Anda di halaman 1dari 5

1.

Framing (pembingkaian) Berita Media

a. Konsep Framing (pembingkaian) Berita

Framing (pembingkaian) merupakan sebagai proses dimana penekanan atau


konstruksi pesan mempengaruhi penafsiran penerima, memiliki efek yang
panjang dimana melampaui penerapannya untuk penelitian komunikasi massa
(Goffman, 1974). Konsep framing pertama kali dikemukakan oleh Gregory
Bateson pada tahun 1955. Bateson mendefinisikan bingkai psikologis sebagai
"pembatas spasial dan temporer dari serangkaian pesan interaktif" yang bekerja
sebagai bentuk komunikasi metakomunikasi. (Bateson, 1972). Framing
menggambarkan praktik berpikir tentang berita dan konten cerita dalam
konteks yang sudah dikenal (Hallahan, 2008).

Framing terkait dengan agenda-setting, akan tetapi memperluas penelitiannya


dengan berfokus pada esensi masalah yang dihadapi daripada pada topik
tertentu. Dasar dari teori pembingkaian adalah bahwa media memusatkan
perhatian pada peristiwa-peristiwa tertentu dan kemudian menempatkannya
dalam bidang makna (D’Angelo, 2010). Teori framing menunjukkan bahwa
bagaimana sesuatu yang disampaikan kepada khalayak, memengaruhi pilihan
orang tentang cara memproses informasi itu. Framing adalah abstraksi yang
berfungsi mengatur atau menyusun makna pesan.

Framing menurut pendapat Murray Edelman (1993) dalam Eriyanto (2002)


adalah apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya tergantung pada
bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan
pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Hal ini menyebabkan
realitas yang dikonstruksi tadi bisa jadi berubah secara radikal dibandingkan
dengan realitas yang sesungguhnya, realitas yang sama bisa jadi akan
menghasilkan realitas yang berbeda ketika realitas tersebut dibingkai atau
dikonstruksi dengan cara yang berbeda. Pada akhirnya, realitas yang dipahami
khalayak adalah realitas yang telah terseleksi, khalayak dididkte untuk
memahami realitas dengan cara tertentu atau bingkai tertentu.

Nama Definisi
Ahli
Amy Skema interpretasi yang digunakan oleh individu untuk
Binder menempatkan, menafsirkan, mengidentifikasi dan melabeli
(1993) peristiwa secara langsung atau tidak langsung. Frame
mengorganisir peristiwa yang kompleks kedalam bentuk dan
pola yang mudah dipahami dan membantu individu untuk
mengerti makna
William Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir
A. sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi maka peristiwa-
Gamson peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara
(1989) bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (Package).
Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang
digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan
yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan
yang ia terima.
Todd Strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan
Gitlin disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada
khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam
(1980)
pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian
khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan,
penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.
David E.
Snow dan
Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi
Robert yang relevan. Frame mengorganisasikan sistem, kepercayaan
dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimata, citra
Benford
tertentu, sumber informasi, dan kalimat tertentu.
(1986)
Table 2.1 Definisi tentang Framing menurut para ahli

Sumber: Eriyanto (2002)

Media menggunakan framing untuk memengaruhi cara orang merespons


laporan berita. Pembingkaian melibatkan dua proses: seleksi, media berita
menentukan pilihan untuk dimasukkan dan apa yang tidak dimasukkan dalam
berita dan arti-penting, menekankan beberapa aspek dari informasi yang
dikomunikasikan untuk membuat mereka lebih dominan (Entman, 1993).
Media melakukan framing ketika mereka “memilih beberapa aspek dari realitas
yang dilihat, dan membuatnya lebih menonjol dalam berita, dibuat sedemikian
rupa agar dapat membentuk definisi masalah tertentu, interpretasi kausal,
evaluasi moral, dan/atau saran perlakuan” (Entman, 1993).

Entman (1993) menyatakan bahwa "framing memiliki setidaknya empat situasi


dalam proses komunikasi: komunikator, teks, penerima, dan budaya".
Komunikator (media berita) memberi penerima (khalayak) skema atau frame
tertentu yang dengan hal tersebut, mereka dapat menafsirkan suatu peristiwa
atau masalah tertentu. Makna yang berbeda dapat diberikan untuk suatu isu,
tergantung pada bagaimana berita disajikan dalam media, yang ditandai dengan
kata kunci atau frasa tertentu. Budaya mengacu pada seperangkat frame umum
yang berakar pada bagaimana kebanyakan orang dalam kelompok sosial
tertentu berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain. Media berita
menggunakan frame untuk membuat beberapa aspek teks yang
dikomunikasikan tampak lebih menonjol daripada yang lain, dan frame yang
digunakan media menunjukkan apa yang lebih relevan dengan peristiwa yang
dilaporkan.

Kebanyakan orang dengan urusan publik melalui bahasa televisi, dan liputan
berita televisi tentang isu-isu politik mewujudkan dua frame yang berbeda
yaitu bingkai berita episodik dan bingkai berita tematik. Iyengar (1991)
membuat perbandingan dan perbedaan antara frame dalam level tematik dan
frame dalam level episodik. Frame dalam level tematik umumnya ditandai
dengan pengemasan pesan yang umum, abstrak dan tidak mengacu pada
peristiwa yang konkret. menggambarkan isu-isu politik yang lebih luas dan
abstrak dengan menempatkan mereka dalam beberapa konteks yang sesuai
sejarah, geografis, atau sebaliknya. Sebuah laporan tematis tentang kemiskinan
mungkin menyajikan informasi tentang trend terbaru dalam tingkat kemiskinan
dan daerah dengan konsentrasi terbesar orang miskin. Dalam penampilan,
bingkai tematik mengambil bentuk laporan latar belakangnya menampilkan
serangkaian orang berbicara. Sebaliknya, dalam frame episodik selalu
melibatkan peristiwa yang nyata, berhubungan dengan detail yang langsung
bisa diacu secara jelas. Bingkai berita episodic menggambarkan masalah dalam
hal kasus tertentu, misalnya, pemboman teroris, seorang tunawisma, atau kasus
penggunaan narkoba ilegal. Dasar laporan episodiknya adalah ilustrasi dari
masalah.

Patterson dan Jamieson (Capella dan Jamieson, 1997) berpendapat bahwa


strategi yang berlebihan pada liputan dapat mengaktifkan sinisme dalam
pemilihan. Sinisme bisa terjadi dari tingkat penonton yang dihasilkan oleh
bingkai strategi, atau bisa juga dihasilkan dari cakupan strategi yang
menimbulkan keterlibatan dengan ceritanya yang memiliki konflik, tragedi,
atau kegembiraan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Claes de Vreese
(2004) membuktikan bahwa beberapa penelitian tentang frame berita dengan
bingkai strategic meningkatkan efek negative terhadap sinisme politik,
contohnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Fallows (1996), Hart (1994),
Lichter&Noyes (1996), Patterson (1993), Robinson (1976). Capella dan
Jamieson menyatakan bahwa bingkai berita strategis memiliki kekuatan untuk
mengaktifkan reaksi sinis di masyarakat. Dengan demikian dengan bingkai
strategic, memiliki pengaruh yang masih tinggi terhadap peningkatan reaksi
sinisme politik besar di Amerika.

Jika Patterson (1993) dan Vreese (2004) melihat bingkai berita dari cakupan
strategic saja, Cappela dan Jamieson secara spesifik membedakannya dari
cakupan Issue frame dan strategic frame. Issue Frame menekankan pada
pembingkaian masalah yang diangkat dan ditonjolkan, sedangkan strategic
frame menekankan faktor-faktor :1) Menang dan kalah sebagai pusat perhatian,
2) Bahasa perang, game dan persaingan, 3) cerita dengan artis, kritikus dan
pemilih, 4). sentralitas kinerja, gaya dan persepsi calon, berat dari jajak
pendapat (Capella& Jamieson: 1997). Perbedaan kontras issue frame dan
strategic frame terlihat pada cara penulisan isi judul berita. Strategic frame juga
menggambarkan tentang perilaku politisi, kepentingan tindakannya,
mengundang penilaian negatif dari masyarakat dan memperkuat sinisme publik
yang lebih besar terhadap politik.

b. Efek Framing Berita


Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang
kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai
sesuatu yang sederhana, beraturan, dan menjemui logika tertentu. Framing
menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas dalam kategori
yang dikenal khalayak karena itu framing menolong khalayak untuk
memproses informasi. Sebagian besar hasil empiris dari penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa jenis framing yang digunakan media berita memengaruhi
opini, sikap, kepercayaan, dan intensi audiensi berita (Vreese, 1999).
Cappella dan Jamieson (1997) menemukan bukti empiris paling awal untuk
hubungan antara framing berita strategis dan sinisme politik. Pertama,
Cappella dan Jamieson (1997) menemukan bahwa dibandingkan dengan berita
berbasis masalah, paparan (exposure) framing berita strategis meningkatkan
jumlah informasi strategis yang orang pertahankan mengenai kandidat politik.
Kedua, bahwa berita kampanye strategis yang berfokus pada motif dan gaya
politisi meningkatkan sinisme terhadap para kandidat yang terlibat.
Vreese (1999) mengungkapkan, bahwa: pembaca yang membaca framing
berita berdasarkan hal yang berhubungan dengan kemanusiaan,
mengekspresikan lebih banyak emosi dan insinuasi individu; pembaca yang
terpapar dengan framing tentang konflik, lebih banyak mengekspresikan
pemikiran terkait konflik; pembaca yang terpapar pada framing tentang
ekonomi menyatakan lebih banyak pemikiran tentang biaya dan implikasi
keuangan; dan para pembaca yang terpapar pada framing tanggung jawab
mengungkapkan pemikiran terkait yang celaan. Oleh karena itu, cara media
membingkai masalah atau peristiwa berpengaruh pada respons kognitif, sikap,
kepercayaan, niat, dan perilaku pada semua masalah.

Anda mungkin juga menyukai