Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENELITIAN

“SURVEI PELECEHAN SEKSUAL PADA ANAK DI BAWAH UMUR DI


KOTA PEKALONGAN ”

DOSEN PENGAMPU : LOSO, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH :

1. Hana Kirei Sasmita (0221057501)


2. Roy Wildan Novanto (0221057491)
3. Yessi Priliananda (0221058231)
4. Fara Azkia (0221058401)
5. Takanasa Misakata (0221058371)

PAGI D SEMESTER 4

PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PEKALONGAN 2023


A. PENDAHULUAN
Pelecehan seksual dapat dikatakan sebagai perbuatan segala
bentuk perilaku yang melecehkan atau merendahkan martabat yang
berhubungan dengan dorongan seksual, merugikan atau membuat tidak
senang pada orang yang dikenai perlakuan itu, atau bisa juga dikatakan
setiap perbuatan yang memaksa seseorang terlibat dalam suau hubungan
seksual atau menempatkan seseorang sebagai objek perhatian seksual yang
tidak diinginkannya.
Pelecehan seksual dapat berupa komentar verbal, gerakan tubuh
atau kontak fisik yang bersifat seksual yang dilakukan seseorang dengan
sengaja, dan tidak dikehendaki atau tidak diharapkan oleh target. Bentuk
tindakan seksual itu dapat berupa menyiuli perempuan di jalanan,
menceritakan lelucon kotor pada seseorang yang merendahkan derajatnya
hingga tindakan tidak senonoh seperti memamerkan tubuh atau alat
kelamin terhadap orang lain.
Pelecehan seksual kini menjadi ancaman serius bagi perempuan
dan anak dibawah umur di Tanah Air. Tidak hanya di ruang privat, pelaku
pelecehan seksual kini semakin berani melakukan aksi di ruang publik.
Kekerasan seksual bukan merupakan hal yang baru ditelinga masyarakat
namun diyakini masih tabu untuk diungkapkan terlebih pada saat ini
kekerasan seksual tidak hanya ditujukan kepada orang yang telah dewasa
melainkan juga pada anak-anak. Sebab kejahatan seksual yang terjadi
bukan hanya terjadi dilingkungan perkantoran, lingkungan pelacuran,
namun sekarang banyak dijumpai kasus pelecehan seksual dilingkungan
keluarga dan bahkan di lingkungan sekolah.
Bentuk-bentuk pelecehan cukup sering dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, sebagai contoh adalah catcalling, siulan, dikalkson, suara
kecupan/ciuman, suara “ssst”, main mata, tindakan vulgar, komentar
seksis, rasis, komentar seksual, komentar atas tubuh, komentar atas
disabilitas, diikuti/dikuntit, dihadang, dipegang/ disentuh, atau pertanyaan/
ajakan agresif.
Salah satu contoh konkrit kasus pelecehan seksual di Pekalongan
yaitu kasus yang menimpa anak berusia 13 tahun di Kota Pekalongan .
Kasus rudapaksa ini dilakukan oleh seorang paman bernama Abd alias
Dok (39) terhadap keponakan yang masih di bawah umur berinisial D
(13). Aksi pelaku memperkosa keponakannya sendiri terungkap berawal
dari kecurigaan ibu korban setelah pulang dari Hong Kong melihat
perubahan perilaku pada anaknya yang baru berusia 13 tahun. Untuk
melancarkan aksinya, tersangka mengancam pada korban tidak akan
diberikan biaya sekolah. Peristiwa itu terjadi pada Juni dan Agustus 2022.
Atas perbuatannya, pelaku akan dikenai Pasal 81 Ayat (1), (3) juncto Pasal
76D atau Pasal 82 Ayat (1), (2) Juncto  Pasal 76E Undang-Undang RI
Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak yang terjadi
belakangan ini membuat resah para orangtua. Hal tersebut disebabkan oleh
kurangnya pengawasan orangtua terhadap anak, baik di lingkungan rumah,
maupun di lingkungan sekolah. Anak yang berumur di bawah lima tahun
berada pada tahap perkembangan dan proses belajar. Pada masa itu, anak
juga patuh dengan perkataan orang yang lebih tua. Masalahnya di sini
adalah, perkataan orang lain atau orang asing membuat anak seperti
terdoktrin dan terhasut untuk melakukan hal yang tidak baik.
Penyebab lain dari masalah ini adalah, pada zaman modern ini,
banyak orangtua yang terlalu sibuk bekerja, begitupun pada ibu. Ibu terlalu
menyerahkan anaknya kepada pengasuh. Padahal, peran ibu sangat penting
dalam menjaga, mendidik, merawat, memelihara dan mengawasi anak. Hal
yang akan kami bahas dalam laporan ini adalah mengenai pelecehan
seksual terhadap anak yang akhir-akhir ini terjadi. Hal ini penting dibahas
karena sebagai pembelajaran untuk para orangtua yang agak kesulitan
dalam menjaga anak, dan sebagai pembelajaran juga bagi calon orang tua,
untuk mengetahui bagaimana menjaga dan mengawasi anak dengan baik.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Perempuan dan Perlindungan
Anak (DPMPPA) Kota Pekalongan menyatakan, berdasarkan pelaporan
yang masuk pada tahun 2021 korban kasus kekerasan di Kota Pekalongan
didominasi oleh kaum perempuan.
Pada tahun 2021, Lembaga Perlindungan Perempuan, Anak dan
Remaja (LP-PAR) Kota Pekalongan mencatat pengaduan kasus kekerasan
berbasis anak yang masuk sejumlah 10 kasus dan 12 kasus berbasis
gender, dua kategori kasus kekerasan tersebut mayoritas korban adalah
perempuan.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran inilah penulis memiliki
keinginan untuk melakukan penelitian terkait kasus pelecehan seksual
dibawah umur yang terjadi di kota Pekalongan dan dituangkan dalam
bentuk laporan hasil penelitian dengan judul “Survei Pelecehan Seksual
pada Anak di Bawah Umur di Kota Pekalongan”.

B. PERMASALAHAN
1. Bagaimana pelecehan dapat terjadi pada anak di bawah umur?
2. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari pelecehan seksual pada anak
di bawah umur?
3. Bagaimanakan solusi untuk mencegah terjadinya kekerasan dan
pelecehan seksual pada anak di bawah umur?

C. PEMBAHASAN
1. Faktor Penyebab Pelecehan Seksual pada Anak di Bawah Umur
Pelecehan seksual terdiri dari dua kata: pelecehan dan seksual.
Pelecehan itu sendiri adalah setiap tindakan tidak baik yang
dimaksudkan untuk mengintimidasi, mengintimidasi, mempermalukan,
atau membuat orang lain merasa tidak nyaman. Padahal seks ada
hubungannya dengan gender atau jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. Dari dulu hingga sekarang kejahatan selalu menjadi fokus
perhatian baik pemerintah maupun masyarakat setempat.Masalah
kejahatan bukanlah hal yang mudah, terutama di masyarakat
berkembang seperti Indonesia.Perlu dicatat bahwa ada perubahan, dan
positif Perubahan nilai mengarah pada kehidupan masyarakat yang
harmonis dan sejahtera, sedangkan perubahan nilai yang negatif
menyebabkan disintegrasi. nilai budaya yang ada. Kegiatan sosial yang
berbahaya, tidak pantas, dan tidak dapat diterima yang dapat
berdampak pada masyarakat.
Secarar filosofis, hak asasi manusia dapat dimaknai dalam dua
hal mendasar, yang pertama adalah manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan mengemban tugas, mengelola, dan memelihara alam semesta
dengan oenuh ketaqwaan dan tanggung jawab untuk kesejahteraan
umat manusia, dikaruniai hak asasi untuk menjamin adanya harkat dan
martabat dirinya serta kehamornisan lingkungannya, yang kedua,
bahwa hak asasi manusia meruoakan hak dasar yang secraa kodratui
melekat pada diri manusia, bersifat universal, dan langgeng. Oleh
karena itu, hak asasi itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan,
dan tidak boleh dikurangi. Dalam konteks hukum nasional, UU HAM
menyebutkan kata pelecehan seksual. namun tidak merumuskan delik
maupun unusr perbuatan pelecehan seksual. Walaupun demikian, UU
HAM menyebutkan bahwa pelecehan seksual termasuk didalamnya
perkosaan.
Pelecehan seksual anak didefinisikan sebagai perlakuan
seksual terhadap orang dewasa di bawah usia 18 tahun. Selain itu,
meskipun kejahatan seksual terhadap anak biasanya dilakukan oleh
orang yang lebih tua, pada kenyataannya kejahatan seksual terhadap
anak terkadang dilakukan pada usia anak sendiri, dan melibatkan
banyak kelompok terhadap satu orang. Siapa pelaku utama kekerasan
seksual terhadap anak ini?Pelecehan seksual dengan kekerasan bisa
terjadi tidak hanya di luar rumah, tetapi juga di dalam rumah. Berikut
adalah beberapa alasan mengapa seseorang melakukan pelecehan
seksual terhadap anak.
a. Pelecehan seksual masa lalu adalah perilaku yang dialami
seseorang yang menimbulkan keinginan untuk melakukan hal
yang sama kepada orang lain.
b. Keluarga yang tidak harmonis yang menyebabkan kurangnya
kasih sayang dan menimbulkan masalah bagi orang lain.
c. Benci anak-anak
d. Disforia seksual pelaku, menyebabkan mereka terus-menerus
ingin melakukan sesuatu untuk mengalihkan libido mereka.
e. Penatalaksanaan dan pengawasan anak yang tidak berkembang di
rumah, jauh dari rumah, atau di sekolah
f. Memamerkan penggunaan televisi, Internet, dan buku yang tidak
terkendali dan berlebihan, terutama program, gambar, dan akses
yang tidak boleh dilihat oleh anak-anak
g. Pola dan bentuk permainan yang mempengaruhi perilaku
menyimpang
h. Pendidikan seks yang tidak memadai
i. Pengaruh lingkungan berarti hidup di tengah-tengah kehidupan
yang sepenuhnya bebas dalam apa yang Anda lakukan, bagaimana
Anda memperlakukan orang lain, dan bagaimana Anda
berpakaian.
j. Kurangnya Pendidikan Moral dan Agama
Inilah beberapa alasan mengapa terkadang terjadi kekerasan
seksual terhadap anak. Pada hakikatnya faktor berpikir dan perilaku
abnormal seseorang merupakan salah satu penyebab mengapa
seseorang melakukan perilaku yang dapat menimbulkan gangguan
mental dan psikologis pada anak.
2. Dampak Pelecehan Seksual Pada Anak
Pelecehan seksual berdampak besar terhadap psikologis anak,
karena mengakibatkan emosi yang tidak stabil. Oleh karena itu, anak
korban pelecehan seksual harus dilindungi dan tidak dikembalikan
pada situasi dimana tempat terjadinya pelecehan seksual tersebut dan
pelaku pelecehan dijauhkan dari anak korban pelecehan. Hal ini untuk
memberi perlindungan pada anak korban pelecehan seksual. Anak-
anak yang menjadi korban pelecehan seksual akan mengalami
sejumlah masalah, seperti: kehilangan semangat hidup, membenci
lawan jenis, dan punya keinginan untuk balas dendam; bila kondisi
psikologisnya tidak ditangani secara serius.
Kebanyakan korban perkosaan merasakan kriteria
psychological disorder yang disebut Post-Traumatic Stress Disorder
(PTSD), semtom-simtomnya berupa ketakutan yang intens terjadi,
kecemasan yang tinggi, emosi yang kaku setelah peristiwa traumatis.
Beitcman et al (dalam Tower, 2002), korban yang mengalami
kekerasan membutuhkan waktu satu hungga tiga tahun untuk terbuka
pada orang lain. Finkelhor dan Browne (dalam Tower, 2002)
menggagas empat jenis dari efek trauma akibat kekerasan seksual,
yaitu:
a. Betrayal (penghianatan)
Kepercayaan merupakan dasar utama bagi korban kekerasan
seksual. Sebagai anak, individu percaya kepada orangtua dan
kepercayaan itu dimengerti dan dipahami. Namun, kepercayaan
anak dan otoritas orangtua menjadi hal yang mengancam anak.
b. Traumatic sexualization (trauma secara seksual)
Russel (dalam Tower, 2002) menemukan bahwa
perempuan yang mengalami kekerasan seksual cenderung
menolak kekerasan seksual, dan sebagai konsekuensinya menjadi
korban kekerasan seksual dalam rumah tangga. Finkelhor (dalam
Towe, 2002) mencatat bahwa korban lebih memilih pasangan
sesame jenis karena menganggap laki-laki tidak dapat dipercaya.
c. Powerlessness (merasa tidak berdaya)
Rasa takut menembus kehidupan korban, mimpi buruk,
fobia, dan kecemasan dialami korban desertai rasa sakit. Perasaan
tidak berdaya mengakibatkan individu merasa lemah. Korban
merasa dirinya tidak mampu dan kurang efektif dalam bekerja.
Beberapa korban juga merasa sakit pada tubuhnya. Sebaliknya,
pada korban lain memiliki intensitas dan dorongan yang
berlebihan dalam dirinya (Finkelhor dan Browne, Briere dalam
Tower, 2002).
d. Stigmatization
Korban kekerasan seksual merasa bersalah, malu memiliki
gambaran diri yang buruk. Rasa bersalah dan malu terbentuk
akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki
kekuatan untuk mengontrol dirinya Korban sering merasa berbeda
dengan orang lain, dan beberapa korban marah pada tubuhnya
akibat penganiayaan yang dialami. Korban lainnya menggunakan
obat-obatan dan minuman alkohol untuk menghukum tubuhnya,
menumpulkan inderanya, atau berusaha menghindari memori
kejadian tersebut (Gelinas, Kinzl, dan Biebl dalam Tower, 2002).
Dampak yang diakibatkan peristiwa kekerasan tentu saja
mempengaruhi remaja secara psikologis, kognitif, emosi, sosial,
dan perilakunya. Menurut Maschi (2009), dampak yang
ditimbulkan mempengaruhi masa remaja hingga dewasa.

3. Solusi untuk Mencegah Terjadinya Kekerasan dan Pelecehan


Seksual pada Anak di Bawah Umur
Tindak Pidana kekerasan seksual diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana sebagai hukum pidana yang general. KUHP
hingga saat ini menjadi sumber hukum materiil yang paling banyak
digunakan oleh apparat penegak hukum dalam meenangani kasus
kekerasan seksual, walaupun sebenarnya hingga saat ini KUHP belum
memuat ketentuan eksplisit tentang bentuk-bentuk tindak pidana
kekerasan seksual. Kasus-kasus kekerasan seksual yang digunakan
untuk menyelesaikan kasus yang ada seperti kasus perkosaan,
persetubuhan, pencabulan yang diatur dalam Bab 14 Buku II KUHP
hanya mengenal bentuk kekerasan seksual berupa perkosaan,
pencabulan, dan perzinaan walaupun bentuk kekerasan seksual telah
berkembang pesat sedmikian rupa. Pengaturan tindak pidana kekerasan
seksual di Indoensia diatur dalam beberapa undang-undang, selain
KUHP yang menjadi rujukan atas bentuk kekerasan seksual, aturan
hukum lain yang tersebar di luar KUHP mengatur bentuk kekerasan
seksual yang mengacu pada KUHP namun bersifat klebih khussu
dikarenakan subjeknya yang khusus ditujukan misalnya dalam lingkup
rumah tangga yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun
2004 tentang Penghapusan Kekekrasan dalam Rumah Tangga
(PKDRT), subjek korban anak diatur dalam UndangUndang Nomor 35
Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (UU PA), Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU TPPO) dalam konteks
perdagangan orang, UndangUndang Npmor 39 tentang Hak Asasi
Manusia yang menyebutkan tentang pelecehan seksual.
Pelecehan seksual pada anak merupakan hubungan atau
interaksi antara seorang anak dan seorang yang lebih tua atau anak
yang lebih banyak nalar atau orang dewasa seperti orang asing, saudara
sekandung atau orang tua dimana anak tersebut dipergunakan sebagai
sebuah obyek pemuas bagi kebutuhan seksual pelaku. Perbuatan ini
dilakukan dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan atau
tekanan. Bentuk-bentuk pelecehan seksual itu sendiri bisa berupa
tindak perkosaan ataupun pencabulan.Cara-cara untuk mencegah
terjadinya pelecehan seksual pada anak :
a. Orang tua membuka komunikasi dan menjalin kedekatan emosi
dengan anak-anak. Dengan cara menyempatkan diri untuk bermain
bersama anak-anak.
b. Orang tua disarankan memberikan pengertian kepada anak-anak
tentang tubuh mereka dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh
orang lain terhadap bagian tubuhnya. Misalnya, anak diberi
pengertian bahwa kalau ada orang lain yang mencium misal di pipi
harus hati-hati karena itu tidak diperbolehkan, apalagi orang lain
itu yang tidak dikenal.
c. Kenalkan kepada anak perbedaan antara orang asing, kenalan,
teman, sahabat, dan kerabat. Misalnya, orang asing adalah orang
yang tidak dikenal sama sekali. Terhadap mereka, si anak tak
boleh terlalu ramah, akrab, atau langsung memercayai. Kerabat
adalah anggota keluarga yang dikenal dekat. Meski terhitung
dekat, sebaiknya sarankan kepada anak untuk menghindari situasi
berduaan saja.
d. Jika sang anak sudah melewati usia balita, ajarkan bersikap malu
bila telanjang. Dan, bila sudah memiliki kamar sendiri, ajarkan
pula untuk selalu menutup pintu dan jendela bila tidur.
e. Adanya keterlibatan aparat penegak hukum yakni penyidik, jaksa
dan hakim dalam menangani kasus pelecehan seksual pada anak
sehingga berperspektif terhadap anak diharapkan dapat
menimbulkan efek jera pada pelaku tindak pidana pelecehan
sehingga tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban pelecehan
seksual.

D. KESIMPULAN
Kehidupan manusia tidak terlepas dari perkembangan. Anak-anak
adalah masa awal perkembangan manusia yang pada masa itu terbentuklah
karakter dan kepribadian seseorang. Pada masa modern seperti sekarang
ini, banyak anak yang hidup terbelenggu permasalahan sosial, seperti
kasus pelecehan seksual anak, yang marak akhir-akhir ini. Padahal, anak
adalah aset bagi masa depan bangsa. Menjadi kewajban bersama untuk
menciptakan generasi yang berkualitas baik. Untuk itu peningkatan peran
dan fungsi masing masing anggota keluarga. Terutama orang tua dalam
menciptakan suasana komunikasi dan interaksi yang harmonis, didalam
pengasuhan anak dan kehidupan berkeluarga sehari hari.

E. HASIL SURVEY DAN DOKUMENTASI


1. HASIL SURVEY
Berdasarkan hasil wawancara terhadap Kapolres Kota Pekalongan
bentuk pelecehan seksual bahwa sebagian besar korban pelecehan
seksual sering terjadi pada perempuan dan juga anak di bawan umur.

Pacar
Teman
Saudara
Pengajar

Bentuk pelecehan seksual yang sering dijumpai melibatkan paling


banyak berstatus sebagai pacar dengan presentase 60% pelaku 25%
dilakukan oleh teman, saudara 20%, bahkan pengajar 15%. Temuan ini
cukup menarik bahwa ragam kekerasan seksual yang terjadi yang juga
melibatkan pendidik, teman, pacar yang menunjukkan rennta relasi
kuasa yang ada berpotensi menimbulkan kekerasan seksual. Tidak
hanya itu, bentuk kekerasan seksual yang paling banyak terjadi adalah
pelecehan seksual, disusul dengan perkosaan, intimidasi seksual,
pemakssaan aborsi, pemyiksaan seksual hingga control seksual. Kasus-
kasus kekerasan di Kota Pekalongan juga masih banyak yang tidak
dilaporkan. Pada tahun 2021 Polres Kota Pekalongan mencatat
pengaduan kasus kekerasan berbasis anak masuk sejumlah 10 kasus
dan 12 kasus berbasis gender, dua kategori tersebut mayoritas korban
adalah perempuan. Pada tahun 2022 kasus pelecehan seksual
cenderung menurun dari tahun-tahun sebelumnya, namun dimasa
pandemic ini justru kasus kekerasan yang jenisnya lebih berat banyak
terjadi.

14

12

10

8
2021
6 2022

0
PERBUATAN TIDAK PENGEROYOKAN PENGANIAYAAN PERLINDUNGAN
MENYENANGKAN ANAK
2. DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai