Anda di halaman 1dari 19

HENTIKAN KEJAHATAN

KEMANUSIAAN DENGAN
HUKUM NEGARA:

Analisis RUU Penghapusan


Kekeraan Seksual

Sulistyowati Irianto
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA
29 Oktober 2020
Pengantar
 Pertanyaan kepada rakyat
 Mengapa kekerasan seksual adalah kejahatan
kemanusiaan ?
 Analisis terhadap RUU Penghapusan Kekerasan
secara:
 Filosofis
 Hukum
 Sosiologis
 Kesimpulan: RUU Penghapusan Kekerasan
Seksual memenuhi syarat
PERTANYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

Apakah kita sudah bertanya kepada


bangsa kita, khususnya perempuan dan
anak:
Kejahatan apa yang paling keji sepanjang
sejarah Indonesia ? Di masa perang, konflik,
dan masa damai ?
Kedaruratan apa (berdasarkan evidence
base) yang dialami perempuan & anak ?
Apakah hukum yang ada cukup melindungi
mereka ? Mereka butuh negara hadir
Hukum apa yang mereka butuhkan
sekarang juga ? RUU Penghapusan
Kekerasan Seksual.
Mengapa kekerasan seksual harus
dihentikan ?

 Kekerasan seksual adalah kejahatan


kemanusiaan
 Mengancam & menghilangkan nyawa
korban, kecacadan, trauma panjang
dan kehilangan masa depan
 Crime against humanity, NOT crime
against ethics
 Untuk hentikan kejahatan kemanusiaan,
maka hukum negara yang harus
melindungi warga negara
Menguji RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
dalam Law making process

Landasan Filosofis:
Landasan Yuridis: Rule of Law
Landasan Sosiologis:
Law as a tool of social engineering
menuju Indonesia masa depan
(1) Filosofis: Kritik terhadap
Positivisme Hukum
 Thesis: eksistensi hukum terpisah dari substansinya: adil,
bijak, tidak menyenangkan para pihak, tidak efisien,
implikasinya seperti apa, tidak menjadi alasan untuk
menggoyahkannya
 Hukum diposisikan sebagai fakta, dasar argumentasi,
berupa perintah, keputusan.
 Hukum ditegakkan dalam suatu sistem yang
menggantungkan diri pada bagaimana fakta sosial
distandartkan sebagai otoritatas resmi yang diakui,
melalui produk legislative, putusan judisial
 Dalam hal ini hukum adalah materi yang given, terlepas
dari konteks  pengaruh dari Natural legal science yang
bekerja seperti ilmuwan sains
Mengajukan Pendekatan Hukum
Berperspektif Keadilan Korban
1. Hukum berkontribusi terhadap terjadinya
subordinasi & diskriminasi terhadap perempuan
& anak  mengabaikan pengalaman & realitas
perempuan (pembuktian dibebankan kepada
korban)
2. Bagaimana hukum dapat digunakan untuk
mengubah situasi perempuan & anak (law as a
tool of social engineering)
3. Tantangan2 yang terkait dengan hukum dalam
upaya mengubah situasi – argumentasi evidence
based knowledge
Mengajukan pertanyaan
perempuan terhadap hukum
1. Perempuan diproyeksikan sebagai siapa ? Bagaimana
identitas dan imajinasi tentang perempuan, termasuk
seksualitas, kapasitas, peranan dan nilai-nilai
diproyeksikan oleh hukum ?
2. Apakah hukum merefleksikan realitas dan pengalaman
perempuan ? Perempuan yang mana ?
3. Isu apa yang diatur oleh hukum ? Apa dampaknya ?
4. Apakah hukum melindungi dan memberi benefit
kepada perempuan ? Perempuan yang mana ?
(2) Harus benar secara hukum: Rule of Law: 3 elemen

1) Prosedural:
(3) Mekanisme kontrol:
 Negara diatur hukum, pemerintah
 Independensi
tunduk pada hukum
peradilan.
 Hukum harus jelas, berkepastian,
 Berkembang
dapat diakses, diprediksi, dan dapat
melahirkan
diterapkan luas.
Ombudsman, Tribunal,
2) Substansi: berbagai komisi
 Prinsip keadilan, fairness dan due (KOMNAS HAM,
process of law. Komnas Perempuan,
KPK, dll)
 Perlindungan hak individual, hak
dasar politik dan hak atas
kepemilikan;
 Perlindungan hak asasi kelompok.
(3) Aspek Sosiologis: Relevansi hukum terhadap
masyarakat

 Pentingnya naskah akademik yang baik & Regulatory Impact Analysis


(RIA)
 Ubi societas ibi ius - where there is society, there is law ( Marcus Tullius
Cicero)
 Hukum tidak bisa dipelajari tanpa mempelajari masyarakat dan
kebudayaan
 Indonesia menuju 100 tahun (2045) dan Abad Keemasan Asia (2050),
membutuhkan
 Masyarakat berilmu dan berteknologi
 Terpenuhi rasa aman & adil, terlindungi dari tindak kejahatan
kemanusiaan
 Butuh Law as a tool of social engineering
Nasional: Kasus Kekerasan Seksual thd
Perempuan & Anak
Pelaku ranah domestik
CATAHU 2020 :  Pacar: 1320, Ayah
 431.471 kasus kekerasan terhadap kandung: 618, Ayah
perempuan 2019, naik 6% dari tahun tiri: 469, Paman: 139.,
2018 atau hampir 792 % selama 12 Suami: 101, Kakak:
tahun, dari 33 provinsi 39, Kakek: 27,
Sepupu: 25, Kakak
 Kekerasan Seksual: 4.898 (2.807 ipar: 21, Saudara: 18,
ranah domestik & 2.091 ranah Majikan: 5, Adik,
komunitas) Mantan suam: 3i,
 Masa pandemi 5 bulan: laporan 461 Mertua: 2, ayah
kasus KS (258 ranah domestik & 203 angkat 2, kakek tiri 1,
ranah komunitas) bibi 1, abang angkat
1
9 Jenis Kekerasan Seksual 2017-2019 (Lembaga
Penyedia Layanan KP, 2020) –Kasus: 1.290

N Jenis Jumlah %
o kasus
1 Pelecehan seksual 331 25,7
2 Eksploitasi seksual 38 2,9
3 Pemaksaan kontrasepsi 2 0,1
4 Pemaksaan aborsi 13 1
5 Perkosaan 846 65,6
6 Pemaksaan 2 0,1
perkawinan
7 Pemaksaan pelacuran 10 0,8
8 Perbudakan seksual 9 0,7
9 Penyiksaan seksual 33 2,6
1 Tak diketahui 6 0,5
0
Kekerasan Seksual terhadap Anak (KP & KPAI)

KPAI 2019:
123 korban (71 peremp & 52 laki2)
21 kasus terjadi di sekolah, pelaku mayoritas guru: olah raga,
agama, komputer, IPS, BK, Bhs Inggris (ada wali kelas & kepala
sekolah)

CATATAN TAHUNAN, KOMNAS PEREMPUAN, 2019


Korban Kekerasan Seksual Anak (SIMFONI-
PPA, 2020)

N= 9.818
2.130 anak laki2
8.459 anak pere,puan
Praktik Perlindungan Oleh LPSK

Deskripsi Kasus Upaya LPSK


MG merupakan korban persetubuhan yang Dalam penanganan kasus ini LPSK
dilakukan oleh pamannya (seorang pejabat bersinergi dengan tokoh agama di
publik) hingga hamil. Peristiwa tersebut wilayah tersebut terkait dengan bantuan
terjadi di kediaman pelaku, dimana saat
tempat tinggal sementara bagi Korban
kejadian pelaku mengancam korban dengan
menggunakan senjata api yang ditodongkan dan keluarga mengingat adanya
ke mulut korban. Korban dan keluarganya intimidasi yang dilakukan oleh pihak
menerima ancaman setelah membuat laporan pelaku.
polisi atas peristiwa persetubuhan tersebut.
LPSK memberikan perlindungan berupa
Bahwa perkara tersebut hingga saat ini Perlindungan Fisik, Pemenuhan Hak
belum P21. Hambatan dalam penanganan Prosedural, Fasilitasi Restitusi dan
perkara tersebut dikarenakan adanya
Bantuan Biaya Hidup Sementara
petunjuk Jaksa agar dilakukan pengambilan
keterangan terhadap saksi yang mengetahui terhadap korban.
peristiwa tersebut.
(LPSK, Livia Iskandar, 2020)
Telah dilakukan tes DNA terhadap anak
korban dan diperoleh hasil bahwa anak
tersebut identik 99,999% (anak biologis) dari
pelaku.
Data Kekerasan Seksual di berbagai
Kampus
Vice Inds, Tirto & Jkt Post 2019:
Survey Sintas Indonesia 2016:
 174 kasus kekerasan seksual di 79
 N- 25.214 responden,
kampus di 29 provinsi.
 Pelaku: dosen, mahasiswa, staff, warga,  93 % penyintas KS tidak
tokoh agama, dokter yang bertugas di melapor kpd penegak
klinik kampus. hukum

 Tempat kejadian di kampus dan luar  6 % yang melapor: pelaku


kampus spt acara resmi, tempat KKN, bebas dr jerat hukum
tempat magang dan acara
kemahasiswaan.
 96 % korban adalah mahasiswi
/perempuan
 20 % tidak melapor & 50 % tidak
menceritakan kpd siapapun- malu,
takut, bingung *
Kesimpulan: pemenuhan tiga syarat hukum yang baik
bagi RUU P-KS
Filosofis: terpenuhi, karena pertanyaan
korban perempuan dan anak (laki dan
perempuan) harus dapat dijawab oleh
produk reformasi hukum
Rule of Law : tiga aspek prosedural,
substansial dan peradilan yang imparsial --
repenuhi
Sosiologis: hasil assesment/ survey
berbagai lembaga –kurang bukti apalagi ?
Dibutuhkan SEGERA : Hukum Pidana
Khusus– UU Penghapusan Kekerasan
Seksual
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai