Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN PERILAKU KEKERASAN DENGAN PENYIMPANGAN PSIKOLOGI PADA

REMAJA
Muhammad Zaky Ahsani
zakyahsani04@gmail.com
ABSTRAK
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan sosial dan teknologi telah menghadirkan tantangan
baru dalam pemahaman dan penanganan perilaku kekerasan dan penyimpangan psikologi pada
remaja. Dalam era di mana akses ke media sosial dan konten online sangat meluas, remaja semakin
terpapar pada berbagai pengaruh eksternal. Sementara itu, perubahan sosial yang cepat, termasuk
perubahan nilai-nilai tradisional dan struktur keluarga, telah memunculkan pertanyaan tentang
bagaimana faktor-faktor ini dapat mempengaruhi kesehatan mental dan perilaku remaja. Hasil
penelitian ini memberikan wawasan mendalam tentang kompleksitas interaksi antara faktor internal
dan eksternal yang membentuk perilaku remaja. Dalam konteks ini, pemahaman mendalam tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja menjadi kunci dalam merancang strategi
intervensi yang efektif dan berkelanjutan.
Pendahuluan
Dalam beberapa dekade terakhir, perkembangan sosial dan teknologi telah
menghadirkan tantangan baru dalam pemahaman dan penanganan perilaku kekerasan dan
penyimpangan psikologi pada remaja. Dalam era di mana akses ke media sosial dan konten
online sangat meluas, remaja semakin terpapar pada berbagai pengaruh eksternal. Sementara
itu, perubahan sosial yang cepat, termasuk perubahan nilai-nilai tradisional dan struktur
keluarga, telah memunculkan pertanyaan tentang bagaimana faktor-faktor ini dapat
mempengaruhi kesehatan mental dan perilaku remaja.1
Data statistik terbaru menggambarkan gambaran yang mengkhawatirkan. Menurut
studi terbaru Catatan Tahunan Komisi Nasional Terhadap Perempuan 2021, tingkat
kekerasan fisik dan verbal di kalangan remaja telah mengalami peningkatan signifikan dalam
dekade terakhir. Selain itu, penyimpangan psikologi, seperti perilaku agresif, antisosial, dan
gangguan mental, juga menunjukkan tren kenaikan yang mengkhawatirkan. Faktor-faktor
seperti ketidakstabilan ekonomi, perubahan budaya, dan eksposur terhadap kekerasan dalam
media juga telah menjadi bahan pertimbangan dalam memahami kompleksitas perilaku
remaja (Komnas Perempuan, 2021).2
Pentingnya memahami hubungan antara perilaku kekerasan dan penyimpangan
psikologi di dalam kerangka sosial ini sangat mendesak. Dengan memahami faktor-faktor
yang mempengaruhi perilaku remaja, termasuk perubahan nilai-nilai sosial, perkembangan
teknologi, dan lingkungan yang mengelilingi mereka, kita dapat mengidentifikasi cara-cara
untuk melindungi remaja dari risiko kekerasan dan penyimpangan psikologi. Penelitian ini
bertujuan untuk merinci dan menganalisis hubungan yang kompleks ini, dengan harapan
memberikan wawasan yang mendalam kepada para praktisi, peneliti, dan pengambil

1
Becker, F. G., Cleary, M., Team, R. M., Holtermann, H., The, D., Agenda, N., Science, P., Sk, S. K., Hinnebusch, R.,
Hinnebusch A, R., Rabinovich, I., Olmert, Y., Uld, D. Q. G. L. Q., Ri, W. K. H. U., Lq, V., Frxqwu, W. K. H., Zklfk, E.,
Edvhg, L. V, Wkh, R. Q., … )2015( .‫ ح‬,‫فاطمی‬. Psikologi dan Teknologi Informasi. Himpunan Psikologi Indonesia, 7(1).
2
Komnas Perempuan. (2021). Komnas Perempuan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun 2020.
kebijakan dalam upaya mereka untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman dan sehat
bagi generasi muda kita.3
Menurut (Wulandari & Nurwati, 2018) , kekerasan emosional yang dilakukan oleh
orangtua terhadap prilaku remaja memiliki dampak yang tinggi terhadap prilaku kenakalan
remaja. Hal tersebut dikarenakan keluarga adalah faktor utama untuk perkembangan prilaku
remaja. Remaja yang mengalami kekerasan emosional oleh orang tuanya memiliki
kecendrungan melakukan kenakalan remaja yang tidak menjadi korban kekerasan emosional
oleh orangtuanya.4 Menurut (Nindya & Margaretha, 2012) , bahwa ada hubungan yang positif
antara kekerasan emosional pada anak dan kecenderungan kenakalan remaja pada pelajar
sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Hasil penelitian menunjukan bahwa remaja yang
menerima prilaku kekerasan emosional dalam keluarga memilikimemiliki kecenderungan
yang lebih tinggi melakukan kenakalan pelajar yang tidak menjadi korban kekerasan
emosional.5 Menurut (Riyanti, 2021), ditemukan hubungan antara frustasi dengan perilaku
kekerasan. Peneliti juga menemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara
frustasi dengan prilaku kekerasan. Apabila dapat diminimalisir dan diberikan penanganan
yang benad dan baik,maka frustasi akan teratasi dan dapat mengurangi terjadinya prilaku
kekerasan padarmaja. Begitu pula tingginya prilaku kekerasan yang dilakukan oleh remaja.6
Dalam konteks ilmu pengetahuan Islam, secara teoritis, pembahasan tentang
perlindungan anak dapat merujuk pada prinsip-prinsip hak asasi manusia yang umumnya
terdapat dalam kajian-kajian teori maqashid al-syari’ah atau tujuan syariat Islam. Melalui
penelitian yang mendalam, para ulama menyimpulkan bahwa syariat Islam adalah panduan
yang diberikan oleh Allah SWT dengan tujuan untuk menjamin kesejahteraan manusia, baik
di dunia maupun di akhirat. Mencapai tujuan syariat Islam ini membutuhkan pemberian
jaminan terhadap hak-hak dasar manusia, termasuk hak-hak anak.7
Metode
Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan studi
literature yaitu serangkaian kegiatan yang berkenan dengan metode pengumpulan data
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah penelitian. Literature kualitatif dengan
mengedepankan studi literature yang dipilih oleh peneliti untuk mendapatkan data melalui
eksplorasi dari studi literature mengenai dampak kekerasan emosional yang dilakukan oleh
orangtua yang dapat mempengaruhi prilaku remaja.Untuk memudahkan penulis, kejadian ini
dilakukan secara sistematis melalui beberapa langkah yang diambil. Langkah pertama adalah
mengmpulkan jurnal-jurnal ataupun buku terkait dengan kekerasan emosional yang dilakukan
orangtua terhadap perilaku remaja. Data yang dikumpulkan untuk dipergunakan dalam setudi
kasus adalah data sekunder yang merupakan data pendukung yang bersumber dari literature
3
Choirudin, M. (2016). PENYESUAIAN DIRI: SEBAGAI UPAYA MENCAPAI KESEJAHTERAAN JIWA. Hisbah:
Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam, 12(1). https://doi.org/10.14421/hisbah.2015.121-07
4
Wulandari, V., & Nurwati, N. (2018). Hubungan Kekerasan Emosional Yang Dilakukan Oleh Orangtua Terhadap
Perilaku Remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 5(2).
https://doi.org/10.24198/jppm.v5i2.18364
5
Nindya, P. N., & Margaretha, R. (2012). Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan
Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental, 1(3).
6
Riyanti, D. E. (2021). Hubungan Frustrasi dengan Perilaku Kekerasan pada Remaja : Literature Review. Borneo
Student Research, 3(1).
7
Asso, H. A. R. (2017). Perlindungan Anak Dalam Islam (Al-Quran dan Hadist). SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya
Syar-i, 4(2). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v4i2.7877
maupun referensi yang ada mengenai kekerasa emosional yang dilakukan oleh orang tua
terhadap prilaku remaja dimana.
Hasil dan Diskusi
Dalam konteks penelitian ini, semakin tinggi tingkat kekerasan emosional yang
dialami oleh seorang anak, semakin besar kemungkinan anak tersebut cenderung melakukan
kenakalan remaja. Sebaliknya, jika anak menerima perlakuan kekerasan emosional yang lebih
rendah, maka risiko anak tersebut untuk terlibat dalam kenakalan remaja juga lebih kecil.
Menurut (Jessor et al., 2003) , risiko terhadap kecenderungan kenakalan pada remaja
muncul ketika orangtua menjadi contoh buruk bagi anak-anak mereka. Oleh karena itu, dalam
perkembangan perilaku remaja, orangtua berperan sebagai model utama dalam membentuk
perilaku anak-anak mereka. Orangtua dapat menjadi faktor risiko atau faktor protektif
terhadap kecenderungan perilaku kenakalan pada anak-anak. Perilaku kenakalan tersebut
mencakup tindakan yang melanggar norma-norma sosial, seperti mengonsumsi minuman
beralkohol, merokok, menggunakan zat-zat berbahaya, dan sejenisnya.8
(Crowther et al., 1978; Jessor et al., 2003) juga mengindikasikan bahwa perilaku
berisiko pada remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor tunggal. Sebaliknya, perilaku
tersebut merupakan hasil dari interaksi kompleks antara remaja dan lingkungannya. Jessor
menyebutnya sebagai faktor psikososial yang membentuk perilaku remaja, menunjukkan
pentingnya mempertimbangkan pengaruh lingkungan sosial dan psikologis dalam
membentuk perilaku berisiko pada remaja.9
Ini berarti penyebab perilaku kenakalan remaja tidak hanya terbatas pada tindakan
kekerasan emosional yang dilakukan oleh orangtua. Sebaliknya, faktor lingkungan juga
memiliki pengaruh terhadap perilaku kenakalan remaja. Menurut konsep psikososial yang
dijelaskan oleh Jessor, faktor-faktor ini saling berinteraksi dengan remaja, membentuk
perilaku yang mempengaruhi mereka. Kepribadian melibatkan nilai-nilai, sikap, keyakinan,
dan kontrol diri seseorang, sementara lingkungan mencakup pengaruh dari teman sebaya,
sekolah, keluarga, serta lingkungan tempat tinggal remaja, serta cara remaja menafsirkan dan
merespons lingkungannya. Dalam konteks ini, perilaku kenakalan remaja adalah hasil dari
kompleksitas interaksi antara faktor-faktor psikososial dan lingkungan yang membentuk dan
memengaruhi remaja.
Interaksi antara kedua faktor tersebut menghasilkan faktor ketiga, yaitu perilaku
remaja atau, dalam konteks ini, perilaku berisiko pada remaja. Baik faktor kepribadian
maupun faktor lingkungan memiliki dua peran kunci: sebagai pelindung yang dapat melawan
perilaku penyimpangan pada remaja, sekaligus sebagai pemicu yang dapat meningkatkan
risiko perilaku berisiko pada mereka.
Lingkungan keluarga berperan sebagai faktor pelindung dalam mengatasi perilaku
kenakalan remaja; namun, jika keluarga tidak mendukung anak dengan baik, risiko anak
terlibat dalam perilaku penyimpangan akan meningkat. Sebaliknya, jika keluarga

8
Jessor, R., Turbin, M. S., Costa, F. M., Dong, Q., Zhang, H., & Wang, C. (2003). Adolescent Problem Behavior in
China and the United States: A Cross-National Study Of Psychosocial Protective Factors. Journal of Research on
Adolescence, 13(3). https://doi.org/10.1111/1532-7795.1303004
9
Crowther, B., Jessor, R., & Jessor, S. L. (1978). Problem Behavior and Psychosocial Development: A Longitudinal
Study of Youth. Contemporary Sociology, 7(6). https://doi.org/10.2307/2065689
menggunakan kekerasan emosional terhadap anak, ini akan menjadi pemicu risiko, di mana
anak akan cenderung terlibat dalam tindakan kenakalan.
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, terlibatnya seorang remaja dalam perilaku
kenakalan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor keluarga saja, melainkan juga oleh berbagai
faktor lainnya, termasuk teman sebaya serta lingkungan sekolah atau lingkungan sosial anak
tersebut. Faktor-faktor ini berkontribusi pada kecenderungan perilaku menyimpang remaja
dan menjelaskan mengapa hubungan antara kekerasan emosional pada anak dan perilaku
penyimpangan pada remaja cenderung lemah dalam konteks penelitian ini.
Remaja yang mengalami kekerasan emosional dari orangtua namun memiliki
lingkaran pertemanan yang positif memiliki pelindung dari risiko perilaku kenakalan.
Sebaliknya, remaja yang terlibat dalam lingkaran pertemanan dengan individu yang memiliki
risiko cenderung meningkatkan kemungkinan terlibat dalam perilaku kenakalan remaja.
Hal ini sesuai dengan konsep yang dijelaskan oleh Havighurst (1972) dalam
(Sarwono, 2019) , yang menyatakan bahwa remaja cenderung lebih dekat dengan teman
sebaya daripada keluarganya. Saat memasuki masa remaja, seseorang mulai melepaskan
ketergantungan emosional terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya. Peran besar teman
sebaya mempengaruhi perkembangan kecenderungan perilaku kenakalan pada remaja.10
Berdasarkan analisis, kenakalan remaja memiliki variasi yang signifikan. Salah satu
bentuk kenakalan yang intensitasnya tinggi adalah perilaku yang melibatkan pelanggaran
terhadap norma sosial atau status, seperti membolos, menyontek, atau bahkan melarikan diri
dari sekolah. Tidak jarang, remaja ini juga menunjukkan sikap kurang sopan terhadap guru-
gurunya. Terlihat bahwa lingkungan teman sebaya memiliki pengaruh signifikan terhadap
kecenderungan perilaku kenakalan remaja.
Dari analisis gender yang dilakukan, terlihat bahwa tingkat kenakalan remaja lebih
tinggi pada remaja laki-laki. Namun, ketika menyangkut aspek kekerasan emosional, baik
laki-laki maupun perempuan memiliki nilai yang relatif sama. Temuan ini menunjukkan
bahwa kekerasan terhadap anak tidak memiliki peran yang mutlak dalam membentuk
perilaku anak. Fakta bahwa remaja laki-laki dan perempuan yang mengalami tingkat
kekerasan emosional yang sama menunjukkan bahwa kekerasan emosional tidak sepenuhnya
berperan dalam membentuk perilaku kenakalan remaja.
Ada lima hak pokok pada manusia yang harus dijamin dan dijaga (al-dharuriyat al-
khams) dalam Islam, yaitu: agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Semua bentuk hak yang
dimiliki manusia pada dasarnya dapat disusun kembali ke dalam pengembangan dari kelima
hak pokok ini. Syariat Islam, yang bersumber dari al-Qur'an dan hadis Rasulullah SAW,
bertujuan utama untuk menjamin kesejahteraan manusia. Hak-hak dasar manusia menjadi inti
dari kesejahteraan manusia tersebut. Bahkan, beberapa ulama seperti Suhail Husain Al-
Fatlawi, mengklaim bahwa syariat Islam diturunkan khusus untuk melindungi hak-hak
manusia. Setiap bagian dan aturan hukum dalam syariat Islam, baik dalam ibadah, muamalah,
atau interaksi sosial, dirancang untuk menjamin hak-hak manusia pada berbagai aspeknya.

10
Sarwono, S. 2011. (2019). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 2011. In Handbook of Pediatric Retinal OCT
and the Eye-Brain Connection.
Secara umum, perlindungan yang diberikan oleh syariat Islam terhadap hak-hak manusia,
termasuk hak-hak anak, dapat dikelompokkan menjadi dua bentuk.11
1. Memberikan jaminan agar hak-hak manusia dapat terwujud dan dilaksanakan
sehingga dapat dinikmati oleh setiap individu.
2. Dalam Islam, diberikan hak-hak kepada anak sebagaimana yang disebutkan
dalam Al-Qur'an, termasuk hak atas pendidikan, nafkah, perlindungan, dan
pemeliharaan.
“Hai orang-orang yang beriman, pliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka
yang bahanbakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim/66:6)
Anak sebagai ciptaan yang masih belum memiliki pengetahuan sepenuhnya,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Allah dalam ayat 78 surah Al-Nahl:
‫َو ُهَّللا َأْخ َر َج ُك م ِّم ن ُبُطوِن ُأَّمَهاِتُك ْم اَل َتْع َلُم وَن َشْيًئا َو َجَعَل َلُك ُم الَّسْمَع َو اَأْلْبَص اَر َو اَأْلْفِئَدَةۙ َلَع َّلُك ْم َتْشُك ُروَن‬
Artinya: "Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, agar
kamu bersyukur". (QS. Al-Nahl/16:78)
Allah SWT menciptakan setiap bayi atau anak saat dilahirkan tanpa pengetahuan
apapun. Kemudian, Dia memberi mereka kemampuan mendengar untuk mengetahui suara,
penglihatan untuk melihat berbagai hal, dan akal atau otak sebagai pusat penalaran. Menurut
pendapat yang benar, akal juga diberikan oleh Allah, yang memungkinkan manusia
membedakan antara yang baik dan buruk serta memahami manfaat dan bahaya. Kekuatan
panca indera ini berkembang secara bertahap seiring pertumbuhan manusia. Seiring
bertambahnya usia, pendengaran, penglihatan, dan penalaran manusia juga berkembang
hingga mencapai kedewasaan. Pemberian panca indera ini oleh Allah bertujuan agar manusia
dapat beribadah kepada-Nya dengan baik.12
Secara umum, Nabi Muhammad melarang orang tua untuk melakukan perbuatan jahat
atau kekerasan terhadap anak-anak mereka, dan sebaliknya, anak-anak juga dilarang untuk
melakukan hal serupa terhadap orang tua mereka. Larangan terhadap perbuatan jahat ini
mencakup segala bentuk tindakan yang melanggar hak-hak anak. Nabi Muhammad SAW
bersabda:
Hadis dari Abu Bakar bin AbiSyaibah dan Hannad bin al-Sirri, dari al-Ahwash, dari
Syabib bin Gharqadah, dari Sulaiman bin Amr bin al-Ahwash,dari ayahnya yang mendengar
Nabi SAW bersabdah ketika haji Wada: “Hari Haji Akbar.” Nabi SAW bersabda
“Sesungguhnyadarahmu, hartamu dan kekayaanmu adalah suci di antara kamu
sebagaimana sucinya harimu ini,pada bulan ini,dan kekayaan mu ini.Ingatlah, tidakkah
sekali-kali seseorang melakukan tindak kejahatan melainkan akibat akan menimpa dirinya
sendiri. Orang tua tidak boleh berbuat jahat kepada anaknya dan seorang anak tidak boleh
berbuat jahat kepada orang tuanya.” (H.R. IbnuMajah).
11
Asso, H. A. R. (2017). Perlindungan Anak Dalam Islam (Al-Quran dan Hadist). SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya
Syar-i, 4(2). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v4i2.7877
12
Jalaluddin Imam Al-Mahali dan Imam As-Suyuti Jalaluddin,Tafsir jalalain terjemahan Bahrun Abu Bakar
(Bandung Sinar Baru Algensindo, 2009), h. 1239
Tindakan jahat yang disebutkan dalam hadis di atas sejalan dengan apa yang disebut
sebagai kekerasan terhadap anak (child abuse) dalam konteks yang banyak dibicarakan oleh
para ahli dewasa ini. Menurut Terry E. Lawson, seorang psikiater anak, ada empat jenis child
abuse, yaitu kekerasan emosional, kekerasan verbal, kekerasan fisik, dan kekerasan seksual.13
Setiap orang tua memberikan pendidikan kepada anak untuk menyadarkan mereka
bahwa mereka memiliki hak-hak tertentu dalam hidup, selain kewajiban yang harus
dihormati, dijalankan, dan dilindungi. Hal ini bertujuan agar anak memahami,
memperjuangkan, dan melindungi hak-hak mereka dengan cara yang baik. Kesadaran seperti
ini akan mendukung terwujudnya hak-hak anak. Tentang pendidikan dan kesadaran anak
terhadap hak-hak mereka, terdapat banyak hadis Nabi SAW yang menunjukkan bahwa Nabi
SAW berusaha memperkuat dan memberdayakan anak-anak sejak usia dini.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa dampak kekerasan emosional
yang dilakukan oleh orangtua memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku kenakalan
remaja. Hal ini terjadi karena keluarga memiliki peran utama dalam pembentukan perilaku
remaja. Remaja yang mengalami kekerasan emosional dari orangtua cenderung lebih
mungkin terlibat dalam perilaku kenakalan dibandingkan dengan mereka yang tidak
mengalami kekerasan emosional. Namun, penting untuk diingat bahwa kekerasan emosional
oleh orangtua bukanlah satu-satunya faktor yang menyebabkan perilaku kenakalan remaja.
Faktor lain seperti pengaruh teman sebaya dan lingkungan sekolah juga memiliki peran
penting dalam membentuk perilaku kenakalan remaja.

13
Asso, H. A. R. (2017). Perlindungan Anak Dalam Islam (Al-Quran dan Hadist). SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya
Syar-i, 4(2). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v4i2.7877
DAFTAR PUSTAKA
Asso, H. A. R. (2017). Perlindungan Anak Dalam Islam (Al-Quran dan Hadist). SALAM: Jurnal
Sosial Dan Budaya Syar-i, 4(2). https://doi.org/10.15408/sjsbs.v4i2.7877
Becker, F. G., Cleary, M., Team, R. M., Holtermann, H., The, D., Agenda, N., Science, P., Sk, S. K.,
Hinnebusch, R., Hinnebusch A, R., Rabinovich, I., Olmert, Y., Uld, D. Q. G. L. Q., Ri, W. K.
H. U., Lq, V., Frxqwu, W. K. H., Zklfk, E., Edvhg, L. V, Wkh, R. Q., … )2015( .‫ ح‬,‫فاطمی‬.
Psikologi dan Teknologi Informasi. Himpunan Psikologi Indonesia, 7(1).
Choirudin, M. (2016). PENYESUAIAN DIRI: SEBAGAI UPAYA MENCAPAI
KESEJAHTERAAN JIWA. Hisbah: Jurnal Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam, 12(1).
https://doi.org/10.14421/hisbah.2015.121-07
Crowther, B., Jessor, R., & Jessor, S. L. (1978). Problem Behavior and Psychosocial Development:
A Longitudinal Study of Youth. Contemporary Sociology, 7(6).
https://doi.org/10.2307/2065689
Jalaluddin Imam Al-Mahali dan Imam As-Suyuti Jalaluddin,Tafsir jalalain terjemahan Bahrun Abu
Bakar (Bandung Sinar Baru Algensindo, 2009), h. 1239
Jessor, R., Turbin, M. S., Costa, F. M., Dong, Q., Zhang, H., & Wang, C. (2003). Adolescent
Problem Behavior in China and the United States: A Cross-National Study Of Psychosocial
Protective Factors. Journal of Research on Adolescence, 13(3). https://doi.org/10.1111/1532-
7795.1303004
Komnas Perempuan. (2021). Komnas Perempuan. Catatan Tahunan Komnas Perempuan Tahun
2020.
Nindya, P. N., & Margaretha, R. (2012). Hubungan antara Kekerasan Emosional pada Anak terhadap
Kecenderungan Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Klinis Dan Kesehatan Mental, 1(3).
Riyanti, D. E. (2021). Hubungan Frustrasi dengan Perilaku Kekerasan pada Remaja : Literature
Review. Borneo Student Research, 3(1).
Sarwono, S. 2011. (2019). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo. 2011. In Handbook of
Pediatric Retinal OCT and the Eye-Brain Connection.
Wulandari, V., & Nurwati, N. (2018). Hubungan Kekerasan Emosional Yang Dilakukan Oleh
Orangtua Terhadap Perilaku Remaja. Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, 5(2). https://doi.org/10.24198/jppm.v5i2.18364

Anda mungkin juga menyukai