Anda di halaman 1dari 15

PERAN MAHASISWA DALAM ANTI KEKERASAN SEKSUAL DAN ANTI

PERUNDUNGAN MELALUI KAMPANYE DIGITAL DI TIK TOK


Oleh

Fatika Ilone Linkaputri

Fakultas kedokteran Gigi Universitas Hang Tuah


Surabaya, Indonesia

ABSTRAK

Penelitian yang berjudul Peranan Mahsiswa dalam Anti kekerasan Seksual dan Anti
Perundungan melalui Kampanye Digital di Tik Tok..dilakukan mengingat pesatnya
kemajuan teknologi yang menyebabkan semakin meningkatnya pengguna sosial media
Tik tok. Hal ini sejalan dengan meningkatnya jumlah produksi dan konsumsi informasi
yang semakin tinggi dan tidak terkontrol. Berita bohong atau hoaks merupakan salah
satu ancaman bagi pengguna media digital Tik tok yang membuat Tik tok kehilangan
fungsi utamanya dan membuat lingkungan digital menjadi tidak kondusif. Kekerasan
Seksual dan perundungan semangkin banyak terjadi dilingkungan masyarakat
khususnya dilingkungan pendidikan (Kampus). Kampanye .digital di Tik Tok ini juga
bertujuan untuk mewujudkan masyarakat 5.0 yang memiliki kemampuan
memmembantu dalam mengedukasi masyarakat pemakai Tik Tok untuk perduli dan
mendukung aksi Anti kerasan seksual dan perundungan yang banyak terjadi
dilingkungan pendidikan.. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peran
Mahasiswa dalam Aksi Kekerasan Seksual dan Perundungan melalui Kampanye Digital
di Tiktok. Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Penulis mengumpulkan data melalui observasi, wawancara serta dokumentasi
yang digunakan untuk menginterpretasikan data hasil penelitian dan membuat video
tentang anti kekerasan seksual dan anti perundungan dan mempostingnya di akun Tik
Tok. Hasil yang didapatkan yaitu Mahasiswa mampu berperan sebagai agen anti
kekerasan seksual dan perundungan terbukti dengan banyaknya like dank komen dari
konten yang di tayangkan di Tik Tok. Dalam pelaksanaannya, kampanye digital di Tik
Tok masih belum dilakukan evaluasi secara signifikan dan terukur guna mengetahui
keefektifan kampanye digital ini.
Kata kunci : Kampanye digital, Tik Tok
ABSTRACT
The research entitled The Role of Students in Anti-Sexual Violence and Anti-
Bullying through Digital Campaigns on Tik Tok... was carried out considering the
rapid advancement of technology which has led to an increasing number of Tik
Tok social media users. This is in line with the increasing amount of production
and consumption of information which is increasingly high and uncontrolled.
Fake news or hoaxes are a threat to Tik tok digital media users which makes Tik
tok lose its main function and make the digital environment not conducive. Sexual
violence and bullying are increasingly occurring in the community, especially in
the educational environment (campus). The .digital campaign on Tik Tok also
aims to create a 5.0 society that has the ability to help educate the Tik Tok user
community to care about and support anti-sexual violence and bullying actions
that often occur in educational settings. This research aims to find out the role of
students in action. Sexual Violence and Bullying through Digital Campaigns on
Tiktok. In conducting research, researchers used a qualitative descriptive method.
The author collects data through observation, interviews and documentation used
to interpret research data and makes videos about anti-sexual violence and anti-
bullying and posts them on the Tik Tok account. The results obtained are that
students are able to act as agents against sexual violence and bullying as
evidenced by the large number of likes and comments from content broadcast on
Tik Tok. In its implementation, digital campaigns on Tik Tok have not been
evaluated in a significant and measurable way to determine the effectiveness of
this digital campaign.

Keywords : Digital campaign, Tik Tok


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bapak Menteri Pendidikan, Bapak Nadiem Makarim, menyatakan bahwa ada
3 dosa besar yang selama ini terjadi di lingkungan pendidikan kita, baik di
pendidikan, Pondasi, (PAUD), Pendidikan dasar (SD dan SMP), Menegah
(SMA/SMK) dan Tinggi (Perguruan tinggi) yaitu adanya kekerasan seksual,
perundungan dan intoleransi.
Hal ini berlangsung terus menerus disadari ataupun tidak disadari dan
menjadi bagian hal yang biasa terjadi dilingkungan pendidikan kita dari dulu
sampai saat ini. Banyak yang sudah menjadi korban tetapi hanya sedikit yang
berani bertindak dan mengungkapkan kasus ini selebihnya hanya diam karena
takut dan malu untuk melaporkannya.
Dari sumber komisi perlindungan anak Indonesia, ibu Sri Wiyanti Eddyono
( Dosen Fakultas Hukum UGM) tahun 2011 sd 2019 terdapat 37.381 terlapor kasus
perundungan (bullying) di Indonesia. Sebanyak 2.473 kasus terjadi di lingkungan
pendidikan.
Jenis Kasus perundungannya adalah Kasus perundungan dalam masa
orientasi mahasiswa, ungkapan seksis, rasis, dan bercandaan dengan tujuan
merendahkan oleh dosen, pemasangan berita palsu dan atau informasi bersifat
privasi pada kanal kampus dengan tujuan untuk menyerang orang lain, dan
ancaman penyebaran foto atau rekaman tertentu.
Dari data kasus kekerasan seksual menurut provinsi 2023 yang diinput pada
tanggal 1 januari 2023 hingga saat ini 26 Agustus 2023,( sumber :
https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan ) terdapat 16.662 jumlah kasus
Kekerasan seksual di Indonesia 3.310 korban laki-laki dan 14.840 korban
perempuan.
( sumber : https://kekerasan.kemenpppa.go.id/ringkasan)
Dari data di atas terdata bagaimana kasus kekerasan seksual dan perundungan
tersebar luas di Indonesia dan pastinya lebih banyak lagi kasus yang belum terdata
oleh badan pemerintah yang menangani kasus ini.
Digitalisasi saat ini merupakan hal yang harus dikuasi oleh peserta didik
dalam hal ini adalah mahasiswa. Berbagai macam platform tersedia menggunakan
system digitalisasi seperti Youtube, Tik tok, Facebook, Twitter, Tik tok dan lain-
lainnya. Pemanfaatan platform ini sungguh sangat membantu mahasiswa dalam
proses pembelajaran yang sedang dilakukannya.
Kegandungan anak muda saat ini tertuju pada platform digital membuat
peneliti terfokus pada salah satu platform yakni Tik Tok. Tik Tok merupakan salah
platform no satu di dunia,
Menurut wikepidia, pada bulan Februari 2019, TikTok, bersama dengan Douyin,
mencapai satu miliar unduhan di seluruh dunia, tidak termasuk penginstalan Android di
Tiongkok.

Dari fenomena di atas peneliti tertarik untuk membantu pemerintah, dalam


mengedukasi anti kekerasan seksual dan perundungan melalui kampanye digital di
Tik Tok

Rumusan Masalah
Apakah ada peran mahasiswa dalam anti kekerasan seksual dan anti
perundungan melalui Kampanye Digital di Tik Tok?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari peneiltian ini adalah untuk mengetahui peran mahasiswa dalam
anti kekerasan seksual dan anti perundungan melalui kampanye digital di Tik Tok.
Manfaat Penelitian
Mnfaat penelitian dalam penelitian ini adalah untuk :
1. Mahasiswa
Mengoptimalkan peran mahasiswa dalam mengedukasi sesama
Memberantas kekerasan seksual dan perundungan yang terjadi di lingkungan
kampus
Memanfaatkan platform nomor 1 dunia untuk membantu pemerintah dalam
anti kekerasan seksual dan anti perundungan
2. Dosen
Mendidik para mahasiswa agar memiliki jiwa yang perduli pada lingkungan
kampus.
Membentuk karakter baik bagi mahasiswa sesuai dengan profil pelajar
Pancasila
Mengopimalisasi digitalisasi pada mahasiswa
3. Universitas
Meningkatkan budaya bersih dari kekerasan seksual dan perundungan
dilingkungan kampus.
Kampus Merdeka dengan memberdayakan platform digital
4. Peneliti
Menjadi bahan rujukan untuk peneliti lain yang terkait dengan pemanfaatan
ppaltform digital Tik Tok pada anti kekerasan seksual dan perundungan

Penelitian yang relevan


Penelitian tentang kekerasan seksual dilingkungan kampus pernah
di teliti oleh Raineka Faturani dalam jurnalnya yang berjudul Kekerasan
Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi (Jurnal Ilmiah Wahana
Pendidikan, September 2022, 8 (15), 480-486) dengan hasil pembahasan
sebagai berikut Ruang Lingkup Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Dalam Peraturan Mentri Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan
dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan kekerasan Seksual di Perguruan tinggi,
Diatur mengenai pengertian Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi. Yakni sebagai berikut :
“Kekerasan Seksual adalah setiap Perbuatan merendahkan, menghina,
melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi
seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa/atau gender, yang Jberakibat
atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk mengganggu
kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan
pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.”
Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat ditarik suatu garis besar
bahwa kekerasan seksual dapat terjadi dimana saja bahkan di
lingkungan perguruan tinggi sekalipun.
1. Jenis-Jenis Tindak Kekerasan Seksual di Lingkungan
Perguruan Tinggi
Sedangkan di dalam Pasal 5 Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021
tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di
Lingkungan Perguruan Tinggi ditentukan jenis-jenis kekerasan
seksual sebagai berikut:
1) Kekerasan seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara
verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan
komunikasi.
2) Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a) Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau
melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau
identitas gender korban;
b) Memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa
persetujuan korban;
c) Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon,
dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban;
d) Menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e) Mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio,
dan/atau video bernuansa seksual tanpa persetujuan
korban meskipun sudah dilarang korban;
f) Mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto
dan/atau rekaman audio dan/atau visual korban yang
bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
g) Mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi
korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
h) Menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi
korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;
i) Mengintip atau dengan sengaja melihat korban yang
sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada
ruang yang bersifat pribadi;
j) Membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau
mengancam korban untuk melakukan transaksi atau
kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh korban;
k) Memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l) Menyentuh, mengusap, meraba, memegang , memeluk,
mencium, dan/atau menggosokan bagian tubuhnya pada
tubuh korban tanpa persetujuan korban;
m) Membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;
n) Memaksa korban untuk melakukan kegiatan seksual;
o) Mempraktikan budaya komunitas Mahasiswa,
Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang
bernuansa seksual;
p) Melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q) Melakuka perkosaan termasuk penetrasi dengan
benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r) Memaksa atau memperdayai korban untuk melakukan aborsi;
s) Memaksa atau memperdayai korban untuk hamil;
t) Membiarkan terjadinya kekerasan seksual dengan
sengaja; dan/atau
u) Melakukan perbuatan kekerasan seksual lainnya.
(1) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m,
dianggap tidak sah dalam hal korban:
a. Memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan
peraturan undang-undang;
b. Mengalami situasi dimana pelaku mengancam,
memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. Mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan,
alkohol, dan/atau narkoba;
d. Mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. Memiliki kondisi psikologis yang rentan;
f. Mengalami kelumpuhan sementar (tonic immobility); dan/atau
g. Mengalami kondisi terguncang.
i. Berdasarkan pengertian diatas, maka dapat ditarik suatu
garis besar bahwa kekerasan seksual merupakan suatu
tindakan yang menggunakan fisik, non fisik, dan
verbal, yang terjadi jika seseorang merasa terpaksa
melakukan suatu hal diluar kehendaknya.

1. Pengertian Korban Tindak Pidana Seksual di Perguruan Tinggi


Dalam pasal 1 ayat (12) disebutkan mengenai korban yaitu :
“Korban adalah Mahasiswa, Pendidik, Tenaga kependidikan,
warga kampus, dan masyarakat umum yang mengalami kekerasan
seksual”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa,
kekerasan seksual dapat terjadi kepada siapa saja di dalam
lingkungan perguruan tinggi.

2. Hak dan Kewajiban Korban Tindak Pidana Kekerasan


seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi
Mengenai Hak-Hak korban kekerasan seksual di
Lingkungan perguruan tinggi, Diatur dalam Pasal 11 dan 12
Peraturan Menteri nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan
dan Penanganan Kekerasan seksual di Lingkungan perguruan
tinggi, yaitu :
Pasal 11:
“(1) Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
huruf a diberikan kepada Korban atau saksi yang berstatus
sebagai Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan
Warga Kampus.
(2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. konseling;
b. layanan kesehatan;
c. bantuan hukum;
d. advokasi; dan/atau
e. bimbingan sosial dan rohani.
(3) Dalam hal, Korban atau saksi merupakan penyandang
disabilitas, pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan penyandang
disabilitas.
(4) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan persetujuan Korban atau saksi.
(5) Dalam hal Korban tidak memungkinkan untuk memberikan
persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka persetujuan
dapat diberikan oleh orang tua atau wali Korban atau pendamping.”
Pasal 12 :
“(1) Pelindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf
b diberikan kepada Korban atau saksi yang berstatus sebagai
Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus.
(2) Pelindungan kepada Korban atau saksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa:
a. jaminan keberlanjutan untuk menyelesaikan pendidikan bagi Mahasiswa;
b. jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai Pendidik dan/atau
Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi yang bersangkutan;
c. jaminan pelindungan dari ancaman fisik dan nonfisik dari pelaku
atau pihak lain atau keberulangan Kekerasan Seksual dalam bentuk
memfasilitasi pelaporan terjadinya ancaman fisik dan nonfisik
kepada aparat penegak hukum;
d. pelindungan atas kerahasiaan identitas;
e. penyediaan informasi mengenai hak dan fasilitas pelindungan;
f. penyediaan akses terhadap informasi penyelenggaraan pelindungan;
g. pelindungan dari sikap dan perilaku aparat penegak hukum yang
merendahkan dan/atau menguatkan stigma terhadap Korban;
h. pelindungan Korban dan/atau pelapor dari tuntutan pidana;
i. gugatan perdata atas peristiwa Kekerasan Seksual yang dilaporkan;
j. penyediaan rumah aman; dan/atau
k. pelindungan atas keamanan dan bebas dari ancaman yang
berkenaan dengan kesaksian yang diberikan.”
Mengenai kewajiban korban, Korban wajib menjalani
masa pemulihan yang disediakan oleh lembaga kependidikan, yang
mana diatur dalam pasal 20 Permendikbud Nomor 30 tahun 2021
tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di
lingkungan Perguruan Tinggi, yaitu:
Pasal 20 :
“(1) Pemulihan kepada Korban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf d berupa:
a. tindakan medis;
b. terapi fisik;
c. terapi psikologis; dan/atau
d. bimbingan sosial dan rohani.
(2) Pemulihan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat melibatkan:
a. dokter/tenaga kesehatan lain;
b. konselor;
c. psikolog;
d. tokoh masyarakat;
e. pemuka agama; dan/atau
f. pendamping lain sesuai kebutuhan termasuk
kebutuhan Korban penyandang disabilitas.
(3) Pemulihan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan berdasarkan persetujuan Korban. (4) Dalam hal
saksi pelapor mengalami stres traumatis sekunder (secondary
traumatic stress), pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat
diberikan berdasarkan persetujuan saksi.”
3. Sanksi terhadap pelaku tindak kekerasan Seksual di
Lingkungan Perguruan Tinggi
Sanksi terhadap pelaku, diatur pada pasal 14 Permendikbud Nomor
30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, yakni :
Pasal 14:
“(1) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 terdiri atas:
a. sanksi administratif ringan;
b. sanksi administratif sedang; atau
c. sanksi administratif berat.
(2) Sanksi administratif ringan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a berupa:
a. teguran tertulis; atau
b. pernyataan permohonan maaf secara tertulis yang
dipublikasikan di internal kampus atau media massa.
(3) Sanksi administratif sedang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:
a. pemberhentian sementara dari jabatan tanpa memperoleh hak jabatan;
atau
b. pengurangan hak sebagai Mahasiswa meliputi:
1. penundaan mengikuti perkuliahan (skors);
2. pencabutan beasiswa; atau
3. pengurangan hak lain.
(4) Sanksi administratif berat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c berupa:
a. pemberhentian tetap sebagai Mahasiswa; atau
b. pemberhentian tetap dari jabatan sebagai Pendidik Tenaga
Kependidikan, atau Warga Kampus sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan, dari Perguruan Tinggi yang
bersangkutan.
(5) Setelah menyelesaikan sanksi administratif ringan dan
sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
pelaku wajib mengikuti program konseling pada lembaga
yang ditunjuk oleh Satuan Tugas.
(6) Pembiayaan program konseling sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dibebankan pada pelaku.
(7) Laporan hasil program konseling sebagai dasar Pemimpin
Perguruan Tinggi untuk menerbitkan surat keterangan bahwa
pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.”
Dan membuat kesimpulan bahwa:
Kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi merupakan
hasil dari kekosongan Hukum mengenai kekerasan seksual di
lingkungan perguruan Tinggi Itu sendiri. Permendikbud Nomor 30
Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual
di lingkungan perguruan tinggi merupakan pedoman untuk
melindungi korban kekerasan seksual, dan melakukan pencegahan
agar dapat mengurangi tindak kekerasan seksual yang terjadi di
lingkungan perguruan Tinggi.
Sementara itu penelitian tentang kampanye digital pernah
diteliti oleh Vannesa dkk dalam jurnalnya Jurnal Intelektual
Administrasi Publik dan Ilmu Komunikasi Vol.8 No.2 dengan judul
Kampanye Digital pada Tik tok @Perhumas_Indonesia melalui
#IndonesiaBicaraBaik dalam Mewujudkan Masyarakat 5.0.
Menyimpulkan bahwa
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa tagar
#IndonesiaBicaraBaik dikampanyekan melalui media digital Tik tok
@Perhumas_Indonesia dalam mewujudkan masyarakat 5.0 meliputi
beberapa hal sesuai dengan teori menurut Jungherr, diantaranya
sebagai berikut :
a. Adanya struktur organisasi dan rutinitas kerja dalam kampanye
digital #IndonesiaBicaraBaik. Dalam melaksanakan kampanye digital
bertajuk #IndonesiaBicaraBaik ini, Perhumas Indonesia menggandeng
mahasiswa dengan latar belakang kehumasan untuk membantu
menyiapkan konten kampanye. Perhumas Indonesia sampai saat ini
belum memiliki tim khusus untuk memproduksi konten
#IndonesiaBicaraBaik sehingga pengelolaan dan pelaksanaan
kampanye digital ini dilakukan oleh pihak kesekretariatan dengan
dibantu oleh mahasiswa magang. Keikutsertaan mahasiswa dengan
latar belakang kehumasan melalui kegiatan magang ini juga akan
memberikan ide-ide yang baru untuk kelangsungan konten
#IndonesiaBicaraBaik karena mahasiswa muda cenderung memiliki
ide yang unik dan up to date. Terlebih lagi, mahasiswa merupakan
generasi muda yang sangat dinamis dan adaptif terhadap perubahan
zaman. Mereka cenderung mudah untuk mengikuti dan mempelajari
hal- hal baru apabila dibandingkan dengan generasi di atasnya.
Rutinitas kerja yang dilakukan selama pelaksanaan kampanye digital
#IndonesiaBicaraBaik ini adalah meliputi brainstorming atau
berdiskusi tentang konten- konten apa saja yang akan diunggah baik
harian, mingguan maupun bulanan. Setiap minggu setidaknya ada satu
konten yang diunggah dan setiap konten yang diunggah harus disertai
dengan tagar #IndonesiaBicaraBaik.
b. Adanya kehadiran #IndonesiaBicaraBaik di Ruang Informasi
Online yaitu Tik tok. Pada 2016, Perhumas Indonesia mengunggah
konten pertamanya yang menggunakan tagar #IndonesiaBicaraBaik
pada 5 Oktober 2016 sekaligus mengumumkan pelaksanaan Konvensi
Nasional Humas 2016. Mulai dari unggahan tersebut kehadiran tagar
#IndonesiaBicaraBaik akhirnya digencarkan di media sosial Tik tok
@Perhumas_Indonesia hingga saat ini. Tik tok @Perhumas_Indonesia
dijadikan sebagai sarana belajar, mend engarkan, dan menyampaikan
pesan positif. Tik tok merupakan salah satu aplikasi media sosial dapat
dimanfaatkan untuk belajar melalui beragam informasi, data dan isu
yang termuat di dalamnya. Pada aspek lain, media sosial Tik tok juga
dapat menjadi sarana untuk menyampaikan berbagai informasi kepada
masyarakat di dunia digital. Konten- konten di dalam media sosial
berasal dari berbagai belahan dunia dengan beragam latar belakang
budaya, sosial, ekonomi, keyakinan, tradisi dan tendensi. Di akun Tik
tok @Perhumas_Indonesia, tagar #IndonesiaBicaraBaik
dikampanyekan secara digital dengan konsep micro blogging yaitu
konsep pembuatan pesan atau post singkat di sebuah platform digital.
Kehadiran #IndonesiaBicaraBaik dalam Tik tok Perhumas Indonesia
mulai dikembangkan dengan berbagai macam konten seperti
Humaspedia yang membahas tentang kehumasan, Protips yang
membahas tentang tips seputar kehumasan, Motion (monday
inspiration) yang berisi kutipan-kutipan inspirasi yang diunggah
setiap hari Senin.

c. Adanya penggunaan simbol kampanye digital yaitu dengan tagar


#IndonesiaBicaraBaik. APerhumas Indonesia menggunakan tajuk
#IndonesiaBicaraBaik sebagai simbol dari kampanye digital yang
mereka lakukan. Cara kerja tagar ini adalah dengan mengelompokkan
unggahan ke dalam satu kategori yang sama sesuai dengan tagar yang
digunakan. Dalam setiap informasi yang akan diunggah dan
disebarluaskan akan selalu menggunakan tagar #IndonesiaBicaraBaik.
Apabila seseorang mengunggah informasi ke media sosial dengan
menggunakan tagar tersebut maka unggahan itu akan masuk di
kategori sesuai tagar yang dibuat sehingga saat orang lain mencari
informasi terkait tagar tersebut maka unggahan-unggahan terkait juga
akan muncul. Alasan penggunaan tagar sebagai simbol kampanye
digital ini antara lain untuk meningkatkan engagement, memberikan
kesempatan untuk membangun awareness (kesadaran & kepekaan
sosial), sebagai cara menunjukkan dukungan untuk masalah sosial,
mempermudah audiens dalam menemukan topik.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untul memberdayakan peran
mahasiswa dalam mengedukasi anti kekerasan seksual dan anti
perundungan dilingkungan kampus melalui Kampanye digital di Tik
Tok

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian kualitatif. Dalam bidang sosial, jenis penelitian ini banyak
digunakan karena hasil penelitian diperoleh melalui proses
pegumpulan data, analisis kemudian data diinterpretasikan. (Anggito
& Setiawan, 2018). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
deskriptif yaitu mendeskripsikan apa yang dilihat, didengar, dirasakan
serta ditanyakan. (Sugiono, 2015)
Yang menjadi subjek dari penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas
hang Tuah Surabaya dan mahasiswa di seluruh Indonesia dan Dunia
yang menggunakan aplikasi Tik Tok,.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan (Sugiono, 2015) yang menyatakan bahwa dalam
penelitian kualitatif untuk mengumpulkan informasi digunakan cara
berpartisipasi dalam lokasi penelitian, observasi langsung, melakukan
wawancara mendalam serta melakukan pengulasan dokumen dan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Setelah dilakukan kampanye digital di Tik Tok tentang Anti Kekerasan
Seksual dan Anti Perundungan didapatkan hasil banyak yang
memberikan komentar positif dan banyaknya like dan menonton
tayangan ini. Tik tok dijadikan sebagai sarana belajar, mendengarkan, dan
menyampaikan pesan positif. Tik tok merupakan salah satu aplikasi media
sosial dapat dimanfaatkan untuk belajar melalui beragam informasi, data dan
isu yang termuat di dalamnya. Pada aspek lain, media sosial Tik tok juga
dapat menjadi sarana untuk menyampaikan berbagai informasi kepada
masyarakat di dunia digital. Konten-konten di dalam media sosial berasal
dari berbagai belahan dunia dengan beragam latar belakang budaya, sosial,
ekonomi, keyakinan, tradisi dan tendensi.
Pada setiap konten yang diunggah secara gencar sebagai upaya untuk
menanamkan branding dari kampanye digital tentang Anti Kekerasan
seksual dan anti perundungan di mata masyarakat.
Sehubungan dengan berkembangnya teknologi informasi dan
komunikasi yang sangat pesat, konsep masyarakat 5.0 pun mulai
berkembang. Masyarakat 5.0 merupakan sebuah konsep teknologi
masyarakat yang berpusat pada manusia dan berkolaborasi dengan
teknologi (AI dan IoT) untuk menyelesaikan masalah sosial yang
terintegrasi di ruang dunia maya dan nyata. Tik Toklah salah satu
media yang tepat untuk mahasiswa berperan aktif dalam
mengkapanyekan anti kekerasan seksual dan anti perundungan sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.

KESIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Dapat disimpulkan dalam penelitian ini bahwa ada peranan mahasiswa dalam anti
kekerasan seksual dan anti perundungan melalui Kampanye Digital di Tik Tok
Saran
Mahasiswa
Agar mahasiswa lebih berperan aktif dan menggunakan dan memanfaatkan
digitalisasi sebagai sarana untuk mengedukasi dan pemebelajaran bagi mereka
Mahasiswa diharapkan menggunakan platform digitalisasi dalam mempermudah
dan mempercepat dalam bidang pendidikan.
Universitas
Penelitian ini dijadikan motivasi mahasiswa lain untuk perduli akan lingkungan
sekitar dan berperan dalam kegiatan sosial dan pemanfaatan platform Selain Tik
Tok untuk mengembil peran dalm kegiatan kemanusiaan.
Peneliti
Penelitian ini menjadi rujukan untuk peneliti lain

DAFTAR PUSTAKA
https://hpu.unesa.ac.id/post/memahami-kekerasan-seksual-dan-bullying-definisi-
penyebab-hingga-cara-mengatasi
Vanessa dkk, Jurnal Intelektual Administrasi Publik dan Ilmu Komunikasi Vol.8
No.2 Kampanye Digital pada Instagram @Perhumas_Indonesia melalui
#IndonesiaBicaraBaik dalam Mewujudkan Masyarakat 5.0 ISSN:2338- 7521

https://wikepedia.com/kampanye

Anda mungkin juga menyukai