Anda di halaman 1dari 8

Simulasi Anita:

1. Mengapa Sdri memilih melakukan penelitian skripsi dengan judul Implementasi


Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi?
Bahwa saya tertarik melakukan penelitian ini dilatarbelakangi Negara Indonesia
adalah negara hukum, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan
dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus
berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Termasuk dalam hal
Perlindungan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi telah diatur dalam
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dan
Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dipandang sebagai suatu langkah
yang progresif oleh sejumlah pihak di tengah keresahan akan tingginya kekerasan seksual di
lingkup perguruan tinggi. Namun meski telah diaturnya berbagai regulasi terkait kekerasan
seksual, namun kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi kian
mencuat. Satu demi satu terungkap kasus yang terjadi di beberapa perguruan tinggi di
Indonesia. Merujuk pada survei yang dilakukan Kemendikbud pada 2020, sebanyak 77%
dosen di Indonesia mengatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di perguruan tinggi.
Akan tetapi, 63% di antaranya tidak melaporkan kejadian itu karena khawatir terhadap
stigma negatif. Selain itu, data Komisi Nasional Perempuan menunjukkan terdapat 27%
aduan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi, berdasarkan laporan yang dirilis pada
Oktober 2020. Beberapa kampus meresponnya dengan baik serta merumuskan sejumlah
peraturan dalam rangka melakukan pencegahan dan penanganan terhadap kasus-kasus
kekerasan seksual. Akan tetapi banyak pula kampus yang diam, bahkan meredam isu
kekerasan seksual yang terjadi dengan alasan atas nama baik kampus. Bahwa menurut
pandangan hukum Islam tentang kekerasan seksual ini memang tidak ada hukum yang
mengatur secara jelas dalam ayat al quran maupun hadist. Dalam al-Qur’an hanya
menjelaskan tentang zina. Dalam hukum Islam dilarang untuk bersentuhan dengan lain jenis
yang bukan muhrim nya. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan
Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi ”

2. Bagaimana rumusan masalah dan tujuan penelitian Saudari?


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana implementasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan
perguruan tinggi?
2. Apa kendala dan solusi implementasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di
lingkungan perguruan tinggi ?
Kemudian adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk Mengetahu implementasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di
lingkungan perguruan tinggi.
2. Untuk Mengetahui kendala dan solusi implementasi dalam penanganan kekerasan seksual
di lingkungan perguruan tinggi.

3. Jelaskan metode penelitian yang Saudari gunakan dalam penelitian ini?


Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti oleh penulis, metode pendekatan menggunakan
metode yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah penelitian hukum mengenai
pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Singkatnya metode pendekatan
yuridis sosiolgis adalah metode pendekatan untuk melakukan penelitian hukum mengenai
pelaksanaan/ implementasi aturan hukum terkait kekerasan seksual di masyarakat.

Sumber data dalam penelitian ini adalah:


1. Data primer
Data primer adalah data tentang utama yang didapatkan melalui penelitian yang dilakuka
n langsung kepada sumber utama data melalui penelitian di lapangan.
2. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui perpustakaan, dengan menelaah Undan
g-Undang tentang pendaftaran tanah, buku-buku literatur, majalah-majalah yang ada kait
annya dengan masalah yang akan diteliti.
Teknik yang digunakan oleh penulis dalam melakukan pengumpulan data untuk mencari
informasi penilitian ini adalah:
1. Wawancara.
saya melakukan penelitian langsung berlokasi universitas sultan agung dengan
mewawancarai bapak hj Muhammad Qomaruddin S.T.M.Sc Ph.D Selaku wakil 3 rektor
unisula
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tatap muka dan tanya jawab
langsung antara peneliti dengan narasumber. Untuk mendapatkan jawaban dari apa yang
dipermasalahkan dalam penelitian ini.
2. Studi Kepustakaan
Dalam teknik pengumpulan data sekuder perlu dilakukan dengan cara mengkaji,
membaca serta menganlisis bahan hukum maupun literatur lainnya yang berkaitan
dengan penilitian ini. Perolehan data dapat diambil dari perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Islam Sultan Agung, Perpustakaan Pusat Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, Jurnal Online, dan beberapa tempat maupun referensi lain yang bisa
didapatkan.
4. Bagaimana hasil penelitian yang telah Saudari lakukan?

A. Implementasi Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Seksual Di Lingkungan


Perguruan Tinggi
Perguruan tinggi merupakan lembaga ilmiah yang memiliki tugas menyelenggarakan
pendidikan dan pengajaran serta memberikan pendidikan dan pengajaran berdasarkan
kebudayaan kebangsaan Indonesia secara ilmiah. Namun saat ini, kasus kekerasan
seksual semakin marak dan semakin memprihatinkan. Peristiwa kekerasan seksual di
Indonesia menjadi fenomena gunung es. Mirisnya lagi, kekerasan seksual seringkali
terjadi di tempat menimba ilmu seperti sekolah, kampus dan pondok pesantren.
Kekerasan seksual dapat terjadi karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan rape
culture. Ketimpangan relasi kuasa terkait dengan pihak yang memiliki kewenangan
dipandang memiliki peluang untuk menyalahgunakan kekuasannya untuk melakukan
kekerasan seksual terhadap orang yang dipandang lemah atau dibawah pengawasannya.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan dan Anak (SIMFONI PPPA)
Kementerian PPPA, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan pada periode 1 Januari
2022 hingga 21 Februari 2022 tercatat sebanyak 1.411 kasus di institusi pendidikan dan
jumlah tertinggi dalam kasus ini terjadi di perguruan tinggi.

Menurut Permendikbud No. 30 Tahun 2021 Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan
merendahkan, menghina, melecehkan, dan/ atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi
reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat
atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu
kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi
dengan aman dan optimal.

Lalu bagaimana implementasi pencegahan dan penanganan kekerasa seksual di


lingkungan perguruan tinggi khususnya di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula)
sebagai lokasi penelitian dari peneliti.

Respon Universitas Islam Sultan Agung sebagai kampus islam yang sudah mempunyai
reputasi sampai kancah internsional tentunta mempunyai cara tersendiri dalam merespon
tindakan kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi, untuk itu, Universitas Islam
Sultan Agung (Unissula) sudah ditetapkan bahwa tugas utama pendidikan adalah
melahirkan “Generasi Khaira Ummah” yakni generasi terbaik yang Allah potensikan
mampu memimpin dunia. Untuk melahirkan generasi sebagaimana tersebut, maka secara
operasional pendidikan adalah mendidik manusia taqwa, berilmu tinggi dan berjama’ah
melalui strategi Budaya Akademik Islami (BudAI).
Strategi pendidikan di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) dirumuskan dengan
nama Budaya Akademik Islami (BudAI) yang pada intinya berisi  penguatan ruhiyah dan
penguatan Iptek. Adapun penguatan ruhiyah adalah penguatan akidah, ibadah dan akhlak
yang dikemas dalam gerakan pembudayaan yang meliputi gerakan shalat berjama’ah,
gerakan berbusana Islami, gerakan thaharah, gerakan keteladanan, gerakan keramahan
Islami, dan gerakan kualitas hidup. Sedangkan penguatan Iptek terdiri atas semangat
iqra’, mengembangkan Iptek atas dasar nilai-nilai Islam, Islamic Learning Society, dan
apresiasi Iptek, hal ini secara holistik sudah mencegah terjadinya celah tindak pidana
kekerasan seksual di perguruan tinggi karena universitas Islam Sultan Agung sendiri
menerapkan sarana preventif karena untuk segala hal yang dilarang dalam Al Quran
harus di cegah dan dilarang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan M. Qomarudin selaku wakil rektor 3 universitas


Islam Sultan Agung yang membidangi bagian kemahsiswaaan selama ini belum pernah
ada laporan berkaitan dengan tindak pidana kekerasan seksualyang terjadi di Universitas
Islam Sultan Agung, namun sampai saat ini belum ada lembaga khusus yang menjadi
wadah atau tempat apabila melakukan pengaduan jika ada korban kekerasan seksual di
Universitas Islam Sultan Agung, namun jika ada kejadian bisa dilaporkan ke Lembaga
Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni atau langsung ke wakil rector bidang
kemahasiswaan. Namun menurut M. Qomarudin Sudah pernah digagas untuk
membentuk Lembaga khusus yang diketuai oleh LP3M bekerja dengan Lembaga
Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni Dengan melakukan sosialisasi dan pelatihan
BUDAI untuk mahasiswa dan Sivitas Akademika UNISSULA. Perlu diketuai di BUDAI
ada gerakan berbusana islami dan Pergaulan Islami. Kalau hal tersebut bisa dipahami
oleh semua mahasiswa dan dosen insyaallah tdk akan terjadi kekerasan seksual di
Universitas Islam Sultan Agung.

Universitas Islam Sultan Agung juga memiliki peraturan internal ada beberapa peraturan,
misalnya peraturan kepegawaian, akademin dan Kemahasiswaan. Berkaitan dengan
Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, yaitu tentang Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan Seksual (PPKS) itu sendiri melengkapi peraturan-peraturan yg telah ada di
Universitas Islam Sultan Agung. Namun dg munculnya aturan tersebut telah dibentuk
team yg diketuai oleh Lembaga pengembangan pembelajaran dan penjaminan mutu
bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Kemahasiswaan dan Alumni untuk
membuat dasar aturan di tingkat Universitas dan atau organisasi mahasiswa. Salah satu
upaya yang dilakukan untuk bisa memberikan pelayanan maupun perlindungan yang baik
bagi mahasiswa. Salah satu caranya adalah dengan memberikan layanan konseling atau
coaching. Segala bentuk kekerasan, pelecehan, penghinaan, merendahkan sesama orang
adalah perbuatan yg bertentangan dengan etika, norma dan akhlak. Oleh karenanya
perlunya pemahaman tentang Agama yang baik perlu selalu ditingkatkan kepada
mahasiswa, tendik maupun dosen.Dengan pemahaman agama yg baik, mahasiswa akan
berpakaian sopan sesuai ketentuan syariat dan juga akan menjaga pergaulannya secara
Islami. Begitu juga dengan tenagan pendidik dan dosen akan akan menghindari misalnya
bimbingan dengan selain jenis di ruangan yg hanya berdua.
Namun apabila terdapat kasus kekerasan seksual di Universitas Islam Sultan Agung,
Penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual yang terjadi pada civitas akademik
Universitas Islam Sultan Agung dilakukan dan dikoordinasikan oleh bagian Lembaga
Pengembangan Kemahsasiswaan dan Alumni selaku bidang yang memiliki tugas untuk
memberikan pengayoman dan pemantauan terhadap seluruh aktifitas mahasiswa :1
1) Menyediakan ruang aman dan nyaman bagi penyintas maupun saksi untuk melaporkan
kasus kekerasan seksual yang terjadi melalui berbagai mekanisme, termasuk hotline.
2) Melakukan dokumentasi dan verifikasi atas laporan kasus kekerasan seksual yang
terjadi.
3) Melakukan assessment terhadap kebutuhan penyintas dan membantu penyintas
mengakses layanan darurat dalam kondisi-kondisi genting.
4) Menindaklanjuti laporan kasus kekerasan seksual bersama dengan kemahasiswaan,
stakeholder, dan tim investigasi ad hoc yang dibentuk oleh bagian kemahasiswaan ;
5) Memberikan, mengoordinasikan, dan/atau memantau pemberian layanan perlindungan
dan pemulihan bagi penyintas dan/atau saksi. Perlindungan adalah seluruh upaya yang
dilakukan guna memberikan rasa aman kepada penyintas dan/atau saksi, sementara
pemulihan adalah seluruh upaya pendampingan yang diberikan guna mendukung
penyintas dalam mencari penyelesaian atas kasusnya dan pemenuhan atas hak-haknya,
serta dalam mengupayakan kehidupan yang sejahtera dan bermartabat. Pendampingan
yang dimaksud mencakup layanan medis dan psikologis, pendampingan akademik,
serta bantuan hukum.
6) Memberikan, mengoordinasikan, dan/atau memantau proses implementasi sanksi
dan/atau langkah-langkah rehabilitasi bagi pelaku kekerasan
7) Melakukan, mengoordinasikan, dan/atau memantau upaya-upaya pencegahan
kekerasan seksual di lingkungan kampus universitas Islam Sultan Agung. Pencegahan
adalah segala upaya nirkekerasan yang dilakukan untuk mencegah supaya kekerasan
seksual tidak terjadi, tidak meningkat intensitasnya, dan/atau tidak terulang kembali.

Universitas Islam Sultan Agung memberikan layanan pertama yang diberikan sesegera
mungkin pada penyintas guna merespon kondisi darurat. Kekerasan seksual adalah
peristiwa traumatik yang berpotensi menimbulkan luka fisik maupun psikis pada diri
penyintas. Tanpa respon yang tepat, trauma akibat kekerasan seksual dapat memberikan
dampak jangka panjang bagi kualitas hidup penyintas. Karenanya Lembaga
pemgembangan kemahasiswaan dan alumni universitas Islam Sultan Agung perlu
memiliki mekanisme tanggap darurat guna memastikan keselamatan penyintas, baik
secara fisik maupun psikis, mencegah dampak yang lebih merugikan penyintas, serta
memastikan terpenuhinya hak-hak dasar penyintas.

1
Hasil Wawancara dengan M Qomarudin selaku wakli rector III bagian kemahasiswaan Universitas Islam
Sultan Agung pada 12 Juni 2023
B. Kendala dan Solusi Implementasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual
Di Lingkungan Perguruan Tinggi

Kekerasan seksual merupakan bentuk hubungan seksual yang dipaksakan. Oleh karena
itu, hal tersebut merupakan manifestasi dari perilaku seksual yang menyimpang dan tidak
pantas dilakukan yang dapat mengakibatkan kerugian dan merusak ketentraman bersama.

Menurut M. Qomarudin selaku wakil rektor III yang menanungi bagian kemahasiswaan
Universitas Islam Sultan Agung kendala implementasi pencegahan dan penanganan
kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi adalah :2

1) Relasi Kuasa yang Bertimpangan.


Di lingkungan kampus bukan rahasia lagi bahwa posisi dosen umumnya sangat
superior dan menempatkan posisi mahasiswa dalam relasi yang subordinat. Tidak
hanya dosen dengan mahasiswa, terkadang kekerasan seksual sering dilakukan
kepada mahasiswa yang memiliki relasi kuasa lebih besar dari satu mahasiswa
dengan mahasiswa yang, sepeerti senior organisasi internal maupun eksternal
mahasiswa, Bagi mahasiswa yang tidak memiliki posisi bargaining yang setara,
mereka umumnya tidak berdaya dan lemah ketika berhadapan dengan ulah sebagian
oknum yang cabul.
Momen ketika mahasiswa tengah konsultasi, sedang menempuh ujian, dan lain
sebagainya, sering dimanfaatkan para dosen yang nakal untuk melancarkan aksi jahat
dan hasrat syahwatnya yang tidak terkendali. Mahasiswa yang lemah, mereka
biasanya tidak mampu mengelak dan potensial menjadi korban ulah dosennya yang
melewati batas kepantasan dan moralitas.
Power abuse yang dilakukan dosen atau pejabat kampus karena otoritas yang mereka
miliki. Seorang dosen yang berhak dan memiliki otoritas menentukan kelulusan
mahasiswa, menentukan besar nilai ujian mahasiswa, dan lain sebagainya. Ketika
tidak mampu menjaga integritasnya, bukan tidak mungkin mereka akan
memanfaatkan posisinya untuk melakukan tindakan jahat.
Berkaitan dengan iming-iming dan posisi pelaku yang menjanjikan pemberian
keuntungan tertentu kepada korban. menyatakan salah satu tipe tindak pelecehan
seksual yang marak terjadi di kampus ialah yang mereka sebut dengan istilah quid pro
quo, yaitu seseorang yang karena kekuasaan yang dimilikinya memiliki peluang
untuk menundukkan korban. Dengan bujuk rayu, menampilkan sosok orang tua yang
penyayang dan lain sebagainya, seorang dosen bisa dengan mudah menipu
mahasiswanya untuk menutupi intensi seksualnya.3
2
Hasil Wawancara dengan M Qomarudin selaku wakli rector III bagian kemahasiswaan Universitas Islam
Sultan Agung pada 12 Juni 2023

3
Dzeich & Weiner , The Lecherous Professor: Sexual Harassment on Campus, Harvard, 2010, hlm 76
2) Budaya Victim Blaming.
Victim blaming adalah suatu bentuk sikap menyalahkan perempuan atas kekerasan
seksual yang mereka alami. Gejala ini ditandai dengan kecenderungan memihak para
pelaku. Masyarakat juga lebih banyak mendengarkan cerita versi pelaku. Ketika
menyalahkan korban, masyarakat terbiasa menuduh perempuan ikut bertanggung
jawab atas kekerasan seksual yang terjadi pada dirinya. Misalnya mereka bilang kasus
itu bisa terjadi karena perempuannya mengenakan rok pendek, keluar malam
sendirian, dan lain-lain. Mereka juga cenderung memberikan toleransi pada pelaku
sehingga memungkinkan mereka untuk lepas dari hukuman.
Menurut sebagian besar orang, kekerasan seksual di kampus adalah hal yang tabu
untuk dibicarakan. Dengan hal itu, pihak kampus menganggap masalah ini sebagai
masalah internal antara pelaku dan korban. Maka dari itu, banyak korban yang
melaporkan kasus pelecehan seksual secara publik.
Hal ini membuat kasus pelecehan seksual di kampus seakan-akan fenomena gunung
es, yakni apa yang ada di permukaan belum tentu mencerminkan jumlah kasus
sebenarnya. Maka dari itu, Kawan mungkin sering membaca beberapa kasus
pelecehan seksual di kampus. Namun, berita yang dilaporkan tersebut cenderung
terbatas.

3) Budaya Patriarki yang Kuat.


Di Indonesia, kebiasaan menyalahkan korban sangat dipengaruhi oleh budaya
patriarki, ideologi yang mengakui hubungan tidak setara antara perempuan dan laki-
laki. Dalam budaya patriarki, posisi laki-laki lebih dominan, lebih berpengaruh,
sementara perempuan diposisikan sebagai bawahan. Akibatnya, laki-laki menuntut
rasa hormat dan kepatuhan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan.

4) Mahasiswa masih kurang memahami konsep pelecehan seksual.


Mahasiswa masih belum mengerti tentang konsep pelecehan seksual. Sebenarnya ada
beberapa perilaku yang mencerminkan pelecehan seksual, seperti bergurau dengan
menggunakan istilah seksis yang membuat korban tidak nyaman, memaksa seseorang
menonton tayangan pornografi, memberi komentar terhadap seseorang dengan istilah
seksual yang merendahkan, melakukan masturbasi di hadapan orang lain, dan tatapan
tidak diinginkan ke wilayah sensitif wanita/pria.

Kemudian solusi dari kendala kendala implementasi pencegahan dan penanganan


kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi adalah :

1) Pembentukan Satgas Kekerasan Seksual.


Saat ini, mulai banyak kampus yang membentuk Satgas Pencegahan dan Penanganan
Kekeresan Seksual (PPKS) dengan memperhatikan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun
2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi. Dengan pembentukan tersebut, kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus
dapat berkurang. Pastinya penanganan pelecehan seksual dilakukan sesuai prosedur
sehingga tidak ada kejadian saling menghakimi.

2) Memperketat Pertemuan antara Dosen dan Mahasiswa.


Seringkali kasus pelecehan seksual dilakukan oleh dosen dan/atau mahasiswa. Untuk itu,
pihak kampus harus memperketat pertemuan antara mahasiswa dengan dosen dan tenaga
kependidikan tanpa persetuuan ketua prodi. Ditambah, apabila pertemuan tersebut
dilakukan di luar area kampus atau jam operasional kampus, maka persetujuan dari pihak
kampus sangat penting.

3) Kampanye Pencegahan Pelecehan Seksual secara terus menerus.


Melakukan kampanye adalah cara baik untuk mencegah pelecehan seksual. Dewasa ini,
banyak organisasi di kampus yang menyelenggarakan program kerja berupa kampanye
pencegahan kekerasan seksual di kampus. Kampanye bisa berupa sosialisasi terkait
penanganan pelecehan seksual, pemberian kontak bantuan, dan zero tolerance untuk
pelaku pelecehan seksual di kampus. Dengan kampanye, pihak kampus dapat memantik
para korban untuk melapor kasus kekerasan seksualnya.

5. Bagaimana Saran Saudari dalam penelitian ini?


Saran-saran yang akan dikemukakan sebagai berikut :
1) Kepada Perguruan Tinggi harus memiliki unit khusus dalam pencegahan kekerasan
seksual agar terciptanya suatu prosedur dan langkah kongkrit apabila terjadi kekerasan
seksual di perguran tinggi sehingga para korban memiliki acuan yang jelas jika ingin
membuat pengaduan demi tercapainya perlindungan bagi seluruh civitas akademik dari
kekerasan seksual serta menerapkan hukuman yang menimbulkan efek jera baik untuk
pelaku maupun pihak-pihak yang mencoba melakukan perbuatan serupan agar menjamin
terlaksananya tujuan tercapainya ketidakberulangan kasus kekerasan.
2) Bagi mahasiswa harus selalu mampu memiliki kerjasama antar pihak di perguruan tinggi
seperti organisasi dan badan kepegawaian kampus dalam rangka penghapusan kekerasan
seksual di perguruan tinggi dengan melakukan komunikasi dan sosialisasi secara masif
berkaitan dengan penghapusan kekerasan seksual.

Anda mungkin juga menyukai