PSIKOLOGIA
p-ISSN: 185-0327
e-ISSN: 2549-2136
www.jurnal.usu.ac.id/psikologia
Dipublikasikan oleh:
Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Dr. Mansyur No. 7 Medan. Telp/fax: 061-8220122
Email: psikologia@usu.ac.id
Psikologia 2016, Vol. 11, No. 3, 2017 112
Universitas Andalas
ABSTRAK
Di era sekarang ini, khususnya di Indonesia marak terjadi kekerasan seksual yang dilakukan pada anak-
anak di bawah umur. Pelaku kekerasan seksual ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun
juga ada beberapa kasus yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Banyak faktor yang menyebabkan
munculnya sebuah perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk melihat mekanisme psikologis remaja pelaku
kekerasan seksual. Mekanisme psikologis dilihat dari aspek kognif, emosi dan juga sosial serta faktor-
faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku kekerasan seksual. Informan penelitian ini berjumlah
enam orang yang merupakan remaja pelaku kekerasan yang telah melewati masa hukuman. Penelitian
ini dilakukan di PSAABR dan juga LPKS Kasih Ibu di provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara
dan alat tes psikologi (WISC/WBIS, Grafis, TAT, Ro, EPPS dan SSCT). Hasil penelitian ini adalah
ditemukan 1) kemampuan intelektual di bawah rata-rata (aspek kognitif), 2) perasaan-perasaan cemas
terhadap masa depan, perasaan bersalah, kondisi informan yang sulit mengekspresikan emosi dan
perasaan tidak berdaya (aspek emosi), 3) sulit beradaptasi dengan lingkungan, kurangnya keterampilan
sosial, hubungan yang tidak adekuat antara anak dan orangtua (aspek sosial).
Kata-kata kunci: Mekanisme Psikologis, Peran Ayah, Pelaku kekerasan seksual, Remaja
ABSTRACTS
In the recent year, especially in Indonesia there were many cases about sexual abuses to children.
Sexual offender were not only adult but also in a few cases adolescent or children too. Adolescent were
a person who were in the stage process to finding idendity. Adolescent as offender must be bound by
law. There were many factors that caused emerge a behavior. This study aims to see Psychological
mechanism in adolescent sexual offenders. This research used descriptive qualitative method with data
collection techniques from interviews and psychological test (WISC/WBIS, Grafis, TAT, Ro, EPPS dan
SSCT). The results showed that informants of this study had 1) intelectual abilities below average
(cognitive), 2) feelings of anxiety toward the future, feeling of guilty, difficulty to express their
emotions and feeling helplessness (emotional), 3) difficult adapt to the environment, lack of social
skills, inadequate relationship between children and parents (social).
menimpa anak di bawah terjadi di status mental secara verbal, fisik dan
sepanjang tahun 2012. Di mana 48 persen emosi.
atau 1.075 merupakan korban kekerasan Semua pihak berkeyakinan bahwa
seksual. Kemudian 82 persen korban semua anak kelahirannya diinginkan,
berasal dari keluarga ekonomi menengah direncanakan dan, oleh karena itu, masa
ke bawah. depannya akan sangat diperdulikan.
Menutut Hopper (2005) data Indonesia menunjukkan kenyataan pahit,
statistik hanya menunjukkan “tip of sebagian dari anak-anak tersebut
iceberg” ujung dari batu es karena dalam mengalami berbagai bentuk kekerasan,
kenyataannya banyak korban kekerasan diskriminasi, eksploitasi, dan
seksual yang belum terdata dengan baik . penelantaran. Pada tahun 2003 sekretaris
Sulitnya memperoleh data yang akurat Jendral PBB menugaskan perwakilannya
karena: (a) batasan pengertian seksual di seluruh dunia untuk melakukan kajian
pada anak cukup beragam dan dipengaruhi mengenai kekerasan terhadap anak. Hasil
oleh sudut pandang, (b) data yang yang dilaporkan pada tahun 2006
diperoleh juga mencakup data pengalaman menunjukkan bahwa kekerasan terhadap
orang dewasa di masa kecil mereka, anak adalah masalah global, di semua
sementara kemampuan mengingat relatif negara yang terlibat, anak-anak mengalami
terbatas, dan (c) data yang diperoleh hanya berbagai bentuk kekerasan seperti
berdasarkan laporan kasus, padahal masih hukuman fisik, pemaksaan kerja atau
banyak yang tidak dilaporkan. eksploitasi dalam berbagai pekerjaan yang
Kekerasan seksual adalah setiap berbahaya (pertambangan, sampah, seks
bentuk perilaku yang memiliki muatan komersial, perdagangan narkoba, dan lain-
seksual yang dilakukan seseorang atau lain), diskriminasi, perkawinan dini, dan
sejumlah orang namun tidak disukai dan pornografi.
tidak diharapkan oleh orang yang menjadi Kekerasan terhadap anak dan remaja
sasaran sehingga menimbulkan akibat yang terjadi di sekitar kita tidak saja
negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, dilakukan oleh pihak luar tetapi juga
terhina, marah, kehilangan harga diri, dilakukan oleh keluarga sendiri yakni
kehilangan kesucian, dan sebagainya, pada orang tua. Kasus-kasus kekerasan yang
diri orang yang menjadi korban. Menurut menimpa anak dan remaja, tidak saja
Wahid dan Irfan (dalam Abu Hurairah, terjadi di perkotaan tetapi juga di
2007) kekerasan seksual merupakan istilah pedesaan. Sementara itu, para pelaku
yang menunjuk pada perilaku seksual kekerasan, 68 % dilakukan oleh orang
deviatif atau hubungan seksual yang yang dikenal anak, termasuk 34 %
menyimpang, merugikan pihak korban dan dilakukan oleh orangtua kandung sendiri
merusak kedamaian di tengah masyarakat. (Hakim, L, 2008). Studi yang dilakukan
Menurut Disney (dalam Ellsworth, 2007) Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa
kekerasan seksual adalah menggunakan Timur bekerja sama dengan UNICEF (
anak sebagai alat seksual oleh seseorang dalam Hurairah, 2007) mengungkapkan
yang mempunyai kekuatan lebih besar dari pelaku biasanya adalah orang yang sudah
pada anak. Kekuatan ini bisa berupa usia, dikenal korban, baik tetangga, saudar,
kerabat atau bahkan kakek atau ayah
114
kandung. Ini juga didukung oleh data yang seseorang untuk mencapai intimasi dalam
dikumpulkan oleh Yayasan Pusaka hubungan personal. Sedangkan Baumrind
Indonesia menunjukkan bahwa pelaku (1991) mengembangkan kerangka kerja
diantaranya teman, pacar, tetangga, orang yang lebih luas terkait gaya pengasuhan
tua tiri/kandung, kakek, sepupu, abang yang terdiri dari empat prototipe
ipar dan guru, namun ada juga yang pengasuhan yaitu autoritatif, autoritarian,
dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, permisif dan rejecting-neglecting.
aparat dan orang baru dikenal. Farrington (2002) juga menjelaskan bahwa
Pelaku kekerasan seksual tidak hanya mengenai pola pengasuhan yang tidak
usia dewasa namun juga ada pada usia tepat dan kurangnya kontrol serta
remaja. Ada beberapa karakteristik remaja monitoring orangtua kepada anak
yang menjadi pelaku kekerasan seksual merupakan salah satu faktor yang
diantaranya: (a). Berusia 13-17 tahun, (b). menyebabkan perilaku kekerasan seksual
Mengalami kesulitan dalam mengontrol yang dilakukan oleh remaja.
impuls, (c). Lebih dari 80% didiagnosa Selain dari faktor keluarga adanya
mengalami gangguan kejiwaan, (d). 30-60 model yang salah juga mampu memicu
% mengalami gangguan belajar, (e). 20-50 munculnya perilaku kekerasan seksual.
% pernah mengalami kekerasan secara Dalam Ryan (2010) menjelaskan salah
fisik, (f). 40-80 % pernah mengalami satu perspektif tentang belajar yang
kekerasan seksual (www.csom.org/pubs/). dikemukan oleh Bandura. Menurut teori
Banyak faktor yang menyebabkan remaja yang dikemukan oleh Albert Bandura
menjadi pelaku kekerasan seksual. mengenai proses belajar melalui observasi
Menurut penelitian Marshal ( 2000 ) dan imitasi mendukung hipotesi bahwa
kurangnya kelekatan anatra anak dan belajar melalui pengalaman. Seseorang
orang tua, perkembangan seksual yang yang belajar melalui model yang ada di
cepat dapat menjadi pemicu munculnya lingkungan sekitarnya; terpaparnya model
perilaku. Paparan pornografi serta dibawah pelanggaran yang bisa berakibat juga
penagruh obat-oabtan serta minuman keras meniru melakukan tindakan pelanggaran
juga dapat memicunya. perilaku seksual. Aspek sosial dari proses
Banyak faktor yang mempengaruhi belajar dianggap berpengaruh secara
munculnya perilaku kekerasan seksual. signifikan pada perilaku seksual karena
Beberapa ahli menjelaskan faktor-faktor kondisi interpersonal dan penilaian
tersebut dengan perspektif teori yang masyarakat apa yang dieksploitasi akan
berbeda-beda. Sudut pandang pertama bisa berakibat tindakan kriminal.
adalah sudut pandang anak dan orangtua Masyarakat yang tidak melindungi
terkait dengan bentuk kelekatan yang perkembangan anak-anak mereka dari
terbentuk dan pola asuh orangtua. model yang merusak akan beresiko tinggi
Barthlomew dan Horowitz (1991) telah akan tertular perilaku yang menyimpang.
meneliti mengenai empat kategori dari Dengan mengetahui penyebab munculnya
attachment pada orang dewasa (1). Secure perilaku akan mempermudah dalam proses
; (2) Anxious / Ambivalent; (3) Avoidant; treatmen yang akan dilakukan. Sejauh ini
(4) Avoidant II, dan menemukan bahwa penelitian lebih banyak terfokus kepada
attachment mempengaruhi kemampuan korban kekerasan seksual.
115
METODE HASIL
sesuai dengan studi dari Farrington (2002) Ellsworth, L. (2007). Choosing to Heal:
mengenai pola pengasuhan yang tidak Using Reality Therapy in Treatment
tepat dan kurangnya kontrol serta of Sexually Abused Children. New
monitoring orangtua kepada anak York: Routledge
merupakan salah satu faktor yang Farrington, D.P. (1989). Early predictors
menyebabkan perilaku kekerasan seksual of adolescent aggression and adult
yang dilakukan oleh remaja. Tidak hanya violence. Violence and Victims, 4, 79-
itu, faktor kelekatan anak dan orangtua 100.
juga merupakan salah satu faktor penting
dalam munculnya perilaku kekerasan (2002). Families and crime.
seksual yang dilakukan oleh remaja. Hal In J. Q. Wilson &J. Petersilia (Eds.),
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Crime: Publicpolicies for crime
Qayum (2013) bahwa remaja yang control, 2nd ed. (pp. 129-148).
melakukan kekerasan seksual dilaporkan Oakland, CA: Institute for
Contemporary Studies Press
memiliki kelekatan yang tidak aman
(insecure) dengan orangtuanya. Dalam Loeber, R. (1990). Development and risk
penelitian ini, beberapa anak memiliki factors of juvenile antisocial
kelekatan yang didasarkan rasa takut behaviorand delinquency. Clinical
terhadap salah satu figur orangtua, Psychology Review, 10, 1-41.
kurangnya komunikasi anak dengan Maguin, E. & Loeber, R. (1996).
orangtua, ataupun kurang adekuatnya Academic Performance and
peran orangtua yang dirasakan oleh anak. delinquency. In M.Tonry (Ed), Crime
and justice: A review of research (Vol
REFERENSI 20, pp. 145-264). Chicago: University
of Chicago Press.
Anastasi, A. (1979). Fields of Applied
Psychology 2nd Edition. McGraw- Marsa, F., O'Reilly, G., Carr, A. Murphy,
Hill Kogakusha: Tokyo P., O’Sullivan, M., Cotter, A. &
Heavy, D. (2004). Attachment styles
Baumrind, D. (1991). The influence of
and psychological profiles of child sex
parenting style on adolescent
offenders in Ireland. Journal of
competence and substance use.
Interpersonal Violence, 19, 1-24.
Journal of Early Adolescence.
11:56-95. Meyer, G., dkk. (2001). Psychological
Testing and Psychological
Heilburn, K. (1992). The role of
Assessment : A Review of Evidence
psychological testing in forensic
and Issues. American Psychologist.
assessment. Law and Human
DOI : 10.1037//OOO3-
Behavior, Vol. 16(3). Retrieved from
O66X.56.2.128. Retrieved from
http:// publicdefender .mt.go
http://psycnet.apa.org/
/training/09/Annual09/Heilbrun1992
PsychTests.pdf Moleong. (2012). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Hurairah, A. (2007). Child Abuse
Rosdakarya.
(Kekerasan pada Anak) edisi revisi.
Bandung : Nuansa
122