Anda di halaman 1dari 12

TUGAS AKHIR MATRIKULASI

PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI 2019

Monica Yusnita
1906334322

Universitas Indonesia
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komunikasi
Program Pascasarjana (S2)
1. Model komunikasi yang tepat menggambarkan Rektor UI dalam mensosialisasikan
Kampus Hijau UI atau UI Green Campus kepada mahasiswa Baru, merupakan
komunikasi transaksional, dengan bentuk komunikasi publik dan bersifat persuasif.
Komunikasi Rektor UI ini bisa mengarah ke model komunikasi oleh Gamble &
Gamble.
Model komunikasi Gamble & Gamble, merupakan komunikasi transaksional. Dalam
model komunikasi ini semua pelaku komunikator secara simultan menjadi pengirim
sekaligus penerima pesan, di sini feedback juga merupakan bagian dari pesan, hal ini
menggambarkan komunikasi sebagai “continuous circle”.

Menurut Gamble Gamble, pesan merupakan konten dari kegiatan komunikasi. Apa
yang dibicarakan, kata-kata yang digunakan, bunyi atau suara yang dikeluarkan,
gestur tubuh yang digunakan, dan ekspresi wajah pada saat melakukan kegiatan
komunikasi, merupakan pesan. Sebuah pesan atau beberapa pesan dapat dikirim
melalui satu atau lebih channel, dan interaksi terjadi dan dipengaruhi oleh setting
yang pasti. Field of experience dari setiap individu seperti budaya, pengalaman masa
lampau, edukasi, pengetahuan informasi, leluhur, dan lain-lain juga akan
berpengaruh pada interaksi pelaku komunikator dan akan membentuk irisan field of
experience.

Noise bisa datang kapan saja dan dapat berpengaruh pada baik kemampuan
mengirim maupun menerima pesan komunikator. Noise juga bisa terpicu oleh
setting, dan bisa muncul baik pada channel maupun pesan itu sendiri. Noise yang
muncul dalam komunikasi dapat memengaruhi kemampuan untuk mengirim dan
menerima pesan, juga memengaruhi keefektifan komunikasi.

Jika kita kaitkan dengan kegiatan Rektor UI yang akan mensosialisasikan Kampus
Hijau UI, model komunikasi dalam kegiatan ini mengarah ke model komunikasi
Gamble & Gamble. Di sini pelaku komunikatornya adalah Rektor UI dan Mahasiswa
Baru UI. Kegiatan sosialisasi ini merupakan tataran komunikasi publik, sehingga
arus komunikasi tampak seakan-akan bersifat linear. Namun demikian, jika kita
kaitkan kembali dengan model komunikasi Gamble & Gamble bahwa pelaku
komunikator merupakan pengirim sekaligus penerima pesan. Rektor UI sebagai
komunikator akan mengirim pesan kepada mahasiswa baru selaku komunikan.
Kemudian mahasiswa baru menerima dan memproses yang dikirim, kemudian
memberi pesan berupa feedback. Pesan yang dikirim oleh mahasiswa UI ini bisa
berupa verbal seperti bertanya kepada rektor atau nonverbal seperti anggukan,
ekspresi wajah, gumaman persetujuan, tepuk tangan dan lain-lain. Rektor UI
menangkap dan memproses pesan feedback yang dikirim oleh mahasiswa baru,
begitu seterusnya. Field of experience sangat berpengaruh dalam proses komunikasi
ini. Dibutuhkan irisan Field of experience, setidaknya pengetahuan informasi, baik
Rektor UI maupun mahasiswa baru, agar sosialisasi kampus hijau UI bisa efektif.
Media atau channel yang digunakan bisa melalui udara, microphone dan speaker,
bisa juga Rektor UI memberi link tentang kampus hijau UI kepada mahasiswa baru.

Tidak terhindarkan, noise atau gangguan pasti akan muncul dalam proses
komunikasi ini. Bisa ketika Rektor UI yang salah mengucapkan kata-kata,
mahasiswa yang salah menginterpretasikan pesan yang disampaikan oleh rector, bisa
suasana tidak kondusif seperti mahasiswa baru yang ribut atau tidak mendengarkan,
gangguan teknis pada ruangan seperti suara AC yang bising atau gangguan teknis
pada microphone dan speaker, link yang tidak bisa dibuka, kesalahan penulisan pada
situs dan masih banyak lagi. Hal ini jelas akan memengaruhi kemampuan Rektor UI
dan mahasiswa baru dalam mengirim dan menerima pesan, juga keefektifan dalam
mensosialisasikan program kampus hijau UI.

2. Komunikasi manusia dapat dianalogikan seperti fenomena gunung es. Komponen


komunikasi yang tampak dipermukaan hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan
komunikasi itu sendiri. Aspek-aspek komunikasi yang di bawah permukaan, yang
tidak dapat terlihat jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan aspek-aspek yang
berada di permukaan. Ketika melihat orang-orang yang sedang berdiskusi, atau
melakukan interaksi sosial, proses komunikasinya terlihat tampak sederhana. Namun
demikian, proses komunikasi sebenarnya tidak hanya sekedar memberi dan
menangkap pesan saja. Banyak aspek-aspek komunikasi tak terlihat yang
memengaruhi proses komunikasi. Agar dapat memahami secara menyeluruh
kekompleksitasan komunikasi, perlu dipahami karakteristik-karakteristik, baik yang
tampak maupun yang tidak tampak, dari komunikasi manusia.
Tampak
people, Symbol, media

Meaning, Subjectivity, culture, self-


reference,self-reflexitivity, ethics, Tidak Tampak
learning negotiation, inevitability,
interacting levels

Aspek-aspek Komunikasi yang tampak:

Ketika melihat orang-orang berdiskusi, ada tiga aspek penting dalam proses
komunikasi yang dapat diamati: Orang (people), Simbol dan media.

Orang (People)
Orang dalam konteks yang dimaksud di sini adalah individu-individu yang
melakukan proses komunikasi, baik memberi maupun menangkap pesan, verbal
maupun nonverbal. Dapat juga kita sebut sebagai partisipan komunikasi. Individu
yang berkomunikasi baik antar individu, kelompok, organisasi, maupun massa,
termasuk dalam kategori orang atau partisipan komunikasi.

Simbol
Simbol adalah huruf, angka, kata-kata, benda, orang atau tindakan yang dapat
mewakili atau menjadi representasi sesuatu. Simbol merepresentasikan sesuatu atau
ide tentang sesuatu. Manusia memiliki kemampuan untuk membuat dan
menggunakan simbol dan bahasa simbolik. Kemampuan manusia dalam
menggunakan simbol itu membedakan manusia dengan spesies lain. Simbol dapat
berupa verbal maupun nonverbal. Contoh dari simbol adalah bahasa, gestur, bahasa
tubuh, bendera, tokoh, logo dan lain-lain.

Media
Media merupakan sarana yang digunakan manusia dalam berkomunikasi, baik
mengirim maupun menangkap pesan. Media yang dapat digunakan manusia sangat
beragam. Perubahan dan kemajuan teknologi memengaruhi manusia dalam
berkomunikasi. Adanya media massa dan media baru lainnya, memberi kemudahan
manusia untuk berkomunikasi. Seperti berkirim pesan, melakukan telekomunikasi,
mendapat informasi baik dari media cetak, visual, audio maupun secara online.
Dapat kita lihat bahwa media berperan penting dalam kegiatan komunikasi manusia.
Aspek-aspek Komunikasi yang tidak tampak:

Ada aspek-aspek komunikasi yang sangat penting namun tidak dapat diamati bagi
orang awam. Aspek-aspek itu termasuk: meaning, subjectivity, culture, self-
references, self-reflexivity, ethics, learning, negotiation, inevitability, and
interacting level.

Meaning
Ketika manusia membuat simbol, manusia juga menciptakan arti (meaning) dari
simbol-simbol tersebut. Tanpa arti (meaning) simbol-simbol menjadi tidak
bermakna dan tidak dapat digunakan dalam berkomunikasi. Makna sangat
dipengaruhi oleh subjetivitas (individu) dan budaya.

Subjectivity
Simbol yang digunakan manusia dalam berkomunikasi, tidak serta-merta bermakna
sama bagi setiap individu. Oleh karena itu Berlo mengungkapkan “meanings are in
people, not in words”. Setiap individu bisa berbeda menginterpretasikan makna dari
suatu simbol.

Culture
Dalam komunikasi manusia, bisa terhasil budaya (culture). Dalam komunitas budaya
kita bisa menghasilkan makna dari suatu simbol. Semakin mirip budaya antar
individu, maka makna simbol yang dihasilkan akan semakin sama.

Self-reference
Makna dari sebuah simbol yang dihasilkan dan digunakan, menjadi refleksi atau
rujukan pada orang itu sendiri dan pengalaman masing-masing.
Self-reflexivity
Kemampuan orang untuk refleksi diri merupakan karakteristik dari komunikasi
manusia. Manusia mampu untuk merujuk diri sendiri menjadi “self” atau diri. Selalu
melihat diri sendiri sebagai bagian dari proses komunikasi. Kemampuan refleksi diri
ini berpengaruh terhadap cara pandang diri dan tindakan seseorang sehingga sangat
memengaruhi interaksi dan komunikasi dengan orang lain.
Ethics
Berhubungan dengan etika, norma-norma di sekitar, benar-salah, dan sesuatu yang
sebagaimana mestinya. Etika sangat dibutuhkan demi kelancaran individu dalam
proses komunikasi.

Learning
Tidak seperti hewan, yang secara alamiah dapat berkomunikasi, manusia harus
belajar pola-pola dalam berkomunikasi. Manusia juga harus memahami komunikasi
baik verbal maupun nonverbal agar lebih mudah dimengerti oleh orang lain. Manusia
juga harus belajar respon agar proses berkomunikasi berjalan baik. Tipe respon yang
tidak usah dipelajari atau bersifat alamiah, hanyalah persentase kecil dari kegiatan
berkomunikasi. Sebagian besar dari pengalaman berkomunikasi yang merupakan
pertukaran pesan sangat berdasar dengan makna yang telah kita pelajari.

Negotiation
Manusia, walaupun makna kadang bisa berbeda pada masing-masing individu, tetap
bisa berkomunikasi dengan baik. Hal ini disebabkan karena adanya proses adaptasi
dengan partisipan komunikasi lain. Saat manusia berkomunikasi, orang bisa
menyamakan, bertukar dan melakukan kesepakatan tentang makna dari suatu
simbol. Proses negosiasi inilah yang membantu dalam kelancaran komunikasi. field
of experience juga berperan dalam proses ini.

Interacting levels
Komunikasi manusia berjalan dalam berbagai level interaksi. Seperti komunikasi
intrapersonal, interpersonal, kelompok, organisasi, massa, dan lain-lain. Bisa
dikatakan bahwa komunikasi tidak dapat terhindarkan.

Inevitability
Manusia tidak bisa tidak berkomunikasi (we cannot not communicate), sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Watzlawick, Beavin, dan Jackson, bahwa proses
komunikasi dalam kehidupan manusia merupakan sesuatu yang yang tidak bisa
dihindari. Manusia sepanjang hidupnya akun terus melakukan proses mengirim dan
menangkap pesan, baik secara verbal maupun nonverbal, terhadap semua level
interaksi.
3. a. Ciri-ciri Budaya
Komunikasi memiliki hubungan yang sangat dengan budaya. Keterkaitan antara
budaya dan komunikasi dijelaskan dalam pembahasan ciri-ciri budaya sebagai
berikut: (1) budaya itu kompleks dan beraneka segi; (2) Budaya itu tak terlihat
(invisible); (3) Budaya itu subjektif; (4) Budaya itu berubah seiring waktu.

Budaya Itu Kompleks Dan Beraneka Segi


Adanya perbedaan budaya baik dari bahasa, kebiasaan sosial, struktur kelas,
politik, agama, adat-istiadat, sistem nilai dan lain-lain, membuat kompleksitas
budaya. Walaupun budaya itu unik dalam beberapa hal, ada cara yang
memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan pola-pola persamaan dan
perbedaan budaya. Dalam konteks komunikasi, budaya dapat dijelaskan dalam tiga
tema: high-low context culture, individual and collective orientation, and
monochronic and polychronic perspective toward time.
a. Budaya Konteks Tinggi Dan Rendah (high-low context culture)
Budaya dan komunikasi individu dalam komunikasi memiliki rentang
dari konteks tinggi ke rendah.
Perbedaan antara budaya konteks tinggi dan rendah adalah, dalam budaya
konteks tinggi penuh dengan metafora, tidak straight to the points.
Sebaliknya budaya konteks rendah pesan yang diberikan dengan cara
terus terang dan langsung ke poin inti.
b. individual and collective orientation
Dalam budaya individualistik, tujuan-tujuan individu adalah kepentingan
paling utama, sementara dalam budaya kolektif, tujuan kelompok adalah
paling tinggi.
c. monochronic and polychronic perspective toward time.
Ada dua orientasi waktu: monokronik dan polikronik. Waktu
monokronik (monochronic) menjelaskan orientasi orang yang memberi
perhatian dan melakukan satu hal dalam satu waktu. Sedangkan waktu
polikronik (polychronic) merujuk kepada orang yang memberi perhatian
dan melakukan banyak hal dalam satu waktu.
Biasanya budaya konteks tinggi cenderung berbudaya kolektif dan berorientasi pada
waktu monokronik. Sebaliknya budaya konteks rendah cenderung berbudaya
individualitas dan berorientasi pada waktu polikronik.
Budaya itu tidak terlihat (invisible)
Budaya dalam kelompok, organisasi dan kehidupan masyarakat, tidak terlihat bagai
udara yang mengelilingi masyarakat. Pengaruh budaya sangat halus dan kadang
tidak disadari.
Budaya itu subjektif
Karena setiap orang tumbuh dan menggunakan budaya dengan apa adanya,
kebanyakan dari mereka tidak menyadari sifat subjektifnya. Bagi orang yang ada
di dalamnya, aspek-aspek budayanya adalah rasional dan sangat bisa dimengerti,
namun belum tentu bagi “orang-luar‟.
Budaya itu berubah seiring waktu
Tidak dapat dihindari, budaya pasti akan berubah dan berkembang seiring waktu.
Ketika individu berinteraksi antar individu, kelompok, maupun berorganisasi,
individu pasti akan berubah dan berkembang. Seiring dengan berkembangnnya
individu akan mendorong perubahan budaya. Bisa dikatakan setiap individu adalah
agen perubahan budaya. Budaya dapat berubah secara evolusioner, maupun
revolusioner.

b. Berikut fase-fase dalam proses adaptasi budaya beserta contohnya:


(1) Fase perencanaan, adalah fase dimana seseorang berada di kondisi asal, dan
menyiapkan baik fisik maupun mental untuk menghadapi lingkungannya yang
baru. Contoh: Wulan sedang mempersiapkan diri karena bulan Januari, wulan
akan menjalani program magang di Hokkaido Wulan mulai belajar bahasa
Jepang. Wulan mulai menyiapkan baju hangatnya karena Hokkaido adalah daerah
bersuhu dingin, dan lain-lain.
(2) Fase 1, adalah fase bulan madu (honeymoon), pada masa ini seseorang yang berada
di lingkungan baru, yang sedang menyesuaikan diri terhadap budaya baru ,
merasa sangat kagum dan bersemnagat melihat akan hal-hal yang baru di
lingkungan sekitarnya. Contoh: Wulan yang tiba di Hokkaido merasa kagum
meilhat betapa bersih lingkungan sekitar, dan kagum menyaksikan betapa
disiplinnya Jepang.
(3) Fase 2, adalah fase dimana rasa kagum terhadap daya tarik budaya baru perlahan-
lahan berubah menjadi rasa frustasi bahkan permusuhan dan menjadi tidak suka.
Contoh: Wulun mulai merasa kesal dan frustasi karena perbedaan bahasa
membuat dirinya susah untuk berkomunikasi, frustasi terhadap orang Jepang yang
cenderung individualis membuat dirinya kesusahan mendapat teman.
(4) Fase 3, adalah fase penyesuaian ulang (readjustment), pada masa ini seseorang
mulai melakukan penyesuaian diri agar dapat mengatasi frustasi mereka. Contoh:
Wulan memperdalam kemampuan bahasa Jepangnya agar bisa berkomunikasi
dengan warga sekitar dengan lebih baik.
(4) Fase 4, Fase resolusi merupakan fase terakhir dari proses adaptasi budaya ini
berupa jalan terakhir yang diambil seseorang sebagai jalan keluar dari
ketidaknyamanan yang dirasakannya.
a) Full Participation adalah reaksi yang ditimbulkan ketika seseorang sudah
mulai merasa enjoy dengan lingkungannya yang baru dan pada akhirnya
bisa mengatasi rasa frustasi yang dialaminya dahulu. Contoh: Wulan bisa
beradaptasi, merasa nyaman dan menikmati tinggal di Jepang, Wulan dapat
berkomunikasi dan bersosialisasi dengan baik.
b) Accommodation adalah reaksi yang ditimbulkan ketika seseorang mencoba
untuk berkompromi menerima dan menikmati apa yang ada pada
lingkungannya yang baru. Contoh: Wulan mencoba bertahan, beradaptasi
dan mencoba membuat dirinya merasa nyaman tinggal di Hokkaido.
c) Fight adalah reaksi yang ditimbulkan ketika orang yang masuk pada
lingkungan dan kebudayaan yang baru dan dia sebenarnya merasa sangat
tidak nyaman, namun dia memutuskan untuk tetap bertahan dan berusaha
menghadapi segala hal yang membuat dia merasa tidak nyaman itu. Contoh:
Meski tidak nyaman tinggal di Jepang Wulan bertahan di Jepang, walaupun
setiap hari ia mengeluh betapa tidak nyamannya tinggal di sana.
d) Flight adalah reaksi yang ditimbulkan ketika seseorang tidak tahan dengan
lingkungannya yang baru dan dia merasa tidak dapat melakukan usaha
untuk beradaptasi. Pada akhirnya dia akan memutuskan untuk
meninggalkan lingkungan tersebut. Contoh: Wulan memilih pulang
kembali ke Indonesia, karena tidak nyaman hidup di Hokkaido.

4. Pemilihan umum 2019 berhasil dihelat dengan lancar pada April lalu. Pemilihan
umum yang diselenggarakan 5 tahun sekali merupakan sarana untuk berdemokrasi
yang sangat dinanti-nanti. Dari ajang berdemokrasi terbesar di Indonesia ini banyak
peristiwa komunikasi yang terjadi, yang bisa dijadikan bahan pembelajaran
khususnya dalam bidang ilmu komunikasi. Kita bisa mengaitkan peristiwa
komunikasi dalam pemilu 2019 dengan prinsip-prinsip, fungsi komunikasi dan
lainnya.

Komunikasi adalah sebuah proses, artinya komunikasi merupakan serangkaian


tindakan yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun
waktu tertentu. Proses komunikasi melibatkan elemen-elemen pokok, antara lain:
partisipan komunikasi, pesan, saluran, atau alat yang dipergunakan, umpan balik,
konteks, gangguan dan dampak dari komunikasi. bisa kita ambil contoh dari pemilu
kemarin ketika seseorang sedang berdiskusi dengan temannya tentang siapa calon
presiden yang akan dipilihnya nanti, temannya akan menanggapi dan memberi
respon. Kemungkinan bisa terjadi perdebatan yang dikarenakan perbedaan sudut
pandang (point of view) dan field of experience. Efek yang didapat dari proses
komunikasi ini bisa teman kita menjadi sependapat dengan kita untuk memilih calon
presiden yang sama atau bisa terjadi konflik karena memiliki pendapat yang berbeda.
Level komunikasi dalam contoh proses komunikasi di atas merupakan komunikasi
interpersonal.

Tidak hanya komunikasi interpersonal, hampir semua level atau tataran komunikasi
terjadi menjelang, saat dan sesudah pemilu 2019 ini. Ketika kita bimbang untuk
memilih calon presiden atau calon legislatif, di sini sedang terjadi komunikasi
intrapersonal. Saat teman-teman sekantor sedang berdiskusi mengenai latar belakang
salah satu capres, saat itu juga sedang berlang komunikasi kelompok. Seorang calon
anggota DPR yang sedang berkampanye di daerah, merupakan contoh dari
komunikasi publik. Saat media massa meliput pidato salah satu capres dan cawapres
pada kampanye akbar di SUGBK, ini merupakan contoh dari komunikasi massa.
Ketika seseorang membagi artikel online di akun media sosialnya dan ditanggapi
oleh teman-temannya, saat itu terjadi komunikasi online.

Prinsip-prinsip komunikasi juga dapat diterapkan pada pemilu 2019 ini. Komunikasi
selalu dinamis, contohnya saat pemilu yang selalu ada interaksi komunikasi yang
terjadi baik saat berdiskusi tentang capres, saat kampanye, debat dan masih banyak
lagi. Komunikasi tidak dapat diulang dan diputar-balik, contohnya saat kampanye
caleg jika salah berkata efeknya pada orang-orang akan selalu ada dan tidak bisa
ditarik kembali. Komunikasi tidak berlawan, tidak bisa dihindari, setiap orang pasti
berkomunikasi seperti salah satu aksioma komunikasi, bahwa kita tidak bisa tidak
berkomunikasi (we cannot not communicate), sama halnya pada saat pemilu, tak
terelakan pasti orang akan berkomunikasi. Komunikasi dipengaruhi oleh budaya,
contoh saat pemilu, ketika kita berkomunikasi mengenai pemilu cara berkomunikasi
orang akan berbeda-beda tergantung latar belakang budayanya masing-masing, ada
yang saat berbicara dengan suara lantang, ada yang menitikberatkan pada latar
belakang agama atau suku saat berdebat tentang capres maupun caleg dan lain-lain.
Komunikasi dipengaruhi oleh etika, ketika berdiskusi ada etika-etika dan nilai moral
yang terikat, seperti tidak menjelekan-jelekan paslon maupun pendukungnya, tidak
menyinggung SARA atau tidak menyebarkan berita bohong. Media dan teknologi
mengubah komunikasi, kemajuan teknologi sangat berpengaruh bagi komunikasi,
contohnya, sekarang orang dengan mudahnya berbagi informasi tentang hasil pemilu
dan lain-lain.

Kita juga bisa mengaitkan dengan fungsi-fungsi komunikasi dengan pemilu yang
lalu ini. Untuk mendapat pemahaman diri dan wawasan terhadap yang lain, dengan
berkomunikasi kita bisa mengerti alasan mengapa orang memilih salah satu paslon,
dengan komunikasi juga kita bisa lebih paham dengan diri sendiri. Untuk
membangun hubungan yang berarti, kita bisa menjadi lebih erat dengan sahabat kita
atau mendapat pertemanan baru terutama ketika kita memilih paslon yang sama.
Untuk memengaruhi orang, dengan berkampanye baik tentang paslon ataupun caleg,
kita memengaruhi orang lain untuk memilih mereka. Untuk mengembangkan karir,
contohnya dalam kampanye pemilu yang lalu dibutuhkan orang yang ahli dalam
berkomunikasi agar dapat membuat strategi kampanye.

Aksioma-aksioma komunikasi bisa dikaitkan juga pada pemilu 2019. Seperti yang
sudah dijelaskan diatas, bahwa kita tidak bisa tidak berkomunikasi, tidak
terhindarkan saat pemilu kita pasti akan berkomunikasi, baik secara intrapersonal,
interpersonal, kelompok, publik, massa maupun secara online. Setiap interaksi
memiliki dua dimensi, yaitu dimensi content dan dimensi relationship, dalam
pemilu 2019 lalu, saat kita akan berdiskusi tentang pemilu kita harus melihat siapa
lawan bicara kita, dan hubungan orang itu kita dengan kita. Setiap interaksi
didefinisikan berdasarkan 'how it is punctuated', ketika kita sedang berdiskusi
tentang salah satu paslon, cara kita bicara, intonasi kita bisa membuat orang
menangkap hal yang berbeda-beda, contoh jika kita berbicara mengenai salah satu
paslon dengan nada tinggi bisa membuat lawan bicara kita berpikir kita tidak suka
dengan paslon tersebut. Pesan dapat berupa verbal dan nonverbal, jelas banyak
contoh komunikasi verbal contohnya saat kampanye, untuk nonverbal kita bisa
melihat ekspresi wajah teman kita saat berdiskusi tentang paslon, atau saat melihat
hasil pemilu. Interaksi dapat bersifat simetris atau komplementer, untuk contoh yang
paling mudah bisa kita lihat saat debat, baik debat di televisi maupun saat berdiskusi
dengan teman, ada yang setuju dan ada yang tidak, ada yang bernada tinggi, dibalas
dengan tinggi, ada yang dibalas dengan halus, begitu juga sebaliknya.

Anda mungkin juga menyukai