Anda di halaman 1dari 17

PENGEMBANGAN SKALA STRATEGI KONTROL

PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

Nurlaela Widyarini
nurlaela@unmuhjember.ac.id
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Jember

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik skala strategi
kontrol pada penderita diabetes mellitus. Adapun ciri-ciri subyek yang menjadi
populasi dalam pengembangan skala ini antara lain 1) Melakukan rawat jalan di
RSD. DR. Soebandi. 2) Lama menderita sakit tidak ditentukan. 3) Usia penderita
tidak ditentukan secara mutlak, namun lebih ditekankan pada usia dewasa. 4)
Laki-laki dan perempuan.
Skala strategi kontrol primer terdiri dari 30 aitem (validitas aitem antara
r=0,115-0,711, α=0,8779). Skala strategi kontrol sekunder terdiri dari 26 aitem
(validitas aitem antara r=0,01-0,774, α=0,8907). Hal ini menunjukkan bahwa
kedua skala memiliki reliabilitas yang tinggi walaupun pada beberapa aitem
memiliki validitas yang rendah. Hasil analisis korelasi antara variabel strategi
kontrol sekunder dan variabel demografi menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara variabel strategi kontrol primer dengan jenis kelamin (R=-0,127,
p>0.05), usia (R=-0,018, p>0,05), pendidikan (R=0,118, p>0,05) dan lama sakit
(R=-0,075, p>0,05). Hal ini berarti bahwa strategi kontrol dapat dilakukan oleh
penderita diabetes dapat dilakukan tanpa mempertimbangkan lama sakit, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan. Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas alat
ukur ini, maka terdapat beberapa saran berikut. Pertama, sebaiknya dilakukan
analisis faktor untuk mengetahui aspek atau indikator paling kuat dalam skala ini.
Kedua, strategi kontrol primer dan sekunder kompensatoris melibatkan peran
pihak lain (misalnya keluarga) untuk membantu penderita mengatasi penyakit.
Dalam hal ini, perlu dikaji lebih lanjut mengenai bentuk-bentuk partisipasi atau
dukungan sosial yang dilakukan oleh keluarga untuk meningkatkan validitas skala
strategi kontrol.

Kata Kunci : Skala Strategi Kontrol, Validitas, Reliabilitas, Diabetes Melitus

A. PENDAHULUAN
Pengukuran dalam penelitian psikologi kesehatan merupakan suatu proses
yang mengintegrasikan informasi fungsi kognitif, afektif dan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan fisik. Tujuan pengukuran setting kesehatan adalah
sebagai informasi penting dalam merencanakan promosi kesehatan, prevensi

1
primer maupun sekunder, intervensi maupun rehabilitasi. Pada umumnya
informasi yang didapatkan dari pengukuran tersebut dapat dikomunikasikan
dengan pihak terkait dan dalam kerangka multidisiplin untuk mendapatkan
kebijakan dalam layanan kesehatan, termasuk pada penderita diabetes mellitus
(Bellar & Park, 2001).
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit kronis dengan
penanganan yang kompleks, mulai dari penanganan obat-obatan, edukasi tentang
gaya hidup yang sehat serta keterampilan dalam menghadapi faktor psikologis dan
somatik dapat mempengaruhi perkembangan penyakit diabetes. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perkembangan penyakit ini antara lain: penyesuaian
terhadap komplikasi, perubahan gaya hidup, upaya preventif dan dukungan sosial.
Salah satu faktor yang dirasakan berat oleh penderita adalah adanya penanganan
diabetes dan tuntutan yang tinggi untuk melakukannya, seperti diet, pengaturan
berat badan, pemeriksaan kadar gula dalam darah dan olah raga teratur
menambahkan bahwa perubahan pola hidup ini dapat menyebabkan kondisi emosi
yang tertekan (Fisher, 1982).
Para peneliti menggunakan konstrak yang berbeda-beda dalam pengukuran
mengenai cara penderita diabetes mengendalikan dan menyesuaikan diri dengan
perubahan yang dialami. Sebagian besar penelitian menggunakan dasar teoritis
coping penderita penyakit kronis (Petrie dan Revenson, 2005; Samson dan Siam,
2008) untuk menjelaskan kemampuan penderita dalam menghadapi penyakitnya.
Pada pengembangan alat ukur kali ini, peneliti menggunakan teori kontrol dengan
pendekatan model dua proses dan perkembangan. Kedua pendekatan ini dijadikan
dasar dalam pengembangan alat ukur mengingat kemampuan penderita untuk
mengendalikan perilakunya sangat ditentukan oleh tahapan perkembangan
seseorang (Rothbaum, dkk.,1982; Schulz & Heckhausen, 1996).

Pendekatan Teoritis
Individu tidak akan pernah lepas dari perubahan-perubahan dalam
kehidupan. Di sisi lain, individu akan berupaya untuk mencapai kondisi yang
selaras dengan perubahan-perubahan tersebut sebagai bentuk penyesuaiannya.

2
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh individu adalah melakukan
pengendalian atau kontrol terhadap perilakunya. Pengendalian yang dilakukan
oleh individu ini akan lebih efektif bila dilakukan dengan cara tertentu atau yang
disebut dengan strategi. Dapat disimpulkan bahwa strategi kontrol merupakan
suatu cara yang dilakukan oleh individu dalam mengendalikan perilakunya untuk
mengahadapi perubahan-perubahan (Heckhausen & Schulz dalam Heckhausen,
1997).
Terdapat dua pendekatan yang menjelaskan strategi kontrol yang
digunakan oleh individu dalam mengendalikan perilakunya. Pendekatan pertama
adalah Model Dua Proses dari Rothbaum, dkk., (1982). Model dua proses
merupakan teori dasar dalam menjelaskan strategi kontrol yang berpendapat
bahwa individu merupakan pihak yang mampu melakukan strategi tertentu dalam
mencapai tujuan yaitu strategi kontrol primer dan sekunder. Dalam perkembangan
selanjutnya, Schulz & Heckhausen (1996) telah mengembangkan model dua
proses dalam tahap perkembangan tertentu termasuk pada usia dewasa. Model ini
bermanfaat dalam menjelaskan dinamika penggunaan strategi kontrol terutama
pada individu yang sesuai dengan tahap perkembangannya. Untuk memperjelas
peran kedua pendekatan tersebut, maka akan dilakukan pembahasan mengenai
kedua pendekatan tersebut sebagai landasan teori pada penelitian ini.
Pendekatan perkembangan dikemukakan oleh Heckhausen (1997).
Menurut pendekatan ini, individu memiliki peran dalam mengatur dirinya untuk
mencapai tujuan tertentu dalam masa perkembangannya dan membantu proses
adaptasi secara psikologis terhadap tuntutan yang ada. Pengaturan ini melibatkan
peran kontrol primer dan sekunder yang saling berhubungan agar proses
pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif (Heckhausen, 1997).
Menurut teori Kontrol (Heckhausen & Schulz dalam Heckhausen, 1997),
kontrol primer berperan utama secara fungsional dalam pencapaian tujuan
sedangkan kontrol sekunder berfungsi sebagai sumber motivasi bagi kontrol
primer atau disebut dengan proses kompensasi. Kontrol primer dan sekunder
berperan dalam dua aspek yaitu berperan untuk melakukan seleksi terhadap
berbagai pilihan tujuan yang dihadapi individu dan berperan untuk menjaga

3
motivasi individu ketika pencapaian tujuan tidak berhasil atau disebut dengan
kompensasi. Pada dasarnya perilaku manusia merupakan hasil dari proses seleksi
dari berbagai pilihan yang ada. Perilaku yang tidak tepat dapat mengakibatkan
kegagalan yang dapat mengancam harga diri dan menurunnya motivasi sehingga
mengakibatkan kondisi yang menjadikan individu frustrasi. Pada saat individu
mengalami kondisi tersebut maka peran kontrol sekunder sangat penting sebagai
kompensatoris agar individu dapat mengatasi akibat kegagalan tersebut secara
psikologis.
Strategi Kontrol primer dan sekunder masing-masing memiliki dua bentuk,
yaitu :
a. Strategi Kontrol Primer
(1) Strategi kontrol primer selektif menekankan pada upaya individu untuk
mengerahkan sumber daya yang dimiliki dalam pencpaian tujuan seperti
waktu, usaha, kemampuan dan keterampilan. Bentuk dari kontrol primer
selektif berupa seluruh tindakan yang langsung mengarah pada pencapaian
tujuan.
(2) Strategi kontrol primer kompensatoris terjadi bila individu menilai bahwa
kemampuan dirinya terbatas dalam mencapai tujuan sehingga dibutuhkan
bantuan dari pihak lain, misalnya bantuan secara teknis untuk membantu
individu dan berbagai tindakan yang bertujuan untuk menambah sumber daya
yang dirasakan kurang oleh individu dari pihak lain.
b. Strategi Kontrol Sekunder
(1) Strategi kontrol sekunder selektif menekankan pada upaya internal individu
untuk mendukung atau memperkuat komitmen pencapaian tujuan. Bentuk dari
kontrol sekunder selektif adalah memperkuat persepsi bahwa tujuan yang akan
dicapai merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan individu atau
memperkuat keyakinan bahwa individu mampu untuk melakukan kendali diri
dalam mencapai tujuan.
(2) Strategi kontrol sekunder kompensatoris menekankan pada upaya individu
untuk meminimalkan pengaruh negatif dari kegagalan terhadap harga diri dan
motivasi pencapaian tujuan. Bentuk dari kontrol sekunder kompensatoris

4
adalah dengan melakukan perbandingan mengenai keadaan inidividu dengan
orang lain atau dengan membandingkan keadaan di waktu sebelumnya dan
saat ini.
Perubahan ontogenesis selama masa perkembangan manusia mendorong
pentingnya selektivitas sebab seiring dengan semakin bertambahnya usia, maka
pilihan semakin kompleks. Oleh sebab itu, penggunaan kontrol primer dan
sekunder akan efektif bila diintegrasikan dengan tahapan perkembangan.
Penelitian yang mendalam telah dilakukan untuk mengetahui proses kontrol
primer dan sekunder selama rentang kehidupan (Sing, dkk., dalam Schulz &
Heckhausen, 1996).

B. METODE PENGEMBANGAN ALAT UKUR


1. Persiapan Administrasi
Sebelum penelitian dilaksanakan, dilakukan terlebih dahulu perijinan
sebagai syarat administratif. Perijinan pertama ditujukan kepada Badan Kesatuan
Bangsa dan Linmas Pemerintah Kabupaten Jember. Selanjutnya, surat ijin dari
Badan Kesatuan Bangsa dan Linmas Pemerintah Kabupaten Jember ini disertakan
sebagai persyaratan administratif kepada Rumah Sakit Dr. Soebandi Jember.
2. Persiapan Alat Ukur
Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini, dibuat berdasarkan
landasan teoritis yang ada. Menurut Suryabrata (2000) terdapat langkah-langkah
pokok dalam penyusunan alat ukur, yaitu:
a. Pengembangan spesifikasi instrument
Subyek: dengan pertimbangan bahwa alat ukur yang akan dikembangkan
sifatnya bergantung pada kelompok subyek, maka sejak awal harus dirumuskan
sejelas mungkin kelompok yang akan dikenai alat yang akan dikembangkan
seperti usia, latar belakang pendidikan, jenis kelamin dan lainnya. Dalam
penelitian ini, karakteristik kelompok subyeknya adalah penderita diabetes melitus
tipe 2 yang : 1) Melakukan rawat jalan di RSUD. DR. Soebandi. Petimbangannya
adalah untuk lebih dapat mengungkap strategi kontrol primer dan sekunder yang
akan dilakukan. Pasien rawat jalan lebih leluasa untuk mengatur dirinya daripada

5
pasien rawat inap. 2) Lama menderita sakit tidak ditentukan. Penelitian
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan strategi kontrol
tertentu dengan lamanya pasien yang menderita penyakit kronis (Felton &
Revenson, 1984). Demikian pula tidak ada perbedaan penggunaan strategi
mengatasi penyakit berdasarkan lama pasien menderita, bentuk tritmen dan
jumlah komplikasi pada penderita diabetes (Macrodimitris & Endler, 2004) 3)
Usia penderita tidak ditentukan secara mutlak, namun lebih ditekankan pada usia
dewasa. Sesuai dengan karakteritik yang disebutkan oleh Fisher, dkk., (1982)
bahwa diabetes melitus tipe II umumnya terjadi pada usia dewasa. 4) Laki-laki
dan perempuan
b. Kisi-kisi
Terdapat dua alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu
skala strategi kontrol primer dan skala strategi kontrol sekunder yang disusun
berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Heckhausen & Schulz (dalam
Heckhausen, 1997).
1) Skala Strategi Kontrol Primer
Untuk mengukur strategi kontrol primer maka digunakan skala strategi
kontrol primer yang dikembangkan berdasarkan definisi kontrol primer dari
Heckhausen & Schulz (dalam Heckhausen, 1997). Aspek-aspek dari strategi
kontrol primer yaitu :
• Kontrol primer selektif menekankan pada upaya individu untuk mengerahkan
sumber daya yang dimiliki dalam pencpaian tujuan seperti waktu, usaha,
kemampuan dan keterampilan. Bentuk dari kontrol primer selektif berupa
seluruh tindakan yang langsung mengarah pada pencapaian tujuan.
• Kontrol primer kompensatoris terjadi bila individu menilai bahwa kemampuan
dirinya terbatas dalam mencapai tujuan sehingga dibutuhkan bantuan dari
pihak lain, misalnya bantuan secara teknis untuk membantu individu dan
berbagai tindakan yang bertujuan untuk menambah sumber daya yang
dirasakan kurang oleh individu dari pihak lain.

6
Tabel 1. Cetak Biru (Blue Print) Skala Strategi Kontrol Primer
Pernyataan
Rekaan Komponen Indikator Mendukung Tidak
Teoritis Mendukung
Kontrol Mengerahkan waktu 1, 4, 7 3, 6, 9
Primer dalam mencapai (3) (3)
Selektif tujuan
Mengerahkan usaha 11, 14, 17 19, 22, 25
dan kemampuan untuk (3) (3)
mencapai tujuan
Strategi Mengerahkan 21, 24, 27 29, 32, 35
Kontrol keterampilan untuk (3) (3)
Primer mencapai tujuan

Kontrol Memerlukan bantuan


Primer pihak lain dalam bentuk
Kompensa
toris Waktu 2, 5, 8 10, 13, 16
(3) (3)
Usaha dan
kemampuan 12, 15, 18 20, 23, 26
(3) (3)

Keterampilan 28, 31, 34 30, 33, 36


(3) (3)
Jumlah 18 18

Skala strategi kontrol primer disusun dengan menggunakan lima alternatif


jawaban. Pemberian skor dilakukan dengan cara memberikan skor 5, 4, 3, 2, 1
untuk jawaban pada pernyataan yang favourable dan memberikan nilai 1, 2, 3, 4,
5 untuk jawaban pada pernyataan unfavourable. Semakin tinggi skor individu
menunjukkan bahwa semakin tinggi strategi kontrol primer yang dilakukan.

2) Skala Strategi Kontrol Sekunder


Untuk mengukur strategi kontrol sekunder, maka digunakan skala strategi
kontrol sekunder yang dikembangkan berdasarkan definisi kontrol sekunder dari
Heckhausen & Schulz (dalam Heckhausen, 1997). Aspek-aspek strategi kontrol
sekunder yaitu :
• Kontrol sekunder selektif menekankan pada upaya internal individu untuk
mendukung atau memperkuat komitmen pencapaian tujuan. Bentuk dari
kontrol sekunder selektif adalah memperkuat penilaian bahwa tujuan yang
akan dicapai merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan individu

7
atau memperkuat keyakinan bahwa individu mampu untuk melakukan kendali
diri dalam mencapai tujuan.
• Kontrol sekunder kompensatoris menekankan pada upaya individu untuk
meminimalkan pengaruh negatif dari kegagalan terhadap harga diri dan
motivasi pencapaian tujuan. Bentuk dari kontrol sekunder kompensatoris
adalah dengan melakukan perbandingan mengenai keadaan inidividu dengan
orang lain atau dengan membandingkan keadaan di waktu sebelumnya dan
saat ini.

Tabel 2. Cetak Biru (Blue Print) Skala Strategi Kontrol Sekunder


Pernyataan
Rekaan Komponen Indikator Mendukung Tidak
Teoritis Mendukung
Kontrol Sekunder Penilaian mengenai 1, 5, 9, 13 3, 7, 11, 15
Selektif pentingnya tujuan (4) (4)
yang akan dicapai
Keyakinan bahwa 17, 21, 25, 29 19, 23, 27, 31
Strategi tujuan akan dapat (4) (4)
Kontrol dicapai
Sekunder
Kontrol Sekunder Penilaian bahwa 2, 6, 10, 14 4, 8, 12, 16
Kompensatoris subyek lebih berhasil (4) (4)
daripada orang lain
Penilaian bahwa 18, 22, 26, 30 20, 24, 28, 32
perkembangan yang (4) (4)
lebih baik dari waktu
sebelumnya.
Jumlah 16 16

Skala strategi kontrol sekunder disusun dengan menggunakan lima


alternatif jawaban. Pemberian skor dilakukan dengan cara memberikan skor 5, 4,
3, 2, 1 untuk jawaban pada pernyataan yang mendukung (favourable) dan
memberikan nilai 1, 2, 3, 4, 5 untuk jawaban pada pernyataan yang tidak
mendukung (unfavourable). Semakin tinggi skor yang diperoleh individu maka
semakin tinggi strategi kontrol sekunder yang dilakukan individu.
c. Penulisan pernyataan
Terdapat tiga hal penting yang harus dipertimbangkan dalam penulisan
pernyataan, yaitu gagasan mengenai substansinya, format penulisannya dan
pembahasannya.

8
d. Penelaahan pernyataan
Hasil penulisan pernyataan perlu ditelaah secara kualitatif yang meliputi
tiga arah. Pertama dari arah substansinya, yaitu dari arah teori yang mendasari
serta kesesuaian isi pernyataan dengan kisi-kisi. Kedua, dari arah rumusannya,
agar daapt memancing respon dari subyek penelitian. Ketiga dari arah
pembahasannya, yaitu kesesuaian bahasa yang digunakan dengan kaidah bahasa
dan subyek yang akan dikenai pengukuran.
e. Perakitan instrumen
Pernyataan yang telah dipilih dalam proses penelaahan pernyataan lalu
dirakit dalam perangkat alat ukur sesuai dengan yang telah direncanakan.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Gambaran subyek penelitian
Jumlah penderita diabetes melitus yang melakukan raswat jalan selama
empat bulan terakhir adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Data Morbiditas Pasien Diabetes Melitus Rawat Jalan Tahun 2005
NO BULAN USIA JUMLAH JENIS JUMLAH TOTAL
(Tahun) KELAMIN
25-44 42 Laki-laki 183
1 Januari 45-64 122 Perempuan 77 260
65- 96
25-44 32 Laki-laki 139
2 Pebruari 45-64 108 Perempuan 69 208
65- 68
25-44 27 Laki-laki 187
3 Maret 45-64 175 Perempuan 109 296
65- 94
25-44 25 Laki-laki 173
4 April 45-64 168 Perempuan 89 262
65- 69
(Sumber : Rumah Sakit Dr. Soebandi, 2005)

Jumlah penderita berkisar antara 208-296 tiap bulan dengan penderita


terbanyak berada pada usia 45-65 tahun. Berdasarkan informasi dari rumah sakit,
jumlah penderita diabetes mellitus menduduki peringkat pertama terbanyak
dibandingkan jumlah penderita penyakit kronis yang lain.

9
Populasi dari penelitian ini sebanyak 130 subyek. Berdasarkan teknik
pengambilan sampel secara acak, maka ditentukan 104 subyek yang akan
didilibatkan dalam analisis penelitian lebih lanjut.
Berdasarkan data yang telah terkumpul, dapat diketahui karakteristik
subyek yang terlibat dalam penelitian ini. Untuk mempermudah mengetahui
karakteriktik subyek penelitian tersebut, berikut disajikan pada tabel 4 dan tabel 5.

Tabel 4. Deskripsi Subyek Penelitian


Berdasarkan Jenis Kelamin dan Pendidikan

JENKEL
PENDIDIKAN Total
laki-laki perempuan
PEND SD 3 10 13
SMP 8 23 31
SMA 18 20 38
PT 13 9 22
Total 42 62 104

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa subyek penelitian berjumlah


104 orang yang terdiri atas 62 orang perempuan dan 42 orang laki-laki. Latar
belakang pendidikan subyek mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan
tinggi.

Tabel 5. Deskripsi Subyek Penelitian


Berdasarkan Usia dan Lama Sakit

N Minimum Maximum Mean


USIA 104 35.00 79.00 56.0769
LAMA SAKIT 104 0.16 34.00 12.2840
Valid N 104

Tabel 5 menjelaskan bahwa usia rata-rata subyek penelitian adalah 56


tahun. Lama subyek menderita diabetes melitus mulai dari 0.16 tahun (1 bulan 27
hari) hingga 34 tahun. Secara keseluruhan, lama sakit diabetes rata-rata 12 tahun.

2. Analisis hasil uji coba


Analisis validitas dilakukan dengan melakukan korelasi antara item
dengan skor totalnya. Analisis reliabilitas diperoleh dari koefisien alpha
Cronbach. Kedua analisis ini menggunakan bantuan SPSS for Windows versi 10.

10
Setelah dilakukan uji alat ukur pada 30, subyek diperoleh karakteristik pada
masing-masing alat ukur sebagai berikut :
a. Skala Strategi Kontrol Primer
Dari 36 pernyataan, terdapat 8 pernyataan yang gugur berdasarkan hasil
korelasi antara skor pernyataan dengan skor totalnya. Keenam pernyataan yang
gugur tersebut adalah pernyataan no 2, 6,10, 11, 14, 16, 17 dan 22. Pernyataan no
11 dan 14 tetap digunakan dengan pertimbangan mempertahankan validitas isi
(Suryabrata, 2000). Pernyataan yang telah diseleksi, kemudian dianalisis kembali
untuk mengetahui koefisien reliabilitasnya. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh
koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,8779. Hal ini berarti skala strategi kontrol
primer dinyatakan andal.

Tabel 6. Cetak Biru (Blue Print) Skala Strategi Kontrol Primer


Setelah Uji Coba
Pernyataan
Rekaan Komponen Indikator Mendukung Tidak
Teoritis Mendukung
Kontrol Mengerahkan 1, 3, 5 2, 7
Primer waktu dalam (3) (2)
Selektif mencapai tujuan
Mengerahkan 8, 11 15, 20
usaha dan (2) (2)
kemampuan
Strategi untuk mencapai
Kontrol tujuan
Primer Mengerahkan 17, 19, 22 24, 27, 29
keterampilan (3) (3)
untuk mencapai
tujuan

Kontrol Memerlukan bantuan


Primer pihak lain dalam bentuk
Kompensa
toris Waktu 4, 6 (2) 10, 13 (2)
Usaha dan 9, 12, 14 (3) 16, 18, 21
kemampuan (3)
Keterampilan 23, 26 (2) 25, 28, 30
(3)
Jumlah 15 15

b.Skala Strategi Kontrol Sekunder


Dari 32 pernyataan, terdapat 8 pernyataan yang gugur berdasarkan hasil
korelasi antara skor pernyataan dengan skor totalnya. Keenam pernyataan yang

11
gugur tersebut adalah pernyataan no 7, 9, 11, 14, 15, 25, 30 dan 32. Pernyataan no
11 dan 15 tetap digunakan dengan pertimbangan mempertahankan validitas isi
(Suryabrata, 2000). Pernyataan yang telah diseleksi, kemudian dianalisis kembali
untuk mengetahui koefisien reliabilitasnya. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh
koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,8907. Hal ini berarti skala strategi kontrol
sekuner dinyatakan andal.

Tabel 7. Cetak Biru (Blue Print) Skala Strategi Kontrol Sekunder


Setelah Uji Coba
Pernyataan
Rekaan Komponen Indikator Mendukung Tidak
Teoritis Mendukung
Kontrol Penilaian 1, 5, 11 (3) 3, 9, 12 (3)
Sekunder mengenai
Selektif pentingnya tujuan
yang akan dicapai
Strategi Keyakinan bahwa 14, 18, 25 (3) 16, 20, 23,
Kontrol tujuan akan dapat 26
Sekunder dicapai (4)

Kontrol Penilaian bahwa 2, 6, 8 (3) 4, 7, 10, 13


Sekunder subyek lebih (4)
Kompensatoris berhasil daripada
orang lain
Penilaian bahwa 15, 19, 22 17, 21, 24
perkembangan (3) (3)
yang lebih baik
dari waktu
sebelumnya.
Jumlah 12 14

3.Validitas dan reliabilitas skala


Validitas aitem pada skala strategi kontrol primer berkisar antara 0,115-
0,711 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,8779. Strategi kontrol sekunder 0,01-
0,774 dengan reliabilitas sebesar 0,8907. Hal ini menunjukkan bahwa kedua skala
memiliki reliabilitas yang tinggi walaupun pada beberapa aitem memiliki validitas
yang rendah.

4. Korelasi Strategi Kontrol dengan Variabel Demografi


Selanjutnya dilakukan korelasi antara strategi kontrol primer dan sekunder
dengan variabel demografi yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan dan lama
sakit. Hal ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kedua

12
variabel tersebut. Hasil analsis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara variabel strategi kontrol primer dengan jenis kelamin (R=-0,047, p>0.05),
usia (R=0,003, p>0,05), pendidikan (R=0,068, p>0,05) dan lama sakit (R=-0,104,
p>0,05).

Hasil analisis korelasi antara variabel strategi kontrol sekunder dan


variabel demografi menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara variabel
strategi kontrol primer dengan jenis kelamin (R=-0,127 , p>0.05), usia (R=-0,018,
p>0,05), pendidikan (R=0,11 8, p>0,05) dan lama sakit (R=-0,075 , p>0,05).
Penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara penggunaan strategi
kontrol tertentu dengan lamanya pasien yang menderita penyakit diabetes, jenis
kelamin dan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh penderita. Hal ini
menunjukkan bahwa strategi kontrol dapat dilakukan oleh penderita diabetes
tanpa mempertimbangkan lama sakit, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

5.Penggunaan Strategi Kontrol pada Penderita Diabetes


Berdasarkan tabel 8, secara umum kedua strategi digunakan secara
proporsional oleh penderita. Terdapat kecenderungan penggunaan strategi kontrol
primer yang lebih tinggi daripada strategi kontrol sekunder.
Tabel 8. Statistik Deskriptif Skor Penggunaan Strategi Kontrol

Aspek N Minimum Maximum Mean Std. Deviation


Strategi kontrol primer 104 60.00 130.00 102.3077 16.02369
Strategi control Sekunder 104 68.00 126.00 98.1731 14.50574
Valid N (listwise) 104

Bila dihubungankan dengan rata-rata usia penderita dalam penelitian ini,


yaitu 56 tahun yang berada pada tahap perkembangan dewasa madya,
kecenderungan menggunakan strategi kontrol sekunder cenderung meningkat
sebagaimana dijelaskan pada teori penggunaan strategi kontrol sepanjang rentang
kehidupan berikut ini

13
Kontrol primer
Tinggi

Penggunaan
strategi kontrol
Kontrol sekunder

Rendah

20 40 60 80 100
Usia

Gambar 1. Penggunaan Kontrol Primer dan Sekunder Dalam Rentang Kehidupan


Manusia (Schulz & Heckhausen, 1996 : 709)

Berdasarkan gambar 1, dapat dijelaskan bahwa pada perkembangan awal


manusia ditandai dengan meningkatnya kontrol primer dalam lingkungan.
Hubungan antara tindakan dan hasil yang dirasakan oleh anak merupakan dasar
bagi perkembangan kemampuan diri. Anak pada usia 3 dan 4 tahun telah mampu
mengenali pengalaman emosi ketika ia mengalami kegagalan (Geppert, dkk.,
dalam Schulz & Heckhausen, 1996) dan kemudian melakukan mekanisme
kompensasi untuk menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan. Selama masa
anak-anak dan remaja terjadi perkembangan strategi kontrol sekunder termasuk
perubahan aspirasi, penolakan (denial) dan penilaian kembali terhadap tujuan.
Pada masa dewasa awal ditandai dengan meningkatnya kontrol primer dan
sekunder seiring dengan meningkatnya kemampuan seleksi yang didasarkan pada
kriteria tertentu walaupun ada penurunan keanekaragaman pada kriteria. Hal ini
disebabkan karena kapasitas individu menjadi terbatas dan adanya hambatan yang
berasal dari luar. Pada masa dewasa madya dan usia lanjut, strategi kontrol
sekunder lebih mendominasi. Hal ini terjadi karena pada masa ini, kemungkinan
keberhasilan strategi kontrol primer relatif lebih kecil tercapai mengingat adanya
keterbatasan fisik sehingga kontrol sekunder mengalami peningkatan daripada
kontrol primer.

14
Telah dijelaskan sebelumnya tentang fungsi kontrol primer dalam upaya
individu untuk melakukan seleksi dan kontrol sekunder dalam proses kompensasi
ketika inidividu mengalami kegagalan. Dalam pencapaian tujuan dibutuhkan
kemampuan untuk mengatur perbedaan, kemampuan menyeleksi dan
mengembangkan kemampuan untuk mengatasi kegagalan (Schulz & Heckhausen,
1996). Gambar 2 akan menjelaskan proses seleksi dan kompensasi dalam
pencapaian tujuan.

Motivasi untuk kontrol primer

Seleksi

Interaksi Pencapapaian Kompetensi


manusia dan tujuan biologis,
lingkungan perilaku dan
kognitif

Kegagalan,
Pengalaman negatif Kompensasi
atau tidak
menyenangkan dan
penurunan seiring
bertambahnya usia
Gambar 2. Peran Kontrol dalam Perkembangan Manusia (Schulz & Heckhausen,
1996 : 708)

Berdasarkan gambar 2, motivasi untuk melakukan kontrol primer


merupakan pusat dari model ini terutama dalam upaya pencapaian tujuan
walaupun tidak dipungkiri adanya motivasi yang lain namun bukan menjadi fokus
perhatian dalam pendekatan ini. Gambar ini menjelaskan tentang kontrol primer
sebagai pencetus dan pengatur interaksi manusia dengan lingkungannya. Dalam
hal ini, kontrol primer memberikan petunjuk melalui proses seleksi. Proses seleksi
dikendalikan atau diatur oleh sumber motivasi dan kemampuan (kompetensi) yang

15
dimiliki oleh individu. Interaksi yang terjadi akan memberikan hasil yang positif
(misalnya tercapainya tujuan) dan negatif (misalnya kegagalan). Keberhasilan
dalam pencapaian tujuan akan berdampak pada upaya mempertahankan atau
meningkatkan kemampuan dan motivasi. Terdapat tiga bentuk pengalaman
kegagalan yaitu kegagalan yang terjadi ketika individu tidak berhasil
meningkatkan kemampuannya, kegagalan yang terjadi karena menurunnya
kemampuan seiring dengan bertambahnya usia dan kegagalan karena sesuatu yang
terjadi di luar dugaan manusia. Pengalaman yang tidak menyenangkan tersebut
akan menurunkan kemampuan dan motivasi individu, sehingga diperlukan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan, meningkatkan dan
menumbuhkan kembali kemampuan dan motivasi yang dimiliki. Proses yang
penting adalah adanya mekanisme seleksi yang menentukan pilihan terhadap
tujuan yang akan dicapai.

D. KESIMPULAN DAN SARAN


Dapat disimpulkan bahwa alat ukur strategi kontrol pada penderita
diabetes memiliki reliabilitas yang tinggi dapat mengungkap strategi penderita
diabetes dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Untuk meningkatkan
validitas dan reliabilitas alat ukur ini, maka terdapat beberapa saran berikut.
Pertama, sebaiknya dilakukan analisis faktor untuk mengetahui aspek atau
indikator paling kuat dalam skala ini. Kedua, strategi kontrol primer dan sekunder
kompensatoris melibatkan peran pihak lain (misalnya keluarga) untuk membantu
penderita mengatasi penyakit. Dalam hal ini, perlu dikaji lebih lanjut mengenai
bentuk-bentuk partisipasi atau dukungan sosial yang dilakukan oleh keluarga. Hal
ini penting untuk meningkatkan validitas skala strategi kontrol sekunder.

16
DAFTAR PUSTAKA

Bellar, C.D., Park, T.L. (2001). Psychological assessment in medical setting.


Brunner Routledge.

Fisher, E.B., Declamater, A.M., Bertelson, A.D., & Kirkley, B.G. (1982).
Psychological factors in diabetes and its treatment. Journal of
Consulting and Clinical Psychology., Vol.50 (6). 993-1003
Heckhausen. (1997). Developmental regulation across adulthood : Primary and
secondary control of age-related challenges., Developmental
Psychology., Vol. 33(1). 176-187.

Keith J.P., Tracey A.R. (2005). Editorial: New psychological interventions in


chronic illness: Towards examining mechanisms of action and
improved targeting. Journal of Health Psychology. Copyright © 2005
SAGE Publications. London, Thousand Oaks and New Delhi,
www.sagepublications.com. Vol 10(2) 179–184

Macrodimitris, S.D., Endler, N.S. (2001). Coping, control and adjustment in type
2 diabetes., Health Psychology., Vol.20.(3). 208-216.

Rothbaum, F., Weisz, J.R. & Snyder, S.S. (1982). Changing the world and
changing the self: A two-process model of preceived control., Journal
Personality and Social Psychology., Vol.42(1). 5-37

Samson, A., Siam, H. (2008). Adapting to major chronic illnesses: A proposal for
a comprehensive task model approach. Patient Education and
Counseling, 70(3):426-429.

Schulz, R., Heckhausen, J. (1996). A life span model of successful aging.,


American Psychologist., Vol.51(7).702-714.

Suryabrata, S. (2000). Pengembangan alat ukur psikologis., Andi Offset.


Yogyakarta.

Wrosch, C., Heckhausen, J., & Lachman, M.E. (2000). Primary and secondary
control strategies for managing health and financial stress across
adulthood., Psychology and Aging., Vol.13(3). 387-399

Wrosch, C., Schulz, R., & Heckhausen, J. (2002). Health stresses and depressiver
symptomatology in the elderly: The importance of health engagement
control strategies., Health Psychology., Vol.21(4).340-348

17

Anda mungkin juga menyukai