Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi

PSIKOLOGIA
p-ISSN: 185-0327
e-ISSN: 2549-2136
www.jurnal.usu.ac.id/psikologia

MEKANISME PSIKOLOGIS REMAJA PELAKU KEKERASAN


SEKSUAL

PSYCHOLOGICAL MECHANISM IN ADOLESCENT SEXUAL


OFFENDERS
Nila Anggreiny, Septi Mayang Sari, dan Annisa Aziza
Psikologia: Jurnal Pemikiran & Penelitian Psikologi
Tahun 2016, Vol. 11, No. 3, hal.112-122

Artikel ini dapat diakses dan diunduh pada:


www.jurnal.usu.ac.id/psikologia

Dipublikasikan oleh:

Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara
Jl. Dr. Mansyur No. 7 Medan. Telp/fax: 061-8220122
Email: psikologia@usu.ac.id
Psikologia 2016, Vol. 11, No. 3, 2017 112

MEKANISME PSIKOLOGIS REMAJA PELAKU KEKERASAN


SEKSUAL
Nila Anggreiny, Septi Mayang Sari, dan Annisa Aziza

Universitas Andalas

ABSTRAK
Di era sekarang ini, khususnya di Indonesia marak terjadi kekerasan seksual yang dilakukan pada anak-
anak di bawah umur. Pelaku kekerasan seksual ini tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa namun
juga ada beberapa kasus yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja. Banyak faktor yang menyebabkan
munculnya sebuah perilaku. Penelitian ini bertujuan untuk melihat mekanisme psikologis remaja pelaku
kekerasan seksual. Mekanisme psikologis dilihat dari aspek kognif, emosi dan juga sosial serta faktor-
faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku kekerasan seksual. Informan penelitian ini berjumlah
enam orang yang merupakan remaja pelaku kekerasan yang telah melewati masa hukuman. Penelitian
ini dilakukan di PSAABR dan juga LPKS Kasih Ibu di provinsi Sumatera Barat. Penelitian ini
menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data menggunakan wawancara
dan alat tes psikologi (WISC/WBIS, Grafis, TAT, Ro, EPPS dan SSCT). Hasil penelitian ini adalah
ditemukan 1) kemampuan intelektual di bawah rata-rata (aspek kognitif), 2) perasaan-perasaan cemas
terhadap masa depan, perasaan bersalah, kondisi informan yang sulit mengekspresikan emosi dan
perasaan tidak berdaya (aspek emosi), 3) sulit beradaptasi dengan lingkungan, kurangnya keterampilan
sosial, hubungan yang tidak adekuat antara anak dan orangtua (aspek sosial).

Kata-kata kunci: Mekanisme Psikologis, Peran Ayah, Pelaku kekerasan seksual, Remaja

PSYCHOLOGICAL MECHANISM IN ADOLESCENT SEXUAL


OFFENDERS

ABSTRACTS
In the recent year, especially in Indonesia there were many cases about sexual abuses to children.
Sexual offender were not only adult but also in a few cases adolescent or children too. Adolescent were
a person who were in the stage process to finding idendity. Adolescent as offender must be bound by
law. There were many factors that caused emerge a behavior. This study aims to see Psychological
mechanism in adolescent sexual offenders. This research used descriptive qualitative method with data
collection techniques from interviews and psychological test (WISC/WBIS, Grafis, TAT, Ro, EPPS dan
SSCT). The results showed that informants of this study had 1) intelectual abilities below average
(cognitive), 2) feelings of anxiety toward the future, feeling of guilty, difficulty to express their
emotions and feeling helplessness (emotional), 3) difficult adapt to the environment, lack of social
skills, inadequate relationship between children and parents (social).

Keywords: Perception, Psychological Mechanism, Sexual Offenders, Adolescent

Kekerasan seksual merupakan salah Kasus kekerasan anak yang terus


satu bentuk peristiwa traumatis. Saat ini meningkat salah satunya adalah kekerasan
penelitian menunjukkan kekerasan seksual. Di Indonesia menurut Sirait dari
seksual pada anak dan remaja menjadi Komisi Nasional Perlindungan Anak
masalah yang sangat mengkhawatirkan. sebanyak 2.637 kasus kekerasan yang

*Korespondensi mengenai penelitian ini dapat Rekomendasi mensitasi:


ditujukan kepada: nilaanggreiny@gmail.com Anggreiny,N., Sari,S.M. & Aziza, A. (2016). Mekanisme
psikologis remaja pelaku kekerasan seksual. Psikologia:Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Psikologi 11(3), 112-122
113

menimpa anak di bawah terjadi di status mental secara verbal, fisik dan
sepanjang tahun 2012. Di mana 48 persen emosi.
atau 1.075 merupakan korban kekerasan Semua pihak berkeyakinan bahwa
seksual. Kemudian 82 persen korban semua anak kelahirannya diinginkan,
berasal dari keluarga ekonomi menengah direncanakan dan, oleh karena itu, masa
ke bawah. depannya akan sangat diperdulikan.
Menutut Hopper (2005) data Indonesia menunjukkan kenyataan pahit,
statistik hanya menunjukkan “tip of sebagian dari anak-anak tersebut
iceberg” ujung dari batu es karena dalam mengalami berbagai bentuk kekerasan,
kenyataannya banyak korban kekerasan diskriminasi, eksploitasi, dan
seksual yang belum terdata dengan baik . penelantaran. Pada tahun 2003 sekretaris
Sulitnya memperoleh data yang akurat Jendral PBB menugaskan perwakilannya
karena: (a) batasan pengertian seksual di seluruh dunia untuk melakukan kajian
pada anak cukup beragam dan dipengaruhi mengenai kekerasan terhadap anak. Hasil
oleh sudut pandang, (b) data yang yang dilaporkan pada tahun 2006
diperoleh juga mencakup data pengalaman menunjukkan bahwa kekerasan terhadap
orang dewasa di masa kecil mereka, anak adalah masalah global, di semua
sementara kemampuan mengingat relatif negara yang terlibat, anak-anak mengalami
terbatas, dan (c) data yang diperoleh hanya berbagai bentuk kekerasan seperti
berdasarkan laporan kasus, padahal masih hukuman fisik, pemaksaan kerja atau
banyak yang tidak dilaporkan. eksploitasi dalam berbagai pekerjaan yang
Kekerasan seksual adalah setiap berbahaya (pertambangan, sampah, seks
bentuk perilaku yang memiliki muatan komersial, perdagangan narkoba, dan lain-
seksual yang dilakukan seseorang atau lain), diskriminasi, perkawinan dini, dan
sejumlah orang namun tidak disukai dan pornografi.
tidak diharapkan oleh orang yang menjadi Kekerasan terhadap anak dan remaja
sasaran sehingga menimbulkan akibat yang terjadi di sekitar kita tidak saja
negatif, seperti: rasa malu, tersinggung, dilakukan oleh pihak luar tetapi juga
terhina, marah, kehilangan harga diri, dilakukan oleh keluarga sendiri yakni
kehilangan kesucian, dan sebagainya, pada orang tua. Kasus-kasus kekerasan yang
diri orang yang menjadi korban. Menurut menimpa anak dan remaja, tidak saja
Wahid dan Irfan (dalam Abu Hurairah, terjadi di perkotaan tetapi juga di
2007) kekerasan seksual merupakan istilah pedesaan. Sementara itu, para pelaku
yang menunjuk pada perilaku seksual kekerasan, 68 % dilakukan oleh orang
deviatif atau hubungan seksual yang yang dikenal anak, termasuk 34 %
menyimpang, merugikan pihak korban dan dilakukan oleh orangtua kandung sendiri
merusak kedamaian di tengah masyarakat. (Hakim, L, 2008). Studi yang dilakukan
Menurut Disney (dalam Ellsworth, 2007) Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jawa
kekerasan seksual adalah menggunakan Timur bekerja sama dengan UNICEF (
anak sebagai alat seksual oleh seseorang dalam Hurairah, 2007) mengungkapkan
yang mempunyai kekuatan lebih besar dari pelaku biasanya adalah orang yang sudah
pada anak. Kekuatan ini bisa berupa usia, dikenal korban, baik tetangga, saudar,
kerabat atau bahkan kakek atau ayah
114

kandung. Ini juga didukung oleh data yang seseorang untuk mencapai intimasi dalam
dikumpulkan oleh Yayasan Pusaka hubungan personal. Sedangkan Baumrind
Indonesia menunjukkan bahwa pelaku (1991) mengembangkan kerangka kerja
diantaranya teman, pacar, tetangga, orang yang lebih luas terkait gaya pengasuhan
tua tiri/kandung, kakek, sepupu, abang yang terdiri dari empat prototipe
ipar dan guru, namun ada juga yang pengasuhan yaitu autoritatif, autoritarian,
dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, permisif dan rejecting-neglecting.
aparat dan orang baru dikenal. Farrington (2002) juga menjelaskan bahwa
Pelaku kekerasan seksual tidak hanya mengenai pola pengasuhan yang tidak
usia dewasa namun juga ada pada usia tepat dan kurangnya kontrol serta
remaja. Ada beberapa karakteristik remaja monitoring orangtua kepada anak
yang menjadi pelaku kekerasan seksual merupakan salah satu faktor yang
diantaranya: (a). Berusia 13-17 tahun, (b). menyebabkan perilaku kekerasan seksual
Mengalami kesulitan dalam mengontrol yang dilakukan oleh remaja.
impuls, (c). Lebih dari 80% didiagnosa Selain dari faktor keluarga adanya
mengalami gangguan kejiwaan, (d). 30-60 model yang salah juga mampu memicu
% mengalami gangguan belajar, (e). 20-50 munculnya perilaku kekerasan seksual.
% pernah mengalami kekerasan secara Dalam Ryan (2010) menjelaskan salah
fisik, (f). 40-80 % pernah mengalami satu perspektif tentang belajar yang
kekerasan seksual (www.csom.org/pubs/). dikemukan oleh Bandura. Menurut teori
Banyak faktor yang menyebabkan remaja yang dikemukan oleh Albert Bandura
menjadi pelaku kekerasan seksual. mengenai proses belajar melalui observasi
Menurut penelitian Marshal ( 2000 ) dan imitasi mendukung hipotesi bahwa
kurangnya kelekatan anatra anak dan belajar melalui pengalaman. Seseorang
orang tua, perkembangan seksual yang yang belajar melalui model yang ada di
cepat dapat menjadi pemicu munculnya lingkungan sekitarnya; terpaparnya model
perilaku. Paparan pornografi serta dibawah pelanggaran yang bisa berakibat juga
penagruh obat-oabtan serta minuman keras meniru melakukan tindakan pelanggaran
juga dapat memicunya. perilaku seksual. Aspek sosial dari proses
Banyak faktor yang mempengaruhi belajar dianggap berpengaruh secara
munculnya perilaku kekerasan seksual. signifikan pada perilaku seksual karena
Beberapa ahli menjelaskan faktor-faktor kondisi interpersonal dan penilaian
tersebut dengan perspektif teori yang masyarakat apa yang dieksploitasi akan
berbeda-beda. Sudut pandang pertama bisa berakibat tindakan kriminal.
adalah sudut pandang anak dan orangtua Masyarakat yang tidak melindungi
terkait dengan bentuk kelekatan yang perkembangan anak-anak mereka dari
terbentuk dan pola asuh orangtua. model yang merusak akan beresiko tinggi
Barthlomew dan Horowitz (1991) telah akan tertular perilaku yang menyimpang.
meneliti mengenai empat kategori dari Dengan mengetahui penyebab munculnya
attachment pada orang dewasa (1). Secure perilaku akan mempermudah dalam proses
; (2) Anxious / Ambivalent; (3) Avoidant; treatmen yang akan dilakukan. Sejauh ini
(4) Avoidant II, dan menemukan bahwa penelitian lebih banyak terfokus kepada
attachment mempengaruhi kemampuan korban kekerasan seksual.
115

METODE HASIL

Partisipan Dari hasil penelitian yang dilakukan


Sampel dalam penelitian ini adalah di PSABR dan LPKA Tanjung Pati kepada
remaja yang menjadi pelaku kekerasan remaja pelaku kekerasan seksual diperoleh
seksual yang sudah menghadapi bahwa remaja terkait dengan kekerasan
persidangan. Jumlah sampel dalam seksual memiliki gambaran mekanisme
penelitian ini adalah sebanyak 6 orang. psikologis dan faktor-faktor yang
mempengaruhi munculnya perilaku
Alat ukur tersebut, sebagai berikut:
Penelitian ini menggunakan metode
Gambaran mekanisme psikologis yang
kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
terdiri dari beberapa aspek:
Penelitian ini menggunakan satu sumber
data yaitu, dari informan penelitian itu a. Aspek Kognitif
sendiri. Penelitian ini menggunakan dua Berdasarkan hasil penelitian, lima dari
sumber data dan teknik pengumpulan data enam informan memiliki potensi
sebagai salah satu upaya untuk menguji intelektual berada pada kategori di bawah
keabsahan data yaitu uji kredibilitas. rata-rata. Aspek-aspek tersebut berkaitan
Selain itu, peneliti juga melakukan erat dengan kemampuan informan dalam
pengecekan anggota yang terlibat sebagai pemahaman terhadap suatu hal yang
teknik pemeriksaan kredibilitas. Dalam hal abstrak seperti norma, kemampuan dalam
ini, peneliti meminta subjek untuk membedakan benar dan salah, dan
memeriksa transkrip wawancara dan hasil kemampuan memahami situasi serta
analisis sebagai upaya memberikan mempertimbangkan beberapa perspektif
kesempatan bagi subjek untuk dalam membuat membuat keputusan yang
mengkoreksi atau menentang kesalahan benar. Tidak hanya itu, hampir seluruh
data atau penafsiran. Sementara itu, uji informan penelitian memiliki hambatan
dependabillitas diupayakan dengan dalam menyelesaikan tugas akademiknya
memastikan keterbukaan. bahkan semua informan memiliki riwayat
putus sekolah.
Prosedur
Berbagai data yang telah terkumpul b. Aspek Emosi
kemudian dianalisis melalui beberapa Pada aspek emosi juga ditemukan
tahapan. Pada mulanya, data-data bahwa semua informan penelitian
diorganisasikan dan diberikan kode secara mengalami emosi yang tidak stabil dengan
sistematis. Setelah data dipahami, peneliti ekspresi emosi yang berbeda-beda pada
melakukan analisis awal dengan cara masing-masing partisipan. Perasaan-
memadatkan data untuk menemukan kata perasaan yang muncul di antaranya adalah
kunci dan coding. Selanjutnya, peneliti perasaan tidak adekuat secara individu,
mengelompokkan kata-kata kunci serupa kecemasan-kecemasan menghadapi masa
ke dalam tema-tema serta mencoba depan, perasaan sedih akibat pengabaian
menemukan pola dan hubungan dari tema- figur-figur yang dicintai (orangtua),
tema tersebut. Terakhir, temuan penelitian bahkan perasaan-perasaan cemas terhadap
ditinjau melaui teori-teori psikologi. fantasi/hasrat-hasrat seksual yang dimiliki.
116

Perasaan-perasaan tersebut termanifestasi kontrol jika tidak dipengaruhi oleh orang


dalam bentuk perilaku yang hampir sama lain.
pada masing-masing informan, seperti Informan 4
perilaku agresif.
OW memiliki emosi yang tidak stabil
Informan 1 dan mudah terpancing amarahnya saat
RS merupakan sosok yang ingin berada pada situasi yang tidak disukainya.
menampilkan diri sebagai pribadi yang Padahal, di dalam dirinya, ia merasa tidak
kuat secara fisik dan berkuasa kepada percaya diri dan merasanya tidak mampu
lingkungannya. Namun di satu sisi, ia menghadapi hal-hal di luar dirinya yang
merasa tidak berdaya dalam menanggung menekan. Ia cenderung tertutup dan sulit
semua akibat dari semua tindakannya yang untuk mengungkapkan apa yang
cenderung kurang pertimbangan. dirasakannya pada orang-orang terutama
Terkadang perasaan tidak berdaya tersebut orang yang baru dikenalnya. Secara
juga muncul pada pemikiran tentang masa khusus, ia memiliki orientasi yang kuat
depan. terhadap pemenuhan kebutuhan
Informan 2 seksualnya. Ia memiliki kebutuhan afiliasi
yang besar terhadap wanita.
ME merupakan sosok pribadi yang
memiliki kecemasan terhadap Informan 5
ketidakmampuan dirinya dalam OI memiliki perkembangan emosinya
menghadapi situasi. Secara tampilan luar masih belum optimal sehingga terkadang
yang ingin ditunjukannya kepada public ekspresi emosinya kurang tepat. Bila ada
atau orang yang ada disekitarnya adalah kondisi yang membuatnya kurang nyaman
sebagai sosok yang powerfull, kuat, dan terganggu ia cenderung
melindungi dan memiliki kemampuan mengekspresikannya dengan
dalam mengatasi rintangan. Hanya saja, mengeluarkaan kata-kata kasar dan
hal ini tidak sepenuhnya sesuai dengan terkadang terlebat perkelahian. OI
dirinya yang sebenarnya. Ia lebih kepada menunjukkan adanya indikasi kecemasan
sosok yang rapuh ataupun tidak berdaya bahkan untuk hal-hal yang belum tentu
untuk mengatasi rintangan seorang diri. terjadi. Ketakutan yang dominan baginya
Informan 3 adalah hukuman dan terpisah dari orang-
orang terdekatnya.
AA merupakan anak yang sebenarnya
tidak terlalu percaya diri. Ia memerlukan Informan 6
dukungan dari orang lain untuk melakukan FJ memiliki perkembangan emosi
suatu tindakan. Ia mudah terpengaruh yang belum optimal sehingga terkadang
dengan mencontoh perilaku orang lain ekspresi emosinya kurang tepat. Untuk
tanpa melakukan analisa yang lebih saaat ini belum ada indikasi yang
matang mengenai dampak positif ataupun menunjukkan gejala traumatis. Namun ia
negatif yang akan diperoleh. Secara menunjukkan adanya indikasi kecemasan
umum, ia cukup mampu untuk mengelola bahkan untuk hal-hal yang belum tentu
emosi negatifnya. Ia tidak akan terjadi. Ia juga memiliki kecenderungan
mengekspresikan emosi negatifnya tanpa untuk manampilkan perilaku agresi.
117

c. Aspek Sosial Informan 4


Pada aspek sosial ditemukan semua Di dalam lingkungan sosialnya, OW
informan penelitian mengalami kesulitan memiliki kemampuan penyesuaian diri
dalam menyesuaikan diri dengan yang kurang terhadap lingkungannya. Ia
lingkungannya. Kemampuannya dalam sulit mempelajari hal-hal yang baru. Ia
menyelesaikan masalah terbatas dan cenderung kaku dan cenderung kurang
cenderung bertindak agresif. Mereka dinamis dalam berhubungan dengan orang
memiliki hubungan yang kurang dekat lain. Pada diri klien ada keinginan dan
dengan salah satu figur orangtua. Ada kebutuhan yang besar untuk berafiliasi
perasaan-perasaan rendah diri dan kurang dengan keluarga tetapi terdapat hambatan-
percaya dengan kemampuan yang hambatan sehingga keinginan dan
dimilikinya. kebutuhan tersebut sering tidak terwujud
Informan 1 dan terpenuhi. Ia kurang dekat dengan
figur ayah dan ibu. Ibu dipersepsi sebagai
Pada diri RS, ia memiliki keinginan figur yang kurang bisa diandalkan, begitu
untuk berafiliasi dengan lingkungan sosial, juga persepsi OW terhadap ayahnya.
tetapi pada kenyataannya ia sulit untuk
menyatukan diri atau berbaur dalam Informan 5
lingkungan sosial. Ia sulit percaya dengan Pada diri OI, ia memiliki keinginan
orang-orang disekitarnya sehingga sulit untuk berafiliasi dengan lingkungan sosial.
untuk membangun hubungan pertemanan Namun ia menjadi kurang percaya diri bila
erat dan intim. Ia cukup dengan dengan mengingat kesalahan yang telah
figur ibu namun ia memiliki perasaan dilakukannya. Ia tidak ingin bila
benci kepada figur ayahnya. lingkungan sosial mengetahui apa yang
Informan 2 dilakukannya. Ia memiliki hubungan yang
kurang baik dengan orangtuanya. OW
ME kurang mampu untuk merasakan penolakan dari figur ibu
menyesuaikan diri dengan aturan ataupun sedangkan OI juga merasakan kurang
norma yang berada di lingkungan dekat secara emosional dengan figur
sekitarnya. Ia mudah terpengaruh dengan ayahnya.
ajakan orang-orang disekitarnya tanpa
memikirkan dampak jangka panjang. Ia Informan 6
kurang mendapatkan dukungan dari Dalam lingkungan sosial FJ cukup
lingkungan disekitarnya terutama dari memiliki banyak teman dan bisa diterima
figur orangtua dan keluarga. dengan baik oleh teman sebayanya.
Informan 3 Hanyas saja, kemampuannya dalam
menghadapi suatu masalah terbatas pada
AA merupakan pribadi yang mudah cara-cara yang sederhana terkadang
terpengaruh oleh lingkungan di sekitarnya. kurang mengutamakan pertimbangan yang
Saat bergaul dengan orang lain hal ini matang terkait konsekuensi atas perilaku
terkadang membuat ia mudah terpengaruh yang dilakukannya.
dengan ajakan yang belum tentu baik dari
teman-temannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
munculnya perilaku kekerasan seksual
118

Faktor-faktor yang mempengaruhi informan memiliki riwayat putus sekolah.


munculnya perilaku kekerasan seksual Hal tersebut selaras dengan beberapa hasil
diantara lain banyak ditemukan dalam penelitian yang menemukan bahwa pelaku
masing-masing informan penelitian kekerasan seksual mengalami kesulitan
diantaranya adalah pengaruh media akademik di sekolah (Maguin & Loeber,
dimana informan sering terpapar oleh hal- 1996) dan juga putus sekolah (Farrington,
hal yang terkait dengan pornografi sejak 1989).
kecil, pengaruh keterlibatan dalam obat- Pada aspek emosi, juga ditemukan
obatan/alkohol, pengaruh teman sebaya, bahwa semua informan penelitian
penanaman nilai-nilai spiritual dan mengalami emosi yang tidak stabil dengan
penegakan aturan yang tidak adekuat, dan ekspresi emosi yang berbeda-beda pada
peran-peran orangtua yang tidak berfungsi masing-masing partisipan. Perasaan-
secara adekuat. perasaan yang muncul di antaranya adalah
perasaan tidak adekuat secara individu,
DISKUSI kecemasan-kecemasan menghadapi masa
depan, perasaan sedih akibat pengabaian
Hasil penelitian ini terlihat bahwa
dari figur orangtua, bahkan perasaan-
pada umumnya, remaja yang melakukan
perasaan cemas terhadap fantasi/hasrat-
kekerasan seksual dalam penelitian ini
hasrat seksual yang dimiliki. Perasaan-
memiliki beberapa kesamaan dalam
perasaan tersebut termanifestasi dalam
mekanisme psikologis yang terjadi yaitu
bentuk perilaku yang hampir sama pada
dalam aspek kognitif, sosial dan juga
masing-masing informan, seperti perilaku
emosi. Berdasarkan data penelitian, pada
agresif.
aspek kognitifnya, dapat dilihat bahwa
informan memiliki IQ yang jauh di bawah Pada aspek sosial, ditemukan semua
rata-rata (kategori di bawah rata-rata, informan penelitian mengalami kesulitan
borderline dan Mental Retardated). Hal dalam menyesuaikan diri dengan
ini berarti keseluruhan informan penelitian lingkungannya. Kemampuannya dalam
ini mengalami hambatan dalam menyelesaikan masalah terbatas dan
kemampuan intelektual. Banyak aspek dari cenderung bertindak agresif. Mereka
kemampuan intelektual yang berada jauh memiliki hubungan yang kurang dekat
dari rata-rata jika dibandingkan dengan dengan salah satu figur orangtua. Ada
kelompok seusianya. Aspek-aspek tersebut perasaan-perasaan rendah diri dan kurang
berkaitan erat dengan kemampuan percaya dengan kemampuan yang
informan dalam pemahaman terhadap dimilikinya. Hal tersebut sesuai dengan
suatu hal yang abstrak seperti norma, temuan oleh Awad dan Saunders (1989)
kemampuan dalam membedakan benar bahwa remaja sebagai pelaku kekerasan
dan salah, dan kemampuan memahami seksual cenderung mengalami kesulitan
situasi serta mempertimbangkan beberapa dalam keterampilan-keterampilan yang
perspektif dalam membuat membuat dibutuhkan dalam membina suatu
keputusan yang benar. Tidak hanya itu, hubungan yang sehat. Hal yang serupa
hampir seluruh informan penelitian ditemukan oleh Center for Sex Offender
memiliki hambatan dalam menyelesaikan Management (1999) bahwa pelaku
tugas akademiknya bahkan semua biasanya memiliki keberhargaan diri yang
119

rendah dan terbatasnya kompetensi- merokok, melakukan kekerasan fisik


kompetensi sosial yang dimiliki. Bahkan kepada orang lain, dan lain-lain. Perilaku
kurang adekuatnya keterampilan sosial conduct ini erat kaitannya dengan remaja
pada remaja menjadi faktor risiko yang yang melakukan kekerasan seksual. Hal
cukup penting untuk terjadinya ini sejalan dengan penelitian dari Hunter
pengulangan kembali tindakan kekerasan (2000) bahwa kriteria umum dari remaja
seksual yang dilakukan oleh remaja. Tidak sebagai pelaku kekerasan seksual
hanya itu, jika dilihat dari kondisi lainnya diantaranya adalah terdapat indikasi
yaitu sosial-ekonomi, hampir semua dari perilaku conduct. Menurut Loeber (1990)
informan penelitian berasal dari kondisi faktor yang berkontribusi pada permasalah
keluarga dengan sosial-ekonomi conduct pada anak adalah orangtua yang
menengah ke bawah. Bahkan beberapa agresif, pedisiplinan perilaku yang tidak
dari informan, terpaksa untuk ikut bekerja konsisten, kesehatan orangtua, dan teman-
dalam membantu perekonomian teman yang menyimpang.
keluarganya. Hal tersebut sesuai dengan Jika dilihat dari faktor-faktor yang
penelitian dari Weatherburn dan Lind mempengaruhi yang ditinjau dari salah
(2001) bahwa pelaku kekerasan seksual satu sudut pandang teori psikologi,
biasanya memiliki hambatan dari segi beberapa faktor yang paling banyak
sosial-ekonomi. ditemukan dalam masing-masing informan
Tidak hanya itu, kondisi lainnya penelitian diantaranya adalah adanya
adalah hampir dari semua dari informan kesalahan perlakuan di masa lalu, terpapar
penelitian terlibat dalam perilaku-perilaku oleh hal-hal yang terkait dengan
yang menyimpang lainnya seperti pornografi sejak kecil, keterlibatan dalam
penggunaan sabu/ganja, minum alkohol obat-obatan, tidak memiliki model peran
dan perilaku-perilaku lainnya seperti yang adekuat di sepanjang kehidupannya.
mencuri, berhenti dari sekolah, dan Faktor yang mempengaruhi remaja
bertengkar dengan teman. Penjelasan di melakukan kekerasan seksual dapat
atas sesuai dengan studi yang dilakukan ditinjau dari learning theory. Teori belajar
oleh Hunter (2000) yang menjelaskan atau yang dikenal dengan learning theory
kriteria umum dari remaja sebagai pelaku terdiri dari beberapa sub teori yaitu social
kekerasan seksual adalah 30-60% learning theory, classical conditioning,
memiliki hambatan dalam belajar dan teori belajar Skiner.
ketidakberfungsian dalam akademik, Menurut social learning theory yang
terlibat penggunaan obat-obat dan terdapat dikemukan oleh Albert Bandura mengenai
indikasi perilaku conduct, dan kesulitan proses belajar melalui observasi dan
dalam melakukan kontrol terhadap imitasi mendukung hipotesi bahwa belajar
dorongan-dorongan yang dimilikinya. melalui pengalaman. Seseorang yang
Semua informan penelitian belajar melalui model yang ada di
diindikasikan memiliki perilaku conduct lingkungan sekitarnya; terpaparnya model
dimana pada anak yang conduct, mereka pelanggaran yang bisa berakibat juga
melakukan perilaku-perilaku yang meniru melakukan tindakan pelanggaran
menyimpang dari norma. Perilaku conduct perilaku seksual. Aspek sosial dari proses
tersebut dapat berupa perbuatan mencuri, belajar dianggap berpengaruh secara
120

signifikan pada perilaku seksual karena conditioning, perilaku seksual bisa


kondisi interpersonal dan penilaian diperkuat (reinforced) oleh adanya sexual
masyarakat apa yang dieksploitasi akan arousal atau dihambat oleh konsekuensi
bisa berakibat tindakan kriminal. negatif. Pada penelitian ini ditemukan
Masyarakat yang tidak melindungi bahwa informan yang ada merasa bahwa
perkembangan anak-anak mereka dari mereka tidak pernah mendapatkan
model yang merusak akan beresiko tinggi hukuman. Saat pertama kali melakukan
akan tertular perilaku yang menyimpang. pelanggaran perilaku seksual dan tidak
Pada penelitian ini ditemukan proses diketahui atau dilaporkan mereka
social learning pada remaja pelaku mendapatkan penguatan terhadap apa yang
kekerasan seksual yaitu berasal dari hasil sudah mereka lakukan. Bahkan pada
belajar dari media dan hasil belajar dari beberapa informan terjadi pengulangan.
teman. Mereka pada awalnya melihat Faktor lainnya yang ditemukan dari
hubungan seksual dari media baik media hasil penelitian ini adalah terkait dengan
internet ataupun tontonan yang sudah pola asuh yang diterapkan oleh orangtua
memang di download di handphone. Tidak kepada anak. Baumrind (1991)
hanya itu, mereka juga terpapar secara mengembangkan kerangka kerja yang
langsung dengan pola pergaulan bebas lebih luas terkait gaya pengasuhan yang
yang melakukan hubungan seksual dari terdiri dari empat prototipe pengasuhan
teman-teman atau orang dewasa yang yaitu autoritatif, autoritarian, permisif dan
berada disekitarnya rejecting-neglecting. Berdasarkan kategori
Selanjutnya, menurut teori belajar dari tersebut, pola pengasuhan orangtua pada
Classical Conditioning yang diajukan oleh hampir semua informan yaitu diantaranya
Pavlov mengenai classical conditioning adalah pengasuhan model permisif dan
menunjukan bahwa respon fisiologis yang rejecting-neglecting. Orangtua yang
dipasangkan dengan suatu stimulus. Hal menerapkan pengasuhan permisif masih
ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa memberikan respon terhadap kebutuhan
masing-masing informan pada awalnya anak seperti memberi uang jajan atau
mendapatkan kesenangan yang tidak menyediakan rumah untuk tempat tinggal,
disadari atau disadarinya yang tetapi ayah model ini, cenderung tidak
menstimulasi otak atau pikiran mereka memberikan tuntutan untuk anak untuk
dengan rasa penasaran sesudah menonton mengembangkan dirinya. Mereka lebih
video porno. Arousal juga terjadi saat cenderung membiarkan anak dalam
mereka melihat pergaulan bebas yang ada melakukan perilaku apapun. Sedangkan
disekitar mereka. Hal ini membuat mereka untuk orangtua dengan pengasuhan
menjadi mudah mengeluarkan arousal saat rejecting-neglecting, mereka benar-benar
melihat stimulus yang dirasa menyerupai tidak memberikan dan merespon apapun,
atau adanya kesempatan dari stimulus tidak berinteraksi dengan anak, dan
awal yang mereka pernah tonton. mungkin membiarkan anak melakukan
perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan
Teori belajar lainnya yaitu dari norma. Pola pengasuhan seperti ini tentu
Skinner juga mempunyai pasangan dari akan memunculkan peran-peran orangtua
dua faktor yaitu reward atau punishment. sangat terbatas dan tidak ideal. Hal ini
Pada skenario dari instrumental
121

sesuai dengan studi dari Farrington (2002) Ellsworth, L. (2007). Choosing to Heal:
mengenai pola pengasuhan yang tidak Using Reality Therapy in Treatment
tepat dan kurangnya kontrol serta of Sexually Abused Children. New
monitoring orangtua kepada anak York: Routledge
merupakan salah satu faktor yang Farrington, D.P. (1989). Early predictors
menyebabkan perilaku kekerasan seksual of adolescent aggression and adult
yang dilakukan oleh remaja. Tidak hanya violence. Violence and Victims, 4, 79-
itu, faktor kelekatan anak dan orangtua 100.
juga merupakan salah satu faktor penting
dalam munculnya perilaku kekerasan (2002). Families and crime.
seksual yang dilakukan oleh remaja. Hal In J. Q. Wilson &J. Petersilia (Eds.),
tersebut sesuai dengan hasil penelitian Crime: Publicpolicies for crime
Qayum (2013) bahwa remaja yang control, 2nd ed. (pp. 129-148).
melakukan kekerasan seksual dilaporkan Oakland, CA: Institute for
Contemporary Studies Press
memiliki kelekatan yang tidak aman
(insecure) dengan orangtuanya. Dalam Loeber, R. (1990). Development and risk
penelitian ini, beberapa anak memiliki factors of juvenile antisocial
kelekatan yang didasarkan rasa takut behaviorand delinquency. Clinical
terhadap salah satu figur orangtua, Psychology Review, 10, 1-41.
kurangnya komunikasi anak dengan Maguin, E. & Loeber, R. (1996).
orangtua, ataupun kurang adekuatnya Academic Performance and
peran orangtua yang dirasakan oleh anak. delinquency. In M.Tonry (Ed), Crime
and justice: A review of research (Vol
REFERENSI 20, pp. 145-264). Chicago: University
of Chicago Press.
Anastasi, A. (1979). Fields of Applied
Psychology 2nd Edition. McGraw- Marsa, F., O'Reilly, G., Carr, A. Murphy,
Hill Kogakusha: Tokyo P., O’Sullivan, M., Cotter, A. &
Heavy, D. (2004). Attachment styles
Baumrind, D. (1991). The influence of
and psychological profiles of child sex
parenting style on adolescent
offenders in Ireland. Journal of
competence and substance use.
Interpersonal Violence, 19, 1-24.
Journal of Early Adolescence.
11:56-95. Meyer, G., dkk. (2001). Psychological
Testing and Psychological
Heilburn, K. (1992). The role of
Assessment : A Review of Evidence
psychological testing in forensic
and Issues. American Psychologist.
assessment. Law and Human
DOI : 10.1037//OOO3-
Behavior, Vol. 16(3). Retrieved from
O66X.56.2.128. Retrieved from
http:// publicdefender .mt.go
http://psycnet.apa.org/
/training/09/Annual09/Heilbrun1992
PsychTests.pdf Moleong. (2012). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Hurairah, A. (2007). Child Abuse
Rosdakarya.
(Kekerasan pada Anak) edisi revisi.
Bandung : Nuansa
122

Poerwandari, E. (1998). Pendekatan


kualitatif dalam penelitian psikologi.
Jakarta: Lembaga Pengembangan
sarana pengukuran dan pendidikan
psikologi (LPSP3) UI
Qayum, A. (2013). Exploring early
attachments and maladaptive
schemas in juvenile sexual offenders.
The University of Birmingham
Saldana, J. (2013). The Coding Manual for
Qualitative Research. Sage
Publication: London
Smith, J., A. (2007). Qualitative
Psychology : A practice guide to
research methods. Sage Publication:
London
Smith, R., Passer, M. (2008). Psychology
the science of mind and
behavior.McGrawHill: USA
Steven, D. J. (2001). Inside The Mind of
Sexual Offenders, Predatory, Rapist,
Pedophiles, And Criminal Profiles.
Authors Choice Press: USA
Ward, T., Polascheck , D. L. L & Beech,
A. R. (2006). Theories of sexual
offending. John Wiley. Ltd : England
Weatherburn, D. & Lind, B. (2001).
Delinquent-prone communities.Cambridge
Criminology Series. New
York:Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai