Anda di halaman 1dari 3

LATAR BELAKANG

Negara kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang mengedepankan


aspek hukum dan hak asasi manusia, yang selanjutnya disebut HAM. Pengertian HAM sendiri
adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia
memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. 1 Dalam konstitusi
Indonesia disebutkan bahwa negara Indonesia menjujung tinggi HAM, hal ini tentunya merujuk
kepada UDHR (Universal Declaration of Human Right) yang dicanangkan oleh PBB pada tahun
1948 konsep HAM pada umumnya sudah tercantum dalam masing-masing negara. Di Indonesia
HAM sendiri diatur dalam BAB XA Pasal 28 huruf A sampai J UUD NRI tahun 1945 dan HAM
juga diatur dalam perundang-undangan lain baik khusus maupun umum.

Menurut data dari Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan


(Komnas Perempuan) secara nasional, ada 348.446 kasus kekerasan terhadap perempuan yang
dilaporkan dan ditangani selama tahun 2017, yang terdiri dari 335.062 kasus bersumber pada
data kasus/perkara yang ditangani oleh Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, serta 13.384
kasus yang ditangani oleh 237 lembaga mitra pengadalayanan, tersebar di 34 Provinsi. 2 Laporan
kekerasan diranah privat/personal yang diterima mitra pengada layanan, terdapat angka
kekerasan terhadap anak perempuan yang meningkat dan cukup besar yaitu sebanyak 2.227
kasus. Sementara angka kekerasan terhadap istri tetap menempati peringkat pertama yakni 5.167
kasus, dan kemudian kekerasan dalam pacaran merupakan angka ketiga terbanyak setelah
kekerasan terhadap anak yaitu 1.873 kasus. Di ranah privat/personal, persentase tertinggi adalah
kekerasan fisik 41% (3.982 kasus), diikuti kekerasan seksual 31% (2.979 kasus), kekerasan
psikis 15% (1.404 kasus), dan kekerasan ekonomi 13% (1.244 kasus). Hal lain yang
mengejutkan pada CATAHU 2018, untuk kekerasan seksual di ranah privat/personal tahun ini,
incest (pelaku orang terdekat yang masih memiliki hubungan keluarga) merupakan kasus yang
paling banyak dilaporkan yakni sebanyak 1.210 kasus, kedua adalah kasus perkosaan sebanyak
619 kasus, kemudian persetubuhan/eksploitasi seksual sebanyak 555 kasus. Dari total 1.210
kasus incest, sejumlah 266 kasus (22%) dilaporkan ke polisi, dan masuk dalam proses
pengadilan sebanyak 160 kasus (13,2%). Di tahun 2017, CATAHU juga menemukan bahwa
pelaku kekerasan seksual tertinggi di ranah privat/personal adalah pacar sebanyak 1.528 orang,
diikuti ayah kandung sebanyak 425 orang, kemudian diperingkat ketiga adalah paman sebanyak
322 orang. Banyaknya pelaku ayah kandung dan paman selaras dengan meningkatnya kasus
incest.3

Akhir-akhir ini Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud


Ristek) Nadiem Makarim baru-baru ini telah menerbitkan peraturan terkait pencegahan dan
penanganan kekerasan seksual di kampus. aturan ini dimuat dalam Peraturan Mendikbud Ristek
(Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan
Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang ditandatangani oleh Nadiem pada 31 Agustus
2021. Dalam Permendikbud Ristek No. 30 Tahun 2021 pasal 1 ayat 1,  yang dimaksud dengan
kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau
menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa
dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk
yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan
pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Dilansir Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas


Perempuan) tahun 2020, pada kanal lembaga negara tahun 2015-2020, sebanyak 27 persen
kekerasan seksual terjadi di semua jenjang pendidikan tinggi. Sementara itu, berdasarkan 174
testimoni dari 79 kampus di 29 kota, sebanyak 89 persen perempuan dan 4 persen laki-laki
menjadi korban kekerasan seksual. Sebanyak 77 persen dosen menyatakan kekerasan seksual
pernah terjadi di kampus dan 63 persen dari korban tidak melaporkan kasus yang diketahuinya
kepada pihak kampus.

Terbitnya peraturan menteri ini ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
warga kampus melalui edukasi tentang kekerasan seksual sebagai upaya pencegahan,
mewujudkan dan menguatkan sistem penanganan kekerasan seksual yang berpihak pada korban,
dan membentuk lingkungan perguruan tinggi yang aman bagi seluruh sivitas akademika dan
tenaga kependidikan untuk belajar dan mengaktualisasikan diri.

Lahirnya Permen PPKS ini adalah momentum untuk menyatukan langkah kita
melindungi anak-anak kita dari ancaman kekerasan seksual dan menjamin masa depan mereka,”
tutup Mendikbudristek. “Kekhawatiran sebagian masyarakat bahwa Permendikbudristek PPKS
itu melegalkan perzinaan baiknya bisa disikapi dengan dewasa karena persoalan kekerasan
seksual hingga akhirnya terbit Permendikbudristek PPKS ini merupakan suatu upaya
membangun gerakan moral dan menjadi keputusan yang luar biasa di masa pemerintahan Mas
Menteri. Kita harus semangat mendukung ini sebagai upaya gerakan moral di ruang institusi
pendidikan kita,” tegasnya.

https://www.kominfo.go.id/content/detail/38072/tetaskan-solusi-cegah-kekerasan-seksual-di-
perguruan-tinggi/0/berita

https://www.kompas.com/tren/read/2021/11/14/140000465/isi-permendikbud-ristek-nomor-30-
tahun-2021-yang-tuai-pro-kontra?page=all

https://www.kompasiana.com/eduardusfromotiuslebe/617a6770dfa97e1c35635652/permendikbu
d-ristek-no-30-tahun-2021-segawat-itu-kah-dunia-kampus-kita

HK108491.pdf

BAB I (2).pdf

bab I (1).pdf

Anda mungkin juga menyukai