagian-bagian yang membentuknya (Erikson
remaja kerap kali menemui hambatan karena penilaian dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Identitas diri
yang diberikan masyarakat tidak sesuai dengan prinsip muncul dari pengalaman dimana diri yang semula
yang ada pada lingkungan sosial. Pada proses inilah mengalami kebingungan berhasil diintegrasikan kembali
ancaman identitas tersebut dapat terjadi. Berdasarkan dalam sebuah peran yang melibatkan pengakuan sosial
pengalaman subjektif yang dialami partisipan dalam (Erikson, 1968).
lingkungannya, mereka merasakan sumber terbesar yang Pembentukan identitas diri dijelaskan oleh Marcia
menjadai ancaman bagi identitas mereka adalah stigma (Sari, Tarsono, & Kurniadewi, 2016) sebagai suatu
yang timbul dari masayarakat terhadap mereka. proses pengkombinasian pengalaman, kepercayaan, dan
Menurut Goffman (1963), stigma merupakan identifikasi yang dimiliki pada masa kanak-kanak
situasi individu yang didiskualifikasi dari penerimaan menjadi kesatuan yang unik dan akan semakin lebih atau
sosial sepenuhnya. Menurut Scheid dan Brown (2010), tidak koheren, yang akan memberikan para dewasa awal
stigma merujuk pada "tanda" atau "label" yang digunakan baik perasaan keterkaitan dengan masa lalu maupun arah
sebagai sebutan sosial, penautan label ke stereotip bagi masa yang akan datang. Menurut Erikson (Papalia,
negatif, atau kecenderungan untuk mengecualikan atau Olds, Fieldman, 2009) pembentukan identitas merupakan
sebaliknya melakukan diskriminasi terhadap orang yang tugas psikososial yang utama pada masa remaja karena
ditunjuk. Konsep stigma menurut Link dan Phelan (2001) merupakan gambaran diri yang disusun dari macam-
adalah ketika elemen pelabelan, stereotip, pemisahan, macam tipe identitas, meliputi identitas karir, politik,
kehilangan status, dan diskriminasi terjadi bersamaan agama, hubungan dengan orang lain, intelektual, seksual,
dalam sebuah situasi kekuasaan. Stigma merupakan etnik, minat, kepribadian, dan fisik. Sepanjang perjalaan
atribut negatif yang dimiliki individu karena tidak sesuai hidupnya, individu pasti melalui berbagai pengalaman
dengan norma sosial sehingga mengakibatkan timbulnya yang menyebabkan perkembangan dalam proses
diskriminasi dan pengucilan. Link dan Phelan (2001) pembentukan identitas diri mereka. Perkembangan
menyatakan bahwa sikap, emosi, dan kepercayaan, identitas diri pada individu merupakan sebuah proses
bersamaan dengan perbedaan kekuatan merupakan yang kompleks karena terdiri dari rangkaian interaksi
pendorong utama proses stigma. proses perkembangan yang terus terjadi sepanjang
kehidupan individu. Serangkaian interaksi tersebut akan
Pada remaja yang sedang berhadapan dengan dipengaruhi oleh sumber-sumber yang tersedia dari
hukum, stigma bukanlah hal yang asing bagi mereka. masyarakat.
Remaja yang berhadapan dengan hukum kerap kali Menurut Erikson (Hasanah, 2013), terdapat tiga
bahkan terbiasa mendapatkan stigma hingga diskriminasi sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas
dari masyarakat. Sementara itu, stigma juga dapat diri yaitu lingkungan sosial yang merupakan lingkungan
mempengaruhi seseorang dalam kaitannya dengan proses tempat remaja tumbuh dan berkembang, kelompok acuan
pembentukan identitas. Berdasarkan teori pembentukan yang merupakan kelompok yang terbentuk pada remaja,
identitas Marcia (Sari, Tarsono, & Kurniadewi, 2016), dan tokoh idola. Remaja yang berhadapan dengan hukum
pembentukan identitas dipengaruhi oleh pengalaman, dalam penelitian ini, pembentukan identitas dirinya
kepercayaan, dan identifikasi dari masa kanak-kanak dipengaruhi oleh dua sumber yaitu lingkungan sosial dan
yang dapat menentukan masa depan individu tersebut. kelompok sosial.
Stigma yang diperoleh individu dapat memberikan Menurut Marcia (Sari, Tarsono, & Kurniadewi,
pengalaman yang berharga dan bagaimana individu 2016), pembentukan identitas diri dapat digambarkan
menyikapinya sehingga dapat mempengaruhi proses melalui status identitas berdasarkan ada tidaknya
pembentukan identitas individu. eksplorasi dan komitmen. Eksplorasi adalah periode
Identitas diri umumnya menjadi persoalan ketika pembuatan keputusan secara sadar, sedangkan komitmen
seseorang memasuki masa remaja. Menurut Erikson adalah investasi pribadi dalam pekerjaan atau sistem
(Hasanah, 2013), identitas diri adalah kesadaran individu keyakinan (ideologi) (Marcia dalam Papalia, Olds,
untuk menempatkan diri dan memberikan arti pada Fieldman, 2009). Marcia (Papalia, Olds, Fieldman, 2009)
dirinya dengan tepat di dalam konteks kehidupan yang mengklasifikasikan perkembangan pembentukan identitas
akan datang menjadi sebuah kesatuan gambaran diri yang diri seseorang dalam empat tipe status identitas. Status
utuh dan berkesinambungan untuk menemukan jati identitas merupakan istilah dari Marcia untuk
dirinya. Tugas utama dari masa remaja menurut Erikson menggambarkan kondisi perkembangan ego yang
(Papalia, Olds, & Feldman, 2009) adalah menghadapi bergantung pada ada atau tidaknya eksplorasi dan
krisis identitas versus kekacauan identitas untuk menjadi komitmen. Empat tipe status identitas tersebut adalah
orang dewasa yang unik dengan pemahaman diri sendiri identity diffusion (tidak ada komitmen, tidak ada
yang koheren dan memiliki peran yang bernilai dalam eksplorasi), identity foreclosure (komitmen tanpa
masyarakat. Tidak semua remaja berhasil menyelesaikan eksplorasi), moratorium identity (eksplorasi tetapi belum
krisis identitasnya. Krisis identitas yang belum ada komitmen)¸ dan identity achievement (eksplorasi
terselesaikan secara penuh di masa remaja akan terus yang menuju komitmen).

4
Identitas Diri Remaja yang Berhadapan dengan Hukum

Menurut empat tipe status identitas Marcia, remaja berhadapan dengan hukum yang telah mendapatkan vonis
yang berhadapan dengan hukum dalam penelitian ini dan sedang menjalani rehabilitasi sosial di UPT PRSMP.
termasuk ke dalam tipe moratorium identity, dimana Partisipan penelitian dalam riset ini berjumlah 6 orang
partisipan sedang dalam masa eksplorasi segala yang dipilih menggunakan teknik purposeful sampling.
kemungkinan dan pilihan yang dihadapkan pada mereka Partisipan diilih berdasarkan ciri-ciri yang sesuai dengan
namun, belum membuat komitmen pada aspek identitas. tujuan penelitian diantaranya adalah termasuk dalam
Mereka hanya mengeksplor berbagai alternatif tanpa kategori remaja, merupakan remaja berhadapan dengan
mempertimbangkan resiko ataupun membuat keputusan hukum yang telah mendapatkan vonis dari pengadilan,
untuk masa depannya. telah menjalani masa rehabilitasi minimal 3 bulan, dan
Menurut Marcia (Sari, Tarsono, & Kurniadewi, bersedia menjadi subjek penelitian yang dibuktikan
2016), pemebentukan identitas diri merupakan suatu dengan mengisi informed consent.
proses pengkombinasian pengalaman, kepercayaan, dan Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
identifikasi yang dimiliki pada masa kanak-kanak wawancara yaitu metode pengumpulan data dengan jalan
menjadi kesatuan yang unik dan akan semakin lebih atau tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematik
tidak koheren, yang akan memberikan para dewasa awal berlandaskan kepada tujuan penyelidikan (Herdiansyah,
baik perasaan keterkaitan dengan masa lalu maupun arah 2010). Wawancara dalam penelitian ini menggunakan
bagi masa yang akan datang. Keberhasilan wawancara mendalam yang bersifat semi terstruktur,
merestrukturisasi identitas diri sebagai sosok individu artinya pedoman wawancara yang dibuat berupa daftar
remaja akan sangat membantu untuk mengambil peran pertanyaan tetapi tidak berupa kalimat-kalimat yang
yang tepat dalam kehidupannya. Terbentuknya identitas permanen/mengikat (Herdiansyah, 2010). Instrumen
diri pada masa remaja, akan dapat mengarahkan tingkah penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
laku dan sikap terhadap lingkungan, berpengaruh pada pedoman wawancara yang didasarkan pada teori
unjuk kerja dan dalam melihat serta menentukan pilihan pembentukan identitas diri dan alat perekam suara.
terhadap alternatif yang muncul. Semrntara pada remaja
yang berhadapan dengan hukum, mereka masih HASIL DAN PEMBAHASAN
mengalami kebingunan dalam menentukan dan Hasil
menjelaskan diri mereka, ditambah lagi dengan stigma Berdasarkan hasil wawancara dengan enam
dari masyarakat yang dapat mengancam proses partisipan, ditemukan bahwa menjadi remaja yang
pembentukan identitas diri mereka. berhadapan dengan hukum berdampak terhadap diri dan
Pandangan apapun yang diterima remaja yang identitas remaja sehingga remaja berupaya membentuk
berhadapan dengan hukum dari masyarakat, mereka pasti identitas diri yang positif setelah terjerat kasus hukum.
memiliki respon yang berbeda-beda dalam menanggapi
pandangan, penilaian, dan perlakuan masyarakat terhadap Dampak Menjadi Remaja yang Berhadapan dengan
mereka. Pendangan yang timbul dari masyarakat terhadap Hukum terhadap Diri dan Identitas
mereka juga beraneka ragam. Ada masyarakat yang 1. Stigma/labelling dari masyarakat
menerima dan memberikan dukungan, tetapi juga ada Tindak kriminal yang dilakukan oleh partisipan
yang malah menjatuhkan. Begitu pula dengan respon membuat mereka merasakan dampak dari apa yang
remaja terhadap penilaian masyarakat. Ada yang berkecil mereka lakukan. Salah satu dampak tersebut muncul
hati dan terpuruk, tetapi ada juga yang menjadikannya dalam bentuk stigma atau pandangan negatif dari
sebagai pelajaran dan motivasi untuk terus melangkah orang lain yaitu masyarakat di lingkungan tempat
dan menemukan jati diri mereka yang sesungguhnya. tinggal mereka. Banyak masyarakat yang memandang
Penilaian negatif atau stigma dari masyarakat dapat partisipan sebagai jambret, begal, maling, pembuat
memberikan ancaman identitas pada remaja sehingga onar, korak (sangar), dan lain sebagainya.
ancaman identitas itu perlu ditangani dengan cara 2. Perlakuan negatif dari teman
membentuk identitas diri yang positif. Hal iniliah yang Selain mendapatkan stigma atau pandangan negatif
membuat peneliti ingin mengetahui tentang “Identitas dari masyarakat, partisipan juga mendapatkan
Diri Remaja yang Berhadapan dengan Hukum”. Peneliti perlakuan negatif dari teman sekolah maupun teman
memilih remaja yang termasuk dalam kategori ABH sepermainan di lingkungan tempat tinggal mereka,
karena jenis kejahatan yang dilakukan tergolong berat, yaitu dijauhi oleh teman sekolah dan dicmooh teman
yang telah menjalani proses hukum dan mendapatkan sebaya di lingkungan tempat tinggal mereka.
vonis dari pengadilan. 3. Mengalami hambatan dalam menjalin kembali
hubungan dengan orang lain setelah terjerat kasus
hukum
METODE Akibat dari stigma atau pandangan negatif yang
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan didapatkan, beberapa partisipan mengalami kesulitan
pendekatan fenomenologis. Fenomenologis merupakan untuk bersosialisasi kembali dengan lingkungan
metode yang berusaha mengungkap bagaimana individu karena mereka merasa sudah mendapatkan cap/label
memahami dunia pribadi dan sosial dari sudut pandang negatif dari warga, sehingga seterusnya akan tetap
subjektif (Herdiansyah, 2010). Individu yang menjadi dipandang negatif dan menjadi beban bagi mereka.
partisipan dalam penelitian ini adalah remaja yang Tidak hanya dengan lingkungan, partisipan juga
mengalami kesulitan untuk bersosialisasi kembali

5
Volume 06. Nomor 01. (2019) : Character : Jurnal Psikologi

dengan kelompok pertemanannya. Ia menjadi lebih tindakan kriminalitas. Pada proses pencarian identitas ini
pendiam dan kaku ketika berkumpul dengan remaja mengalami pergolakan yang cukup besar karena
temannya karena merasa malu. perubahan yang mereka rasakan sehingga berakibat pada
perilaku yang dihasilkan. Salah satu perubahan yang
Strategi Membentuk Identitas Diri Positif mereka alami adalah perubahan emosional. Sehubungan
Terjerat kasus hukum membuat partisipan harus dengan yang dikatakan Purwadi (2004), ciri
menghadapi berbagai stigma atau pandangan negatif dari perkembangan psikologis remaja adalah adanya emosi
masyarakat. Mau tidak mau mereka harus menghadapi yang meledak-ledak, sulit dikendalikan, cepat depresi,
semua stigma yang mereka terima. Meskipun dan kemudian melawan serta memberontak. Sulitnya
mendapatkan stigma dari masyarakat, partisipan pengendalian emosi pada remaja disebabkan oleh adanya
mengaku cuek terhadap pandangan orang lain kepada konflik peran yang sedang dialami oleh remaja. Remaja
mereka. Akan tetapi, tidak hanya sekedar cuek, partisipan mengalami konflik perannya di dalam kehidupan sosial.
juga mengungkapkan bahwa mereka juga ingin berubah Salah satunya adalah anak berusaha mendapatkan
menjadi orang yang lebih baik agar dapat mematahkan kebebasannya dengan melepaskan diri dari kekangan
stigma-stigma masyarakat terhadap mereka. Salah satu orang tua, meskipun di sisi lain remaja masih
usaha yang dilakukan partisipan untuk membuktikan membutuhkan atau bergantung pada orang tua. Pada
bahwa mereka memiliki keinginan untuk berubah adalah penelitian ini, partisipan hanya sedikit menghabiskan
dengan berusaha menjauhi kelompok pertemanan yang waktunya dengan keluarga di rumah, mereka lebih
membawa pengaruh negatif bagi mereka agar dapat banyak menghabiskan waktunya di luar bersama teman-
memperbaiki diri menjadi lebih baik. Selain itu, mereka teman. Partisipan Cancan bahkan lebih memilih untuk
juga mengungkapkan bahwa mereka akan lebih selektif tinggal di kos kakaknya karena lebih bebas jika ingin
dalam pergaulan agar tidak terjerat dalam kesalahan yang bergaul dengan teman, sementara partisipan Deden lebih
sama. Mereka mengaku menyesali tindak kejahatan yang memilih untuk tinggal di kos-kosan dengan alasan agar
telah mereka lakukan. Mereka berharap dapat menjadikan lebih mandiri dan tentunya bebas melakukan apa saja.
apa yang telah mereka alami sebagai pelajaran hidup agar Akan tetapi, di sisi lain, ketika mereka membutuhkan
tidak terulang di kemudian hari. Hal ini dilaukan agar pemenuhan kebutuhan seperti sekolah ataupun terlibat
mereka bisa tetap mempertahankan identitas diri yang dalam masalah contohnya terjerat kasus hukum ini,
positif pada diri mereka untuk menghilangkan stigma mereka tetap membutuhkan orang tua sebagai pelindung
yang ada pada masyarakat tentang mereka. dan pendukung mereka.
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Mu’tadin
Pembahasan (Unayah & Sabaisman, 2015), remaja sering mengalami
Banyak hal yang melatarbelakangi pertisipan dilema yang sangat besar antara mengikuti keinginan
untuk melakukan tindak kriminal. Beberapa diantaranya orang tua atau mengikuti keingnannya sendiri. Situasi ini
adalah karena lingkungan dan pergaulan, gaya hidup, dan dapat menimbulkan konflik yang akan mempengaruhi
narkotika. Menurut Santrock (2003), usia remaja yang remaja untuk berusaha hidup mandiri. Pada penelitian ini,
berada pada masa transisi membuat mereka mengalami awal mula penyebab partisipan melakukan tindak
perubahan secara psikis, biologis, dan emosional, yang kriminal adalah karena ajakan teman, namun mereka
akhirnya membuat pilihan-pilihan tindakan mereka mengulangi perbuatannya karena dengan tindakan
melanggar aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat kriminal yang mereka lakukan seperti menjambret, dapat
tempat mereka tinggal. Hal inilah yang terjadi pada menghasilkan pemasukan bagi mereka yang akhirnya
partisipan dalam penelitian ini, mereka terlibat tindakan memberikan kebanggan tersendiri kepada mereka karena
kriminal akibat dari pengaruh pergaulan dengan telah menghasilkan uang dengan keringat sendiri. Hal ini
lingkungan maupun teman sekolah mereka. Sama halnya membuat mereka merasa telah menjadi individu yang
dengan yang diungkapkan oleh Unayah & Sabariman mandiri dan produktif karena tidak lagi bergantung
(2015) bahwa salah satu faktor eksternal yang dapat kepada orang tua.
mempengaruhi perilaku kenakalan remaja adalah teman
sebaya dan komunitas atau lingkungan tempat tinggal Selain antara remaja dan orang tua, konflik peran
yang kurang baik. Pergaulan yang memberikan efek juga dapat terjadi dengan masyarakat di lingkungan
negatif bagi remaja sangat berpengaruh dalam tempat tinggal remaja. Adanya pengaruh tuntutan dari
perkembangan dan perilaku yang dihasilkan oleh remaja. orang tua dan masyarakat, mendorog remaja untuk
Terlebih lagi, dengan kondisi remaja yang dalam masa melakukan penyesuaian diri dengan situasi dirinya.
transisinya mengalami berbagai perubahan dalam dirinya. Berbagai perilaku yang dihasilkan oleh partisipan
termasuk tindakan kriminal yang telah membuat mereka
Menurut Hurlock (1999), salah satu periode yang terjerat dalam kasus hukum telah berdampak pada diri
sedang dialami oleh remaja adalah periode perubahan dan identitas mereka.
yang mencakup perubahan emosi, tubuh, minat dan pola
perilaku, serta perubahan nilai. Oleh karena itu, pada usia
remaja sesorang cenderung akan melakukan ekplorasi Dampak Menjadi Anak Berhadapan Hukum
untuk memenuhi kebutuhan mereka. Seringkali terhadap Diri dan Identitas
eksplorasi yang dilakukan dipengaruhi oleh lingkungan Menjadi anak yang berhadapan dengan hukum
dan teman, yang dapat berpotensi mengarah pada bukanlah keinginan dari partisipan. Menjadi anak

6
Identitas Diri Remaja yang Berhadapan dengan Hukum

berhadapan hukum merupakan akibat dari tindakan akhirnya menjadi suatu ancaman bagi partisipan ini
kriminalitas yang dilakukan oleh partisipan sebagai salah muncul dalam bentuk stigma.
satu bentuk eksplorasi yang mereka lakukan di masa Menurut Stafford dan Scott (Link & Phelan, 2001)
remaja ini. Meskipun beberapa alasan partisipan stigma adalah karakteristik orang-orang yang
melakukan tindakan kriminal dapat dikatakan sederhana bertentangan dengan norma sebuah unit sosial. Stigma ini
diantaranya untuk membeli barang original, membantu muncul karena adanya perilaku partisipan yang disebut
teman, membalas budi, dan sebagainya, namun alasan- sebagai tindakan kriminal. Perilaku tersebut dianggap
alasan tersebut tetap tidak dapat dbenarkan. Kriminalitas bertentangan dengan norma sosial yang berlaku di
tetaplah suatu bentuk tindak kejahatan yang melanggar masyarakat sehingga mendorong munculnya pandangan
aturan hukum yang berlaku dalam masyarakat (Unayah & negatif, pelabelan, bahkan diskriminasi dari masyarakat.
Sabarisman, 2015). Tidakan kriminal yang dilakukan Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh partisipan
oleh partisipan sangat berdampak pada diri dan identitas Alfa, Bonbon, Cancan, Deden, dan Fafan, mereka
mereka. Situasi yang sedang dihadapi partisipan sebagai mengalami perbedaan perlakuan dari masyarakat ataupun
anak yang berhadapan hukum menimbulkan berbagai teman ketika sebelum dan setelah partisipan melakukan
pandangan negatif dari masyarakat terhadap partisipan. tindakan kriminal. Sebelum melakukan tindakan
Hal ini diungkapkan oleh kelima partisipan yaitu Alfa, kriminal, partisipan diperlakukan dengan baik oleh teman
Cancan, Deden, Fafan, dan Gogon, bahwa ketika mereka dan masyarakat di sekitar lingkungan, bahkan beberapa
terjerat kasus hukum, pandangan orang lain khususnya diantara partisipan dikenal sebagai anak yang baik. Akan
masyarakat di tempat mereka tinggal mengalami tetapi, setelah adanya tindakan kriminal yang dilakukan
perubahan. Partisipan dipandang dan dicap sebagai oleh partisipan, mereka mendapatkan stigma dan
seoarang kriminal, maling, begal, jambret, pembuat onar, perlakuan yang berbeda dari masyarakat maupun teman.
korak (sangar), dan lain sebagainya. Partisipan dipandang sebagai individu yang buruk, diberi
Partisipan mengaku terganggu dengan adanya label yang tidak baik, bahkan dikucilkan dari lingkungan
pandangan dan penilaian negatif masyarakat. Terlebih atau pergaulan dengan teman.
lagi, apa yang dialami oleh partisipan, tidak hanya Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
sebatas pandangan dan pelabelan, tetapi juga perilaku Link dan Phelan (2001) bahwa konsep stigma merupakan
yang mengarah pada diskriminasi ataupun pengucilan. elemen pelabelan, stereotip, pemisahan, kehilangan
Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Alfa, status, dan diskriminasi terjadi bersamaan dalam sebuah
Cancan, dan Deden, ketika mereka melakukan aktivitas situasi kekuasaan. Stigma yang timbul dari masyarakat
yang membuat mereka berhadapan dengan masyarakat mengenai partisipan berakibat pada penerimaan
seperti sholat berjamaah atau berpapasan dengan tetangga masyarakat terhadap diri partisipan. Situasi inilah yang
di jalan, partisipan kerap kali mendapatkan cemoohan membuat partisipan merasakan adanya ancaman terhadap
dan digunjingkan oleh masyarakat. Menurut pengakuan diri dan identitas mereka. Partisipan merasakan situasi
Deden dan Fafan, bahkan tidak hanya mereka yang yang tidak nyaman ketika masyarakat mulai memandang
merasakan dampak akibat tindak kriminal yang mereka negatif bahkan memberikan label partisipan sebagai
lakukan, tetapi keluargapun ikut merasakan dampak dari seorang kriminal, jambret, maling, dan sebagainya.
masyarakat. Ancaman identitas sosial mengakibatkan timbulnya
Adanya pandangan dan perlakuan negatif kekhawatiran individu tentang diri mereka sendiri dalam
masyarakat terhadap partisipan membuat partisipan sebuah hubungan sosial (Derks, Inzlicht, & Kang, 2008).
merasakan ancaman pada identitas mereka. Ancaman Ancaman identitas yang dirasakan partisipan
identitas merupakan suatu kondisi dimana individu yang muncul secara eksternal ketika terjadi perubahan
merasa menjadi suatu bagian dari kelompok telah hubungan dalam konteks sosial (Breakwell, 1986), yaitu
dievaluasi secara negatif oleh kelompoknya (Tajfel & ketika terjadi perubahan perilaku lingkungan terhadap
Turner, 1986). Hal ini mengacu pada partisipan sebagai partisipan yang menyebabkan partisipan sulit untuk
individu yang merupakan bagian dari kelompok sosial diterima kembali secara utuh di dalam masyarakat.
yaitu masyarakat. Akan tetapi, partisipan tidak hanya Adanya stigma yang timbul dari masyarakat terhadap
mendapatkan perlakuan yang kurang baik dari partisipan secara langsung maupun tidak dapat
masyarakat, tetapi juga dari teman sekolah. Sejalan mengganggu dan menghambat bagaimana partisipan
dengan yang diungkapkan oleh Bonbon dan Cancan, menjalin hubungan dengan masyarakat. Hal ini dapat
mereka cenderung dijauhi oleh teman sebaya ataupun terjadi karena dengan adanya stigma tersebut membuat
teman sekolah mereka karena dianggap berbahaya dan partisipan merasa kemanapun mereka pergi stigma
dapat memberikan dampak negatif bagi mereka. Hal ini tersebut akan selalu melekat pada mereka sehingga sulit
sangat berdampak pada kehidupan partisipan. Adanya untuk dapat diterima oleh masyarakat ketika dari
kasus hukum membuat partisipan dipandang sebagai masayarakat itu sendiri stigma tersebut muncul. Hal
individu dengan identitas yang negatif. (Holmes, inilah yang dapat menjadi suatu ancaman bagi identitas
Whitman, Campbell, & Johnson, 2016) mengatakan remaja dalam perkembangannya menuju masa dewasa.
bahwa individu mengalami ancaman identitas ketika
individu dihadapkan dengan situasi dimana identitas Sementara itu, ancaman muncul secara internal
sosialnya diserang. Penyerangan terhadap identitas yang ketika partisipan mulai menyadari bahwa kelompok
sosial yang selama ini mereka ikuti seperti pergaulan

7
Volume 06. Nomor 01. (2019) : Character : Jurnal Psikologi

dengan teman sebaya lebih memberikan dampak negatif hanya merugikan orang lain sebagai korban maupun diri
kepada partisipan dan mereka mulai menjauhi kelompok mereka sendiri, tetapi juga keluarga sebagai orang-orang
tersebut. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh terdekat partisipan.
Breakwell (1986), bahwa ancaman muncul secara Saat ini partisipan telah melalui proses hukum dan
internal ketika individu mulai berusaha mengubah menjalani hukuman sesuai dengan vonis dari pengadilan.
posisinya dalam hubungannya dengan lingkungan sosial. Partisipan melalui hukumannya dengan menjalani
Berdasarkan hasil wawancara yang diungkapkan oleh rehabilitasi sosial di UPT Perlindungan dan Rehabilitasi
partisipan, kelompok pertemanan mereka selama ini Sosial Marsudi Putra Surabaya. Pengalaman selama
memberikan efek negatif yang mendorong mereka untuk menjalani proses hukum dan rehabilitasi sosial membuat
melakukan tindakan kriminal. Oleh karena itu, setelah partisipan memiliki caranya masing-masing dalam
terjerat kasus hukum ini, partisipan Alfa, Bonbon, menghadapi respon negatif dari masyarakat dan teman-
Cancan, Fafan, dan Gogon ingin menjauhi kelompok teman mereka. Hal ini merupakan hal yang penting
pertemanan yang berefek negatif tersebut. Akan tetapi, karena sangat diperlukan partisipan agar dapat
ketika partisipan ingin menjauhi pergaulan yang kurang membentuk identitas diri yang positif. Pembentukan
baik tersebut, muncul respon yang kurang baik dari identitas diri menurut Marcia (Sari, Tarsono, &
teman-teman partisipan yang menyebabkan partisipan Kurniadewi, 2016) merupakan suatu proses
merasa terancam dengan situasi tersebut. Satu sisi pengombinasian pengalaman, kepercayaan, dan
partisipan ingin menjauhi pergaulan yang kurang baik, di identifikasi yang dimiliki pada masa kanak-kanan
sisi lain teman-teman partisipan memberikan perlakuan menjadi suatu kesatuan yang unik yang berkaitan dengan
yang kurang baik ketika partisipan memilih tidak mau masa lalu maupun masa depan.
lagi bergaul dengan mereka. Situasi inilah yang
menimbulkan ancaman bagi diri individu. Menurut Erikson (Hasanah, 2013), terdapat 3
sumber yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas
diri yaitu lingkungan sosial, kelompok acuan, dan tokoh
Cara Remaja yang Berhadapan dengan Hukum idola. Pada penelitian ini, pembentukan identitas diri
Membentuk Identitas Diri yang Positif remaja dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kelompok
Berbagai proses telah dilalui partisipan sepanjang acuan yang merupakan kelompok pertemanan partisipan.
kehidupannya. Selama masa itu, banyak hal juga yang Lingkungan sosial memberikan pengaruh yang sangat
telah mereka eksplor hingga berakhir dengan terjerat besar karena merupakan tempat dimana partisipan
kasus hukum. Hal ini menjelaskan bahwa partisipan berhadapan dengan masyarakat setiap harinya. Bahkan,
memang sedang dalam tahap eksplorasi, yang merupakan menurut Rauf (dalam Unayah & Sabarisman, 2015)
masa dimana individu sedang berusaha untuk mencari lingkungan sosial yang tidak sehat dapat menjadi faktor
tahu dan menjajaki pertanyaan-pertanyaan mengenai pendukung remaja berperilaku menyimpang.
identitas untuk membuat suatu keputusan hidup (Marcia Sebagaimana yang diungkapkan oleh partisipan, cara
dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2009). Melakukan mereka menghadapi respon negatif masyarakat adalah
tindak kriminal merupakan salah satu eksplorasi yang bersikap cuek terhadap pandangan masyarakat, menyesali
dilakukan partisipan untuk memuaskan rasa ingin tahu perbuatan buruk dan belajar dari pengalaman, serta
yang muncul pada diri mereka. Lingkungan dan menunjukkan kesungguhan partisipan untuk berubah
kelompok pertemananlah yang akhirnya membawa menjadi lebih baik. Hal ini dilakukan karena jika
partisipan menjalani tahap eksplorasinya dengan berbuat partisipan terlalu fokus dan terus memikirkan pandangan
tindak kriminal. negatif yang diberikan masyarakat kepada mereka,
menurut Alfa, Cancan, Deden, Fafan, dan Gogon tidak
Terlepas dari masa eksplorasinya, menjadi remaja akan ada habisnya dan hanya membuang waktu saja.
yang berhadapan dengan hukum bukanlah situasi yang Partisipan mengungkapkan bahwa hanya diam dan
diinginkan Alfa, Bonbon, Cancan, Deden, Fafan, dan memikirkan pandangan negatif yang timbul tidak akan
Gogon. Terjerat kasus hukum bukanlah situasi yang mengubah keadaan sehingga mereka memilih untuk tidak
mudah dihadapi oleh keenam partisipan. Berbagai menghiraukan pandangan masyarakat tentang diri
dampak dirasakan partisipan akibat terjerat kasus hukum, mereka. Hal ini dilakukan bukan semata-mata karena
diantaranya adalah dipandang negatif oleh masyarakat, mereka tidak peduli dengan respon masyarakat,
dijauhi teman, mendapat lebel negatif, dan sebagainya. melainkan karena mereka ingin membuktikan kepada
Terlebih ketika yang terkena dampak tersebut tidak hanya masyarakat bahwa mereka bisa berubah menjadi orang
partisipan sebagai remaja yang berhadapan hukum, tetapi yang lebih baik.
juga keluarga partisipan. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh Alfa, Fafan, dan Gogon, keluarga Hurlock (1999), menjelaskan bahwa salah satu
partisipan ikut mendapat pandangan negatif serta menjadi periode yang dijalani pada masa remaja adalah periode
bahan gunjingan dan cibiran masyarakat di lingkungan pencarian identitas, dimana dalam periode ini remaja
tempat tinggal mereka. Keluarga turut merasa malu dan berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya
menanggung dampak dari apa yang tidak dilakukan oleh dalam masyarakat, dan menjadi seperti apa masa
keluarga partisipan. Hal ini tentunya juga menjadi beban depannya. Partisipan dalam penelitian ini tidak ingin
tersendiri bagi partisipan. Mereka mungkin tidak berlarut-larut tenggelam dalam pandangan negatif
menyangka bahwa akibat dari perbuatan mereka tidak masyarakat. Partisipan mengungkapkan bahwa mereka
ingin mengubah stigma yang terbentuk dalam masyarakat

8
Identitas Diri Remaja yang Berhadapan dengan Hukum

dengan menunjukkan sisi baik mereka agar partisipan Layaknya tindakan kriminal yang mereka lakukan saat ini
memiliki kesempatan untuk menunjukkan hal positif adalah sebagai pengaruh dari pergaulan atau lingkungan
yang ada pada diri mereka. Cancan mengungkapkan sosial mereka, tanpa mempertimbangkan bagaimana
usaha yanag dilakukan untuk memperbaiki pandangan dampak yang akan timbul dan mempengaruhi masa
negatif masyarajat antara lain dengan meningkatkan depan mereka. Menurut status identitas Marcia (Papalia,
intensitas beribadah di masjid, lebih sopan terhadap Olds, & Feldman, 2009), kondisi partisipan
orang lain, dan lebih bersosialisasi dengan masyarakat di dalam penelitian ini menandakan bahwa partisipan
lingkngan tempat tinggalnya. Sementara Alfa, Bonbon, berada dalam status identitas moratorium (moratorium
Deden, Fafan, dan Gogon lebih memilih untuk menjaga identity) dimana individu sedang dalam masa eksplorasi
nama keluarga agar tidak terulang untuk kedua kalinya tetapi masih belum mencapai tahap untuk membuat
serti berusaha membanggakan orangtua agar tidak terus- komitmen dalam aspek kehidupannya. Menurut Marcia
menerus dipandang negatif oleh masyarakat. (1993), individu yang berada dalam status identitas
Partisipan dalam penelitian ini juga moratorium merupakan individu yang sedang dalam
mengungkapkan bahwa mereka menjauhi kelompok masa transisi dari tidak adanya identitas atau dari
pertemanan yang selama ini diikuti. Erikson (Hasanah, identitas yang “diberikan” menuju identitas yang
2013), menjelaskan bahwa kelompok acuan merupakan dibangun”. Sama seperti yang dialami Alfa, Bonbon,
kelompok dimana remaja mendapatkan nilai-nilai dan Cancan, Deden, Fafan dan Gogon, sebelumnya mereka
peran yang dapat menjadi acuan bagi dirinya. Pada ada dalam fase kebingungan identitas yang biasa disebut
penelitian ini, kelompok acuan yang dimiliki oleh sebagai masa pencarian jati diri. Dalam proses pencarian
partisipan adalah kelompok pergaulan yang memberikan jati diri tersebut mereka melakukan banyak eksplorasi
dampak negatif bagi mereka, salah satunya melakukan agar dapat mecapai identitas diri yang positif.
tindak kriminal. Setelah terjerat kasus hukum, Alfa,
Bonbon, Cancan, Deden, Fafan, dan Gogon mengaku PENUTUP
mulai menjauhi kelompok pertemanan tersebut. Tidak Simpulan
mudah untuk meninggalkan kelompok pertemanan yang Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
sudah terjalin cukup lama. Akan tetapi, partisipan maka dapat disimpulkan bahwa tindakan kriminal yang
melakukan hal itu karena ingin menjauh dari pengaruh dilakukan remaja adalah salah satu jenis kenakalan
buruk yang ada dalam kelompok pertemanan, meski remaja yang merupakan bentuk dari eksplorasi pada masa
timbul penolakan dan perlakuan yang kurang baik dari remaja. Eksplorasi dilakukan remaja sebagai bagian dari
kelompok pertemanan. proses pencarian identitas. Dalam proses pencarian
Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Sumara, identitas, remaja akan mencoba berbagai alternatif pilihan
Humaedi, dan Santoso (2017), salah satu solusi yang yang ada untuk memuaskan keingin tahuan mereka, salah
dapat dilakukan oleh remaja untuk mengendalikan satunya berakhir pada tindak kriminal.
dirinya sendiri dalam hal kenakalan remaja adalah Menjadi remaja yang berhadapan dengan hukum
membentuk pertahanan diri agar tidak mudah memberikan banyak perubahan pada respon yang
terpengaruh oleh teman sebaya atau komunitas yang tidak diterima oleh individu. Hal ini sangat berdampak pada
sesuai harapan. Sebisa mungkin partisipan mengurangi diri dan identitas remaja. Berbagai dampak yang
intenistas untuk bertemu dengan kelompok pertemanan dirasakan oleh remaja antara lain adalah mendapat stigma
yang memberikan dampak negatif tersebut. Meskipun dari masyarakat dan perlakuan negatif dari teman sebaya.
partisipan belum menentukan secara pasti apa yang akan Hal ini mengakibatkan remaja yang berhadapan dengan
mereka lakukan untuk masa depan mereka terutama hukum mengalami kesulitan untuk bersosialisasi kembali
setelah selesai menjalani rehabilitasi sosial, namun dengan masyarakat di lingkungan tempat tinggal dan
setidaknya mereka telah melakukan langkah awal dengan teman-teman mereka. Situasi-situasi inilah yang
menjauhi teman yang berpotensi membuat mereka membuat remaja merasakan adanya ancaman pada diri
terlibat tindakan kriminal. dan identitas mereka.
Berbagai macam respon yang telah dihadapi
Berdasarkan ada tidaknya ekplorasi dan komitmen remaja yang berhadapan dengan hukum menjadi sebuah
yang dialami oleh partisipan, ditemukan bahwa Alfa, proses yang akhirnya mendorong remaja dalam
Bonbon, Cancan, Deden, Fafan, dan Gogon sedang dalam membentuk identitas diri yang positif. Hal ini dilakukan
masa eksplorasi terbukti dengan salah satu tindakan yang remaja untuk mematahkan stigma dan label yang telah
mereka lakukan untuk memuaskan rasa ingin tahunya beredar di masyarakat. Menjauhi kelompok pertemanan
yang berakhir pada tindakan kriminal hingga membawa yang meberikan pengaruh negatif dan berusaha untuk
mereka berhadapan dengan hukum. Sementara dari segi lebih bersosialisasi dengan masyarakat, lebih sopan, dan
komitmen, mereka belum dapat menggambarkan secara lebih sering melaksanakan sholat berjamaah di masjid
jelas apa yang akan mereka putuskan untuk masa depan sebagai upaya pendekatan kembali dengan masyarakat di
mereka, apa yang dapat mereka kerjakan, dan seperti apa lingkungan tempat tinggal mereka. Rehabilitasi sosial
prinsip atau keyakinan yang mereka pegang. Menurut yang mereka jalani saat ini juga memberikan banyak
Marcia (Papalia, Olds, & Feldman, 2009) kondisi ini perubahan pada remaja baik secara biologis, kognitif,
dikatakan sebagai tidak adanya komitmen dimana dalam maupun sosial-emosional remaja sehingga dapat
diri partisipan masih mengalami keragu-raguan untuk
menentukan sebuah komitmen mengenai suatu hal.

9
Volume 06. Nomor 01. (2019) : Character : Jurnal Psikologi

mendorong pembentukan identitas diri remaja yang bagaimana pembentukan identitas dirinya yang
positif. positif. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat
mengeksplor lebih dalam mengenai informasi yang
Saran belum terungkap dalam penelitian ini agar dapat
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, menjelaskan hal yang lebih luas mengenai kenakalan
saran yang timbul dari penelitian ini adalah: remaja dan remaja yang berhadapan dengan hukum.
1. Bagi partisipan dan remaja pada umumnya
Sebagai seorang makhluk soial yang selalu hidup
DAFTAR PUSTAKA
berdampingan orang lain, diharapkan individu mampu
memilih pergaulan dan lingkungan yang baik, yang Aji. (2017). Pelaku Tindak Asusila Kian Muda. Jawa
mendorong individu berkembang menjadi lebih baik Pos Pressreader [online]. Diunduh dari
bukan sebaliknya. Selain itu, individu juga harus https://www.pressreader.com/
memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri agar Anggono, F.R. (2014). Perilaku vandalisme pada remaja
tidak mudah terpengaruh dengan lingkungan yang di kabupaten Kulon Progo. Skripsi tidak
tidak sesuai harapan. diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta,
2. Bagi keluarga Yogyakarta.
Keluarga diharapkan dapat menjadi support system
yang utama dalam kehidupan remaja agar menjadi Breakwell, G.M. (1986). Coping with threatened
tempat yang nyaman untuk berbagi sehingga remaja identities. New York: Psychology Press.
menjadi lebih terbuka dan terkendali perilaku dan Derks, B., Inzlicht, M., & Kang, S. (2008). The
pergaulannya. Selain itu keluarga merupakan Neuroscience of Stigma and Stereotype Threat.
kelompok sosial pertama bagi individu, sehingga Group Processes & Intergroup Relations , 11(2),
harus menjadi pondisi yang kuat bagi remaja untuk 163-181
berhadapan dengan dunia luar.
3. Bagi institusi pendidikan Erikson, E.H. (1968). Identity: youth and crisis. New
Institusi pendidikan diharapkan lebih bekerjasama York: W.W. Norton.
dengan keluarga maupun lembaga rehabilitasi sosial Goffman, Erving. (1963). Stigma. London: Penguin
remaja sebagai upaya pencegahan bagi remaja agar Books.
tidak sampai melakukan tindakan kriminal dan
Hasanah, Uswatun. (2013). Pembentukan Idenitas Diri
menciptakan banyak kegiatan positif yang
dan Gambaran diri pada Remaja Putri Bertato di
mendukung perkembangan individu. Selain itu,
Samarinda. Ejournal Psikologi, 1(2), 177-186
kerjasama yang diakukan antara instansi pendidikan,
keluarga, dan lembaga rehabilitasi sosial remaja juga Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi Penelitian
dapat mempermudah dalam menangani remaja yang Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.
terlanjur melakukan kenakalan remaja agar terbentuk Holmes IV, O., Whitman, M. V., Campbell, K. S., &
kelompok dukungan yang lebih kuat dan kontrol yang Johnson, D. E. (2016). Exploring the social
maksimal dari berbagai pihak. identity threat response. Equality, Diversity and
Inclusion: An International Journal, 35(3), 205–
4. Bagi masyarakat 220
Masyarakat diharapkan menjadi lingkungan yang
sehat yang dapat memberikan contoh positif dan tidak Hurlock, E.B. (1999). Psikologi Perkembangan: Suatu
memberikan stigma atau label kepada remaja yang Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi
melakukan kenakalan remaja karena dapat ke lima). Jakarta: Erlangga.
memberikan dampak negatif bagi remaja. Hal ini Link, B.G & Phelan, J.C. (2001). Conceptualizing
dapat dilakukan dengan melakukan kerjasama yang Stigma. [versi elektronik]. Annual Review of
baik dengan pemerintah atau lembaga rehabilitasi Sociology, 27, 363-385. Diunduh dari
sosial melalui pejabat daerah untuk mengadakan http://www.jstor.org/stable/2678626
sosialisasi kepada masyarakat agar dapat menjadi
pendorong dalam pembentukan identitas diri remaja. Marcia, J.E. (1993). Ego identity, a handbook for
5. Bagi pemerintah psyhosocial research. New York: Springer-
Pemerintah diharapkan mampu memberikan upaya Verlag.
lebih dalam pencegahan terjadinya kenakalan remaja Nailufar, N.N. (2016). Ini 11 Jenis Kejahatan yang
antara lain dengan memberikan sosialisasi untuk Menonjol Selama 2016. Kompas [online].
keluarga dalam mencegah kenakalan remaja dan Diunduh dari
memberikan wadah bagi remaja untuk menyalurkan http://megapolitan.kompas.com/read/2016/12/29/1
rasa ingin tahu mereka ke dalam hal-hal yang lebih 7470511/ini.11.jenis.kejahatan.yang.menonjol.sela
positif dan tentunya meningkatkan kualitas diri ma.2016
individu.
Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. (2009).
6. Bagi peneliti selanjutnya
Perkembangan manusia (edisi ke sepuluh).
Penelitian ini terbatas hanya pada dampak yang
Jakarta: Salemba Humanika.
dialami remaja yangberhadapan dengan hukum dan

10
Identitas Diri Remaja yang Berhadapan dengan Hukum

Purwadi. (2004). Humanitas. Indonesian Psychologycal


Journal, 1(1), 43-52
Rizky, Fahreza. (2017). Kasus Anak Berhadapan Hukum
Masih ‘Juara’ di KPAI. Okenews [online].
Diunduh dari
https://news.okezone.com/read/2017/12/18/337/18
32184/kasus-anak-berhadapan-hukum-masih-
juara-di-kpai
Santrock, J.W. (2003). Perkembangan masa hidup (edisi
ke lima). Jakarta: Erlangga.
Sari, N., Tarsono, Kurniadewi, E. (2016). Pengaruh
Status Identitas terhadap Orientasi Masa Depan
Area Pekerjaan. Jurnal Ilmiah Psikologi, 3(1),
121-138
Scheid, T.L. & Brown, T.N. (2010). A handbook for the
Study of Mental Health (edisi kedua). New York:
Cambridge University Press.
Setyawan, David. (2014). Implementasi restorasi juctice
dalam penanganan anak bermasalah dengan
hukum. Diunduh dari
http://www.kpai.go.id/artikel/implementasi-
restorasi-justice-dalam-penanganan-anak-
bermasalah-dengan-hukum/
Setyawan, David. (2017). KPAI: Enam Tahun Terakhir,
Anak Berhadapan Hukum Mencapai Angka 9.266
Kasus. Diunduh dari
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-enam-tahun-
terakhir-anak-berhadapan-hukum-mencapai-
angka-9-266-kasus
Sumara, D., Humaedi, S., Santoso, M.B. (2017).
Kenakalan Remaja dan Penanganannya. Jurnal
Penelitian & PPM. 4(2), 129-389
Tajfel, H., & Turner, J. C. (1986). The social identity
theory of intergroup behavior. Chicago, IL:
Nelson-Hall.
Unayah, N. & Sabarisman, M. (2015). Fenomena
Kenakalan Remaja dan Kriminalitas. Sosio
Informa, 1(2), 121-140
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem
Peradilan Anak.
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak.

11

Anda mungkin juga menyukai