Anda di halaman 1dari 9

Media dan Representasi

Kelompok 2:
Andhika Kurniawan Pontoh (1906333976)
Dwini Rahmadina Nisahati (1906437485)
Monica Yusnita (1906334322)

Konsep Representasi
✧ Pierce:
ekuivalensi, atau ikon = yang bersesuaian ini berkaitan dengan tipe hubungan
antara tanda dan rujukannya.
✧ KBBI:
re.pre.sen.ta.si /réprêsèntasi/ perbuatan mewakili, keadaan diwakili apa yang
mewakili; perwakilan.

✧ Paul Long dan Tim Wall


mewakili sesuatu berarti menggambarkan atau menggambarkannya,
menyebutnya dalam pikiran melalui deskripsi, penggambaran, atau imajinasi.
Representasi juga berarti melambangkan berdiri, untuk menjadi spesimen atau
untuk menggantikan.1

Kata kunci: mewakili,mendeskripsikan, menyimbolkan

Representasi pada Individu dan kelompok


✧ Representasi terjadi melalui semua bentuk hasil kerja media: kata-kata retorika
verbal yang digunakan dalam laporan, skrip, lelucon, dan sebagainya, serta
melalui mode-mode di mana kata-kata itu disajikan, diubah, dan disampaikan.

✧ Representasi yang ada di dalam media tidak mewakili seluruh keadaan


demografis, sehingga terkadang kita yang terpapar oleh media melakukan label.

✧ Representasi memediasi dan berkontribusi pada pembangunan pengetahuan


dan pemahaman kita tentang masyarakat luas dan semua individu dan kelompok
yang ada di dalamnya akibat dari representasi media dapat berupa positif dan
negatif.

✧ Media seringkali melakukan representasi kelompok mayoritas, minoritas

1
Long, Paul dan Tim Wall bersama Vian Bakir dan Andrew McStay. 2012. Media Studies: Texts,
Production, Context. New York: Routledge.
dihiraukan.

Archetype dan Stereotipe


✧ Kita seringkali menilai individu berdasarkan keadaan yang terlihat sekarang, dan
menghiraukan kualitas individu secara personal.

✧ Typification melibatkan penilaian cepat terhadap seseorang hanya berdasarkan


penampilan, kepercayaan dan perilaku.

✧ Archetype: tipe sempurna yang menampilkan nilai yang inti/preferensi dari suatu
identitas yang menjadi model cara bagaimana suatu budaya dilihat. Misalnya
masa pre mass media Hercules Andromeda, Zeus, dsb.

✧ Stereotip adalah proses yang melibatkan ekspresi keyakinan berlebihan tentang


kelompok yang berfungsi untuk membenarkan kondisi terhadap kelompok
mereka yang memegang dan mengekspresikan keyakinan itu.

✧ Stereotip adalah penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi


terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan2

✧ Stereotip merupakan jalan pintas pemikiran yang dilakukan secara intuitif oleh
manusia untuk menyederhanakan hal-hal yang kompleks dan membantu dalam
pengambilan keputusan secara cepat.

Sifat dan Fungsi Stereotipe


✧ Stereotip seringkali dianggap negatif
✧ Stereotip seringkali menggunakan kelompok minoritas sebagai objek
✧ Kelompok minoritas kurang memiliki kekuatan dalam masyarakat luas

Politik Representasi dan Profesional


Media
Konsep ‘representasi’ dalam studi media bisa dilihat dari beberapa aspek
bergantung sifat kajiannya. Studi media yang melihat bagaimana wacana berkembang di
dalamnya —biasanya dapat ditemukan dalam studi wacana kritis pemberitaan media —

2
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge (2010). Organizational Behavior. Prentice Hall
memahami ‘representasi’ sebagai konsep yang “menunjuk pada bagaimana seseorang,
satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan.

Representasi bisa diartikan sebagai segenap tanda di dalam mana media


menghadirkan kembali (re-present) sebuah peristiwa atau realitas. Namun demikian,
“realitas” yang tampak dalam citraan atau suara tersebut tidaklah semata-mata
menghadirkan realitas sebagaimana adanya. Di dalamnya senantiasa akan ditemukan
sebuah konstruksi, atau tak pernah ada ‘jendela’ realitas yang benar-benar transparan.

Meskipun dalam praktik representasi diandaikan senantiasa terjadi konstruksi


namun konsepsi ‘representasi’ tidak lalu bisa diterjemahkan setara dengan ‘konstruksi’;
‘representasi’ bahkan bergerak lebih jauh karena mendekati pertanyaan tentang
bagaimana sebuah kelompok atau berbagai kemungkinan hal-hal yang ada di luar media
telah direpresentasikan oleh produk suatu media.

Pertanyaan tentang “bagaimana” itu lalu membawa implikasi politis yang lebih luas
sebagai berikut: Pertama, representasi mengingatkan kita pada politik representasi.
Suatu media memberikan kita citraan tertentu, yaitu suatu cara menggambarkan sebuah
kelompok tertentu sehingga kita seakan sampai pada pengertian tentang bagaimana
kelompok tersebut mengalami dunianya, dan bagaimana kelompok tersebut bisa
dipahami dan bahkan bagaimana mereka bisa diterima oleh kelompok lainnya. Kedua,
dalam praktek representasi suatu media besar memiliki kekuasaan untuk menghadirkan
kembali suatu kelompok tertentu, berulang-ulang, beberapa citraan tertentu, beberapa
asumsi, dan kuasa untuk meniadakan kelompok yang lain, dan karenanya menjadikan
kelompok yang lain itu menjadi asing.

Perlu dilihat lebih dalam, siapa yang bertanggung jawab dalam membuat dan
memproduksi representasi dalam media. Begitu juga dengan, bagaimana stereotip bisa
terbentuk. Menurut paul Long dan Tim Wall (2009), Ada beberapa faktor yang bisa diteliti
dalam Institusi media, para profesional di bidang media, dan tanggung jawab dan
keterlibatan mereka terhadap politik representasi. Kita harus melihat, siapa berperan
dalam memproduksi teks, atau yang memiliki pengaruh besar terhadap produksi media
secara umum, misalnya, pemilik perusahaan media. Dengan mempertimbangkan
demografi kelompok semacam itu, dapat diidentifikasi pola pekerjaan dan akses ke
media, yang mungkin berdasar pada jenis kelamin, etnis, seksualitas, kelas, usia, dan
pendidikan.

Keberadaan media dan kemampuan bentuk representasi (untuk tampil


mendominasi) sangat mempengaruhi persepsi publik. Tak ayal pada akhirnya
representasi menjadi alat instan menaikkan popularitas demi kepentingan tertentu yang
kemudian kita kenal dengan pencitraan.

Politik representasi sebagai ‘to represent’ yaitu aktivitas yang membuat perspektif,
opini, dan suara warga negara hadir (present) dalam proses pembuatan kebijakan publik.
Representasi politik bisa terjadi apabila aktor-aktor politik bicara, mengadvokasi,
menandakan, dan bertindak atas nama yang lain (others).

Politik representasi berarti juga mengarah pada bentuk fakta yang digambarkan.
Representasi hadir maka akan muncul opini yang sifatnya subjektif. Sehingga politik
representasi singkatnya adalah sebagai bentuk perwakilan yang menampilkan kembali
keadaan-keadaan yang sedang diupayakan termasuk atribut-atribut tampilan khas
namun harus tetap dipandang secara kritis sebagai fungsi kontrol.

Pembuatan isi media teks seringkali didasarkan pada nilai-nilai dan sikap yang
dimiliki oleh pembuat konten. “Bias” konten sering terjadi, biasanya karena dipengaruhi
oleh pandangan, sikap politik, agama, dan pengalaman pribadi pembuat konten.

Sebuah representasi media, bisa dibuat menjadi isu politik. Ketidakseimbangan


mulai terlihat di sini jika kita membandingkan representasi orang kulit putih dengan
kelompok etnis lain. Kita dapat berargumen bahwa, di media di seluruh dunia,
digambarkan bisa menjadi representasi bagi semua khalayak umum. Hanya sedikit label
negatif yang diberikan kepada orang kulit putih.

Teori-teori dalam Representasi Media


‘Stereotyping Stereotypes’ Theory
Dalam artikelnya, ‘Rethinking Stereotypes’, Tessa Perkins (1997)3
mengungkapkan bahwa:

● Stereotip tidak selalu bersifat negatif


Contoh: Masyarakat Italia dapat membuat spaghetti dan makanan pasta
lainnya dengan sangat baik.

● Stereotip dapat berubah (tidak bersifat permanen)


Contoh: Film-film Disney terdahulu selalu menggambarkan seorang putri
membutuhkan pangeran untuk menyelamatkannya. Namun, beberapa
tahun ke belakang, film Moana, Frozen, dll mengubah pandangan khalayak
terhadap hal itu.

● Stereotip tidak selalu ditujukan hanya untuk kelompok minoritas atau


mereka yang tidak memiliki kuasa
Contoh: Stereotip yang ditujukan pada anggota DPR, koruptor, dan para
politisi.

● Stereotip dapat ditujukan untuk suatu kelompok


Contoh: Stereotip yang media bentuk untuk para fans K-Pop pada
umumnya. Dan stereotip untuk para fans sepak bola.

● Stereotip dapat mengandung kebenaran di dalamnya


Contoh: Media menggambarkan generasi Baby Boomer) cenderung lebih
sulit untuk beradaptasi dengan inovasi teknologi, dibandingkan dengan
generasi milenial dan Y.

‘Queer’ Theory
Queer, mulanya memiliki makna denotasi aneh, tidak biasa; tidak awam. Namun,
pada Juni 1990, kata tersebut mulai digunakan oleh organisasi Queer Nation dalam
upaya mereka agar diterima oleh masyarakat dan sekaligus mengkonfrontasi masyarakat
heteroseksual yang tidak menerima budaya homoseksualitas.

3
Long, Paul dan Tim Wall bersama Vian Bakir dan Andrew McStay. 2012. Media Studies: Texts, Production,
Context. New York: Routledge.
Meskipun memiliki banyak makna konotatif, Queer memberikan banyak kontribusi
terhadap penelitian dan teori yang berfokus pada seksualitas, gender, dan beragam hal
yang dipandang normal oleh masyarakat (Kangasvuo dan Kakulehto, 2006:2)4.

Judith Butler (1990), seorang ahli teori budaya dalam bukunya, Gender Trouble,
menyatakan bahwa:

● Gender bukanlah produk alami, melainkan hasil dari konstruksi sosial.


● Peran pria dan wanita dalam bermasyarakat juga bukan produk biologi,
melainkan hasil dari konstruksi sosial yang direpresentasikan oleh media.
● Gender bersifat performatif; bagaimana individu mengekspresikan dirinya
terhadap individu lain.
● Representasi media terhadap maskulinitas dan feminitas yang berlebihan
dapat mengakibatkan masalah pada bagaimana individu memandang
gender.

‘The Burden of Representation’ Theory


Teori ini menjelaskan bahwa ketika individu dalam kelompok minoritas menerima
stereotip negatif dari lingkungannya, ia memiliki beban untuk mengubah stereotip
tersebut karena segala bentuk perilakunya akan mewakili kelompoknya (Kobena Mercer,
1994).5

Contohnya: Mahasiswa muslim Indonesia yang bersekolah di luar negeri menjadi


kelompok minoritas di lingkungan barunya. Sehingga, penduduk asli di negara tersebut,
dengan stereotip yang (mungkin bersifat negatif) telah dimiliki, akan menilai perilaku
mahasiswa tersebut. Sehingga, mahasiswa tersebut memiliki beban untuk mengubah
stereotip tersebut.

‘Star’ Theory
Membicarakan representasi yang media bangun, tentu tidak pernah lepas dari
figur-figur yang direpresentasikan. Ketika khalayak memahami pesan yang disampaikan
oleh figur-figur tersebut, merasa mereka ini merepresentasikan dirinya, atau
merepresentasikan diri mereka yang seharusnya, maka khalayak akan semakin
menyukainya, sehingga, lahirlah selebriti-selebriti yang sering kita lihat di berbagai media
saat ini.

4
Kangasvuo, Jenny dan Sanna Karkulehto. 2006. Preface: Querying Queer. Hal. 2.
5
Mercer, Kobena. 1994. Black Art and the Burden of Representation. Hal. 240.
Richard Dyer (1984), seorang ahli perfilman dan media asal Inggris, menyatakan
bahwa:

● Selebriti adalah hasil konstruksi, dan bukan diri individu itu sebenarnya
Contoh: Komedian Bolot ketika di tv bukanlah Muhammad Sulaeman
Harsono (nama asli Bolot) sebenarnya.

● Selebriti adalah komoditas institusi media yang dapat menghasilkan


keuntungan
Contoh: Hasil penjualan album, film, merchandise, konser, game,
menghasilkan profit tidak hanya untuk selebriti tetapi juga institusi yang
merepresentasikannya.

● Selebriti dapat membentuk budaya dan menyebarluaskan ideologi


Dari citra yang mereka bangun, selebriti membentuk budaya dan
menyebarluaskan ideologi yang mereka tampilkan. Khalayak akan meniru
apa yang mereka lakukan dari segi tingkah laku hingga cara berpikir.
Contoh: Dari kepribadian yang ditampilkan di media dan karya-karyanya,
Beyonce membentuk citra bahwa wanita harus mandiri, sehingga banyak
penggemarnya yang mengikuti ideologinya. Namun, hal ini dapat menjadi
bumerang, contohnya ketika The Beatles terbuka dengan konsumsi mereka
terhadap marijuana.

‘Social Identity’ Theory


Bagaimana manusia membuat penilaian terhadap orang lain yang mereka temui
dapat dilihat dari empat hal, di antaranya:

Role

Manusia cenderung menilai orang lain berdasarkan peran orang tersebut di


lingkungannya. Peran yang dimaksud di sini adalah tindakan yang sedang mereka
lakukan saat kita menemuinya. Contohnya, ketika melihat seorang pria yang sedang
mengantar surat ke suatu rumah, maka, manusia akan cenderung beranggapan pria
tersebut bekerja sebagai kurir pengantar surat.

Individual

Manusia akan dinilai berdasarkan kesimpulan-kesimpulan yang dibentuk oleh orang lain
berdasarkan interaksi, persona yang mereka tampilkan, atau karakter (personality).
Type

Setelah mereka menilai karakter individu tersebut, mereka akan menilai dari kategori
sosial (social category) mana individu tersebut berada. Kategori sosial terjadi ketika
manusia dikelompokkan berdasarkan kategorinya; pria versus wanita, orang tua versus
anak muda, orang kulit hitam versus kulit putih (Allport, 1954)6. Dalam hal ini, Orrin E.
Klapp dalam bukunya, Heroes, Villains, and Fools, menjelaskan perbedaan antara
kategori sosial dengan stereotip. Menurutnya, berbeda dengan kategori sosial, manusia
tidak dapat menolak stereotip yang melekat pada dirinya.

Member

Richard Dyer (1984) menjelaskan, setelah mengkategorikan individu tersebut, mereka


akan dinilai berdasarkan peran yang mereka lakukan dalam budaya dan lingkungannya,
dengan kata lain korelasi antara kategori sosial dengan realita.7

Contohnya: ketika seorang pegawai swasta wanita dan pegawai sipil pria bertemu dan
mendiskusikan tugas dan pekerjaannya, masing-masing dari mereka akan menilai dari
tempat mereka bekerja (member). Lalu, ketika mereka mendiskusikan isu-isu seksisme
dalam pekerjaannya, mereka cenderung mewakili diri mereka masing-masing sebagai
pria dan wanita yang memiliki pandangan berbeda terhadap isu seksime (type). Saat
mereka mendiskusikan impian, cita-cita, dan keinginan, mereka menilai masing-masing
berdasarkan karakter (individual). Dan ketika mereka pertama kali bertemu, mereka
cenderung akan segera melihat prilaku yang sedang dilakukan oleh masing-masing
(pegawai sipil mengenakan seragamnya dan pegawai swasta mengenakan pakaian
kerjanya), itu adalah contoh menilai dari role.

Review

● Cara media merepresentasikan individu atau kelompok akan mempengaruhi


bagaimana khalayak melihatnya juga. Untuk itu, media memiliki peran dan
tanggung jawab yang besar terhadap teks dan makna yang mereka bangun.
● Stereotip merupakan isu politis karena hal ini menunjukkan siapa yang memiliki
kuasa dan bagaimana kecenderungan khalayak melihat sesuatu.
● Ketika melihat bagaimana media merepresentasikan sesuatu, kita perlu berpikir
lebih dalam:
○ Siapa yang direpresentasikan dan bagaimana media
merepresentasikannya?
○ Siapa yang berbicara dan siapa yang diam?

6
Allport, G. W. 1954. The Nature of Prejudice. Oxford, England: Addison-Wesley.
7
Dyer, Richard. 1984. Stereotyping. New York: Zoetrope.
○ Siapa yang memiliki kuasa?
○ Apa saja yang disepakati oleh khalayak dan apa yang tidak?

● Stereotip pada masyarakat merupakan hal yang tidak terhindarkan. Yang bisa kita
lakukan adalah menjadi lebih peka terhadap stereotip yang kita bangun untuk
orang lain. Dengan begitu, kita dapat menjadi lebih sadar bagaimana stereotip
yang kita miliki mempengaruhi cara kita berperilaku di tengah-tengah masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai