Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA ANAK KEKERASAN SEKSUAL

DISUSUN OLEH
FRENGKY PANDJARA
2018610086

4B
KEPERAWATAN ANAK
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TRIBHUWANA TUNGGADEWI
MALANG
2020
KATA PENGANTAR
       Puji dan syukur terucap hanya pada Allah SWT yang Maha Esa atas Ridonya akhirnya
kami dapat menyelesaikan makala ini yang membahas mengenai, “Asuhan Keperawatan
Pada Anak Kekerasan Seksusal” yang merupakan pengetahuan penting yang harus
diketahui.

              Bila dalam penyampaian makalah ini ditemukan hal-hal yang tidak berkenan bagi
pembaca, dengan segala kerendahan hati kami mohon maaf yang setulusnya.

       Kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi sangat kami harapkan untuk perbaikan
makala ini kedepan. Semoga taufik, hidayat dan rahmat senantiasa menyertai kita semua
menuju terciptanya keridhoan Allah SWT.

Malang, Mei 2020

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan data United Nations Children’s Fund (UNICEF) pada tahun 2012
terdapat kekerasan pada anak yang mengakibatkan kematian sekitar 95.000 anak-anak
dan remaja di bawah usia 20. Sekitar 6 dari 10 anak antara usia 2 - 14 tahun di seluruh
dunia (hampir satu miliar) mendapatkan hukuman fisik setiap hari dari pengasuhnya
dan 3 dari 10 orang dewasa di seluruh dunia percaya bahwa hukuman fisik diperlukan
dan pantas dalam membangun atau mendidik anak (UNICEF, 2014)

Hasil pemantauan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dari 2011


sampai 2014 kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011
terjadi 2.178 kasus kekerasan, 2012 ada 3.512 kasus, 2013 ada 4.311 kasus dan 2014
ada 5.066 kasus. Hasil monitoring dan evaluasi KPAI tahun 2012 di 9 provinsi
menunjukkan bahwa 91 persen anak menjadi korban kekerasan di lingkungan
keluarga, 87.6 persen di lingkungan sekolah dan 17.9% di lingkungan masyarakat
(Nurul, 2015).

Berdasarkan laporan yang telah ditangani oleh Pusat Pelayanan Terpadu


Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sumatera Selatan dari
Januari hingga Desember, jumlah kasus kekerasan anak pada tahun 2015 meningkat
menjadi 25 kasus dari tahun sebelumnya yaitu 13 kasus (Anwar, 2015).

Ibu merupakan sekolah paling utama dalam pembentukan kepribadian anak,


serta saran untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan berbagai sifat mulia.
Semenjak lahir dari rahim seorang Ibu, maka ibulah yang banyak mewarnai dan
mempengaruhi perkembangan pribadi, perilaku dan akhlak anak. Sejak lahir, anak
akan mengamati gerak-gerik ibunya. Dari tingkah laku ibunya itulah maka anak akan
senantiasa melihat dan meniru apa yang dilakukan ibunya dan akan diterapkan dalam
kehidupannya (Mutiah, 2014).

Peranan Ibu menjadi pembimbing dan pendidik anak dari sejak lahir sampai
dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk bertingkah laku yang baik,
namun kenyataannya dalam melakukan peran tersebut, baik secara sadar maupun
tidak sadar, ibu selaku orang tua dapat membangkitkan rasa ketidakpastian,
kemandirian, dan rasa bersalah pada anak. Anak yang mempunyai pengalaman kecil
menyenangkan dan tumbuh pada keluarga yang harmonis akan berbeda tumbuh
kembangnya dengan anak yang masa kecilnya penuh dengan penderitaan dan
kekerasan (Arwanti, 2009).

Berkembangnya budaya dalam masyarakat kita saat ini menganggap bahwa


proses pembelajaran kepada anak dilakukan dengan kekerasan, agar anak patuh dan

1
disiplin untuk mencapai skala keberhasilan yang diinginkan orang tua (Soetjiningsih,
1995). Orang tua berlaku kasar dan memberikan hukuman fisik dengan dalih untuk
memberikan pelajaran pada anak-anak mereka. Padahal seharusnya setiap anak
berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Orang tua tidak banyak
mengetahui bahwa anak juga mempunyai hak dan kewajiban sesuai yang tercantum
dalam Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002 pasal 4 sampai
dengan pasal 19 (Nasrun, 2015)

Kekerasan merupakan tindakan yang disengaja yang mengakibatkan cidera


fisik atau tekanan mental (Carpenito, 2009). Campbell dan Humphrey mendefinisikan
kekerasan anak sebagai berikut “Setiap tindakan yang mencelakakan/dapat
mencelakakan kesehatan dan kesejahteraan anak yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak tersebut”
(Yani, 2008).

Terry E. Lawson, psikiater anak membagi kekerasan anak menjadi 4 (empat)


macam, yaitu emotional abuse, Child abuse , physical abuse dan sexual abuse. Child
abuse , terjadi ketika Ibu, mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak itu
untuk “diam” atau “jangan menangis”. Anak mulai berbicara dan ibu terus
menggunakan kekerasan verbal seperti, “kamu bodoh”, “kamu cerewet”, “kamu
kurang ajar”, dan seterusnya (Solihin, 2014).

Emotional abuse (kekerasan emosional) yang biasanya juga lebih sering


disebut dengan kekerasan verbal paling banyak di dapat oleh anak-anak dari orang tua
mereka. Bahkan tanpa disadari, orang tua setiap hari melakukan Child abuse pada
anaknya. Bentuk dari Child abuse itu umumnya dilakukan dalam bentuk mengancam,
mengkritik, membentak, mengucilkan anak, memberi julukan negatif pada anak atau
mengejek (Videbeck, 2008).

Child abuse dapat terjadi setiap harinya di rumah. Rumah yang seharusnya
tempat paling aman dan tempat berlindung bagi anak tidak lagi menjadi nyaman.
Adanya pengertian yang salah dalam memandang anak, dimana anak masih saja
dipandang sebagai objek yang wajib menurut kepada orang tua. Padahal belum tentu
orang tua selamanya benar. Kebanyakan orangtua terlalu berharap pada anaknya dan
cenderung memaksa agar anak mau menuruti sepenuhnya keinginan mereka, jika
tidak maka anak akan mendapat hukuman. Hal inilah yang menjadikan alasan bagi
orang tua sering melakukan kekerasan pada anak. Disamping itu, bisa juga
dikarenakan riwayat orang tua yang dulunya dibesarkan dalam kekerasan sehingga
cenderung meniru pola asuh yang telah mereka dapatkan sebelumnya (Videbeck,
2008)..

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja tentang kekerasan seksual ?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tentang child abuse

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Pelecehan Seksual


Pelecehan seksual adalah bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan
secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran hingga
menimbulkan reaksi negatif: rasa malu, marah, tersinggung dan sebagainya pada diri
orang yang menjadi korban pelecehan. Pelecehan seksual terjadi ketika pelaku
mempunyai kekuasaan yang lebih dari pada korban. Kekuasaan dapat berupa posisi
pekerjaan yang lebih tinggi, kekuasaan ekonomi, "kekuasaan" jenis kelamin yang satu
terhadap jenis kelamin yang lain, jumlah personal yang lebih banyak, dsb.
Pelaku kekerasan seksual biasanya merupakan keluarga dekat, misalnya: teman
dekat, kekasih, saudara, ayah (tiri maupun kandung), guru, pemuka agama, atasan, dan
sebagainya. Menurut data statistik kejahatan seksual WHO 1993, 60-78% pelaku tindak
kekerasan seksual adalah orang yang dikenal korban. Dalam banyak kasus lainnya,
perkosaan dilakukan oleh orang-orang yang baru dikenal dan semula nampak sebagai
orang baik-baik yang menawarkan bantuan, misalnya mengantarkan korban ke suatu
tempat.
Hampir semua korban pelecehan seksual adalah perempuan tidak memandang
status sosial ekonomi, usia, ras, pendidikan, penampilan fisik, agama, dsb. Ada beberapa
pasal dalam Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat menjerat seseorang
pelaku pelecehan seksual: 1. Pencabulan pasal 289-296. 2. Penghubungan pencabulan
pasal 295-298 dan pasal 506. 3. Persetubuhan dengan wanita di bawah umur pasal 286-
288.
B. Pelecehan Dan Kekerasan Seksual Pada Anak
Menurut WHO (2004 dalam Lidya, 2009) kekerasan terhadap anak adalah suatu
tindakan penganiayaan pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual,
melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata
ataupun tidak dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat, atau
perkembangannya, tindakan kekerasan diperoleh dari orang yang bertanggung jawab,
dipercaya, atau berkuasa dalam perlindungan anak tersebut. Azevedo & Viviane
mengklasifikasikan bentuk kekerasan psikologis pada anak:
1. Kekerasan anak secara fisik

4
Kekerasan anak secara fisik adalah penyiksaan, pemukulan, dan penganiayaan
terhadap anak, dengan atau tanpa menggunakan benda-benda tertentu, yang
menimbulkan luka-luka fisik atau kematian kepada anak.
2. Kekerasan anak secara psikis
Kekerasan anak secara psikis meliputi penghardikkan, penyampaian kata-kata kasar
dan kotor, memperlihatkan buku, gambar atau film pornografi pada anak. Anak yang
mendapatkan perlakuan ini umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaftif,
seperti menarik diri, pemalu, menangis jika didekati, takut keluar rumah dan takut
bertemu orang lain.
3. Kekerasan anak secara seksual
Kekerasan anak secara seksual dapat berupa perlakuan prakontak seksual antara
anak dengan orang yang lebih besar (melalui kata, sentuhan, gambar visual,
exhibitionism), maupun perlakuan kontak seksual secara langsung antara anak
dengan orang dewasa (incest, perkosaan, eksploitasi seksual). Pemukulan pada
daerah “bokong” anak dapat menumbuhkan perasaan nikmat seksual secara dini.
Mereka tidak dapat mengerti mengenai perasaan tersebut. Selain itu anak korban
pemukulan merasa dirinya tidak berharga, karena terbiasa merasa sakit karena
pukulan, anak-anak ini akan mudah menyerahkan tubuhnya untuk diperlakukan
secara tidak senonoh setelah dewasa, sehingga ia mudah menjadi korban pelacuran.
4. Kekerasan anak secara sosial
Kekerasan anak secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi
anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang tua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak.
Sedangkan Eksploitasi anak menunjuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan
sewenang-wenang terhadap anak yang dilakukan keluarga atau masyarakat.

Contoh Kasus Pelecehan Seksual Yang Terjadi


pelecehan seksual menyebar di kalangan siswa SMP 4 di Jakarta Pusat.Video ini
berisi pemaksaan lima siswi SMP kepada rekannya wanitanya dan seorang laki-laki adik
kelasnya untuk beradegan seks. Kasus dugaan pelecehan ini muncul ketika salah seorang
siswi SMP di Jakarta Pusat membuat laporan di Polres Jakarta Pusat. Saat itu siswi kelas
IX itu mengaku dipaksa oleh salah orang temannya untuk melakukan seks oral kepada
adik kelasnya yang masih duduk di kelas VIII. Adegan tersebut disaksikan dan direkam
video oleh 5 orang perempuan lain yang juga merupakan teman seangkatan korban.
5
Korban bahkan diancam dengan menggunakan senjata tajam jika menolak permintaan
keenam temannya tersebut. Merasa terancam, korban terpaksa menuruti kemauan bejat
teman-temannya itu.
C. Dampak Dari Pelecehan Seksual
Banyak akibat yang ditimbulkan oleh kekerasan seksual. Sebagai remaja yang
masih berkembang, hal ini akan sangat membekas dan meninggalkan efek lama baik
secara fisik atau mental. Angka bunuh diri pada wanita yang mengalami kekerasan
seksual dari pria yang tinggal bersamanya 5 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita
yang tidak mengalami hal tersebut. Berbagai penyakit menular seksual dapat ditularkan
melalui kekerasan seksual.
Walaupun organ reproduksi remaja wanita sudah berkembang, kekerasan seksual
yang dialami mulai dari manipulasi organ seksual sampai pemerkosaan dapat melukai
organ reproduksi dan menimbulkan infeksi, penyakit organ reproduksi lainnya,
kehamilan yang tidak diinginkan bahkan aborsi. Rasa takut dan malu korban akibat
intimidasi dan budaya masyarakat menyebabkan tidak terdeteksinya penyakit dan
kehamilan sehingga kadang ditemukan dalam keadaan lanjut.
Problem kesehatan mental yang dihadapi oleh remaja putri yang mengalami
pelecehan dan kekerasan seksual bisa berupa depresi atau kecemasan yang berlangsung
lama, atau sindrom stress pasca trauma. Beberapa menunjukkan mekanisme mengingkari
dengan beralih pada alkohol atau obat terlarang untuk menghilangkan rasa sakit.
Kebanyakan dari mereka mengisolasi diri mereka dan menarik diri dari lingkungan.
D. Solusi Dalam Mencegah Kekerasan Dan Pelecehan Seksual
Cara-cara mencegah pelecehan seksual:
1. Pelajari persoalan pelecehan seksual.
2. Mampu bertindak asertif dan berani mengatakan tidak (menolak).
3. Menyebarkan informasi tentang pelecehan seksual.
4. Mau bertindak sebagai saksi.
5. Membantu korban.
6. Membentuk kelompok solidaritas.
7. Mengkampanyekan jaminan keamanan, khususnya bagi perempuan.
8. Mengkampanyekan penegakan hukum bagi hak-hak perempuan.

6
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL

A. PENGKAJIAN

Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami penganiayaan


seksual (sexual abuse) antara lain :

1. Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak dapat tidur atau tidur
berlebihan, mimpi buruk, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing, keletihan.

2. Integritas ego

a. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta ampun karena


tindakannya terhadap orang tua.

b. Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat)

c. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak berdaya

d. Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme pertahanan yang


paling dominan/menonjol)

e. Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap menunduk,
takut (terutama jika ada pelaku)

f. Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan finansial,


pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)

g. Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain

3. Eliminasi

a. Enuresisi, enkopresis.

b. Infeksi saluran kemih yang berulang.

c. Perubahan tonus sfingter.

4. Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia), makan
berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat badan yang sesuai .

5. Higiene

7
a. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca (penganiayaan
seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.

b. Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan kotor/tidak


terpelihara.

6. Neurosensori

a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau


pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia

b. Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran adanya


pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi/membuat
keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat waspada, cemas dan depresi.

c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan penyesalan


yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.

d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan koping


terbatas, kurang empati terhadap orang lain.

e. Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain : gelisah (korban


selamat).

f. Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi kepribadian ganda


(penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban inses dewasa)

g. Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda cedera eksternal

7. Nyeri atau ketidaknyamanan

a. Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual

b. Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis, spastik
kolon, sakit kepala)

8. Keamanan

a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air panas, rokok)
ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar, ruam/gatal di area

8
genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus
sfingter.

b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera internal.

c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam aktivitas


dengan risiko tinggi

d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang dapat menghindari
bahaya di dalam rumah

9. Seksualitas

a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi kompulsif,


permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang atau
melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang berlebihan tentang seks,
secara seksual menganiaya anak lain.

b. Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.

c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).

10. Interaksi sosial

Menarik diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang
responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan kritik,
penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian
prestasi di sekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.

9
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Menurut Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007) diagnosa keperawatan yang
dapat dirumuskan pada anak yang mengalami sexual abuse antara lain :

1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual


yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan
persetujuan pribadi seseorang

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah

3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang


tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera dengan tujuan
untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.

4. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut
terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak
yang tidak memuaskan

5. Gangguan harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif

7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik atau
umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan makna diri

8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang


berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku
anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jengka
waktu lama

9. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah tentang informasi.

10
C. INTERVENSI DAN RASIONAL

Menurut Videbeck (2008), Townsend (1998), dan Doenges et.al (2007), intervensi
keperawatan yang dapat dirumuskan untuk mengatasi diagnosa keperawatan diatas
antara lain :

1. Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual


yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan
persetujuan pribadi seseorang

Tujuan :

a. Tujuan jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi

b. Tujuan jangka panjang : anak akan mengalami resolusi berduka yang sehat,
memulai proses penyembuhan psikologis.

Intervensi:

a. Smith (1987) menghubungkan pentingnya mengkomunikasikan empat ucapan


berikut ini pada korban perkosaan : saya prihatin hal ini terjadi padamu, anda aman
disini, saya senang anda hidup, anda tidak bersalah. Anda adalah korban. Ini bukan
kesalahan anda. Apapun keputusan yang Anda buat pada saat pengorbanan adalah
hak seseorang karena anda hidup.

Rasional : Wanita tau anak yang telah diperkosa secara seksual takut terhadap
kehidupannya dan harus diyakinkan kembali keamanannya. Ia mungkin juga sangat
ragu-ragu dengan dirinya dan menyalahkan diri sendiri dan pernyataan-pernyataan
ini membangkitkan rasa percaya secara bertahap dan menumbuhkan kembali harga
diri anak

b. Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa


dilakukan. Pastikan bahwa pengumpulan data dilakukan dalam perawatan, cara tidak
menghakimi

Rasional : Untuk menurunkan ketakutan atau ansietas dan untuk meningkatkan rasa
percaya

11
c. Pastikan bahwa anak memiliki privasi yang adekuat untuk semua intervensi-
intervensi segera pasca krisis. Cobaan sedikit mungkin orang yang memberikan
perawatan segera atau mengumpulkan bukti segera.

Rasional : Anak pasca trauma sangat rentan. Penambahan orang dalam


lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini dan bertindak meningkatkan
ansietas

d. Dorong anak untuk menghitung jumlahs erangan kekerasan seksual. Dengarkan,


tetapi tidak menyelidiki

Rasional : Mendengarkan dengan tidak menghakimi memberikan kesempatan untuk


katarsis bahwa anak perlu memulai pemulihan. Jumlah yang rinci mungkin
dibutuhkan untuk tindak lanjut secara legal, dan seorang perawat sebagai pembela
anak dapat menolong untuk mengurangi trauma dari pengumpulan bukti

e. Diskusikan dengan anak siapa yang dapat dihubung untuk memberikan


dukungan atau bantuan. Berikan informasi tentang rujukan setelah perawatan

Rasional : Karena ansietas berat dan rasa takut, anak mungkin membutuhkan
bantuan dari orang lain selama periode segera pasca-krisis. Berikan informasi
rujukan tertulis untuk referensi selanjutnya (misalnya psikoterapi, klinik kesehatan
jiwa, kelompok pembela masyarakat)

2. Ketidakberdayaan berhubungan dengan harga diri rendah

Tujuan :

a. Tujuan jangka pendek : Anak mengenali dan menyatakan secara verbal pilihan-
pilihan yang tersedia dengan demikian merasakan beberapa kontrol terhadap situasi
kehidupan (dimensi waktu ditentukan secara individu)

b. Tujuan jangka panjang : Anak memperlihatkan kontrol situasi kehidupan


dengan membuat keputusan tentang apa yang harus dilakukan berkenaan dengan
hidup bersama siklus penganiyaan seksual (dimensi waktu ditentukan secara
individual)

Intervensi :

12
a. Dalam berkolaburasi dengan tim medis, pastikan bahwa semua cedera fisik,
fraktur, luka bakar mendapatkan perhatian segera, mengambiul foto jika anak
mengijinkan merupakan ide yang baik

Rasional : Keamanan anak merupakan prioritas keperawatan. Foto dapat digunakan


sebagai bukti jika tuntutan dilakukan

b. Bawa anak wanita tersebut ke dalam area yang pribadi untuk melakukan
wawancara

Rasional : Jika anak disertai dengan pria yang melakukan pelecehan seksual pada
anak, kemungkinan besar ia tidak jujur sepenuhnya tentang cederanya atau
pengalaman seksualnya

c. Jika seorang anak wantia datang sendiri atau berserta dengan orang tuanya,
pastikan tentang keselamatannya. Dorong untuk mendiskusikan peristiwa
pemerkosaan yang telah dilakukan. Tanyakan pertanyaan tentang apakah hal ini
telah terjadi sebelumnya. Jika pelaku kekerasan seksual minum obat bius, jika anak
tersebut memiliki tempat yang aman untuk pergi dan apakah ia berminat dalam
tuntutan yang mendesak

Rasional : Beberapa anak wanita berusaha untuk menyimpan rahasia tentang


bagimana cedera seksual yang dideritanya terjadi dalam usaha untuk melindungi
orang tuanya atau saudaranya atau karena mereka takut bahwa orang tuanya atau
saudaranya akan membunuh mereka jika menceritakan hal tersebut

d. Pastikan bahwa usaha-usaha menyelamatkan tidak diusahakan oleh perawat.


Berikan dukungan, tetapi ingat bahwa keputusan akhir harus dibuat oleh anak

Rasional : Membuat keputusan untuk dirinya sendiri memberikan rasa kontrol situasi
kehidupannya sendiri. Memberikan penilaian dan nasehat adalah tidak terapeutik

e. Tekankan pentingnya keamanan, smith (1987) menyarankan suatu pernyataan


seperti, ya itu telah terjadi. Sekarang ke mana anda ingin pergi dari sini ?. Burgess
(1990) menyatakan "Korban perlu dibuat sadar tentang berbagai sumber yang
tersedia untuk dirinya. Hal ini dapat mencakup hotline krisis, kelompok-kelompok
masyarakat untuk wanita dan anak yang pernah dianiaya secara seksual, tempat
perlindungan, berbagai tempat konseling.

13
Rasional : Pengetahuan tentang pilihan-pilihan yang tersedia dapat membantu
menurunkan rasa tidak berdaya dari korban, tetapi kewenangan yang sesungguhnya
datang hanya saat ia memilih untuk menggunakan pengetahuan itu bagi
keuntungannya sendiri.

3. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang


tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera dengan tujuan
untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.

Tujuan :

a. Tujuan jangka pendek : Anak akan mengembangkan hubungan saling percaya


dengan perawat dan melaporkan bagaimana tanda cedera terjadi (dimensi waktu
ditentukan secara individu)

b. Tujuan jangka panjang : Anak akan mendemonstrasikan perilaku yang konsisten


dengan usia tumbuh dan kembangnya.

Intervensi :

a. Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada anak. Buat catatan yang
teliti dari luka memarnya (dalam berbagai tahap penyembuhan), laserasi, dan
keluhan anak tentang area nyeri pada derah yang spesifik, misalnya kemaluan.
Jangan mengabaikan atau melalaikan kemungkinan penganiayaan seksual. Kaji
tanda nonverbal penganiayaan, perilaku agresif, rasa takut yang berlebihan,
hiperaktivitas hebat, apatis, menarik diri, perilaku yang tidaks esuai dengan usianya

Rasional : Suatu pemeriksaan fisik yang akurat dan seksama dibutuhkan agar
perawatan yang tepat dapat diberikan untuk pasien

b. Adakan wawancara yang dalam dengan orang tua atau orang dekat yang
menyertai anak. Pertimbangkan jika cidera dilaporkan sebagai suatu kecelakaan,
apakah penjelasan ini berlasan? Apakah cedera tersebut konsisten dengan penjelasan
yang diberikan? Apakah cedera tersebut konsisten dengan kemampuan
perkembangan anak ?

Rasional : Ketakutan terhadap hukuman penjara atau kehilangan kesempatan


memelihara anak mungkin menempatkan orang tua penyiksa pada sikap membela
diri. Ketidaksesuaian dapat ditandai dalam deskripsi kejadian, dan adanya usaha

14
untuk menutupu keterlibatan merupakan suatu pertahanan diri yang umum yang
dapat dilepaskan dalam suatu wawancara yang dalam.

c. Gunakan pertandingan atau terapi bermain untuk memperoleh rasa percaya


anak. Gunakan teknik-teknik ini untuk membantu dalam menjelaskan sisi lain dari
cerita anak tersebut

Rasional : Menetapkan hubungan saling percaya dengans eorang anak yang


teraniaya sangatlah sukar. Mereka mungkin tidak ingin untuk disentuh. Jenis-jenis
aktivitas bermain ini dapat memberikan suatu lingkungan yang tidak mengancam
yang dapat meningkatkan usaha anak untuk mendiskusikan masalah-masalah yang
menyakitkan ini

d. Tentukan apakah cedera yang dialami dibenarkan untuk dilaporkan kepada yang
berwenang. Undang-Undang negara yang spesifik harus masuk ke dalam keputusan
apakah ya atau tidak untuk melaporkan dugaan penganiayaan seksual anak.

Rasional : Suatu laporan (umumhya dibuat) jika ada alasan untuk mencurigai bahwa
seseorang anak telah dicederai sebagai suatu akibat penganiayaan seksual. Alasan
untuk mencirugai ditetapkan saat ada tanda-tanda ketidaksesuaian atau
ketidakkonsistenan dalam menjelaskan cedera pada anak. Kebanayakan negara
membutuhkan individu-individu berikut melaporkan kasus dari anak yang dicurigai
dianiaya seksual : semua pekerja kesehatan, semau terapis kesehatan jiwa, guru-
guru, pengasuh-pengasuh anak, pemadam kebakaran, anggota medis gawat darurat
dan anggota penyelenggara hukum. Laporan dibuat oleh Departemen Pelayanan
Sosial dan rehabiulitasi atau Badan penyelenggara Hukum.

4. Koping individu tidak efektif berhubungan dengankelainan fungsi dari system


keluarga dan perkembangan ego yang terlambat, serta penganiayaan dan pengabaian
anak

Tujuan :

a. Anak mengembangkan dan menggunakan keterampilan koping yang sesuai


dengan umur dan dapat diterima sosial dengan kriteria hasil :

b. Anak mampu menundakan pemuasan terhadap keinginannya, tanpa terpaksa


untuk menipulasi orang lain

15
c. Anak mampu mengekspresikan kemarahan dengan cara yang dapat diterima
secara sosial

d. Anak mampu mengungkapkan kemampuan-kemampuan koping alternative


yang dapat diterima secara sosial sesuai dengan gaya hidup dari yang ia rencanakan
untuk menggunakannya sebagai respons terhadap rasa frustasi

Intervensi:

a. Pastikan bahwa sasaran-sasarannya adalah realistis

Rasional : penting bagi anak untuk nmencapai sesuatu, maka rencana untuk
aktivitas-aktivitas di mana kemungkinan untuk sukses adalah mungkin. Sukses
meningkatkan harga diri

b. Sampaikan perhatian tanpa syarat pada anak

Rasional : Komunikasi dari pada penerimaan anda terhadapnya sebagai makhluk


hidup yang berguna dapat meningkatkan harga diri

c. Sediakan waktu bersama anak, keduanya pada saty ke satu basis dan pada
aktivitas-aktivitas kelompok

Rasional : Hal ini untuk menyampaikan pada anak bahwa anda merasa bahwa dia
berharga bagi waktu anda

d. Menemani anak dalam mengidentifikasi aspek-aspek positif diri dan dalam


mengembangkan rencana-rencana untuk merubah karakteristik yang dilihatnya
sebagai negatif

Rasional : identifikasi aspek-aspek positif anak dapat membantu mengembangkan


aspek positif sehingga mempunyai koping individu yang efektif

e. Bantu anak mengurangi penggunaan penyangkalan sebagai suatu mekanisme


sikap defensif. Memberikan bantuan yang positif bagi identifikasi masalah dan
pengembangan dari perilaku-perilaku koping yang lebih adaptif

Rasional : Penguatan positif membantu meningkatkan harga diri dan meningkatkan


penggunaan perilaku-perilaku yang dapat diterima oleh anak

16
f. Memberi dorongan dan dukungan kepada anak dalam menghadapi rasa takut
terhadap kegagalan dengan mengikuti aktivitas-aktivitas terapi dan melaksanakan
tugas-tugas baru. Beri pangakuan tentang kerja keras yang berhasil dan penguatan
positif bagi usaha-usaha yang dilakukan

Rasional : Pengakuan dan penguatan positif meningkatkan harga diri

5. Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut
terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak
yang tidak memuaskan

Tujuan :

Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang, sebagaimana


yang ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak perilaku yang tidak
mampu dalam memberi respons terhadap stres.

Intervensi :

a. Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di dalam


berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus

Rasional : Kejujuran, ketersediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan pada


hubungan anak dengan staf atau perawat

b. Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan


pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan dengan
musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok

Rasional : tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan manfaat bagi
anak melalui aktivitas-aktivitas fisik

c. Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya dan


untuk mengenali sensiri perasaan-perasaan tersebut padanya

Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah – masalah


emosi dengan ansietas mereka. Gunakan mekanisme - mekanisme pertahanan
projeksi dan pemibdahan yang dilebih-lebihkan

d. Perawat harus mempertahankan suasana tentang

17
Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain

e. Tawarkan bantuan pada wajtu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan


kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis

Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan

f. Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberaoa anak. Bagaimanapun juga


anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya

Rasional : sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan kecurigaan pada


beberapa individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan sebagai suatu agresi

g. Dengan berkurangnya ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa –


peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons - respons
alternatif pada kejadian selanjutnyta

Rasional : Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk penanganan


yang lebih berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi

h. Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang diperintahkan.


Kaji untuk keefektifitasannya, dan beri petunjuk kepada anak mengenai
kemungkinan efek-efek samping yang memberi pengaruh berlawanan

Rasional : Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam, klordiasepoksida,


alprazolam) memberikan perasaan lega terhadap efek - efek yang tidak berjalan dari
ansietas dan mempermudah kerjasama anak dengan terapi

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ansietas dan hiperaktif

Tujuan :

a. Anak mampu untuk mencapai tidur tidak terganggu selama 6 sampai 7 jam
setiap malam dengan kriteria hasil:

b. Anak mengungkapkan tidak adanya gangguan-gangguan pada waktu tidur

c. Tidak ada gangguan-gangguan yang dialami oleh perawat

d. Anak mampu untuk mulai tidur dalam 30 menit dan tidur selama 6 sampai 7 jam
tanpa terbangun

18
Intervensi :

a. Amati pola tidur anak, catat keadaan-keadaan yang menganggu tidur

Rasional : Masalah harus diidentifikasi sebelum bantuan dapat diberikan

b. Kaji gangguan-gangguan pola tidur yang berlangsung berhubungan dengan rasa


takut dan ansietas-ansietas tertentu

Rasional : Ansietas yang dirasakan oleh anak dapat mengganggu pola tidur anak
sehingga perlu diidentifikasi penyebabnya

c. Duduk dengan anak sampai dia tertidur

Rasional : kehadiran seseorang yang dipercaya akan memberikan rasa aman

d. Pastikan bahwa makanan dan minuman yang mengandung kafein dihilangkan


dari diet anak

Rasional : Kafein adalah stimulan SSP yang dapat mengganggu tidur

e. Berikan sarana perawatan yang membantu tidur (misalnya : gosok punggung,


latihan gerak relaksasi dengan musik lembut, susu hangat dan mandi air hangat)

Rasional : Sarana-sarana ini meningkatkan relaksasi dan membuat bisa tidur

f. Buat jam-jam tidur yang rutin, hindari terjadinya penyimpangan dari jadwal ini

Rasional : Tubuh memberikan reaksi menyesuaikan kepada suatu siklus rutin dari
istirahat dan aktivitas

g. Beri jaminan ketersediaan kepada anak jika dia terbangun pada malam hari dan
dalam keadaan ketakutan

Rasional : Kehadiran seseorang yang dipercaya memberikan rasa aman

7. Koping defensif berhubungan dengan harga diri rendah, kurang umpan balik atau
umpan balik negatif yang berulang yang mengakibatkan penurunan makna diri

Tujuan :

19
a. Anak akan mendemonstrasikan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang
lain tanpa menjadi defensif, perilaku merasionalisasi atau mengekspresikan pikiran
waham kebesaran dengan kriteria hasil :

b. Anak mengungkapkan dan menerima tanggung jawab terhadap perilakunya


sendiri

c. Anak mengungkapkan korelasi antara perasaan-perasaan ketidakseimbangan


dan keperluan untuk mempertahankan ego melalui rasionalisasi dan kemuliaan

d. Anak tidak menertawakan atau mengkritik orang lain

e. Anak berinteraksi dengan orang lain dengan situasi-situasi kelompok tanpa


bersikap defensif

Intervensi :

a. Kenali dan dukung kekuatan-kekuatan ego dasar

Rasional : memfokuskan pada spek-aspek positif dari kepribadian dapat membantu


untuk memperbaiki konsep diri

b. Beri semangat kepada anak untuk menteahui dan mengungkapkan dan


bagaimana perasaan ini menimbulkan perilaku defensif, seperti menyalahkan oprang
lain karena prilakunya sendiri

Rasional : Pengenalan masalah adalah langkah pertama pada proses perubahan ke


arah resolusi

c. Berikan segera sebenarnya umpan balik yang tidaj mengancam untuk perilaku-
perilaku yang tidak dapat diterima

Rasional : Anak mungkin kurang pengetahuan tentang bagaiamna dia diterima oleh
orang lain. Berikan informasi ini dengan cara yang tidak mengancam dapat
membantu untuk mengeliminasi perilaku yang tidak diinginkan

d. Bantu anak untuk mengidentifikasi situasi-situasi yang menimbulkan sifat


defensif dan praktik bermain peran dengan respons-respons yang lebih sesuai

Rasional : Bermain peran memberikan percaya diri untuk menghadapi situasi-situasi


yang sulit jika hal-hal tersebut benar-benar terjadi

20
e. Berikan dengans egera umpan balik positif bagi perilaku-perilaku yang dapat
diterima

Rasional : Umpan balik positif meningkatkan harga diri dan memberi semangat
untuk mengulangi perilaku-perilaku yang diinginkan

f. Membantu anak untu menetapkan sasaran-sasaran yang realistis, konkret dan


memerlukan tindakan-tindakan yang cocok untuk mencapai sasaransasaran ini

Rasional : Keberhasilan akan meningkatkan harga diri

g. Evaluasi dengan anak keefektifan perilaku-perilaku yang baru dan diskusikan


adanya perubahan untuk perbaikan

Rasional : Karena keterbatasan kemampuan untuk memecahkan masalah, bantuan


mungkin diperlukan untuk menetapkan kembali dan mengembangkan strategi baru,
pada keadaan di mana metode-metode koping baru tertentu terbukti tidak efektif

8. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang


berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku
anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jangka
waktu lama

Tujuan :

a. Orang tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan


efektif dalam berespons perilaku anak dengan kriteria hasil :

b. Mengungkatkan dan mengatasi perilaku negatif pada anak

c. Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan

Intervensi :

a. Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan anak dan
teknik menjadi orang tua yang efektif

Rasional : Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan keefektifan


peran orang tua

b. Dorong individu untuk mengungkapkan perasaan secara verbal dan menggali


alternatif cara berhubungan dengan anak
21
Rasional : Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam mengembangkan
strategi koping

c. Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang efektif

Rasional : Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan mendorong


kontinuitas upaya

d. Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan interaksi


keluarga yang lebih efektif

Rasional : Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan tindakan


lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut

e. Libatkan dalam konseling keluarga

Rasional : terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang


memengaruhi seluruh struktur keluarga. Gangguan pada salah satu anggota keluarga
akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga

f. Rujuk pada sumber komunitas esuai indikasi, termasuk kelompok pendukung


orang tua, kelas menjadi orang tua

Rasional : mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan kepercayaan diri


dan keefektifan orang tua. Pemberian model peran atau harapan untuk masa depan

9. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, perawatan diri dan kebutuhan terapi
berhubungan dengan kurang sumber informasi, interpretasi yang salah tentang informasi

Tujuan :

a. Mengungkapkan secara verbal pemahaman tentang penyebab masalah perilaku,


perlunya terapi dalam kemampuan perkembangan dengan kriteria hasil :

b. Berpartisipasi dalam pembelajaran dan m,ulai bertanya dan mencari informasi


secara mandiri

c. Mencapai tujuan kognitif yang konsisten sesuai tingkat temperamen

Intervensi :

22
a. Berikan lingkungan yang tenang, ruang kelas berisi dirinya sendiri, aktivitas
kelompok kecil. Hindari tempat yang terlalu banyak stimulasi, seperti bus sekolah,
kafetaria yang ramai, aula yang ramai

Rasional : Perbedaan dalam stimulasi lingkungan dapat menurunkan distraktibilitas.


Kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan untuk tepat pada tugas dan
membantu klien mempelajari interaksi yang tepat dengan orang lain, menghindari
rasa terisolasi

b. Beri materi petunjuk format tertulis dan lisan dengan penjelasan langkah demi
langkah

Rasional : Keterampilan belajar yang terurut akan meningkat. Mengajarkan anak


keterampilan pemecahan masalah, mempraktikkan contoh situasional. Keterampilan
efektif dapat meningkatkan tingkat prestasi

c. Ajarkan anak dan keluarga tentang penggunaan psikostimulan dan antisipasi


respons perilaku

Rasional : penggunaan psikostimulan mungkin tidak mengakibatkan perbaikan


kenaikan kelas tanpa perubahan pada ketrampilan studi anak

d. Koordinasi seluruh rencana terapi dengan sekolah personel sederajat, anak, dan
keluarga

Rasional : keefektifan kognitif paling mungkin meningkat ketika terapi tidak


terfragmentasi, juga tidak terlewatkannya intervensi signifikan karena kurangnya
komunikasi interdisiplin.

23
D. DISCHARGE PLANNING

Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan
penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain:

1. Anak tidak mengalami ansietas panik lagi.

2. Anak mendemonstrasikan derajat percaya kepada perawat primer.

3. Anak menerima perhatian dengan segera terhadap cedera fisiknya.

4. Anak memulai perilaku yang konsisten terhadap respons berduka.

5. Anak mendapatkan perhatian segera untuk cedera fisiknya jika ada.

6. Anak menyatakan secara verbal jaminan keamanannya dengan segera.

7. Anak mendiskusikan situasi kehidupannya dengan perawat primer.

8. Anak mampu menyatakan secara verbal pilihan –pilihan yang tersedia untuk dirinya
yang dari hal ini ia menerima bantuan.

9. Anak mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui


mendiskusikan perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain.

10. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam perilaku agresif.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Emotional abuse (kekerasan emosional) yang biasanya juga lebih sering


disebut dengan kekerasan verbal paling banyak di dapat oleh anak-anak dari orang tua
mereka. Bahkan tanpa disadari, orang tua setiap hari melakukan Child abuse pada
anaknya. Bentuk dari Child abuse itu umumnya dilakukan dalam bentuk mengancam,
mengkritik, membentak, mengucilkan anak, memberi julukan negatif pada anak atau
mengejek.

Kekerasan yang dialami oleh anak dapat berdampak pada fisik maupun
psikologis. Namun, Child abuse biasanya tidak berdampak secara fisik kepada anak,
tetapi dapat merusak anak beberapa tahun kedepan.

3.2 Saran

Pentingnya peran orangtua khususnya peran ibu dalam membimbing dan mendidik

anak sejak lahir sampai dewasa khususnya dalam hal beretika dan susila untuk bertingkah

laku yang baik. Peran ibu selaku orang tua bertanggungjawab menjaga dan

memperhatikan kebutuhan anak, mengelola kehidupan rumah tangga, memikirkan

keadaan ekonomi dan makanan anak-anaknya, memberi teladan akhlak, serta

mencurahkan kasih sayang bagi kebahagian dan tumbuh kembang anak

25
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat. 2005. Psikologi perkembangan anak. Jakarta : EGC


Komnas Perlindungan Anak (2006). Kekerasan anak di Indonesia. diakses 22 Januari 2016
Marta. 2008. Bentuk-bentuk Child abuse . http://www.marta.blogspot.com, diakses 23
Januari 2016
Muaris. 2006. Pengertian balita. http://www.muaris.blogspot.com, diakses 20 Januari 2016
Potter, Patricia A. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan volume I. Jakarta : EGC
Soetjiningsih. 2010. Tumbuh kembang anak. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran : EGC
UNICEF. 2014. Data kekerasan pada anak. http://www.unicef.co.id, diakses 21 Januari
2016.
Vedebeck. 2008. Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta : Penerbit buku kedokteran
Wicaksana. 2008. Mereka bilang aku sakit jiwa refleksi kasus-kasus psikiatri dan
problematika kesehatan jiwa di Indonesia.Yogyakarta : Kanisius.
Wong. Donna L. 2013. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC
Yani S. Achir. 2008. Asuhan keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta : EGC

26

Anda mungkin juga menyukai