Anda di halaman 1dari 21

Pengaruh Religiusitas dan Keberfungsian Keluarga terhadap Kontrol Diri Siswa MA

Negeri Cimahi

Mujibud Da’wah (1907016011)

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

TAHUN 2022
BAB I

A. Latar Belakang
Dewasa ini kenakalan remaja sangat merajalela dari mulai perkelahian,
konsumsi zat-zat terlarang, seks pranikah dan lainnya. Perilaku beresiko yang
dilakukan remaja sangatlah banyak dari mulai bolos sekolah, merokok, konsumsi
minuman keras, balapan liar, seks bebas hingga narkoba. Kemudian juga terdapat
perilaku beresiko termasuk kriminalitas seperti pemerkosaan, pembunuhan, dan juga
aborsi oleh remaja wanita (Purnomo, 2017; Unayah & Sabarisman, 2015; Rahyani,
Utarini, Wilopo, & Hakimi, 2012).
Berdasarkan artikel yang dimuat dalam laman CNN Indonesia (Armenia,
2016), menunjukkan bahwa 90 persen pelaku kasus pemerkosaan masal di Indonesia
adalah remaja. Belakangan ini yang sedang ramai diperbincangkan yaitu kasus klithih
atau kekerasan jalanan terjadi sebanyak 12 kali di wilayah DIY selama Januari-April
2022.
Dilansir dari Tribun Jateng, Senin (29/8/2022) 24 siswa SMA-SMK terciduk
bolos sekolah oleh Satpol PP Pati saat melakukan razia di warung sekitar Stadion
Joyokusumo. Para siswa terciduk bolos di siang hari, banyak dari siswa beralasan
bahwa sudah pulang sekolah dan sudah izin.
Berdasarkan wawancara dengan R, salah satu staff tata usaha MA Negeri Kota
Cimahi, ada beberapa hal buruk yang biasa dilakukan siswa MA Negeri Kota Cimahi
seperti merokok, berkelahi, melakukan bullying, mencontek, datang terlambat, tidak
mengerjakan tugas dan bolos sekolah.
Fenomena tersebut menunjukkan bahwa pelanggaran aturan sekolah dan
perilaku negatif dalam pembelajaran disebabkan karena disiplin diri yang rendah dan
juga merupakan tindakan impulsif. Tindakan impulsif adalah tindakan yang dilakukan
tanpa adanya proses pengambilan keputusan yang matang dan mengabaikan resiko
yang akan terjadi selanjutnya. Perilaku negatif dalam pembelajaran seperti bolos
sekolah dan tidak mengerjakan tugas sekolah sangat bertolak belakang dengan tujuan
mereka bersekolah untuk mendapat pemahaman dan keterampilan.
Siswa yang melakukan perkelahian adalah mereka yang memiliki regulasi diri
yang rendah. Regulasi diri yaitu kemampuan untuk mengontrol respon yang timbul
ketika dihadapkan dengan keadaan yang tidak diinginkan, maka jika regulasi dirinya

2
baik siswa tidak akan melakukan perilaku yang menyalahi aturan dan norma
sekalipun ia diperlakukan tidak sesuai dengan norma yang berlaku.
Fenomena melanggar peraturan sekolah menunjukkan bahwa siswa tidak
memiliki kebiasaan yang sehat dan reliabilitas diri yang baik sebagai siswa.
Reliabilitas diri adalah sifat ketika seseorang dapat diandalkan dan memiliki tanggung
jawab atas ucapan dan perbuatannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2018) dengan variabel bebas kontrol
diri dan variabel terikat perilaku disiplin, menunjukkan bahwa 46,5% variabel terikat
dipengaruhi oleh variabel bebas. Aturan yang dibuat oleh pihak MA Negeri Cimahi
dilanggar oleh siswa, maka ini menunjukkan adanya perilaku melanggar aturan dan
dari penelitian oleh Ningsih (2018) perilaku disiplin 46,5% dipengaruhi oleh kontrol
diri.
Secara kacamata pendidikan masa remaja merupakan masa yang masih sangat
efektif untuk para siswa mengembangkan dirinya dan kebiasaan di masa dewasa kelak
dipengaruhi oleh kebiasaan di masa remaja. Baik atau buruknya kelakuan remaja
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang menentukannya adalah
kemampuan seorang remaja dalam mengontrol dirinya, bila kemampuan untuk
mengontrol dirinya baik maka individu dapat menahan diri dari hal-hal yang dilarang.
Kontrol diri tentunya mempengaruhi kualitas keseharian siswa seperti belajar,
berbicara, bergaul dan lainnya dengan artian kontrol diri pasti mempengaruhi
seseorang. Siswa MA Negeri Cimahi memiliki kualitas kontrol diri yang berbeda-
beda, maka ada siswa yang taat dan melanggar aturan, ada yang disiplin.
Salah satu faktor yang memengaruhi perilaku melanggar aturan adalah kontrol
diri yang rendah. Kontrol diri yang rendah menjadikan pengambilan keputusan
kurang rasional, maka remaja dengan kontrol diri yang rendah condong kepada
perilaku beresiko (Meldrum, Barnes, & Hay, 2013; Aroma & Suminar, 2012;
Steinberg, Albert, Cauffman, Banich, Graham, & Woolard, 2008; Magar, Philips, &
Hosie, 2008). Goldfried dan Merbaum (dalam Ghufron & Risnawati, 2014)
menyatakan bahwa kontrol diri ialah kemampuan seseorang dalam menyusun,
mengelola, dan mengarahkan perilakunya, yang dapat membawa ke arah positif.
Kontrol diri dipengaruhi oleh beberapa sebab, baik yang menentukan secara
langsung (kondisi dilapangan) ataupun pengaruh dari kejadian masa lalu contohnya
religiusitas dan keberfungsian keluarga. Glock & Stark (Dister, 1988)
mengungkapkan bahwa religiusitas merupakan sikap keberagamaan yang kemudian
3
terjadi internalisasi agama ke dalam diri seseorang. Sedangkan menurut Johnson
(2001) religiusitas adalah sejauhmana seseorang berkomitmen terhadap agama
dianutnya, seperti sikap dan perilaku individu yang mencerminkan komitmen
tersebut. Maka kualitas keberagamaan seseorang pasti mempengaruhi pribadinya,
karena agama memerintahkan hal-hal yang mengandung kebaikan, maka dapat ditarik
kesimpulan jika seseorang menjalankan perintah agama maka tak akan melakukan hal
yang buruk yang tentunya dilarang oleh agama.
Penelitian yang dilakukan oleh Silmi, dkk (2020) menyatakan bahwa remaja
delinquent memiliki religiusitas yang rendah, 48 dari 74 remaja deliquent memiliki
religiusitas yang rendah. Deliquently yaitu kenakalan remaja seperti merokok, seks
bebas, konsumsi minuman keras dan balap liar, maka dapat disimpulkan bahwa
religiusitas merupakan faktor yang menjadi salah satu penentu kontrol diri pada
remaja. Penelitan sebelumnya yang dilakukan oleh Mariska (2017) yang menyatakan
bahwa kecerdasan spiritual berbanding lurus dengan kontrol diri.
Keberfungsian keluarga juga memiliki andil penting dalam pembentukan
kontrol diri seseorang. Menurut Ryan, dkk (2005, hlm. 23) keberfungsian keluarga
yaitu bagaimana keluarga dapat menjalankan fungsinya secara efektif untuk
mensejahterakan fisik dan psikologis anggotanya. Sedangkan Goldenberg (dalam
Sasongko, 2017, hlm. 23) menyatakan bahwa keberfungsian keluarga ialah keluarga
yang mendorong anggotanya untuk meraih potensi dirinya. Kemudian menurut Yusuf
(2016, hlm. 39-41) keberfungsian keluarga bisa dilihat jika keluarga tersebut
melaksanakan fungsinya, yaitu fungsi biologis, fungsi ekonomis, fungsi pendidikan,
fungsi sosialisasi, fungsi perlindungan, fungsi rekreatif, dan fungsi agama.
Keberfungsian keluarga mencakup kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
anggota keluarga, misal orangtua berperan untuk membimbing anaknya agar
melakukan hal-hal yang membuat masa depan sang anak menjadi cerah, maka
menurut teori Ryan, dkk (2005) orang tua yang menuntut anaknya untuk berproses
harus memberikan kebutuhan fisik dan psikologis bagi sang anak, disisi lain sang
anak pun harus mendengarkan nasihat orang tua, berterima kasih atas seluruh hal
yang telah orang tua berikan dan berproses secara sungguh-sungguh.
Gardner (dalam Ali & Asrori, 2015) berpendapat bahwa interaksi antar
anggota keluarga yang tak harmonis merupakan salah satu faktor yang menghambat
perkembangan sosial remaja. Coles, Alexander, dan Schiavo (dalam Alexander,
Waldron, Robbins, & Neeb, 2013) menyatakan bahwa jika remaja memiliki hubungan
4
orangtua dengan remaja yang kurang positif, maka kekuatan dan pengaruh orangtua
menurun dan pengaruh teman sebaya meningkat.
Ketika komunikasi antara anak dan orangtua buruk pengaruh atau nasihat
orang tua menjadi kurang bermakna, sedangkan pengaruh dari teman sebaya lebih
kuat untuk mempengaruhi kehidupan seorang remaja, sedangkan tanpa orang tua
ketahui bagaimana latar belakang, lingkungan, kebiasaan dan kecenderungan teman
sebaya anaknya. Dengan ketidakjelasan latar belakang teman sebaya seorang remaja
maka hal ini menimbulkan potensi remaja tersebut salah pergaulan dan menjadikan
kasus kenakalan remaja seperti narkoba, sex bebas, tindakan kekerasan, kriminalitas
atau setidaknya bolos sekolah sehingga prestasinya menurun, dan hal-hal buruk
tersebut bisa terjadi karena keberfungsian keluarga yang buruk.
Sejalan dengan pendapat dari Crandell, Crandell, & Zanden (2012) yang
mengungkapkan bahwa waktu yang dihabiskan remaja bersama orangtua, kedekatan
emosional, dan kekuasaan pengambilan keputusan untuk anak berkurang karena
remaja tak ingin terus bergantung kepada orangtua. Keluarga yang memiliki
komunikasi baikpun bisa berkurang intensitas komunikasinya karena remaja sudah
memiliki kemandirian yang lebih dibanding masa kanak-kanak, sehingga dalam
masalah sehari-hari remaja akan mandiri dalam mengambil keputusan atau setidaknya
remaja bercerita kepada teman sebayanya agar menerima masukan.
Remaja bercerita kepada teman sebayanya karena merasa nyaman karena
temannya tidak memiliki hak untuk memaksa, tidak seperti orang tua yang memiliki
kecenderungan mengatur anaknya. Namun di sisi lain bimbingan orang tua sangatlah
penting karena pengalaman-pengalaman hidupnya, maka orang tua harus lebih giat
untuk membangun komunikasi dengan anaknya dan melakukan atau memberikan hal-
hal yang membuat remaja senang sehingga remaja yang egonya besarpun memiliki
peluang agar luluh dengan nasihat orang tua.
Pakar psikologi perkembangan, Febrianti (2020) berpendapat bahwa kontrol
orangtua, kedekatan emosi dan membangun komunikasi adalah hal yang penting
dalam upaya pencegahan kenakalan remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Veronika (2021) menyatakan bahwa 130 dari 150 remaja yang memiliki control diri
yang rendah memiliki keberfungsian keluarga yang rendah. Penelitian tersebut sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahnezia Iqlima (2015) yang
menyatakan bahwa semakin baik keberfungsian keluarga, maka akan semakin baik

5
juga kontrol diri remaja. Remaja dengan keberfungsian keluarga yang kurang baik
juga akan memiliki kontrol diri yang kurang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Kholifah dan Rusmawati (2011) yang meneliti
hubungan keberfungsian keluarga dan kontrol diri, hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan koefisien korelasi antara keberfungsian keluarga dengan kontrol diri
remaja sebesar, 0,555 dengan p=0,000 (p<0,05). Koefisien korelasi dan nilai
signifikansi tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikan antara keberfungsian keluarga dengan kontrol diri remaja. Nilai positif
pada koefisien korelasi menunjukkan bahwa semakin tinggi keberfungsian keluarga
maka semakin tinggi kontrol diri remaja dan semakin rendah keberfungsian keluarga
maka semakin rendah kontrol diri remaja. Hasil tersebut membuktikan bahwa
hipotesis yang menyatakan terdapat hubungan positif dan signifikan antara
keberfungsian keluarga dengan kontrol diri remaja dapat diterima.
Melihat tingginya perilaku yang menyalahi norma tertulis ataupun tak tertulis
yang mana perilaku tersebut dipengaruhi oleh kontrol diri dan juga sesuai dengan
hasil penelitian terdahulu bahwa ada korelasi antara kontrol diri dengan religiusitas
dan keberfungsian keluarga, maka penelitian ini akan dilakukan untuk kembali
menguji penelitian terdahulu di daerah yang berbeda. Diharapkan dengan
dilakukannya penelitian ini, dikemudian hari dapat diketahui hal-hal dalam keseharian
yang perlu diperhatikan agar kontrol diri seseorang, khususnya di fase remaja agar
kemudian siswa memiliki kualitas kontrol diri yang baik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah religiusitas mempengaruhi kontrol diri?
2. Apakah keberfungsian keluarga mempengaruhi kontrol diri?
3. Apakah religiusitas dan keberfungsian keluarga mempengaruhi kontrol diri?

C. Tujuan Penelitian
1. Menguji secara empiris apakah ada keterkaitan antara religiusitas dengan
kontrol diri
2. Menguji secara empiris apakah ada keterkaitan antara keberfungsian keluarga
dengan kontrol diri
3. Menguji secara empiris apakah ada keterkaitan antara religiusitas dan
keberfungsian keluarga mempengaruhi kontrol diri
6
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan kedepannya agar semua kalangan khususnya remaja dan orang tua
mengetahui pengaruh religiusitas dan keberfungsian keluarga terhadap kontrol
diri, sehingga hal-hal dalam keseharian yang dipengaruhi oleh kontrol diri dan
faktor-faktor yang membentuknya dapat ditingkatkan kualitasnya. Orang tua
pun dapat mendorong anak untuk menjalankan perintah agamanya, dapat
menjadi contoh di keluarganya sehingga menjadi keluarga yang harmonis.
2. Manfaat Praktis
Semua kalangan diharapkan mampu memiliki kontrol diri yang baik dan juga
membenahi faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri, seperti kualitas
religiusitas karena walaupun lingkungan sangat menentukan seseorang namun
individu itulah yang menjadi penentu dalam melakukan suatu tindakan, dan
bila ia telah menjadi seorang yang taat agama, maka diharapkan dapat menjadi
contoh yang baik bagi anggota keluarga dan menjadikan keluarga agar lebih
hidup dan harmonis.

BAB II

A. Kontrol Diri
1. Pengertian

Menurut pendapat Chaplin (2015:451) kontrol diri yaitu kemampuan untuk


mengendalikan tingkah laku diri sendiri dan kemampuan untuk menahan impuls-
impuls untuk berperilaku impulsif. Sedangkan menurut Yulia Singgih (2002:75)
kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk mengatur tingkah lakunya atau
respon disaat menghadapi godaan atau tekanan dari lingkungannya.

Maka kontrol diri merupakan kemampuan untuk mengarahkan, mengatur,


mengendalikan, mengelola tingkah lakunya dari hal yang dilarang, merugikan dirinya,
keinginan sesaat dan tindakan-tindakan yang menurut batinnya bukan hal yang benar .
Individu yang memiliki kontrol diri yang baik akan dapat menahan diri dari sesuatu

7
yang tidak sesuai norma yang berlaku di lingkungannya, jika berhasil menahan diri
dari hal yang merugikan dan dilarang maka individu tersebut dapat terhindar dari
tingkah laku impulsif, dan kemudian terhindar dari konsekuensi yang merugikan bagi
individu tersebut.

2. Aspek

Menurut Tangney, Baumeister, dan Boone (2004), kontrol diri terdiri atas:

a. Disiplin Diri

Disiplin diri adalah kontrol terhadap impuls dan keinginan baru terhadap
sesuatu yang bukan merupakan tujuan awal, disiplin diri berfungsi untuk
memutuskan agar tidak keluar dari tujuan awal seperti mencari kepuasaan
sesaat namun apa yang dilakukan individu tersebut akan menjauhkannya
dari tujuan jangka panjang atau kemajuan secara umum (VadenBos, 2007).
b. Tindakan Non-Impulsif
Perilaku impulsif adalah perilaku yang dilakukan oleh seseorang tanpa
didasari pemikiran dan pertimbangan atau hanya sedikit menimbang
konsekuensi dan dampak yang mungkin beresiko atas suatu perilaku
(VadenBos, 2007).
c. Kebiasaan Sehat
Kebiasaan sehat merupakan kemampuan individu untuk terus melakukan
kebiasaan baik dalam rutinitasnya sehingga individu terhindar dari
kebiasaan yang kurang baik dalam kehidupan sehari-hari (Quinn, Pascoe,
Wood, dan Neal, 2010).
d. Regulasi Diri
Regulasi diri merupakan upaya yang dilakukan individu untuk mengubah
responnya sendiri. Respon tersebut dapat berupa afeksi, konasi, kognitif,
impuls maupun performance. Individu merespon suatu situasi dengan cara
yang berbeda-beda (Baumeister, Heatherton, dan Tice, 1994).
e. Reliabilitas Diri
Reliabilitas diri adalah sebuah sifat bahwa individu tersebut dapat
dipercaya, dapat diandalkan, bertanggung jawab baik dalam perbuatan
maupun ucapan (Reber dan Reber, 2010).1

1
FILE MARIA ELIZA

8
Ghufron & Risnawita (2010:29), menyebutkan bahwa aspek-aspek kontrol diri terdiri
atas:

1) Kontrol perilaku (behavior control)


Yaitu kemampuan dalam diri individu untuk mengendalikan tindakan langsung pada
lingkungan
2) Kontrol kognitif (cognitive control)
Merupakan kemampuan dalam diri individu untuk mengolah informasi dengan cara
menginterpretasikan, menilai, dan menghubungkan sebuah peristiwa dalam suatu
kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi tekanan
3) Kontrol dalam mengambil keputusan (decesional control)
Merupakan kemampuan dalam diri individu untuk dapat memilih suatu tindakan
berdasarkan sesuatu yang diyakini atau disetujuinya serta memiliki pilihan di antara
berbagai alternatif tindakan.

3. Faktor yang Mempengaruhi

Menurut Ghufron & Risnawita (2010:32) faktor yang membentuk kontrol diri
seseorang ada dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, berikut
penjelasannya;

1) Faktor internal ialah faktor yang bersumber dari dalam jiwa seseorang, kematangan
emosi seseorang merupakan faktornya. Semakin tua seseorang maka semakin banyak
pengalaman yang terjadi dalam kehidupannya, dan dari pengalaman-pengalaman
tersebut kematangan emosi seseorang akan berkembang, maka semakin dewasa
seseorang maka memiliki kecenderungan lebih baik dalam mengontrol dirinya
sehingga bisa berperilaku, bisa memberikan respon yang baik pula dalam
kesehariannya. Maka kemampuan kontrol diri seseorang sejalan dengan kematangan
emosinya.
2) Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu. Dalam hal ini,
lingkungan keluarga sangatlah berpengaruh terhadap pembentukan kontrol diri pada
individu. Didalam lingkungan keluarga peran orang tua sangatlah penting. Penerapan
peraturan serta sikap kedisiplinan yang semakin demokratis oleh pihak orang tua akan
berpengaruh terhadap kemampuan kontrol diri pada individu.

9
B. Religiusitas
1. Pengertian

Glock & Stark (Dister, 1988) mengungkapkan bahwa religiusitas merupakan sikap
keberagamaan yang kemudian terjadi internalisasi agama ke dalam diri seseorang.
Sedangkan menurut Johnson (2001) religiusitas adalah sejauhmana seseorang
berkomitmen terhadap agama dianutnya, seperti sikap dan perilaku individu yang
mencerminkan komitmen tersebut.

Secara bahasa ada tiga kata yang ketiganya memiliki hubungan seputar religiusias,
yaitu religi, religius dan religiusitas itu sendiri, namun dari masing-masing kata
tersebut memilki perbedaan arti. Slim (Rasmanah, 2003) mendefenisikan kata-kata
tersebut dari bahasa Inggris. Religi berasal dari kata religion (verb) yang berarti
agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu yang memiliki kekuatan di atas
manusia. Sedangkan religiusitas berasal dari kata religiosity yang artinya keshalihan,
pengabdian yang besar pada religi. Dan menurut Mangunwija (1986) religiusitas
berasal dari kata religious yang memiliki hubungan dengan religi atau sifat religi yang
melekat pada diri individu.

Maka religiusias adalah suatu kepercayaan terhadap hal ghaib yang memiliki
kekuatan diatas manusia yang kemudian Dzat tersebut membuat aturan (agama),
kemudian membuat manusia taat dan bertingkah laku sesuai perintah dari Dzat yang
memiliki kekuatan diatas manusia.

2. Aspek

Abdul Wahib (dalam Khoirrosyid, 2015: 43) menyatakan ada lima dimensi
religiusitas menurut C.Y. Glock dan Rodney, yaitu:

1) Dimensi keyakinan (the ideological dimension)


Dimensi keyakinan adalah tingkatan sejauh mana seseorang menerima dan
mengakui hal-hal dogmatik dalam agamanya. Dimensi ini dapat disejajarkan
dengan Iman yang terkait dengan keyakinan kepada Allah SWT, Malaikat,
Kitab-kitab, Nabi, dan sebagainya.
2) Dimensi praktik agama atau peribadatan (the ritualistic dimension)

10
Dimensi ini merupakan tingkatan sejauh mana seseorang menunaikan
kewajiban-kewajiban ritual dalam agamanya. Dimensi ini mencakup intensitas
pelaksanaan ajaran agama seperti, sholat, puasa, zakat, dan lain-lain.
3) Dimensi pengalaman atau penghayatan (the experiencal dimension)
Dimensi penghayatan adalah perasaan keagamaan yang pernah dialami dan
dirasakan seseorang. Dimensi ini disejajarkan dengan Ihsan, yaitu
berhubungan dengan perasaan dan pengalaman seseorang tentang keberadaan
Allah SWT, takut melanggar larangan-Nya.
4) Dimensi pengetahuan agama (the knowledge dimension)
Dimensi ini merupakan seberapa jauh seseorang mengetahui dan memahami
ajaran-ajaran agamanya terutama yang ada dalam kitab suci, hadits , fiqh, dan
lain sebagainya.
5) Dimensi konsekuensi atau pengamalan (the consequential dimension)
Dimensi pengamalan adalah sejauh mana implikasi ajaran agama
memengaruhi perilaku seseorang dalam kehidupan sosial. Dimensi ini
mengacu pada identifikasi terhadap keyakinan keagamaan, praktik,
pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari ke hari.2

Dalam artikel yang berjudul Religiosity Among Muslims: A Scale Development And
Validation Study, Mahudin, dkk (2016) mengembangkan aspek religiusitas dan
mengklasifikasikan menjadi tiga aspek yang terdiri dari :

a. Islam

Aspek ini mengacu pada aktivitas keagamaan atau ibadah mahdhah seperti shalat,
shaum, zakat dan haji dan ibadah ghairu mahdhah.

b. Iman

Iman merupakan kewajiban untuk yakin dan percaya akan kebenaran dan keberadaan
Tuhan, para Nabi, para Malaikat, Al-Qur’an, takdir dan Hari Akhir.

c. Ihsan

Ihsan merupakan pembuktian untuk melakukan nilai-nilai kebaikan dalam

2
Abdul Wahib, Psikologi Agama: Pengantar Memahami Perilaku Beragama, (Semarang: CV. Karya
Abadi Jaya, 2015), hlm. 43.

11
agama seperti membantu orang lain, memberi dan membela kebenaran.3

3. Faktor yang Mempengaruhi


Menurut Thouless (1992) ada 4 faktor yang mempengaruhi religiusitas, yaitu :

1) Pengaruh pendidikan atau pengajaran dan berbagai tekanan sosial


Yaitu faktor eksternal yang diterima seseorang dari kebiasaan, adat dan budaya di
lingkungannya.
2) Faktor pengalaman
Pengalaman merupakan hal yang terjadi di kehidupan lampau seseorang dan
kemudian seseorang mengetahui buruk atau baiknya suatu hal, maka di kemudian hari
ia akan memilih yang terbaik termasuk dalam hal religiusitas.
3) Faktor kebutuhan yang belum terpenuhi
Kebutuhan manusia sangatlah banyak, maka ia akan berusaha menggapai semua
kebutuhan tersebut, maka ada kemungkinan religiusitas seseorang terpengaruh oleh
kebutuhannya.
4) Faktor intelektual
Intelektual sangat berperan dalam segala aspek kehidupan manusia, seseorang akan
berpikir menggunakan akalnya untuk menentukan yang terbaik bagi dirinya.

C. Keberfungsian Keluarga
1. Pengertian

Keluarga inti ialah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum
dewasa atau belum menikah sedangkan keluarga luas ialah keluarga yang tidak hanya
mencakup ayah, ibu dan anak-anak namun juga meliputi kakek, nenek, paman bibi,
dan saudara-saudara lainnya (Khairuddin, dalam, Awla, 2018, hlm 6).

Dalam keluarga dibutuhkan adanya keterlibatan dan peran dari keluarga dalam
mengembangkan konsep diri anak. keluaga yang dapat menjalankan perannya
merupakan keluarga yang berfungsi.

Menurut Ryan, dkk (2005, hlm. 23) keberfungsian keluarga yaitu bagaimana keluarga
dapat menjalankan fungsinya secara efektif untuk mensejahterakan fisik dan

3
FILE FADILAH SORAYA

12
psikologis anggotanya. Sedangkan Goldenberg (dalam Sasongko, 2017, hlm. 23)
menyatakan bahwa keberfungsian keluarga ialah keluarga yang mendorong
anggotanya untuk meraih potensi dirinya. Kemudian menurut Yusuf (2016, hlm. 39-
41) keberfungsian keluarga bisa dilihat jika keluarga tersebut melaksanakan
fungsinya, yaitu fungsi biologis, fungsi ekonomis, fungsi pendidikan, fungsi
sosialisasi, fungsi perlindungan, fungsi rekreatif, dan fungsi agama.

2. Aspek

Menurut teori The McMaster Model of Family Functioning yang dikembangkan oleh
Ryan, dkk (2005) ada enam aspek dari keberfungsian keluarga yaitu:

1) Pemecahan masalah
Dalam hal pemecahan masalah, keluarga yang berfungsi dengan baik dapat
memecahkan masalah, namun keluarga yang tak berfungsi dengan efektif tak dapat
memecahkan masalah dengan baik
2) Komunikasi
Komunikasi ada dua macam yaitu verbal dan non-verbal, kedua jenis komunikasi ini
sangat penting untuk menumbuhkan keharmonisan dalam sebuah keluarga, maka
keluarga yang berfungsi secara efektif adalah yang memiliki komunikasi yang baik.
Yang ditekankan dalam penelitian ini adalah komunikasi verbal, karena secara
metodologis lebih mudah diukur dalam data penelitian.
3) Peran
Peran adalah pola perilaku berulang yang dilakukan oleh seseorang, maka peran
keluarga adalah pola perilaku yang dilakukan secara terus-menerus oleh anggota
keluarga untuk memenuhi fungsi keluarga.
4) Responsivitas afektif
Responsivitas afektif ialah kemampuan keluarga untuk merespon stimulus yang
datang, semakin baik respon maka semakin saling terbuka dalam menampilkan respon
emosi antar anggota keluarga.
5) Keterlibatan afektif
Keterlibatan efektif merupakan sejauhmana seorang anggota keluarga terlibat pada
aktivitas dan minat anggota keluarga yang lain. Keluarga yang berfungsi secara
efektif anggotanya akan terlibat dalam aktivitas-aktivitas dalam keluarga tersebut, dan

13
sebaliknya jika anggota keluarga tidak saling terlibat dalam aktivitas-aktivitas dalam
keluarga tersebut maka keluarga tersebut tak berfungsi secara efektif.
6) Kontrol perilaku
Kontrol perilaku yaitu pola yang dianut oleh sebuah keluarga tentang aturan dalam
sebuah keluarga untuk menangani perilaku anggota keluarga yang muncul dalam tiga
area yaitu, situasi yang mengancam fisik, situasi yang mengharuskan suatu kebutuhan
terpenuhi, dorongan psikologis dan situasi yang menciptakan perilaku interpersonal
untuk bersosialisasi, baik antara anggota keluarga atau dengan orang lain.

Adapun beberapa dimensi yang terdapat dalam keberfungsian keluarga menurut Moos &
Moos (2002) yaitu, sebagai berikut:

1. Relationship Dimension atau dimensi hubungan memiliki tiga aspek yaitu sebagai berikut:

a. Cohesion, yaitu mengukur komitmen, dukungan, dan bantuan yang diberikan anggota
keluarga kepada anggota keluarga yang lain.

b. Expressiveness, yaitu sejauh mana anggota keluarga dapat mengungkapkan ekspresi secara
bebas kepada anggota keluarga yang lain.

c. Conflict, yaitu mengukur banyaknya kemarahan dan konflik yang diungkapkan secara
terbuka kepada anggota keluarga yang lain.

2. Personal Growth Dimension atau dimensi pertumbuhan individu, memiliki lima aspek
yaitu sebagai berikut:

a. Independence, yaitu seberapa jauh anggota keluarga mampu bersikap mandiri, tegas,
mampu mengambil keputusan sendiri dan tidak manja.

b. Achievement Orientation, yaitu seberapa banyak aktivitas keluarga yang mengarah pada
prestasi atau persaingan dan bertujuan agar diakui.

c. Intellectual-Cultural Orientation, yaitu mengukur tingkat ketertarikan anggota keluarga


terhadap hal yang bernuansa budaya dan intelektual seperti politik, pengetahuan, dan budaya.

d. Active-recreational Orientation, yaitu sejauh mana partisipasi anggota keluarga dalam


kegiatan sosial di lingkungannya dan rekreasi.

14
e. Moral-religious emphasis, yaitu sejauh mana anggota keluarga aktif membahas isu-isu
etika, moral dan agama.

3. System Maintenance Dimension, memiliki dua aspek sebagai berikut:

a. Organization, yaitu melihat pentingnya pengaturan yang jelas dalam membuat perencanaan
aktivitas, pembagian tugas dan tanggung jawab dalam keluarga.

b. Control, yaitu mengukur seberapa penting aturan dan prosedur yang digunakan untuk
menjalankan keseharian dan menetapkan batasan-batasan dalam keluarga.

3. Faktor yang Mempengaruhi

Menurut Noller, Seth-Smiht, Bouma dan Schweitzer (dalam, Sari 2014) ada 3 faktor yang
mempengaruhi keberfungsian keluarga yaitu :

1) Intimasi
Intimasi adalah seberapa besar keintiman antar anggota keluarga saling untuk berbagi
materi maupun non-materi, memiliki kedekatan, sikap ekspresif dan saling terbuka
untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya.
2) Gaya pengasuhan
Gaya pengasuhan yaitu bagaimana keputusan untuk membentuk kebiasaan, aturan dan
norma dalam suatu keluarga, yang kemudian seluruh anggota keluarga menjalankan
aturan tersebut.
3) Konflik
Konflik merupakan sejauhmana kesalahpahaman muncul diantara anggota keluarga
dan kesulitan untuk mengambil keputusan didalam keluarga.

BAB III

A. Jenis dan Pendekatan Penelitian

15
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. yang menggunakan metode korelasi yaitu
mencari keterkaitan dua variabel atau lebih.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional


1. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari dua jenis variable, yaitu :
a. Variabel bebas : Religiusitas dan keberfungsian keluarga
b. Variabel terikat : Kontrol diri

2. Definisi Operasional

Menurut pendapat Chaplin (2015:451) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan


untuk membimbing dan mengatur tingkah laku seorang individu dan kemampuan
untuk menekan atau menahan impuls-impuls tingkah laku impulsif.
Maka kontrol diri merupakan kemampuan untuk menahan diri dari suatu hal yang
terlarang atau kemampuan untuk melakukan sesuatu yang sudah seharusnya
dilakukan. Dan dalam penelitian ini kontrol diri merupakan gambaran dorongan
keinginan untuk melakukan di situasi-situasi tertentu berdasarkan pengalaman
responden dalam kesehariannya.
Kontrol diri dalam penelitian ini menggunakan aspek yang telah dikembangkan dan
digunakan oleh Serena (2014) berdasarkan teori Averill (1973) yang terdiri dari 16
item. Kontrol diri yang diukur berdasarkan aspek-aspek yaitu kontrol perilaku, kontrol
kognitif, dan kontrol keputusan.

No Aspek Indikator No item Jumlah


Favorable Unfavorable
Kontrol  Mengatur 1, 2 10, 12 4
1 perilaku pelaksanaan
 Memodifikasi 11 1
stimulus
Kontrol  Memproses 13, 16 2
2 informasi yang
kognitif
diperoleh
 Melakukan 3, 14, 15 5, 7 5
penilaian
Kontrol  Mengantisipasi 4, 8
3 peristiwa 2
keputusan  Mampu 9 6 2
memilih

16
tindakan

Total 11 5 16

b. Religiusitas berasal dari kata religious yang berarti hal yang berkenaan mengenai
religi atau sifat religi yang melekat pada diri seseorang. Religiusitas aspek aspek yang
telah dihayati seseorang di dalam hatinya, getaran hati nurani pribadi dan sikap
personal (Mangunwija, 1986).
Maka religiusitas dalam penelitian ini adalah untuk mengukurnya dengan melihat
apakah aspek-aspek religiusitas dijalankan atau tidak. Dalam penelitian ini, aspek
religiusitas yang dipakai ada tiga, yaitu islam, iman dan ihsan yang didapat dari
artikel yang berjudul Religiosity Among Muslims: A Scale Development And
Validation Study, Mahudin, dkk (2016) dan skala religiusitas oleh Mahudin (2016)
yang terdiri dari 15 item.

No Aspek Indikator No item Jumlah


Favorable Unfavorable
1 Dimensi Kemampuan 2,8,5 23,38,43 6
keyakinan
keluarga dalam
menyelesaikan
masalah
2 Dimensi Kemampuan 17,40,6 37,32,24 6
praktik
agama atau
peribadatan
bertukar informasi
verbal secara
terbuka dalam
3 Dimensi Pembagian peran 11,41,20 27,15,34 6
pengalaman
atau
penghayatan
yang jelas kepada
anggota keluarga
4 Dimensi Kemampuan 44,29,16 22,26,4 6
pengetahuan
agama
keluarga dalam
respon afektif
(emosi sejahtera)
Kemampuan 39,18,47 7,45,31 6

17
5 Dimensi 21,10,42 33,12,30 6
konsekuensi
atau
pengamalan

35,14,28 25,46,13 6

Total 24 24 48

c. Menurut Ryan, dkk (2005, hlm. 23) keberfungsian keluarga yaitu bagaimana
keluarga dapat menjalankan fungsinya secara efektif untuk mensejahterakan fisik dan
psikologis anggotanya. Yang bertujuan untuk mendorong anggotanya untuk meraih
potensi diri yang dimiliki anggotanya. Kemudian keberfungsian Keluarga yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah untuk mengukur seberapa besar keberfungsian
keluarga pada seorang remaja siswa MA Negeri Kota Cimahi dengan melihat aspek-
aspeknya terpenuhi atau tidak.
Skala keberfungsian keluarga yang digunakan adalah teori dari The McMaster Model
of Family Functioning (MMFF) yang dikembangkan oleh Ryan, dkk (2005), yang
terdiri dari enam aspek yaitu pemecahan masalah, komunikasi, peran, responsifitas
afektif, keterlibatan afektif, dan kontrol perilaku. Skala keberfungsian keluarga terdiri
dari 48 aitem dan terbagi menjadi 24 aitem favorable dan 24 aitem.

No Aspek Indikator No item Jumlah


Favorable Unfavorable
1 Pemecahan Kemampuan 2,8,5 23,38,43 6
masalah keluarga dalam
menyelesaikan
masalah
2 Komunikasi Kemampuan 17,40,6 37,32,24 6
bertukar informasi
verbal secara
terbuka dalam
3 Peran Pembagian peran 11,41,20 27,15,34 6
keluarga yang jelas kepada
anggota keluarga
4 Respon Kemampuan 44,29,16 22,26,4 6
afektif keluarga dalam
respon afektif
(emosi sejahtera)

18
Kemampuan 39,18,47 7,45,31 6
keluarga dalam
respon afektif
(emosi darurat)
5 Keterlibtan Keterlibatan pada 21,10,42 33,12,30 6
afektif aktifitas anggota
keluarga
Keterlibatan pada 35,14,28 25,46,13 6
minat anggota
keluarga
6 Kontrol Mengatur dalam 19,9,1 3,36,46 6
perilaku menangani perilaku
anggota keluarga
Total 24 24 48

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan secara online tanpa batasan tempat dengan jangka waktu
selama satu minggu

D. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling


a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa MA Negeri Cimahi yaitu sebanyak 600
siswa.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa MA Negeri Cimahi sebanyak 90 responden,
yang tiap angkatan masing-masing mendapat 30 responden, tiap angkatan terdiri dari
tiga jurusan, yaitu MIA, IIS dan IIK, sehingga setiap kelas mendapat jatah 30
responden penelitian.
c. Teknik Sampling
Teknik yang digunakan adalah Cluster Sampling, dengan membagi menjadi tiga
cluster, yaitu kelas 10, 11 dan 12. Setiap angkatan mendapat 30 jatah responden, tiap
angkatan terdiri dari tiga jurusan, yaitu MIA, IIS dan IIK, sehingga setiap kelas
mendapat jatah 10 responden penelitian.
Gfxgevxecvcvycgyrgvyrvyrbvyrvbryvbrvbrvbryvbrygvryy ygy ygy gyygyergvyevg
reg v g y giy gvyrgyrgvyrvgvhffvgyvg
vyvgryigvryvgrvrhvgrygvbryvbgryvgridkucbgycgeycgycywgcyewgcewygcwe ycgy

19
E. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik kuesioner berbentuk skala untuk mengumpulkan
data, model skala yang digunakan adalah skala likert yang terdiri dari empat pilihan
jawaban dengan skor yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (ST), setuju (S), dan
sangat setuju (SS). Skala yang dibagikan terdiri atas dua pernyataan, yaitu favorable
dan unfavorable.

Skor Butir Item


Opsi
Favorable Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 4 1

Setuju (S) 3 2

Tidak Setuju (ST) 2 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur


a. Validitas
Untuk menguji validitas dari aitem-aitem dalam penelitian ini akan menggunakan uji
validitas konstruk dengan menggunakan aplikasi SPSS untuk mengetahui nilai r,
dengan minimal nilai r adalah 0.30, apabila kurang dari 0.30 maka aitem dinyatakan
gugur.
b. Reliabilitas
Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus cronbach alpha.

G. Teknik dan Analisis Data


Untuk menganalisis data yang didapatkan dari hasil observasi, akan menggunakan
teknik analisis deskriptif yaitu teknik menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
data yang terkumpul.

20
DAFTAR PUSTAKA

Soraya, Fadilah. (2019). Pengaruh Kontrol Diri, Konformitas, Religiusitas Dan Pelepasan
Moral (Moral Disengagement) Terhadap Agresifitas Suporter Sepak Bola. Skripsi. Jakarta:
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Utami, Sri. (2020). Hubungan Antara Keberfungsian Keluarga Ddengan Konsep Diri Siswa
SMA Negeri 6 Banda Aceh. Skripsi. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda
Aceh.

Fahrudin, Adi. (2012). Keberfungsian Keluarga: Konsep Dan Indikator Pengukuran Dalam
Penelitian. Informasi, Vol. 17, No. 02.

21

Anda mungkin juga menyukai