Anda di halaman 1dari 5

Analisis Faktor Utama Yang Mendorong Pelaku Kelainan Seksual Melakukan

Tindak Kejahatan Di Indonesia


Alfareza Chandra Prasetya
D-III Pertolongan Kecelakaan Pesawat, Politeknik Penerbangan Indonesia Curug
e-mail:

ABSTRAK
Setiap manusia memang memiliki kebutuhan biologis yang tidak dapat dibantah, namun terkadang kebutuhan
tersebut menyimpang dari hal yang semestinya terjadi. Tindak kejahatan seksual terjadi karena orang tersebut
memiliki kepuasan yang harus segera dicukupi akan tetapi tingkat kepuasan yang mereka inginkan melebihi batas
wajar. Sehingga sering dilakukan di tempat umum dengan cara yang tidak layak bahkan sampai menimbulkan korban
yang banyak. Hal tersebut dapat dikatakan sebagai kelainan seksual yang berasal dari berbagai faktor, faktor utama
yang mendukung sesorang mengalami kelainan seksua ialah mudah diaksesnya situs berbau seksual di internet.
Pandangan islam dalam berbagai kasus kejahatan seksual adalah hal yang menyimpang dan dapat menimbulkan dosa
serta berakiat pada kehidupan sosial. Maka dari itu setiap orang yang beriman diwajibkan utuk menjauhi perilaku
tercela tersebut yang dapat disebut sebagai perzinahan. Korban dari kejahatan seksual tersebut nyatanya masih jauh
dari kata aman dan masih perlu pengawasan yang cukup tinggi dari pihak berwajib agar tidak banyak korban yang
menjadi sasaran dari pelaku kejahatan seksual tersebut.
Kata Kunci: kejahatan seksual, kelainan seksual, perzinahan, faktor kekerasan seksual

PENDAHULUAN
Kekerasan seksual merupakan kasus yang masih sering terjadi di berbagai
belahan dunia, termasuk di dalam ruang lingkup masyarakat Indonesia. Kekerasan seksual
dapat terjadi pada semua kategori usia, mulai dari bayi sampai dengan dewasa bahkan
lansia, baik laki-laki maupun perempuan. Meski dapat dialami oleh siapa saja tanpa
memandang gender, pada faktanya sebagian besar korban kekerasan seksual adalah kaum
perempuan. Namun, kekerasan seksual juga dapat menimpa laki-laki, meski pun dari kasus
yag beredar tentang kejahatan seksual yang menimpa laki-laki tidak sebanyak denga kasus yang
dialami oleh perempuan.
Namun, pada dasarnya laki-laki juga dapat merasakan apa itu kejahatan seksual
walaupun banyak juga laki-laki yang menjadi tersangka terjadinya kejahatan seksual tersebut.
Padahal pada dasarnya tindak kejahatan seksual sudah diatur dalam peraturan yang sudah
berlaku di Indonesia akan tetapi tetap saja tindak kejahatan tersebut juga masih sering terjadi.
Entah hukuman yag diberikan kurang memberatkan pelaku ataupun memang dari dalam pribadi
pelaku tersebut terjadi gangguan psikologis yang mengakibatkan dirinya mengalami kelainan
seksual.1
Perbuatan seperti itu juga dianggap tidak terhormat dalam hukum pidana Islam. Islam
telah mengajarkan umatnya untuk saling menghormati, oleh karena itu pelecehan seksual
dianggap sebagai tindakan yang buruk. Islam adalah agama dengan prinsip rahmatan lil'alamin
(pembawa kebahagiaan bagi seluruh alam) yang terpuji. Islam menawarkan perspektif yang
mengakui kesetaraan status di mata Allah SWT bagi semua makhluk ciptaan-Nya. Islam
mengajarkan bahwa dilarang memperlakukan siapa pun secara tidak adil, termasuk perempuan
dan laki-laki, dan satu-satunya yang membedakan mereka satu sama lain adalah komitmen
mereka kepada Allah SWT.
Akibatnya, Islam membenci kekerasan terhadap perempuan dan anak dan
menganggapnya bertentangan dengan hukum syariah dan hukum Islam. Kita harus lebih bijak
menyikapinya dan lebih mendalami sifat kekerasan seksual dari sudut pandang Al-Qur'an dan
hadits karena penyerangan harus ditangani oleh beberapa institusi. Semua aktivitas seksual

1
: Siti Aisyah, ‘STUDI KASUS PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA TUNALARAS TIPE
CONDUCT DISORDER’, Jurnal Widia Ortodidaktika, 6 (2017), 12.
dengan orang lain, baik pria, wanita, atau lawan jenis, tanpa memandang usia atau orientasi
seksual, dianggap perzinahan dalam Islam.2
Islam secara mutlak melarang perzinahan atau aktivitas seksual karena hal itu tidak
hanya berdampak negatif bagi orang lain tetapi juga diri sendiri. Dosa yang serius adalah
perzinahan. Namun, Islam tidak menyangkal bahwa setiap orang memiliki kebutuhan biologis
itu hanya mengatakan bahwa perzinahan tidak dianjurkan tetapi dapat dilakukan melalui
pernikahan yang sah. Bagi orang muslim yang berbudi pekerti luhur, pendidikan islam dari usia
dini melalui orang tua atau orang lain yang menerapkan keidupan yang baik menurut AlQuran
pastilah memiliki jalan yang lurus dan tidak menyimpang dari dosa.
Kelainan seksual sendiri dapat diartikan sebagai seseorang yang memiliki fantasi atau
sesuatu kepuasan tersendiri jika dirinaya melakukan hal yang ia inginkan termasuk dalam hal
seksual tersebut. Tetapi justru hal yang dilakukan untuk mencapai kepuasan sesorang tersebut
dilaukan di muka umum dengan menggunakan orang lain sebagai obyeknya. Dalam hal ini
penulis menyoroti penyakit kelainan seksual Eksibisionisme, Yaitu sesorang mencapai
kepuasan seksualnya dengan memamerkan bahkan melakukan masturbasi di tempat umum
dengan melihat lawan jenis.
Faktor utama yang mendorong terjadinya penyakit kelainan seksual hingga terjadinya
tindak kriminal atas dasar seksual ini adalah kurangnya perhatian dari orang tua atau keluarga
terdekat. Karena memang pendidikan seksual ini perlu diterapkan pada seorang anak atau
remaja bahkan dewasa agar saat mereka menemui hal baru tidak menyimpang dari hal yang
semestinya. Akan tetapi masih banyak juga orang tua yang menganggap pendidikan seksual ini
sebagai hal yang terbilang jorok sehingga tidak diajarkan kepada anak-anak mereka sampai
anak tersebut mengetahui hal tersebut dengan sendirinya.3
Selain itu faktor lain yang yang sangat mendorong seseorang memiliki penyakit
kelainan seksual adalah mudah diaksesnya situs yang berbau seksual di internet serta cepat
tersebarnya suatu hal tersebut di internet. Yang mana pada zaman sekarang ini setiap anak
hingga lansia sudah memiliki ponsel pintar dengan disertai internet yang cepat didalamnya.
Oleh karena itu seseorang yang sudah kecanduan dengan hal seksual tersebut biasanya
mengaplikasikannya di lingkungan mereka atau tempat umum untuk mendapat kepuasan
tersendiri.
Mereka yang dikatakan sebagai korban, hingga saat ini masih saja ada yang tidak
keberpihakan untuk memberatkan pelaku kejahatan seksual ini. Dengan alasan bahwa perilaku
yang dilakukan masih dalam batas wajar ataupun korban yang dianggap menerima perilaku
seksual yang dilakukan oleh pelaku. Oleh sebab itu peraturan serta hukuman yang ada belum
mampu menjangkau lingkungan luas untuk memberantas pelaku tindak kejahatan seksual
tersebut.
Maka dari itu masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan oleh pihak berwajib
untuk menangani kasus kejahatan seksual dengan hukuman yang jera. Karena jika dibiarkan
begitu saja hal ini akan menyebar dengan sangat luas dan pelaku-pelaku kejahatan seksual lain
akan melancarkan aksinya dan tidak takut dengan hukuman yang ada. Perlunya proses
pendidikan seksual yang cepat dan tanggap serta rehabilitasi bagi pelaku tindak kejahatan
seksual agar perilaku menjijikkan tersebut dapat berhenti dan tidak menganggu ketertiban
umum.4

2
Mohammad Hasan Bisyri, ‘Kejahatan Seksual Pedofilia Dalam Perspektif Hukum Pidana Dan Islam’,
Jurnal Hukum Islam (Journal of Islamic Law), 14 (2016), 1–173.
3
Devi Farisa Tiara, Sri Maryati Deliana, and Rulita Hendriyani, ‘Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Seksual
Menyimpang Pada Remaja Tunagrahita SLB N Semarang’, Developmental and Clinical Psychology, 2.1
(2013), 26–32.
4
Irwan Safaruddin Harahap, ‘Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Kejahatan Seksual Dalam
Perspektif Hukum Progresif’, Jurnal Media Hukum, 23.1 (2016), 37–47.
TINJAUAN PUSTAKA
Penulisan artikel ini akan coba penulis kaitkan dengan beberapa karya ilmiah
terdahulu, sehingga akan didapatkan keterkaitan dengan karya ilmiah diatas. Adapun
karya ilmiah yang penulis maksud adalah sebagai berikut:

Jurnal oleh Masmuri Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Pontianak dan Syamsul
Kurniawan Dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) Pontianak. Yang berjudul
Penyimpangan Seksua : Sebuah Interpretasi Teologi, Psikologi, dan Pendidikan Islam. Pola
asuh orang tua dan stimulasi yang diberikan oleh lingkungan pada seseorang harus diakui punya
peran yang besar dan signifikan terutama dalam memperkuat identitas dan tumbuh kembang
psikis seorang anak. Pada konteks ini, pertumbuhan dan perkembangan masa kanak-kanak jelas
menjadi masa yang sangat urgen dan signifikan dalam hal pertumbuhan psikologis dan
kecenderungan berinteraksi serta bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Pada masa ini
hendaklah para orangtua memberikan bimbingan dan pengarahan, termasuk di dalamnya
problematika dan wawasan seksualitas. Pengaruh lingkungan menjadi faktor utama penyebab
menyimpangnya perilaku seksual seseorang. Karena itu seseorang, terutama anak dan mereka
yang baru menginjak usia remaja, kiranya perlu mendapat sosialisasi pengetahuan tentang seks
yang benar. Apalagi telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, tidak ada larangan – bahkan
dianjurkan – seseorang memperoleh pengetahuan tentang seks selama mengarah pada sesuatu
hal yang positif. Justru pengetahuan tentang seks perlu diberikan sejak dini usia, agar seorang
anak atau yang baru menginjak usia remaja memiliki ketercukupan wawasan tentang seks,
sehingga memandang dan memanfaatkan kebutuhan seks mereka dengan cara atau jalan yang
positif. Dalam perspektif pendidikan Islam, seksual perlu diajarkan dan dididikkan dengan
benar. Pada konteks ini, pendidikan seksual adalah sosialisasi informasi tentang persoalan
seksualitas secara jelas dan benar, yang mencakup proses terjadinya pembuahan, kehamilan,
kelahiran, tingkah laku seksual, aspekaspek kesehatan, kejiwaan dan kemasyarakatan. Atau,
dapat pula didefinisikan sebagai pendidikan yang diberikan sebagai upaya pengajaran,
penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual, yang diberikan pada anak sejak
ia mengerti masalah-masalah yang berhubungan dengan seks, dorongan seksual, dan
perkawinan. Atau, pendidikan yang diberikan dalam rangka penerangan tentang anatomi,
fisiologi seks manusia, dan bahaya penyimpangan seksual serta penyakit kelamin dan lain-lain
akibat perilaku seksual menyimpang.
Jurnal oleh Prianter Jaya Hairi (P3DI Bidang Hukum) yang berjudul “ PROBLEM
KEKERASAN SEKSUAL: MENELAAH ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PENANGGULANGANNYA. Lingkup tindakan kekerasan seksual sangatlah luas dan dapat
terjadi pada waktu damai ataupun saat masa konflik (perang). Kekerasan seksual terjadi secara
meluas dan kini dipandang sebagai salah satu perbuatan yang paling menimbulkan efek
traumatik, serta merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Kekerasan seksual dalam
pandangan Mark Yantzi adalah suatu bentuk kekerasan yang terjadi karena persoalan
seksualitas. Menurutnya, pandangan perempuan dijadikan sebagai objek seksualitas terkait erat
hubungannya antara seks dan kekerasan. Dimana terdapat seks, maka kekerasan hampir selalu
dilahirkan. Berbagai tindakan seperti perkosaan, pelecehan seksual (penghinaan dan perendahan
terhadap lawan jenis), penjualan anak perempuan untuk prostitusi, dan kekerasan oleh pasangan
merupakan bentuk dari kekerasan seksual yang kerap menimpa kaum perempuan. Sebagaimana
kekerasan seksual terhadap perempuan, kekerasan seksual terhadap laki-laki juga dapat terjadi
dalam berbagai bentuk, dan terjadi dalam konteks yang berbeda-beda, termasuk di rumah atau
di tempat kerja, di penjara dan ditempat penahanan polisi, selama masa perang dan di
kemiliteran. Kekerasan seksual terhadap pria lebih signifikan dari yang diperkirakan
sebelumnya. Jangkauan kejahatan tersebut terus berlanjut, namun demikian tidak diketahui
secara luas disebabkan kurangnya dokumentasi. Kekerasan seksual terhadap pria yang tidak
dilaporkan sering terjadi karena takut, bingung, merasa bersalah, malu dan stigma, atau
gabungan dari hal-hal tersebut. Lebih jauh lagi, pria sungkan untuk membicarakan atau
memberitahukan tentang dirinya yang menjadi korban kekerasan seksual. Dalam hal ini, cara
pandang masyarakat terkait maskulinitas pria memainkan peranan. Maskulinitas dan viktimisasi
dianggap tidak kompatibel, khususnya dalam masyarakat yang menganggap maskulinitas
disamakan dengan kemampuan untuk menggunakan kekuatan, menjadikan masalah tersebut
tidak dilaporkan.

METODE PENELITIAN
Faktor Utama Penyebab Seseorang Mengalami Kelainan Seksual
Sudah bukan rahasia umum lagi jika di dunia ini tidak semua manusia bisa dikatakan normal,
ada juga yang memiliki kelainan contohnya dalam hal seksualitas. Bahkan jika berbicara
tentang seksualitas, semua manusia pasti memiliki Hasrat dan seksual masing-masing karena itu
adalah salah satu karunia Tuhan kepada setiap manusia. Namun yang dipermasalahkan adalah
dimana keadaan seseorang itu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahasan utama berisi hasil dan pembahsan, ditulis dengan font Time New Roman 11.
Hasil bukan merupakan data mentah, melainkan data yang sudah diolah/ dianalisis dengan
metode yang telah ditetapkan. Pembahasan adalah pernbandingan hasil yang diperoleh dengan
konsep/teori yang ada dalam tinjauan pusta. Isi hasil dan pembahasan mencakup pernyataan,
tabel, gambar, diagram, grafik, sketsa, dan sebagainya.
Sub Hasil dan Pembahasan
Bagian ini berisi sub-bahasan utama ditulis dengan font Times New Roman 11. Sub-
bahasan ditulis secasra sistematis.
Tabel 1. Nama tabel (Times New Roman, 10)
Jenis Jumlah Persentase

Jenis 1 74 8%

Jenis 2 81 52%

Jenis 3 50 40%

Total 210 100%

Loan to Value /LTV (%)

Non Performing Financing

Gambar 8. Diagram kotak-garis Non Performing Financing (NPF) berdasarkan Loan to value (LTV)

KESIMPULAN
Isi kesimpulan ditulis dengan font Times New Roman 11. Kesimpulan merupaka ikhtisar
dasri penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan bukan merupakan ringkasan dair hasil
pembahasan yang mengacu pada terori tertentu, tetapi hasil dari analisis/uji korelasi data yang
dibahas.

DAFTAR PUSTAKA
Isi daftar pustaka ditulis dengan font Times New Roman 11 dan ditulis 1 spasi. Daftar
Pustaka merupakan sumber acuan/ rujukan yang dijadikan bahan kutipan penlisan naskah.
Penulisan daftar pustaka merupakan sumber acuan/rujukan yang dijadikan bahan kutipan
penulisan naskah. Jumlah sumber rujukan yang dijadikan daftar pustaka naskah minimal 10
judul lieteratur ilmiah (80% refrensi primer, dan 20% refrensi sekunder). Sumber refrensi
primer, seperti: jurnal, laporan penelitian, skripsi, tersis, disertasi, dan makalah prosiding.
Sumber refrensi sekunder, seperti: buku dan sumber internet. Sebaiknya penulisan kutipan
menggunakan aturan APA style.

Contoh Penulisan Daftar Pustaka


Rivai, V., & Arifin, A. (2010). Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi. Jakarta:
Bumi Aksara.
Garson, G. D. (2014). Logistic Regression: Binary and Multinomial. (Ed 2014). North Carolina:
Statistical Publishing Associates.
Masykur, F., & Prasetiyowati, F. (2016). Aplikasi rumah pintar (smart home pengendali
peralatan elektronik rumah tangga berbasis web. Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu
Komputer, 3(1), 51-58.
Kurniawati, R. (2016). Bounded Rational dan Adverse Selection dalam Pembiayaan Bank
Syariah: Kajian terhadap Masalah Keagenan dalam Penyaluran Pembiayaan Syariah.
Bogor, Indonesia: Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai