Anda di halaman 1dari 18

STAND UP COMEDY ROASTING KIKY SAPUTRI MENGGUNAKAN

TEKNIK ANALISIS WACANA SARA MILLS

Oleh:
Nama : Matthew Fanuel Wang
NIM : 66190154

“Proposal Untuk Skripsi”


Program Studi Ilmu Komunikasi
Konsentrasi Broadcasting

INSTITUT BISNIS DAN INFORMATIKA KWIK KIAN GIE


JAKARTA
OKTOBER 2022
INTISARI

Stand up comedy dikenal sebagai salah satu penampilan yang biasanya dilakukan secara

one man show (seorang diri), dengan melakukan penyampaian materi yang telah dipersiapkan

secara matang, dengan tujuan untuk menghibur para pendengar ataupun penontonnya itu sendiri.

Menurut dari para komika, stand up comedy diangkat dari observasi dan menganalisa fenomena

sosial yang terjadi di masyarakat.

Dalam penelitian yang akan penulis lakukan, penulis akan meneliti Kiki Saputri sebagai

objek penelitian yang melakukan roasting yang merupakan bagian dari stand up comedy itu

sendiri. Penulis tertarik melakukan penelitian tersebut, dikarenakan Kiki Saputri melakukan

roasting yang sangat berani dan dilakukan oleh kaum feminis, untuk melakukan kritik kepada

pejabat-pejabat negara yang dibawakan secara komedi.

Roasting itu sendiri adalah kritikan yang dibawakan secara komedi dengan tujuan untuk

menghormati seorang individu dengan cara yang unik dan secara tidak langsung membawakan

kritik dan saran untuk seseorang tersebut. Kiki Saputri sendiri menjadi seorang tokoh figur publik

yang memiliki gaya khas tersendiri untuk melakukan roasting itu sendiri, sehingga beliau menjadi

salah satu aktris yang sering tampil di layar kaca dan media manapun.

Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan Teori Analisa Wacana Sara Mills yang

membahas seputar feminisme, dengan perspektif perempuan, yakni Kiki Saputri sebagai

perempuan yang merupakan objek penelitian penulis. Penulis juga akan melakukan penelitian

menggunakan teknik penelitian kualitatif, menggunakan wacana kritis teori Sara Mills yang fokus

kepada penelitian posisi subjek-objek. Penelitian ini diharapkan dapat membuka pandangan baru

terhadap perempuan, bahwa bukan hanya pria saja yang dapat melakukan kritik dan saran kepada

petinggi negara, tetapi perempuan juga dengan metode stand up comedy.


DAFTAR ISI

INTISARI……………………………………………………………………………………

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………..

BAB I………………………………………………………………………………………..

A. Latar Belakang…………………………………………………………………

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..

C. Tujuan Penelitian……………………………………………………………...

D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………….

BAB II………………………………………………………………………………………

A. Landasan Teori………………………………………………………………...

BAB III……………………………………………………………………………………..
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Stand up merupakan seni pertunjukan komedi yang dikemas dalam kegiatan

berbicara didepan banyak orang dengan membahas materi yang memiliki tujuan untuk

menghibur orang. Biasanya stand up comedy dilakukan oleh satu penampil (One Man

Show) atau yang biasa disebut komika. Menurut para komika, stand up comedy berangkat

dari obeservasi dan menganalisa fenomena sosial yang terjadi. Dalam penelitian kami Kiki

Saputri melakukan roasting berdasarkan apa yang dia tangkap dari realita yang ada.

Pandji Pragiwaksono (2012) menyampaikan bahwa stand up comedy bukanlah joke

telling. Materi yang disiapkan merupakan hasil pemikiran sendiri, saat komika berada

diatas panggung dia memperjuangkan opini yang dianggap salah oleh mereka, tentunya

dengan cara yang lucu dan penuh kalimat satire. Tujuan stand up sendiri pada awalnya

untuk menghibur, namun ditangan beberapa orang bisa jadi kritik sosial.

Materi yang disampaikan bukanlah hanya sebuah komedi yang tidak bermakna,

melaikan sebuah materi yang memiliki makna dari sebuah esensi didalam menganalisa

fenomena sosial. Untuk pelaksanaan nya seorang komika tidak harus berdiri dan

menceritakan hal-hal atau keresahan yang dapat mengundang tawa. Bisa juga dengan

duduk dibangku dan tetap memaparkan materi yang ada.


Awal kemunculan stand up comedy ada sejak abad-18 di Amerika yang dikemas

dalam bentuk teater. Sedangkan stand up comedy masuk ke Indonesia sejak jaman kolonial

dan lebih dikenal sebagai lawak tunggal, seiring berjalan nya waktu membuat stand up

comedy di Indonesia berkembang menjadi kegiatan yang digemari oleh banyak

masyarakat. Roasting dalam stand up comedy adalah tradisi komedi AS yang berasal dari

tahun 1950-an.

Roasting juga bentuk komedi yang melibatkan penghinaan atau ejekan untuk

seseorang. Roasting dimaksudkan untuk menghormati individu dengan cara yang unik

dengan tujuan untuk memberi kritik dan saran lewat komedi. Roasting juga bisa melibatkan

pujian dan penghormatan yang tulus. implikasinya individu yang akan di-roasting bisa

menerima lelucon dengan humor yang baik bukan sebagai kritik hinaan yang serius.

Kata Roasting stand up comedy akhir-akhir ini popular di media sosial lantaran aksi

Kiki Saputri yang melakukan “Roasting”. Itu merupakan suatu hal yang patut di apresiasi

oleh para golongan masyarakat, karena beliau berani dan dengan lantang menyampaikan

kritik-kritik kepada para pejabat di depan publik. Dengan mengemas kritik menjadi

komedi, beliau sangatlah kreatif dalam membuat materi roasting yang akan disampaikan

kepada para pejabat.

Kiki Saputri hebat dalam membuat suasana yang seharusnya sensitif menjadi cair

dengan gaya-nya yang khas. Nama Kiki pun naik ke berbagai platform media seperti

Instagram, Twitter, bahkan berita sekalipun. Dikenal dengan keberanian nya membawakan

materi satire untuk melakukan roasting para publik figur, termasuk dalam jajaran menteri

kabinet sampai ke crazy rich indonesia.


Di dalam penelitian ini kami akan membahas komika perempuan yang belakangan

ini sedang menjadi sorotan masyarakat di sosial media, terkenal dengan sapaan akrab nya

Kiki, dia berhasil membuat masyarakat kagum akan stand up comedy yang dikombinasi

dengan roasting. Public figure adalah sasaran utama nya dalam melakukan kegiatan

roasting ini,

Emansipasi Wanita sangatlah digaungkan di Indonesia, kampanye ini memberikan

efek yang positif dengan masuknya perempuan ke berbagai lini bidang masyarakat,

termasuk dalam dunia stand up comedy. Dalam penelitian ini kami akan menganalisa salah

satu komika perempuan yang cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia, yakni Kiki Saputri.

Sebagai seorang komika perempuan Siki Saputri sendiri sangat mendapat banyak

pujian dari masyarakat karena dapat memberik kritik kepada jajaran pemerintah dengan

dikemas sebagai stand up comedy. Teori Analisa Wacana Sara Mills sendiri membahas

seputar feminisme, dalam wacana sara mills sendiri memiliki perspektif perempuan

menunjukan perhatian bagaimana teks dalam menampilkan wanita.

Dengan melihat peran individu yang di roasting didalam teks dan peran Kiki sebagai yang

melakukan roasting, menimbulkan gaya pemaparan dan peran yang ditampilkan akan

membentuk kewewenangan yang mengintervensi pihak yang berkuasa menjadi pihak yang

minioritas yang dapat dikendalikan. Kerangka analisis wacana sara mills sendiri lebih

menekankan posisi teks dalam bentuk subjek dan objek (Basarah, 2019).

Posisi subjek sebagai menganalisa sedangkan posisi objek sebagai yang dianalisa.

Paradigma penelitian ini mendalami bahasa perempuan baik secara verbal maupun non-

verbal dan menjerumus kepada penelitian kualitatif, menggunakan wacara kritis Teori Sara

Mills sendiri fokus kepada penelitian posisi subjek-objek. Penelitian ini digunakan untuk
membuka pandangan baru terhadap perempuan, dalam hal ini Kiki Saputri menunjukan

bahwa perempuan bisa mengkritik para petinggi negara dengan metode standup comedy.

Analisa ini dihubungkan dengan realitas sosial yang ada di media sosial, yang pada

akhirnya Teori Sara Mills dapat mengetahui perspektif pembaca dan penulis. Penulis

memposisikan dirinya sebagai perempuan dan menghasilkan kritik yang diarahkan kepada

objek untuk menafsirkan dalam sudut pandang perempuan.

Gambar 1.1

Kiki Saputri yang sedang melakukan roasting


B. Rumusan Masalah

a. Dalam penelitian penulis tentang Teori Analisis Wacana Sara Mills dalam

menganalisis fenomena stand up yang memiliki kebiasaan melakukan roasting sebagai

ciri khas dalam stand up comedy sendiri. Representasi perempuan dalam media massa

masih mengkhawatirkan karena perempuan selalu berada pada posisi yang kurang

menguntungkan yang sering menjadi objek. Menurut Sara Mills, posisi-posisi ini dalam

arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa yang menjadi objek penceritaan

akan menentukan struktur teks dan bagaimana makna diberlakukan (Eriyanto,

2001:200). Sebagai objek perempuan menjadi pihak yang di definisikan, dijadikan

bahan penceritaan dan ia tidak bisa menampilkan dirinya sendiri. Dalam model

analisisnya. Sara Mills lebih melihat pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan

dalam teks. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek penceritaan dan siapa

yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagaimana struktur teks dan

bagaimana makna diberlakukan dalam teks secara keseluruhan (Eriyanto, 2001;200).

Posisi subjek dan objek, analisisi atas bagaimana posisi-posisi aktor dalam teks

(program) ditampilkan secara luas akan menyingkap bagaimana ideologi dan

kepercayaan dominan bekerja dalam teks. Posisi sebagai subjek atau objek dalam

representasi mengandung muatan ideologis tertentu. Pertama, posisi ini akan

menunjukan batas tertentu sudut pandang penceritaan. Artinya sebuah peristiwa atau

wacana akan dijelaskan dalam sudut pandang subjek sebagai narator dari suatu

peristiwa. Dengan demikian, pemaknaan khalayak akan tergantung kepada narator

sebagai juru warta kebenaran. Kedua, sebagai subjek representasi narator bukan hanya

memiliki keleluasaan dalam menceritakan pertistiwa tetapi juga menafsirkan berbagai


Tindakan yang membangun peristiwa tersebut, dan kemudian hasil penafsirannya

mengenai peristiwa itu digunakan untuk membangun pemaknaan dia yang disampaikan

kepada khalayak. Ketiga, proses pendefinisian tersebut bersifat subjektif, maka

perspektif dan sudut pandang yang dipakai tersebut akan mempengaruhi tehadap

bagaimana sebuah peristiwa didefinisikannya. Contoh pertanyaan yang akan timbul

adalah berikut :

b. Bagaimana feminisme bisa berdampak dalam media terutama dalam hal stand-up

comedy roasting?

c. Apakah roasting dari seseorang terutama wanita dapat menjadi sebuah kritik dan saran

untuk membangun?

C. Tujuan Penelitian

Dari berbagai materi yang sudah penulispaparkan, maka dapat disimpulkan bahwa

tujuan penelitian kami adalah sebagai berikut ;

a. Untuk mengetahui Kiky Saputri memberikan dampak kepada narasumber yang di

roasting.

b. Apakah narasumber yang di roasting oleh Kiky Saputri memberikan output emosi yang

berbeda, ketika yang melakukan roasting adalah lawan jenisnya.

D. Manfaat Penelitian

Dengan materi yang sudah kami paparkan dengan tujuan dari penelitian ini, kami

berharap untuk dapat memberikan manfaat positif bagi pembelajaran Mahasiswa. Maka

harapan kami, manfaat melalui penelitian kami, yaitu:


1. Manfaat Akademis

Dari hasil penelitian, kami berharap dapat memberikan manfaat untuk

masyarakat bahwa roasting bukan merupakan hal yang buruk dan tidak dapat untuk

diterima, melainkan dapat menjadi sebuah sarana kritik dan saran untuk semakin

memajukan pribadi dan bangsa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa untuk terus

berpikir kreatif dan cerdas untuk berkomunikasi, juga agar mahasiswa

dapat menerima diri sendiri untuk dapat menerima kritik dan saran.

Untuk Mahasiswi diharapkan agar dapat lebih berani untuk

berpendapat.

b. Bagi Pembaca

Diharapkan bagi para pembaca untuk mengerti manfaat dari “roasting”

itu sendiri untuk dapat berguna seperti fungsi utamanya yakni untuk

mengkritik untuk memotivasi seseorang sadar akan kesalahannya dan

memperbaikinya. Serta tidak stereotip terhadap “roasting” itu sendiri.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan penelitian kami ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk

penelitian yang akan mendatang yang berhubungan dengan penelitian

kami.
BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Landasan Teori

2.1 Teori Analisa Wacana Sara Mills

Analisa Wacana Sara Mills, teori yang memiliki perspektif feminis. Perspektif ini

memiliki titik perhatian yang menunjukan bagaimana teks dalam menampilkan wanita.

Penelitian ini menggunakan analisa wacana Sara Mills yang dimana teori ini memfokuskan

pada wacana feminisme, dimana kami melihat perempuan dalam konteks ini adalah “Kiki

Saputri” teori ini tidaak hanya menggunakan sudut pandang linguistik.

Makna dari materi yang disampaikan begitu kuat dan meresap kepada bintang tamu

yang di roasting. Dalam hal ini tidak hanya secara verbal bahasa, ada beberapa komponen

lain yang digunakan seperti, beragam kode visual, perilaku dan berbagai hal yang menjadi

konsentrasi Kiki Saputri mengutarakan materi ini. Dengan memodifikasi ilmu sosiologi

dan psikologi kiki saputri berhasil menyampaikan makna yang dalam dengan menganalisa

karakter dari bintang tamu.

Karena didasari dengan individu (bintang tamu) yang sudah dipengaruhi kelompok

sosial atau bahkan memiliki paradigma sendiri yang subjektif, membuat ketidaksadaran

dalam tiap diri individu. Mungkin para bintang tamu pun tidak bebas dalam jerat ideologi,

dengan latar belakang budaya yang berbeda mungkin menciptakan ideologi yang subjektif.

tetapi justru seorang Kiki Saputri dapat menyampaikan aspirasi yang mungkin ditampung

dari keresahan masyarakat dengan sangat baik dan memberikan makna yang dalam bagi

para bintang tamu.


2.2 Gerakan Feminisme

Media massa seringkali menjadikan perempuan sebagai pasar yang potensial.

Perempuan seringkali dicitrakan selalu berkutat dalam kegiatankegiatan seputar rumah

tangga, kecantikan atau hal-hal yang berhubungan dengan keindahan semata. Pandangan

sebelah mata serta beragam anggapan buruk (stereotype) yang dilekatkan kepada

perempuan inilah yang setidaknya menjadi salah satu penyebab utama timbulnya gerakan

feminis.

Definisi feminis sendiri jika dilihat dalam KKBI (2003) adalah gerakan wanita yang

192 menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria. Feminisme hadir

untuk mengkritik budaya populer dan media massa terkait dengan masalah perempuan

beserta konstruksinya yang tidak adil, tidak seimbang dan eksploratif dalam konteks suatu

kerangka ketidaksetaraan dan penindasan gender.

Gerakan ini menuntut pencitraan perempuan yang lebih realistis, berimbang serta

menyerukan bahwa perempuan dapat lebih setara dengan laki-laki, dimana perempuan

dapat mengambil keputusan atau mendapatkan pekerjaan sesuai dengan apa yang

dikehendaki. Dalam hal ini, Gerakan Feminisme adalah salah satu hal yang dapat dilakukan

untuk menyuarakan megenai kesetaraan gender.

2.3 Stand Up Comedy

Para psikolog menyebut ada lima tahap berpikir kreatif (Rakhmat, 2013 : 75) :

a) Orientasi : masalah dirumuskan, dan aspek - aspek masalah diidentifikasi.

b) Preparasi : pikiran berusaha mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan

dengan masalah.
c) Inkubasi : pikiran beristirahat sebentar, ketika berbagai pemecahan berhadapan dengan

jalan buntu. Pada tahap ini, proses pemecahan masalah berlangsung terus dalam jiwa

bawah sadar kita.

d) Iluminasi : Masa inkubasi berakhir ketika pemikir memeroleh semacam ilham,

serangkaian insight yang memecahakan masalah.

e) Verifikasi : tahap terakhir untuk menguji dan secara kritis menilai pemecahan masalah

yang diajukan pada tahap keempat. Terdapat pula beberapa faktor yang secara umum

menandai orang – orang kreatif ialah kemampuan kognitif, sikap yang terbuka dan sikap

yang bebas, otonom, dan percaya pada diri sendiri.

Menjadi pelaku Stand Up Comedy tidaklah mudah, selain harus menyiapkan

konsep dan materi, tekanan mental juga kerap hadir saat penampilan. Jika Stand Up

Comedy yang dibawakan seorang komika tidak dimengerti oleh penonton, maka kesan

tidak lucu akan muncul. Dan yang lebih buruk lagi selain penonton tidak tertawa juga bisa

menjadi cibiran para penonton.

2.4 Roasting

Istilah roasting mengalami perubahan selama beberapa tahun. Menurut laman

Friars' Club, istilah ini pertama kali digunakan tahun 1904, dan baru kemudian menyusul

digunakan para aktor, musisi dan komedian. Penghuni awal klub antara lain komedian

legendaris (Bob Hope, Groucho Marx, Buddy Hackett), banyak di antaranya Milton Berle,

Johnny Carson, Don Rickles, Jack Benny.

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk me-roasting yang bernilai, seperti

perayaan komunitas, pemberontakan melawan ketepatan politik. Tapi roasting tidak itu
saja. Bisa lebih acak seperti menargetkan sembarang selebriti dan melontarkan lelucon

tentang mereka. Ada aturan umum tentang roasting itu sendiri, pertama tidak boleh rasis,

kedua harus mempertimbangkan situasi kehidupan, keunikan lawan yang di roasting. Ada

masalah sosial, budaya, seksual, gender, dan ekonomi yang perlu dipikirkan ketika

melawan orang lain, dan mempertimbangkan perasaan manusia.

2.5 Penelitian Sara Mills Terdahulu

Penulis mengutip penelitian terdahulu yang korelasinya hampir sama dengan

penelitian yang sedang kami lakukan, yaitu Analisis Wacana Feminisme Sara Mills

Program Tupperware She Can! On Radio. Ini adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh

Septian Widya, Daru Purnomo dan John R. Lahade yang meneliti bahwa berkembangnya

media massa yang mengacu kepada feminisme dan diskriminasi gender yang berada di

ruang lingkup media massa yang selama ini ada.

Dalam penelitian mereka, mereka memfokuskan Radio Female Semarang yang

menjadi objek karena membuat program Tupperware She Can! On Radio yang

mematahkan stigma bahwa perempuan juga bisa memiliki gagasan, inspiratif dan mampu

melakukan perubahan, Ini adalah bentuk kesamaan dengan penelitian kami yaitu dengan

Kiky Saputri yang melakukan roasting dengan maksud mengkritik tapi dengan cara yang

elegan.

Ini membuktikan bahwa perempuan juga bisa memiliki ide kreatif dalam

menyampaikan pendapat ataupun keluh kesah yang selama ini tidak dapat tersampaikan

dengan baik karena metode yang dilakukan terlalu monoton, namun saat ini bisa dilakukan
dengan cara yang fresh dan sedikit balutan komedi itu akan lebih dapat tersampaikan

kepada yang tertuju. Adapun contoh yang penulis ambil adalah sebagai berikut :

- https://ejournal.uksw.edu/cakrawala/article/download/37/33

-https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/37118/1/UMMAMAH

%20NISA%20ULJANAH-FDK.pdf
BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pikir Penelitian :

Representasi media massa terhadap


feminisme

Acara Stand Up Comedy


“Roasting”

Roasting yang dilakukan oleh


Kiky Saputri

Dianalisa menggunakan Analisa


Wacana Feminisme Sara Mills

Representasi Perempuan dalam


Acara “Roasting” Stand Up
Comedy
Media massa berperan penting dalam membentuk pikiran, opini dan sikap yang

mencerminkan perilaku perempuan di hadapan masyarakat. Dari perspektif Teori Analisis Wacana

Sara Mills tentang feminisme, yang dimana Teori Analisa wacana sara mills sendiri membahas

seputar feminisme, dalam wacana sara mills sendiri memiliki perspektif perempuan menunjukan

perhatian bagaimana teks dalam menampilkan Wanita.

Maka dari itu Kiky Saputri mewakili dari sekian perempuan yang ada di indonesia

membuktikan bahwa dalam metode roasting ini mendapatkan banyak sekali manfaat kepada

khalayak umum karena ide kreatifnya dan keberaniannya dalam mengkritik permasalahan yang

ada di dalam negeri ini yang dikemas dengan komedi akan menimbulkan dampak positif bagi

masyarakat dan tentu si penerima kritik juga dapat membenahi hal hal yang dikritik oleh Kiky

Saputri karena penyampaiannya tidak monoton, tapi karena di sampaikan secara elegan oleh

beliau.

Anda mungkin juga menyukai