Menurut Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan
merendahkan, menghina, melecehkan, dan/ atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi
reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat
atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu
kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi
dengan aman dan optimal.
Respon Universitas Islam Sultan Agung sebagai kampus islam yang sudah mempunyai
reputasi sampai kancah internsional tentunta mempunyai cara tersendiri dalam merespon
tindakan kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi, untuk itu, Universitas Islam
Sultan Agung (Unissula) sudah ditetapkan bahwa tugas utama pendidikan adalah
melahirkan “Generasi Khaira Ummah” yakni generasi terbaik yang Allah potensikan
mampu memimpin dunia. Untuk melahirkan generasi sebagaimana tersebut, maka secara
operasional pendidikan adalah mendidik manusia taqwa, berilmu tinggi dan berjama’ah
melalui strategi Budaya Akademik Islami (BudAI).
Strategi pendidikan di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) dirumuskan dengan
nama Budaya Akademik Islami (BudAI) yang pada intinya berisi penguatan ruhiyah dan
penguatan Iptek. Adapun penguatan ruhiyah adalah penguatan akidah, ibadah dan akhlak
yang dikemas dalam gerakan pembudayaan yang meliputi gerakan shalat berjama’ah,
gerakan berbusana Islami, gerakan thaharah, gerakan keteladanan, gerakan keramahan
Islami, dan gerakan kualitas hidup. Sedangkan penguatan Iptek terdiri atas semangat
iqra’, mengembangkan Iptek atas dasar nilai-nilai Islam, Islamic Learning Society, dan
apresiasi Iptek, hal ini secara holistik sudah mencegah terjadinya celah tindak pidana
kekerasan seksual di perguruan tinggi karena universitas Islam Sultan Agung sendiri
menerapkan sarana preventif karena untuk segala hal yang dilarang dalam Al Quran
harus di cegah dan dilarang.
Universitas Islam Sultan Agung juga memiliki peraturan internal ada beberapa peraturan,
misalnya peraturan kepegawaian, akademin dan Kemahasiswaan. Berkaitan dengan
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, yaitu tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual (PPKS) itu sendiri melengkapi peraturan-peraturan yg telah ada di
Universitas Islam Sultan Agung. Namun dg munculnya aturan tersebut telah dibentuk
team yg diketuai oleh Lembaga pengembangan pembelajaran dan penjaminan mutu
bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni untuk
membuat dasar aturan di tingkat Universitas dan atau organisasi mahasiswa. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk bisa memberikan pelayanan maupun perlindungan yang baik
bagi mahasiswa. Salah satu caranya adalah dengan memberikan layanan konseling atau
coaching. Segala bentuk kekerasan, pelecehan, penghinaan, merendahkan sesama orang
adalah perbuatan yg bertentangan dengan etika, norma dan akhlak. Oleh karenanya
perlunya pemahaman tentang Agama yang baik perlu selalu ditingkatkan kepada
mahasiswa, tendik maupun dosen.Dengan pemahaman agama yg baik, mahasiswa akan
berpakaian sopan sesuai ketentuan syariat dan juga akan menjaga pergaulannya secara
Islami. Begitu juga dengan tenagan pendidik dan dosen akan akan menghindari misalnya
bimbingan dengan selain jenis di ruangan yg hanya berdua.
Namun apabila terdapat kasus kekerasan seksual di Universitas Islam Sultan Agung,
Penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada civitas akademik
Universitas Islam Sultan Agung dilakukan dan dikoordinasikan oleh bagian Lembaga
Pengembangan Kemahsasiswaan dan Alumni selaku bidang yang memiliki tugas untuk
memberikan pengayoman dan pemantauan terhadap seluruh aktifitas mahasiswa :1
1) Menyediakan ruang aman dan nyaman bagi penyintas maupun saksi untuk melaporkan
kasus kekerasan seksual yang terjadi melalui berbagai mekanisme, termasuk hotline.
2) Melakukan dokumentasi dan verifikasi atas laporan kasus kekerasan seksual yang
terjadi.
3) Melakukan assessment terhadap kebutuhan penyintas dan membantu penyintas
mengakses layanan darurat dalam kondisi-kondisi genting.
4) Menindaklanjuti laporan kasus kekerasan seksual bersama dengan kemahasiswaan,
stakeholder, dan tim investigasi ad hoc yang dibentuk oleh bagian kemahasiswaan ;
5) Memberikan, mengoordinasikan, dan/atau memantau pemberian layanan perlindungan
dan pemulihan bagi penyintas dan/atau saksi. Perlindungan adalah seluruh upaya yang
dilakukan guna memberikan rasa aman kepada penyintas dan/atau saksi, sementara
pemulihan adalah seluruh upaya pendampingan yang diberikan guna mendukung
penyintas dalam mencari penyelesaian atas kasusnya dan pemenuhan atas hak-haknya,
serta dalam mengupayakan kehidupan yang sejahtera dan bermartabat. Pendampingan
yang dimaksud mencakup layanan medis dan psikologis, pendampingan akademik,
serta bantuan hukum.
6) Memberikan, mengoordinasikan, dan/atau memantau proses implementasi sanksi
dan/atau langkah-langkah rehabilitasi bagi pelaku kekerasan
7) Melakukan, mengoordinasikan, dan/atau memantau upaya-upaya pencegahan
kekerasan seksual di lingkungan kampus universitas Islam Sultan Agung. Pencegahan
adalah segala upaya nirkekerasan yang dilakukan untuk mencegah supaya kekerasan
seksual tidak terjadi, tidak meningkat intensitasnya, dan/atau tidak terulang kembali.
Universitas Islam Sultan Agung memberikan layanan pertama yang diberikan sesegera
mungkin pada penyintas guna merespon kondisi darurat. Kekerasan seksual adalah
peristiwa traumatik yang berpotensi menimbulkan luka fisik maupun psikis pada diri
penyintas. Tanpa respon yang tepat, trauma akibat kekerasan seksual dapat memberikan
dampak jangka panjang bagi kualitas hidup penyintas. Karenanya Lembaga
pemgembangan kemahasiswaan dan alumni universitas Islam Sultan Agung perlu
memiliki mekanisme tanggap darurat guna memastikan keselamatan penyintas, baik
secara fisik maupun psikis, mencegah dampak yang lebih merugikan penyintas, serta
memastikan terpenuhinya hak-hak dasar penyintas.
1
Hasil Wawancara dengan M Qomarudin selaku wakli rector III bagian kemahasiswaan Universitas Islam
Sultan Agung pada 12 Juni 2023
B. Kendala dan Solusi Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Di Lingkungan Perguruan Tinggi
Kekerasan seksual merupakan bentuk hubungan seksual yang dipaksakan. Oleh karena
itu, hal tersebut merupakan manifestasi dari perilaku seksual yang menyimpang dan tidak
pantas dilakukan yang dapat mengakibatkan kerugian dan merusak ketentraman bersama.
Menurut M. Qomarudin selaku wakil rektor III yang menanungi bagian kemahasiswaan
Universitas Islam Sultan Agung kendala implementasi pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi adalah :2
3
Dzeich & Weiner , The Lecherous Professor: Sexual Harassment on Campus, Harvard, 2010, hlm 76
2) Budaya Victim Blaming.
Victim blaming adalah suatu bentuk sikap menyalahkan perempuan atas kekerasan
seksual yang mereka alami. Gejala ini ditandai dengan kecenderungan memihak para
pelaku. Masyarakat juga lebih banyak mendengarkan cerita versi pelaku. Ketika
menyalahkan korban, masyarakat terbiasa menuduh perempuan ikut bertanggung
jawab atas kekerasan seksual yang terjadi pada dirinya. Misalnya mereka bilang kasus
itu bisa terjadi karena perempuannya mengenakan rok pendek, keluar malam
sendirian, dan lain-lain. Mereka juga cenderung memberikan toleransi pada pelaku
sehingga memungkinkan mereka untuk lepas dari hukuman.
Menurut sebagian besar orang, kekerasan seksual di kampus adalah hal yang tabu
untuk dibicarakan. Dengan hal itu, pihak kampus menganggap masalah ini sebagai
masalah internal antara pelaku dan korban. Maka dari itu, banyak korban yang
melaporkan kasus pelecehan seksual secara publik.
Hal ini membuat kasus pelecehan seksual di kampus seakan-akan fenomena gunung
es, yakni apa yang ada di permukaan belum tentu mencerminkan jumlah kasus
sebenarnya. Maka dari itu, Kawan mungkin sering membaca beberapa kasus
pelecehan seksual di kampus. Namun, berita yang dilaporkan tersebut cenderung
terbatas.