Kelompok 2:
Andhika Kurniawan Pontoh (1906333976)
Dwini Rahmadina Nisahati (1906437485)
Monica Yusnita (1906334322)
Konsep Representasi
✧ Pierce:
ekuivalensi, atau ikon = yang bersesuaian ini berkaitan dengan tipe hubungan
antara tanda dan rujukannya.
✧ KBBI:
re.pre.sen.ta.si /réprêsèntasi/ perbuatan mewakili, keadaan diwakili apa yang
mewakili; perwakilan.
1
Long, Paul dan Tim Wall bersama Vian Bakir dan Andrew McStay. 2012. Media Studies: Texts,
Production, Context. New York: Routledge.
dihiraukan.
✧ Archetype: tipe sempurna yang menampilkan nilai yang inti/preferensi dari suatu
identitas yang menjadi model cara bagaimana suatu budaya dilihat. Misalnya
masa pre mass media Hercules Andromeda, Zeus, dsb.
✧ Stereotip merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh
manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam
pengambilan keputusan secara cepat.
2
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge (2010). Organizational Behavior. Prentice Hall
memahami ‘representasi’ sebagai konsep yang “menunjuk pada bagaimana seseorang,
satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.
Pertanyaan tentang “bagaimana” itu lalu membawa implikasi politis yang lebih luas
sebagai berikut: Pertama, representasi mengingatkan kita pada politik representasi.
Suatu media memberikan kita citraan tertentu, yaitu suatu cara menggambarkan sebuah
kelompok tertentu sehingga kita seakan sampai pada pengertian tentang bagaimana
kelompok tersebut mengalami dunianya, dan bagaimana kelompok tersebut bisa
dipahami dan bahkan bagaimana mereka bisa diterima oleh kelompok lainnya. Kedua,
dalam praktek representasi suatu media besar memiliki kekuasaan untuk menghadirkan
kembali suatu kelompok tertentu, berulang-ulang, beberapa citraan tertentu, beberapa
asumsi, dan kuasa untuk meniadakan kelompok yang lain, dan karenanya menjadikan
kelompok yang lain itu menjadi asing.
Perlu dilihat lebih dalam, siapa yang bertanggung jawab dalam membuat dan
memproduksi representasi dalam media. Begitu juga dengan, bagaimana stereotip bisa
terbentuk. Menurut paul Long dan Tim Wall (2009), Ada beberapa faktor yang bisa diteliti
dalam Institusi media, para profesional di bidang media, dan tanggung jawab dan
keterlibatan mereka terhadap politik representasi. Kita harus melihat, siapa berperan
dalam memproduksi teks, atau yang memiliki pengaruh besar terhadap produksi media
secara umum, misalnya, pemilik perusahaan media. Dengan mempertimbangkan
demografi kelompok semacam itu, dapat diidentifikasi pola pekerjaan dan akses ke
media, yang mungkin berdasar pada jenis kelamin, etnis, seksualitas, kelas, usia, dan
pendidikan.
Politik representasi sebagai ‘to represent’ yaitu aktivitas yang membuat perspektif,
opini, dan suara warga negara hadir (present) dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Representasi politik bisa terjadi apabila aktor-aktor politik bicara, mengadvokasi,
menandakan, dan bertindak atas nama yang lain (others).
Politik representasi berarti juga mengarah pada bentuk fakta yang digambarkan.
Representasi hadir maka akan muncul opini yang sifatnya subjektif. Sehingga politik
representasi singkatnya adalah sebagai bentuk perwakilan yang menampilkan kembali
keadaan-keadaan yang sedang diupayakan termasuk atribut-atribut tampilan khas
namun harus tetap dipandang secara kritis sebagai fungsi kontrol.
Pembuatan isi media teks seringkali didasarkan pada nilai-nilai dan sikap yang
dimiliki oleh pembuat konten. “Bias” konten sering terjadi, biasanya karena dipengaruhi
oleh pandangan, sikap politik, agama, dan pengalaman pribadi pembuat konten.
‘Queer’ Theory
Queer, mulanya memiliki makna denotasi aneh, tidak biasa; tidak awam. Namun,
pada Juni 1990, kata tersebut mulai digunakan oleh organisasi Queer Nation dalam
upaya mereka agar diterima oleh masyarakat dan sekaligus mengkonfrontasi masyarakat
heteroseksual yang tidak menerima budaya homoseksualitas.
3
Long, Paul dan Tim Wall bersama Vian Bakir dan Andrew McStay. 2012. Media Studies: Texts, Production,
Context. New York: Routledge.
Meskipun memiliki banyak makna konotatif, Queer memberikan banyak kontribusi
terhadap penelitian dan teori yang berfokus pada seksualitas, gender, dan beragam hal
yang dipandang normal oleh masyarakat (Kangasvuo dan Kakulehto, 2006:2)4.
Judith Butler (1990), seorang ahli teori budaya dalam bukunya, Gender Trouble,
menyatakan bahwa:
‘Star’ Theory
Membicarakan representasi yang media bangun, tentu tidak pernah lepas dari
figur-figur yang direpresentasikan. Ketika khalayak memahami pesan yang disampaikan
oleh figur-figur tersebut, merasa mereka ini merepresentasikan dirinya, atau
merepresentasikan diri mereka yang seharusnya, maka khalayak akan semakin
menyukainya, sehingga, lahirlah selebriti-selebriti yang sering kita lihat di berbagai media
saat ini.
4
Kangasvuo, Jenny dan Sanna Karkulehto. 2006. Preface: Querying Queer. Hal. 2.
5
Mercer, Kobena. 1994. Black Art and the Burden of Representation. Hal. 240.
Richard Dyer (1984), seorang ahli perfilman dan media asal Inggris, menyatakan
bahwa:
● Selebriti adalah hasil konstruksi, dan bukan diri individu itu sebenarnya
Contoh: Komedian Bolot ketika di tv bukanlah Muhammad Sulaeman
Harsono (nama asli Bolot) sebenarnya.
Role
Individual
Manusia akan dinilai berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang dibentuk oleh orang lain
berdasarkan interaksi, persona yang mereka tampilkan, atau karakter (personality).
Type
Setelah mereka menilai karakter individu tersebut, mereka akan menilai dari kategori
sosial (social category) mana individu tersebut berada. Kategori sosial terjadi ketika
manusia dikelompokkan berdasarkan kategorinya; pria versus wanita, orang tua versus
anak muda, orang kulit hitam versus kulit putih (Allport, 1954)6. Dalam hal ini, Orrin E.
Klapp dalam bukunya, Heroes, Villains, and Fools, menjelaskan perbedaan antara
kategori sosial dengan stereotip. Menurutnya, berbeda dengan kategori sosial, manusia
tidak dapat menolak stereotip yang melekat pada dirinya.
Member
Contohnya: ketika seorang pegawai swasta wanita dan pegawai sipil pria bertemu dan
mendiskusikan tugas dan pekerjaannya, masing-masing dari mereka akan menilai dari
tempat mereka bekerja (member). Lalu, ketika mereka mendiskusikan isu-isu seksisme
dalam pekerjaannya, mereka cenderung mewakili diri mereka masing-masing sebagai
pria dan wanita yang memiliki pandangan berbeda terhadap isu seksime (type). Saat
mereka mendiskusikan impian, cita-cita, dan keinginan, mereka menilai masing-masing
berdasarkan karakter (individual). Dan ketika mereka pertama kali bertemu, mereka
cenderung akan segera melihat prilaku yang sedang dilakukan oleh masing-masing
(pegawai sipil mengenakan seragamnya dan pegawai swasta mengenakan pakaian
kerjanya), itu adalah contoh menilai dari role.
Review
6
Allport, G. W. 1954. The Nature of Prejudice. Oxford, England: Addison-Wesley.
7
Dyer, Richard. 1984. Stereotyping. New York: Zoetrope.
○ Siapa yang memiliki kuasa?
○ Apa saja yang disepakati oleh khalayak dan apa yang tidak?
● Stereotip pada masyarakat merupakan hal yang tidak terhindarkan. Yang bisa kita
lakukan adalah menjadi lebih peka terhadap stereotip yang kita bangun untuk
orang lain. Dengan begitu, kita dapat menjadi lebih sadar bagaimana stereotip
yang kita miliki mempengaruhi cara kita berperilaku di tengah-tengah masyarakat.