Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

Penerapan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 sebagai Bentuk Pembelaan


dan Perlindungan Terhadap Pelecehan Seksual di kampus
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Pendidikan Bahasa Indonesia

Dosen pengampu:
Dr. Welsi Damayanti, M. Pd.
Istiqomah Putri Lushinta, M. Pd.

Disusun oleh Kelompok 2 Kelas A, yang beranggotakan:


Husnita Amalia – 2103758
Nadhifa Afiatus Shalehah – 2109303
Rifa Ahmad Mabruri Sindik – 2109065
Trisha Amanda Kusnadi – 2102991
Yusuf Septi Ardian – 2100328

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA DAN KERAJINAN


FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang
mengedepankan aspek hukum dan hak asasi manusia, yang selanjutnya disebut
HAM. Pengertian HAM sendiri adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata
karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya
oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata
berdasarkan martabatnya sebagai manusia. 1 Dalam konstitusi Indonesia
disebutkan bahwa negara Indonesia menjujung tinggi HAM, hal ini tentunya
merujuk kepada UDHR (Universal Declaration of Human Right) yang dicanangkan
oleh PBB pada tahun 1948 konsep HAM pada umumnya sudah tercantum dalam
masing-masing negara. Di Indonesia HAM sendiri diatur dalam BAB XA Pasal 28
huruf A sampai J UUD NRI tahun 1945 dan HAM juga diatur dalam perundang-
undangan lain baik khusus maupun umum.
Menurut data dari Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap
Perempuan (Komnas Perempuan) secara nasional, ada 348.446 kasus kekerasan
terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017, yang terdiri
dari 335.062 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh
Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, serta 13.384 kasus yang ditangani oleh
237 lembaga mitra pengadalayanan, tersebar di 34 Provinsi. 2 Laporan kekerasan
diranah privat/personal yang diterima mitra pengada layanan, terdapat angka
kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu
sebanyak 2.227 kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati
peringkat pertama yakni 5.167 kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran
merupakan angka ketiga terbanyak setelah kekerasan terhadap anak yaitu 1.873
kasus. Di ranah privat/personal, persentase tertinggi adalah kekerasan fisik 41%
(3.982 kasus), diikuti kekerasan seksual 31% (2.979 kasus), kekerasan psikis 15%
(1.404 kasus), dan kekerasan ekonomi 13% (1.244 kasus). Hal lain yang
mengejutkan pada CATAHU 2018, untuk kekerasan seksual di ranah
privat/personal tahun ini, incest (pelaku orang terdekat yang masih memiliki
hubungan keluarga) merupakan kasus yang paling banyak dilaporkan yakni
sebanyak 1.210 kasus, kedua adalah kasus perkosaan sebanyak 619 kasus,
kemudian persetubuhan/eksploitasi seksual sebanyak 555 kasus. Dari total 1.210
kasus incest, sejumlah 266 kasus (22%) dilaporkan ke polisi, dan masuk dalam
proses pengadilan sebanyak 160 kasus (13,2%). Di tahun 2017, CATAHU juga
menemukan bahwa pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah privat/personal
adalah pacar sebanyak 1.528 orang, diikuti ayah kandung sebanyak 425 orang,
kemudian diperingkat ketiga adalah paman sebanyak 322 orang. Banyaknya pelaku
ayah kandung dan paman selaras dengan meningkatnya kasus incest.3
Akhir-akhir ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim baru-baru ini telah menerbitkan peraturan
terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus. aturan ini dimuat
dalam Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021
Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan
Tinggi yang ditandatangani oleh Nadiem pada 31 Agustus 2021. Dalam
Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 pasal 1 ayat 1, yang dimaksud dengan
kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan,
dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena
ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat
penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi
seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman
dan optimal.
Dilansir Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
(Komnas Perempuan) tahun 2020, pada kanal lembaga negara tahun 2015-2020,
sebanyak 27 persen kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan tinggi.
Sementara itu, berdasarkan 174 testimoni dari 79 kampus di 29 kota, sebanyak 89
persen perempuan dan 4 persen laki-laki menjadi korban kekerasan seksual.
Sebanyak 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus
dan 63 persen dari korban tidak melaporkan kasus yang diketahuinya kepada pihak
kampus.

Terbitnya peraturan menteri ini ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
kesadaran warga kampus melalui edukasi tentang kekerasan seksual sebagai upaya
pencegahan, mewujudkan dan menguatkan sistem penanganan kekerasan seksual
yang berpihak pada korban, dan membentuk lingkungan perguruan tinggi yang
aman bagi seluruh sivitas akademika dan tenaga kependidikan untuk belajar dan
mengaktualisasikan diri.
Lahirnya Permen PPKS ini adalah momentum untuk menyatukan
langkah kita melindungi anak-anak kita dari ancaman kekerasan seksual dan
menjamin masa depan mereka,” tutup Mendikbudristek. “Kekhawatiran sebagian
masyarakat bahwa Permendikbudristek PPKS itu melegalkan perzinaan baiknya
bisa disikapi dengan dewasa karena persoalan kekerasan seksual hingga akhirnya
terbit Permendikbudristek PPKS ini merupakan suatu upaya membangun gerakan
moral dan menjadi keputusan yang luar biasa di masa pemerintahan Mas Menteri.
Kita harus semangat mendukung ini sebagai upaya gerakan moral di ruang institusi
pendidikan kita,” tegasnya.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Mengapa pelecehan seksual dapat terjadi di lingkungan kampus?
2. Bagaimana cara mencegah terjadinya pelecehan seksual dan tindakan yang harus
di lakukan pihak kampus jika pelecehan terjadi di lingkungan kampus?
3. Apa yang melatar belakangi terciptanya peraturan Permendikbud no 30 tahun
2021?
4. Apa saja isi dari Peraturan Kemenikbud no 30 Tahun 2021?
5. Bagaimana cara menanggapi kasus pelecehan pelecehan Seksual di perguruan
tinggi menurut peraturan Kemendikbud No 30?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Memaparkan latar belakang dari dibentuknya Permendikbud No. 30 Tahun 2021.
2. Menjelaskan mengapa permendikbud No. 30 Tahun 2021 sangat penting.
3. Memaparkan betapa pentingnya pembelaan dan perlindungan terhadap korban
pelecehan seksual di lingkungan sekolah dan kampus.
4. Memaparkan kasus seputar pelecehan seksual di lingkungan sekolah dan
kampus yang belakangan ini marak diperbincangkan.
5. Memaparkan efektivitas dari penerapan Permendikbud No. 30 Tahun 2021 dalam
mengatasi kasus pelecehan seksual di lingkungan sekolah dan kampus.

1.4.Manfaat Penelitian
Dengan dibuatnya tugas Bahasa Indonesia dengan judul “ Penerapan
Permendikbud No 30 Tahun 2021 sebagai Bentuk Pembelaan dan Perlindungan
Terhadap Pelecehan Seksual di kampus ” ada beberapa manfaat yang dapat diambil
baik bagi penulis, orang lain maupun kampus:
1. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Bahasa
Indonesia. Selain itu, Peneliti diharapkan mendapat wawasan terkait pelecehan
seksual dan bagaimana cara mencegah, melaporkan, dan memberi sanksi menurut
permendikbud No. 30 Tahun 2021.
2. Manfaat Bagi Orang Lain
Diharapkan semua yang terlibat ataupun tidak dalam tugas ini, dapat memahami
bahwa kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus benar benar terjadi,
diharapkan para mahasiswa, pendidik, dan warga kampus dapat mempelajari apa
saja yang ada di permendikbud No 30 Tahun 2021 dengan tujuan mengetahui ciri
– ciri pelecehan seksual, cara mencegah, cara menangani dan sanksi yang
didapatkan oleh orang yang melecehkan dan diharapkan semua mahasiswa dapat
lebih hati – hati dan berani membantu, terbuka dan berbicara terkait pelecehan
seksual yang dialami diri sendiri maupun yang dialami oleh orang lain.
3. Manfaat Bagi Kampus
Sebagai pedoman perguruan tinggi untuk menyusun kebijakan dan mengambil
tindakan pencegahan agar jumlah pelecehan seksual di lingkungan kampus tidak
semakin meningkat, dan untuk pembelaan dan perlindungan bagi siapapun yang
mengalami pelecehan seksual, dan menumbuhkan kehidupan kampus yang aman
bagi setiap mahasiswa, pendidik, dan warga kampus.

Anda mungkin juga menyukai