Anda di halaman 1dari 3

PERS RILIS

KOALISI IAIN TULUNGAGUNG BERSUARA

TUNTUTAN PEMBUATAN STANDARD OPERATIONAL PROCEDURE (SOP) KEKERASAN SEKSUAL

DI KAMPUS IAIN TULUNGAGUNG

Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) memiliki tanggung jawab untuk mengeliminasi setiap
bentuk kekerasan seksual. Dalam hal ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam di bawah Kementerian
Agama Republik Indonesia, pada 29 Oktober 2019 mengedarkan surat penyampaian keputusan terkait
pencegahan dan penanggulangan kekerasan seksual di PTKI. Dalam surat penyampaian keputusan ada
tiga poin besar yang disodorkan yaitu:

1. Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) menjadi leading sector Unit Pencegahan dan
Penanggulangan Kekerasan Seksual (UPPKS) pada PTKI.
2. Melakukan sosialisasi, penguatan, advokasi dan layanan pengaduan terhadap kasus kekerasan
seksual di lingkungan PTKI, sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktorat Jenderal tersebut.
3. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan Keputusan Direktur Jenderal
tersebut secara berkelanjutan.

Surat edaran tersebut menjadi payung hukum untuk memfasilitasi berbagai korban kekerasan seksual di
kampus. Faktanya, IAIN Tulungagung hingga saat ini belum menjalankan amanat dari keputusan Dirjen
Pendis yang disampaikan dalam surat tersebut. IAIN Tulungagung belum pernah melakukan sosialisasi,
penguatan, advokasi dan layanan pengaduan kepada mahasiswa. Sehingga beberapa mahasiswa yang
mendapat kekerasan seksual1 di IAIN Tulungagung memilih bungkam atas kasus yang menimpa pada
dirinya. Kampus IAIN Tulungagung, sudah semestinya melakukan pencegahan agar tindakan kekerasan
seksual tidak terjadi.

Laporan dari beberapa media nasional menunjukan bahwa angka kekerasan seksual di kampus dari tahun
ke tahun semakin meningkat. Sebagaimana survey mengenai kekerasan seksual di kampus dengan tagline
#NamaBaikKampus, yang dilakukan secara kolaboratif oleh Tirto, VICE Indonesia, dan The Jakarta Post.
Survey ini rilis pada 5 Februari 2019 yang memberikan informasi bahwa terdapat 207 testimoni terkait
kasus kekerasan seksual di kampus. Laporan survei tersebut persebarannya meliputi 29 kota dari 79
perguruan tinggi. Selain laporan survey itu, juga terdapat laporan dari VOA Indonesia.com. Laporan VOA
Indonesia.com tahun 2015 sampai 2020 memaparkan bahwa ada kekerasan seksual di lingkungan
akademik sejumlah 27 kasus di Universitas, 19 kasus di Pesantren, 15 kasus di tingkat SMU/SMK. Kasusnya
tersebut meliputi dari perkosaan, pencabulan dan pelecehan seksual.

Seperti aduan yang kami terima dari seorang mahasiswi pada Kamis, 3 September, ia melaporkan bahwa
seorang mahasiswa semester 11 telah mencoba memperkosa dirinya. Lalu pada Rabu, 16 September, Ia
melaporkan kasusnya ke kampus dan baru ditanggapi pada Kamis, 1 Oktober. Ia menunggu penanganan
dengan waktu cukup lama hingga pada Selasa, 10 November, IAIN Tulungagung mewisuda mahasiswa
semester 11 tadi. Senin, 16 November, IAIN Tulungagung akan melakukan sidang atas kasus yang

1 Berdasarkan Posko Pengaduan yang dilakukan oleh LPM Dimensi.


dilaporkan. Melihat hal ini, penanganan kampus yang lamban akan membuat pelapor semakin terganggu
dengan trauma yang ia alami sampai saat ini.

Dari beragam laporan tersebut, seyogianya IAIN Tulungagung segera melakukan tindakan taktis untuk
pencegahan dan penanggulangan kekerasan di kampus. Upaya tersebut juga diperkuat dengan keputusan
Dirjen Pendis Nomor 5494 Tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual di PTKI.
Untuk itu, kami dari Koalisi IAIN Tulungagung Bersuara menuntut pihak IAIN Tulungagung untuk segera
membuat Standard Operational Prosedure (SOP) Kekerasan Seksual berdasarkan Surat Keputusan Rektor.
SOP tersebut sebagai bentuk amanat IAIN Tulungagung dalam mengeliminasi kekerasan seksual di
lingkungan kampus. SOP tersebut menjadi bentuk pencegahan dan penanggulangan sebagaimana yang
tertera dalam keputusan Dirjen Pendis. Tuntutan selanjutnya dari kami terhadap kampus atas
penanganan kasus kekerasan seksual adalah:

1. Tidak melakukan viktimisasi terhadap pelapor.


2. Memperlakukan pelapor dengan baik..
3. Menetapkan terlapor sebagai pelaku kekerasan seksual dalam proses persidangan meski tidak
adanya saksi, sebab kasus-kasus kekerasan seksual seringnya di tempat sepi.
4. Tidak memberikan ijazah pelaku.
5. Memberitahu orang tua pelaku atas kasusnya.

Kami berharap tuntutan ini segera direalisasikan agar bayang-bayang kekerasan seksual yang dialami
mahasiswa bisa segera dihapuskan. Kami memohon kepada kampus untuk mengabulkan semua tuntutan
pelapor dengan seadil-adilnya.

Koalisi IAIN Tulungagung Bersuara terdiri dari lembaga mahasiswa di IAIN Tulungagung. Lembaga
tersebut terdiri dari:

1. Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) IAIN Tulungagung


2. Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FUAD IAIN Tulungagung.
3. Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FaSIH IAIN Tulungagung
4. Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FEBI IAIN Tulungagung
5. Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) FTIK IAIN Tulungagung
6. Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Dimensi IAIN Tulungagung
7. Forum Perempuan Filsafat IAIN Tulungagung

Contact Person: (Roiyyatus) 0857-1536-2642

Anda mungkin juga menyukai