CYBERBULLYING
C73219066@student.uinsby.ac.id.
Pendahuluan
1
akademik, tetapi penting juga untuk Pendidikan kepada warga negara. Teori
merupakan alat yang berguna untuk membantu manusia memahami dan menjelaskan
dunia di sekitar kita. Dalam kriminologi, teori akan membantu manusia faham
mekanisme kerja system peradilan pidana dan memegang peranan dalam system
peradilan tersebut. Teori bisa memberikan pemecahan tentang cara yang dapat
dilakukan manusia untuk menyelesaikan masalah.
2
adanya system patriarki ini mengakibatkan timbulnya laki-laki sebagi pihak yang
superior atau pemimpin serta diutamakan dan menempatkan posisi perempuan
dibawah laki-laki. Perempuan sebagai pihak tersubordinasi atau yang dilemahkan.
Akibat lain juga yang timbul dari adanya peran laki-laki dan perempuan dan
kesenjangan antar status yaitu timbulnya kekerasan terhadap perempuan berbasis
gender (L.M Gandi Lapian, 2012). Selain tidak seimbang relasi antara laki-laki dan
perempuan, hal ini juga karena masyarakat indonesia telah meyakini notion yang palsu
yakni menyatakan bahwa kodrat perempuan yang kurang pandai dan lemah daripada
laki-laki. Oleh sebab itu Sebagian masyarakat Indonesia masih percaya adanya
pembagian kerja secara seksual yang telah mengsubordinasikan perempuan. Steorotipe
pun lantas telah melekat pada kaum laki-laki dan perempuan Indonesia, yang menjadi
semacam permakluman atau dianggap biasa bahwa perempuan adalah manusia yang
emosional, penakut, lemah, bodoh. Hal yang seperti ini telah berkembang dalam
masyarakat Indonesia yang bisa menyebabkan perempuan menjadi target dan mudah
sekali untuk dijadikan objek kekerasan. (Archie Sudariarti Luhulima, 2000).
Anak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan hidup
manusia dan perkembangan bangsa dan negara, agar bangsa dan negara terus berjalan
yang diisi dengan peran lain yang mampu bertanggung jawab. Agar keberlangsungan
tersebut terus terjaga makan negara harus memberikan perlindungan kepada anak dan
menjamin hak untuk hidup dan berkembang anak secara optimal. Hal ini menjadi
penting karena dengan adanya penjaminan negara atas keberlangsungan hidup anak
maka akan dihasilkan juga generasi yang berkualitas (Muwahid, 2019).
Anak juga adalah generasi yang akan meneruskan bangsa sehingga perlindungan
khusus dari tindakan kekerasan sangat diperlukan, baik kekerasan yang dilakukan
secara fisik, psikis, mapun kekerasan seksual. Sejauh ini masih banyak anak-anak yang
tidak menadaptkan perlindungan dari tidakan kekerasan yang dilakukan secara fisik
dan seksual, bahkan hampir tidak ada perlindungan terhadap anak yang mengalami
kekerasan secara psikis. Setiap anak memiliki kesempatan yang selebar-lebarnya untuk
dapat tumbuh dan berkembang secara maksimal, baik fisik, mental, ataupun sosial. Oleh
sebab itu, diperlukan perlindungan agar dapa mewujudkan kesejahteraan anak tanpa
mendapatkan perlakuan yang diskriminatif (Muwahid, 2019).
3
Perlindungan hukum terhadap warga negara ini wajib diberikan oleh
pemerintah yang sesuai dengan nilai Pancasila. Perlindungan yang berdasarkan
Pancasila artinya melindungi dan menegakkan hukum akan harkat dan martabat
manusia berdasarkan nilai-nilai yang terdapat pada lima sila Pancasial (Muwahid,
2019).
Pembahasan
4
terhadap perempuan merupakan segala bentuk Tindakan kekerasan yang trlah
dilakukan terhadap perempuan yang berakibat atau cenderung bisa mengakibatkan
penderitaan dan kerugian seksual, fisik, dan psikologis terhadap perempuan. Hal seperti
ini bisa terjadi pada anak perempuan dan remaja serta perempuan dewasa. Termasuk
adanya ancaman, paksaan ataupun secara sengaja kekang kebebasan hak perempuan.
Tindakan kekerasan perpempuan baik fisik, seksual, dan psikologis bisa terjadi dimana
saja baik dalam lingkungan masyarakat ataupun lingkungan keluarga. Berkaitannya
kekerasan terhadap perempuan, sebagaimana telah dipahami dari hasil konferensi
perempuan sedunia di Beijing tahun 1995, bahwa istilah kekerasan terhadap
perempuan (Violence Against Women) adalah sebagai kekerasan yang berdasarkan
gender (gender- basef violence). Harkristuti Harkrisnowo telah mengutip Hsuler
mendefinisikan bahwa kekerasan yang terjadi terhadap perempuan sebagai setiap
kekerasan yang selalu diarahkan terhadap perempuan hanya karena mekera
perempuan atau Any violent act perpetrated on woman because thay are woman.
(Harkristuti Harkrisnowo, 1995).
Pengertian Gender
Agar bisa memahami konsep gender harus dibedakan antara lata seks (jenis
kelamin) dan gender. Pengertian jenis kelamin adalah penafsiran atau pembagian dua
jenis kelamin manusia yang sudah ditentukan secara biologis dan melekat pada jenis
kelamin tertentu juga termasuk kodrat dari tuhan. Misalnya manusia yang berjenis
kelamin laki-laki memiliki ataupun bersifat seperti memiliki oenis, memiliki
kalamenjing, memiliki jakala, dan memproduksi sperma. Sedangkan perempuan
memiliki alat reproduksi seperti saluran untu melahirkan, memproduksi sel telur,
mempunyai Rahim dan mempunyai alat untuk menyusui. Alat-alat tersebut adalah alat-
alat yang secara biologis tidak bisa ditukar antara alat biologis yang telah melekat pada
manusia laki-laki maupun perempuan. Secara permanen tidak akan pernah berubah,
merupakan ketentuan biologis, sering juga dikatakan sebagai kodrat atau ketentuan
oleh Tuhan (Dr, Mansour Fakih. 2010). Gender tidak semata-mata pemberian dari tuhan
atau kodrat ilahi sering juga dipahami demikian. Menurut John M. Echols dan Hassan
Shadily bahwa secara etimologis kata “gender” berasal dari Bahasa Inggris yang artinya
jenis kelamin (John M. Echols dan Hassan Shadily, 1983). Sedangkan menurut Victoria
5
Neufeldt bahwa kata gender astinya sebagai perbedaan yang terlihat atau tampak
antara laki-laki dan perempuan dalam tingkah laku dan nilai (Victoria Neufeldt, (ed.)
1884). Ada juga yang lebih tegas disebutkan dalam Women’s Studies Encyclopedia
yakni gender merupakan sebuah konsep kultural yang telah dipakai untuk
membedakan perilaku, mentalitas, peran, ataupun karakter emosional antara laki-laki
dan perempuan yang telah berkembang di dalam masyarakat (Siti Musdah Mulia, 2010).
Sesungguhnya perbedaan gender tidak menjadi masalah asalkan tidak melahirkan
ketidakadilan gender (gender inequalities). Tetapi yang menjadi persoalan atau
permasalahan adalah perbedaan gender yang telah melahirkan banyak ketidakadilan,
baik terhadap kaum laki-laki ataupun kaum perempuan, terutama terhadap kaum
perempuan. Untuk memahami paradigma bagaimana perbedaan gender telah
menyebabkan ketidakadilan gender dapat dilihat dari menifestasi Penyerangan
langsung atau direct Attacks merupakan pesan yang telah dikirimkan pelaku terhadap
korban secara langsung. Modus operansi jenis ini merupakan dengan mengirimkan
pesan berupa ancaman taupun mengejek dengan melalui teks, email, ataupin IM guna
membobol akun email dan yang lainnya atau mencuri identitas ataupun password akun
online korban untuk mempermalukan korban dan menyakiti korban. (STOP
cyberbullying). Jenis i9ni juga masih mempunyai beberapa tipe lagi seperti pencurian
password terhadap korban guna membuat solah-olah korban telah melakukan hal-hal
jahat tersebut dengan akunnya sendiri. Hal-hal jajat itu bisa juga membuat orang lain
marah ataupun merasa offended oleh pelaku tanpa diketaui oleh si korban, ataupunbisa
juga dengan cara mengganti gambar yang sifatnya seksual rasis dan tidak sopan.
6
2. Kekerasan terhadap perempuan dalam area Publik. Banyak berbagai bentuk
kekerasan yang terjadi diluar hubungan personal, hubungan keluarga, dan
personal lainnya. Sehingga bisa meliputi banyak berbagai bentuk kekerasan yang
sangatlah luas, baik terjadi di lingkungan kerja termasuk untuk kerja domestic
(baby sister, pembantu rumah tangga), terjadi di tempat umum seperti
(kendaraan umum, bus, pasar, restoran, café, kampus, dan tempat umum
lainnya). Lembaga Pendidikan produk atau publikasi dan praktek ekonomis yang
sangat meluas seperti pelacuran, pornografi dan banyak bentuk-bentuk lainnya.
3. Kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan oleh lingkup negara. Kekerasan
secara fisik, seksual, dan psikologis yang dilakukan didiamkan atau dibenarkan
bisa terjadi oleh negara dimanapun, termasuk juga dalam kelompok. Seperti ini
adalah pelanggaran hak asasi manusia dalam situasi pertentangan antar
kelompok dan konflik bersenjata yang berkaitan dengan pemerkosaan,
oembunuhan (sistematis), seksual, perbudakan, kekerasan dengan paksaan.
Terkait adanya Kekerasan yang diterima oleh korban tidak hanya satu jenis
ataupun bentuknya, korban juga biasanya sering mengalami kejadian kekerasan
yang di sebabkan oleh relasi antar individua tau relasi personal yang sudah
memiliki kedekatan satu sama lain, baik karena perkawinan, hubungan pacar,
maupun hubungan keluarga dan kerja. Personal yang lebih lemah, rentan
mengalami bentuk kekerasan dan susah pula untuk keluar dari situasi kekerasan
kekerasan yang dialaminya (LBH Apik, 2017).
Di dalam siklus bentuk kekerasan terjadi juga pola berulang, yaitu karena adanya
konflik dan ketengan yang berlanjut dengan bentuk kekerasan, berakhir dengan siklus
tenang, permohonan maaf, dan bulan madu, kemudian Kembali diikuti dengan
ketegangan lagi dan terjadi kekerasan Kembali, demikian siklus seterusnya. Situasi
tenang dan bulan madu setelah terjadinya kekerasan sering sekali diisi dengan ucapan
permohonan maaf, penyesalan serta sikap yang manis, lembut lebih baik dari si pelaku.
Karena adanya siklus ini kekerasan tersebut menyebabkan korban selalu
mengembangkan harapannya dan selalu mempertahankan hubungannya bahkan sering
sekali disertai rasa kasihan terhadap si pelaku, oleh karena itu sehingga membuang si
korban sulit untuk keluar dari situasi atau perangkap bentuk kekerasan. Jika tidak ada
interview yang khusus, maka siklus kekerasan tersebut akan terus berputar dengan
7
perguliran cepat dengan bentuk kekerasan yang akan semakin kuat dan intens (Kristi
Poerwandi dan Ester Lianawati, 2010).
Dampak dan efek dari globalisasi tidak hanya terjadi dalam satu aspek ataupun
satu dalm satu bidang saja, tetapi telah mempengaruhi aspek-aspek yang lainnya yang
ada di dalam kehidupan masyarakat, bisa terkait sosial, budaya, ekonomi, kemanan, dan
pertanahan. Salah satu yang menjadi focus di kriminologi disini yakni terkait mengani
aspek kejahatan yang mana globalisasi ini bisa mempengaruhi terjadinya kejahatan
yang berbasis teknologi yang ada. (Wahab, 2003, hal. 6).
Meskipun secara Teknik dan bentuk bullying dan cyberbullying dianggap suatu
hal yang sama, namun ternyata memiliki beberapa perbedaan. Tidak seperti halnya
bullying secara tradisional cyberbullying menutup identitas pelakunya di belakang
computer atau perangkat lunak digital lainnya yang di gunakan untuk melakukan
cyberbullying tersebut. hal ini yang mendasari pelaku cyberbullying dapat menyerang
8
korbannya tanpa harus melihat respon fisik dari korban tersebut. efek buruk dari
teknologi yang sudah canggi membuat generasi atau anak-anak zaman sekarang
berkata dan memiliki perilaku yang bisa dikatakan sangat buruk dan secara ga,blang
bebas dibandingkan dengan tradisional cyberbullying secara tatap muka.(Donegan,
2012. Hal. 34).
9
3. Electronic bullying online bullying atau cyberbullying adalah konsep atau metode
yang baru dari bullying melibatkan bentuk yang baru dari bullying yang telah
didefinisikan sebagai kekerasan menggunakan medi ateknologi seperti email,
ruang obrolan online, SMS, pesan bergambar, pesan instan, website sosial (My
Space, Facebook, instagram, dan yang lainnya), pesan bervideo termasuk di
dalamnya adalah sexiting, dan juga melalui blog. (Notar, Roden, & Padgett, 2013,
hal. 5).
Melihat dari jenisnya, cyberbullying mempunyai tiga jenis nantinya yang akan
mengarah pada modus operandi atau bagaimana cyberbullying tersebut agar bisa
terjadi. Tiga jenis tersebut merupakan direct attacks atau penyerangan secara langsung
dan juga menggunakan cara proxy serta postingan publik atau penyebaran gambar dan
informasi yang membuat malu atau memalukan korban.
10
yang telah bergabung tanpa mengetahui hal itu. Korban akan menekan
tombol yang ada pada layer IM Ketika dilakukan beberapa kali yakni tombol
peringatan, kemudian korban akan kehilangan akunnya. Ketika menekan
tombol IM tersebut aka nada peringatan ISP bahwa pengguna melawan
aturan nya atau aturan yang ada. Meskipun service provider sudah
mengetahui bahwa adanya penyalahgunaan tersebut dan mengecek
verifikasinya, yang harus dilakukan oleh si pelaku adalah membuat si korban
marah atau membuat si korban mengatakan atau menulis kata-kata yang
salah sehingga mereka akan terlihat bersalah (STOP cyberbullying) (Kraft &
Wang, 2009, hal. 25)
3. Sudah banyak kasus yang terjadi dengan menggtunakan computer untuk
menirimkan gambar taupun pesan yang tidak pantas atau tidak sesuai di lihat
atau menjadi konsumsi publik baik melalui imail atau website lainnya,
seperti gambar seks atau porno yang bisa menjatuhkan harga diri individu
lainnya. Sekali email itu dikirimkan, hal tersebut akan sekaligus tersebar ke
ribuan orang bahkan lebih dalam satu jam saja ataupun beberapa menit saja.
Tidak aka nada yang bisa mengontrolnya, dengan berkembangnya teknologi
yang ada mereka pun bisa langsung menerima gambar tersebut kemudian
menyebar ke seluruh kontaknya dengan waktu cukup satu detik saja.
Kemudian parahnya lagi mereka juga bisa menyebarkan gambar tersebut di
situs lain yakni seperti situs porno guna bertujuan di download dan di share
atau di sebarkan sehingga korban akan sangat dipermalukan dan sangat
menurunkan harga diri. Biasana mereka mengambil gambar korban yang
seperti itu Ketika korban ada di locker room, ruang ganti pakaian atau kamar
mandi, kemudian langsung mempublikasikannya secara online ataupun
dengan mengirim langsung kepada orang lain menggunakan handphonenya.
(Donegan, 2012. Hal. 34)
11
masalah kebebasan berekspresi saat mengotrol pesan yang dikirim melalui jaringan
internet. Jika tidak ada etika dalam berkomunikasi melalui internet, maka akan
berdampak negatif (Muhlishotin, 2017).
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang pastinya berkembang dengan pesat secara
terus-menerus juga akan memberikan efek peningkatan terhadap kasus cyberbullying.
12
Mempublikasikan keadaan orang lain secara online merupakan suatu hal yang
memberikan efek yang sangat berbahaya, karena mengijinkan orang lain dapat
mengetahuin berbagai macam informasi yang biasanya di simpan secara rapat dan
rahasia Ketika berhadapan dan berinteraksi secara apa itu yang disebuttatap muka
tanpa menampakkan fisik langsung face to face. Kerentanan seperti ini yang membuat
banyak nya anak berada di posisi baik mereka menjadi korban dari cyberbullying
ataupun pelaku yang aktif dari kasus cyberbullying itu sendiri. (Lenhart, 2010, hal. 32).
Bagi Sebagian orang isu-isu terkait cyberbullying masih dianggap sebuah hal
yang tidak penting dan besar layaknya perdagangan manusia, terorisme, dan hal-hal
besar lainnya. Tetapi suatu hal yang pasti cyberbullying merupakan suatu masalah yang
telah mendunia dan bisa terjadi kapan saja dimana saja dan kepada siapa saja, serta
berbasis teknologi. Jika kita melihat secara mendalam dalam paradigma kejahatan
transnasional, aspek global tidak cukup untuik membuat suatu isu bisa dikatakan
sebagai sebuah kejahatan transnasonal. Dalam mengidentifikasi sebuah fenomena
kejahatan sebagai sebuah kejahatan transnasional UN Crime Prevention and Criminal
Justice Branch memiliki pendapat bahwasannya Tindakan kejahatan tersebut harus bisa
melewati suatu batas internasional, dapat melawan hukum-hukum di beberapa negara
dan memiliki dampak kepada negara-negara lainnya (Abadinsky, 2010, hal. 2). Secara
inti atau esensialnya, kejahatan bisa disebut transnasional apabila kejahatan tersebut
merupakan kejahatan yang melewati batas nasional atau batas suatu negara.
Poin tersebut dapat di jadikan bukti bahwa cyberbullying itu salah satu kejahatan
yang berada pada dunia siber, yang mana ada korban dan pelaku dari peristiwa
13
tersebut. cybercrime ini telah menjadi salah satu dari bentuk kejahatan transnasional
yang telah timbul di era globalisasi. Fifat ini merupakan alami yang kompleks oleh
kejahatan ini telah membuat tanpa adanya batas tertentu. Pelaku dan korban dapat juga
berada di wilayah ataupun lokasi yang berbeda atau jauh, tapi dampak yang dihadapi
oleh korban berasal dari masyarakat yang ada di seluruh dunia atau negara-negara,
dikarenakan sifat teknologi sendri yang universal (United Nations Office on Drugs and
Crime, 2014).
Di Indonesia yang biasa di kenal zamrud khatulistiwa, melihat akar atau inti dari
permasalahan cyberbullying yang terjadi saat ini, kita harus melihat berbagai macam
faktor salah satunya adalah mudahnya akses terhadap teknologi dan maraknya
pengguna teknologi. Berkurangnya secara intens pertemuan secara tatap muka atau
secara langsung serta perkembangan teknologi seperti halnya komputer, gadget dan
perangkat-perangkat mobile lainnya mempengaruhi dalam meningktanya penggunaan
network seperti Facebook, Twiitter, Instagram, dan berbagain macam plat form macam
media social lainnya. Media social menyediakan masyarakat lingkungan baru untuk
menyalahgunakan penggtunaan teknologi dan membully dengan akun-akun anonim
yang dapat di lakukan di manapun dan kapanpun (Manuel, 2011, hal. 219).
Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang sama-sama tidak bisa kita
pungkiri terkena secara signifikasn dampak dari globalisasi, hal ini juga berdampak
kepada anak-anak yang lahir di Indonesia yang telah memasuki dunia online tanpa
mengetahui resiko dan dampak buruk serta konsekuensi dari hal ini. Ini merupakan
temuan yang berdasarkan dari hasil studi yang di lakukan oleh UNICEF yang berjudul
“Penggunaan Internet di Kalangan anak-anak dan Remaja di Indonesia”. Berdasarkan
temuan ini sekitar 80% ataun mayoritas anak-anak yang menggunakan internet mereka
pergi untuk online setiap harinya setidaknya seminggu sekali. Hamper 9 dari 10 anak
yaitu 89% melakukan komunikasi secara online dengan teman-teman sepantaran
mereka. Sementara kelompok-kelompok yang lebih kecil juga melakukan interaksi
kepada kerabat-kerabat dan keluarga mereka (56%) atau berinteraksi dengan para
guru mereka secara online melalui internet (35%). Dalam hal ini yang di khawatirkan
adalah presentase yang relatif amat tinggi menjadi korban cyberbullying terhadap anak-
anak. Hanya 42% responden yang secara sadar menyadari resiko akan di tindas atau
mendapatikan cyberbullying secara online, dan diantara mereka terdapat 13% anak-
14
anak yang telah menjadi korban cyberbullying dalam kurun waktu 3 bulan terus
menerus. Salah satu contoh yang diberikan oleh reswponden adalah bullying dalam
panggilan nama yang dipermainkan pekerjaan orang tua, penampilan fisik, dan lain
sebagainya. Kurangnya kesadaran dalam pengupayaan dan masih tingginya sifat acuh
tak acuh kepada cyberbullying dan bahayanya yang membuat kerentanan anak-anak di
Indonesia mendapatkan cyberbullying oleh para pengguna internet. (UNICEF Indonesia,
2014, hal. 1-49).
Pada tahun 2010 Calvete dan kawan melakukan penelitian, menurut mereka
cyberbullying secara signifikan berhubungan dengan adanya agresi yang pro-aktif,
pendekatan kekerasan, pembenaran kekerasan, dan kurangnya dukungan juga dari para
teman di sekitar lingkungan si korban. Alasan yang lain terjadi adanya cyberbullying ini
adalah prasangka buruk, rasa iri, dan tidak ada toleransi terhadap agama yang lain,
disabilitas, rasa bersalah, kebanggaan, rasa malu, gender, dan kemarahan. (Hoff &
15
Mitchell, 2009, hal. 652). Data dibawah ini telah menyediakan beberapa alasan
tambahan dari cyberbullying. Beberapa alasan ini bisa menjelaskan penggunaaan
cyberbullying terhadap mereka yang tidak akan menentang secara langsung dengan
tatap muka atau face to face.
Cyberbullying tersebut menjadi salah satu hal yang masih dijadikan pusat
perhatian selama ini, tetapi tidak banyak penilitian dan literatur yang fokus pada
dimensi gender itu sendiri. Dimensi gender sudah biasa dilakukan dan juga telah
menghasilkan suatu temuan bahwa perempuan lah yang lebih sering menjadi korban
cyberbullying dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini juga disebabkan oleh perilaku
eksternalisasi diri ataupun rendahnya akan kepercayaan diri yang dimiliki oleh si
korban cyberbullying tersebut. viktimisasi dan perempuan yang terjadi di dunia maya
atau internet menjadi salah satu fokus perhatian dari negara-negara yang ada di dunia,
apalagi beberapa negara yang sudah berbasis siber. Sebenarnya banyak alasan yang
16
embuat perempuan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi saat melihat kasus
sosialisasi pada dunia siber. Tersediannya dan rentannya perempuan yang ada di dunia
siber serta beberapa informasi terkait pada perempuan tersebut. Terbukanya informasi
terkait perempuan pada dunia maya atau di media sosial, dan jejaring sosial, apalagi
pengguna pertama oleh jejaring sosial yang begitu lengkap telah memberikan
informasinya tanpa mengetahui adanya bahaya yang mereka akan dapatkan. Hal ini
juga nmemberikan kesempatan yang sangat besar kepada para pelaku untuk
melancarkan aksinya (Halder & Jaishanker, 2011. Hal. 311).
Gender harus diperhitungkan secara jelas agar menjadi elemen penting dalam
melihat cyberbullying, khususnya dalam situasi atau konteks aktifitas jaringan sosial di
antara anak-anak. Jika melihat bullying tradisional, terlepas dari cyberbullying secara
online di sekolah menegah, dilakukian oleh kaum laki-laki. Penelitian ini sudah banyak
silakukan dalam membahas terkait penindasan fisik yang menghasilkan bahwa anak
atau kaum laki-laki secara umum lebih kuat dan kasar, serta secara alami sangat rentan
untuk melakukan bentuk kekerasan. Hanya karena seorang individu yang lebih besar
ataupun lebih kuat debandingkan dengan individu yang lain, tidak berarti lebih
cenderung bisa menindas seseorang di lingkungan sekitarnya. Meskipun demikian,
beberapa sifat ini jika di kombinasikan dengan agresi, maka akan sering mengakibatkan
perilaku intimidasi pada fisik. Pelaku cyberbullying jika merupakan anak perempuan
biasanya melakukan Tindakan penindasan yang caranya lebih halus ataupun
perempuan biasanya lebih licik dalaam melakukan hal tersebut misalnya, menfitnah
atau menyebarkan rumor dan memanipulasi hubungan sosial, yang bisa menjelaskan
mengapa penelitian menunjukkan bahwa anak perempuan lah yang bisa mendominasi
cyber bullying di kalangan anak-anak (III, Colt, & Meyer, 2009, hal. 27).
17
menjadi subordinisasi dalam berbagai cara (Sultana, 2011, hal. 7). Adanya praktek
system patriarki ini telah memberikan dampak yang sangat tidak dapat terduga
terhadap pelaku cyberbullying yang dilakukan pada anak-anak gadis atau perempuan.
Bersumber dari beberapa penelitian yang mengatakan bahwa pada esensinya banyak
dari pelaku cyberbullying yang merupakan anak perempuan melakukian Tindakan aksi
mereka sekedar hanya ingin melakukan sebuah upaya pembuktian bahwa mereka juga
dapat untuk mendominasi para kaum laki-laki, walaupun bukan hanya sekedar di dunia
nyata tetapi di dunia maya sekalipun ataupun media siber (Snell & Englander, 2010, hal.
8).
18
Seperti halnya tradisional bullying baik itu pihak laki-laki ataupun kaum
perempuan sekalipun dapat menjadi pelaku cyberbullying, tetapi yang menjadi
pembeda adalah mereka melakukan dengan cara yang berbeda. Anak remaja pada kaum
laki-laki cenderung mengirimkan pesan-pesan dengan gertakan sexting atau pesan yang
bersifat seksual, dan juga pesan yang mengancam kerusakan secara fisik, semesntara itu
pada anak perempuan atau remaja perempuan mereka cenderung melakukan
cyberbullying dengan cara yang cukup berbeda yakni dengan menyebarkan berita-
berita yang berbau kebohongan serta rumor, mengekspost rahasia atau mengecualikan
orang lain dari email atau daftar teman mereka atau komunikasi elektronik lainnya,
seperti Whatsap atau Close Friend Instagram. Dikarenakan mudahnya dalam
melakukian cyberbullying seorang anak atau remaja dengan mudah pula mengubah
peran atau pergi dari korban satu ke korban cyberbullying yang lainnya, dan kemudian
Kembali lagi suatu saat (Donegan, 2012, hal. 34). Sebagaimana cyberbullying yang
dilakukian terhadap kaum perempuan yang mana kebanyakan berhubungan dengan
hal-hal yang berbau seksual menciptakan suatu keunikan dalam pembahasan terkait
masalah-masalah dalam cyberbullying.
Wadah yang disediakan oleh para penyedia jasa berbagai macam layanan media
sosial memberikan kesempatan baru dalam mengekspresikan dirinya, kemampuan
untuk bersosialisasi, saling menerlibatkan berbagai macam komunitas serta kreatifitas
dan juga berbagai macam metode literasi yang baru. Para peneliti yang melakukan
penelitian secara kritis memiliki pendapat bahwasannya konten yang bersifat kreatif
dari anak muda dapat menentang berbagai macam dominasi tradisional konsumen oleh
pihak produsen dan juga memberikan suatu fasilitas budaya kepada kelompok yang
inofatis diantara anak-anak muda secara local maupun global. (Livingstone, 2008, hal.
395). Hal-hal yang menimbulkan yang bergulir di platform media memperkokoh
kecemasan pada tubuh publik terkait jejaring sosial. Generasi My Space menamakan diri
mereka karena mereka menyarankan untuk tidak memiliki rasa privasi dan malu, dalam
hal ini terdapat suatu keunikan yang cukup unik yang pernah dirasakan sehingga
menjadi kepalaq berita atau headline, dimana dalam berita tersebut menyatakan
sebuah kejutan yang ada pada generasi sekarang yang mana mereka saat ini
menemukan kebebasan secara online: para anak-anak yang telah memasuki dunia
internet siap untuk menunjukkan badan dan juga jiwa mereka yang mana para orang
tua mereka sendiri tidak pernah mengijinkan. Dan yang lain mengaku: ‘para anak-anak
19
sekarang mereka sudah tidak lagi memiliki rasa maupun sifat malu. Mereka juga tidak
memiliki rasa privasi.’ Selain hal itu, ada platform jejaring sosial yang merupakan suatu
tempat yang memiliki sifat narsistik: ‘My Space adalah tentang aku, aku, aku, dan
lihatlah saya dan lihatlah saya’.
Budaya patriarki tidak terlepas dari nadanya isu ini di mana banyak dari
penelitian kaum feminis yang telah meneliti dari jangkauan budaya system patriarki
dan dampak pada baik secara verbal ataupun tertulis, yang mana Bahasa ini mendikte
realitas serta menghasilkan subjek (Butler, 2005, hal. 40). Jika Bahasa adalah digunakan
untuk mengklarifikasi dunia ataupun manipulasi realitas, ini akan menjustifikasika
adanya oatriarki yang di dunia maya atau siber, dimana gender, kelas, ras, ataupun
subjek seksual dikontruksikan atau dihasilkan terhadap sarana yang sifatnya abstrak.
Berbeda dengan lingklungan sosial, dimana Bahasa dapat mengandalkan isyarat tubuh
lainnya ataupun kontak langsung secara.tatap.muka.atau.face.to.face, di medial sosiaal
atau dunia maya Bahasa menjadi satu-satunya cara untuk membentuk realitas. Media
sosialm atau dunia maya mengurangi sangat segnifikan Bahasa secara interpersonal
melalui komunikasi dengan tatap muka secara face to face atau langsung. Berbeda
seperti nvideo chatting, Bahasa tulisan tanpa diragukan lagi sebagai media komunikasi
secara online yang sangat mudah untuk dimanipulasikan, sehingga membuat sebagai
satu hal yang sangat diandalkan di nmedia sosial atau ndunia maya. Bahasa tersebut
bisa membentuk masyarakat baru ndan budaya yang baru.
Hal seperti itu tidak terlepas dari adanya masalah yang terdapat di dalam dunia
maya, yang mana anak perempuan sedang mengalami relasi yang diopresi oleh kaum
laki-laki. Opresi ini juga tidak lepas dari adanya akar masalah yakni masyarakat
patriarkis. Secara nyata anak perempuan tidak dapat mengakses kekuatan yang dapat
diperoleh oleh kaum laki-laki guna mendoiminasi perempuan dengan adanya kekuatan
otoritas yang ada (Sultana, 2011, hal. 7). Akibat dari adanya dominasi tersebut gerakan
perempuan yang ada di dunia nyata akan semakin sempit dan dibatasi karena adanya
permasalahan ini. Oleh karena itu, dunia siber atau dunia maya dan dunia sosial
menjadi suatu wadah lyang sanagt tepat gunha mendobrak permasalahan tersebut.
Cyberbullying telah menjadi salah satu isu yang biasa terjadi dalam masyarakat,
tapi tidak banyak yang tahu secara jelas terkait ap aitu cyberbullying, penanganannya
dan seriusnya dampak yang diberikan. Banyak beberapa dari statistic telah menyatakan
20
bahwa anak-anak sangat lah rentan sebagai korban cyberbullying ini. Kerentanan
tersdebut belum banyak yang menyadari bahkan oleh masyarakat, karena tidak terlihat
Ketika korban mengalami viktimisasi dan kurangnya pemahaman juga terhadap
masyarakat terkait isu ini. Sejalan dengan hal itu, Ketika berbicara terkait literatur,
penelitian terkait cyberbullying memang sudah banyak dilakukan oleh banyak
akademisi, terkhusus para akademisi yang dating atau nberasal dari luar Indonesia atau
luar negeri. Tetapai sayangnya, penelitian terkait isu cyberbullying tersebut, yang telah
menggunakan perspektif gender itu sendiri tidak banyak dilakukan. Penggunaan
perspektif ini tidak hanya semata-semata sekedar pemaparan data banyaknya si korban
dan si pelaku dari cyberbullying, tapi bagaimana beberapa teori yang membahas terkait
gender teori feminisme bisa mengkaji secara mendalam terkait isu cyberbullying
tersebut.
Banyak beberapa dari statistic telah menyatakan bahwa anak-anak sangat lah
rentan sebagai korban cyberbullying ini. Kerentanan tersdebut belum banyak yang
menyadari bahkan oleh masyarakat, karena tidak terlihat Ketika korban mengalami
viktimisasi dan kurangnya pemahaman juga terhadap masyarakat terkait isu ini. Sejalan
dengan hal itu, Ketika berbicara terkait literatur, penelitian terkait cyberbullying
memang sudah banyak dilakukan oleh banyak akademisi, terkhusus para akademisi
yang dating atau nberasal dari luar Indonesia atau luar negeri. Tetapai sayangnya,
penelitian terkait isu cyberbullying tersebut, yang telah menggunakan perspektif gender
itu sendiri tidak banyak dilakukan.
21
tatap muka atau face to face, di medial sosiaal atau dunia maya Bahasa menjadi satu-
satunya cara untuk membentuk realitas. Media sosialm atau dunia maya mengurangi
sangat segnifikan Bahasa secara interpersonal melalui komunikasi dengan tatap muka
secara face to face atau langsung. Berbeda seperti nvideo chatting, Bahasa tulisan tanpa
diragukan lagi sebagai media komunikasi secara online yang sangat mudah untuk
dimanipulasikan, sehingga membuat sebagai satu hal yang sangat diandalkan.
Segala bentuk upaya dan respon untuk penanganan yang langsung di berikan
terhadap perempuan korban kekerasan dari pihak lain itulah yang dimaksud dengan
layanan. Dengan demikian layanan sesungguhnya adalah merupakan suatu kegiatan
ataupun rangkaian kegiatan dengan tujuan membantu perempuan dan anak korban
kekerasan guna mampu mengatasi permasalahan yang telah muncul sebagai dampak
kekerasan yang dialaminya (Komnas Perempuan, 2001).
Ada beberapa organisasi yang menyediakan layanan crisis center tidak berhenti
pada layanan yang telah diuraikan, apa juga diantara mereka menyediakan shalter atau
rumah aman. Yakni sebuah tempat sifatnya dirahasiakan, digunakan menampung untuk
sementara waktu para korban dan anak-anaknya selama proses kasusnya ditangani,
kemudian apabila korban dan anaknya merasakan ketidak nyamanan atau tidak aman
lagi tinggal di tempat tersebut. Ada beberapa layanan yang dilakukan oleh organisasi
atau individu di komunitas secara langsung. Komunitas ini sangat mengedepankan
pemberdayaan kekuatan yang lokal dalam masyarakat itu sendiri. Layanan yang
berbasis rumah sakit yakni melakukan layanan bagi korban kekerasan dalam hal fisik
yaitu penyembuhan dan perawatan luka yang telah disebabkan oleh Tindakan
kekerasan perbuatan visum et repertumyang bisa dijadikan bukti di depan pengadilan.
Layanan yang telah dilakukan oleh negara salah satunya adalah yang diberikan oleh
kepolisian. (Hayati E N, 2001).
22
penegakan, serta reintegrasi sosial dan pelayanan pemulangan. Dengan demikian
halnya Lembaga layanan yang telah dibentuk oleh pemerintah ataupun non perintah,
tidak ada perlakuan pembedaan ataupun kekhususan pelayanan terhadap korbgan
perempuan dan anak saja (Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Republik Indonesia, 2002).
Kesimpulan
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang pastinya berkembang dengan pesat secara
terus-menerus juga akan memberikan efek peningkatan terhadap kasus tersebut.
Cyberbullying juga telah menjadi fokus perhatian masyarakat dan para akademisi,
karena dampak negatif yang telah diberikan oleh tindakan ini sangat lah besar, hal ini
juga dikarenakan Ketika berbicara terkait bullying tradisional. Dalam bullying
tradisional korban masih disediakan kesempatan untuk mlawan para pelaku bullying
tersebut secara langsung dan mengambil pengukuran sendiri untuk bisa mengalahkan
pelaku bullying tersebut. hal semacam ini jauh berbeda dengan cyberbullying, pada
cyberbullying korban tidak di berikan kesempatan yang sama untuk menentang dan
melawan para pelaku secara tatap muka atau face to face, karena para pelaku nsejatinya
bersembunyi di bawah anominitas yang di sediakan oleh media sosial,
Cyberbullying telah menjadi salah satu isu yang sangat memusatkan perhatian
yang seribng terjadi di dalam masyarakat tetapi tidak banyak yang mengetahui dengan
jelas terkait apa yang di maksud dengan Cyberbullying. Ilmu pengetahuan dan teknologi
23
yang pastinya berkembang dengan pesat secara terus-menerus juga akan memberikan
efek peningkatan terhadap kasus cyberbullying. Mempublikasikan keadaan orang lain
secara online merupakan suatu hal yang memberikan efek yang sangat berbahaya,
karena mengijinkan orang lain dapat mengetahuin berbagai macam informasi yang
biasanya di simpan secara rapat dan rahasia Ketika berhadapan dan berinteraksi secara
tatap muka atau face to face. Kerentanan seperti ini yang membuat banyak nya anak
berada di posisi baik mereka menjadi korban dari cyberbullying ataupun pelaku yang
aktif dari kasus cyberbullying itu sendiri. (Lenhart, 2010, hal. 32).
Sejalan dengan hal itu, Ketika berbicara terkait literatur, penelitian terkait
cyberbullying memang sudah banyak dilakukan oleh banyak akademisi, terkhusus para
akademisi yang dating atau nberasal dari luar Indonesia atau luar negeri. Tetapai
sayangnya, penelitian terkait isu cyberbullying tersebut, yang telah menggunakan
perspektif gender itu sendiri tidak banyak dilakukan. Penggunaan perspektif ini tidak
hanya semata-semata sekedar pemaparan data banyaknya si korban dan si pelaku dari
cyberbullying, tapi bagaimana beberapa teori yang membahas terkait gender teori
feminisme bisa mengkaji secara mendalam terkait isu cyberbullying tersebut.
Daftar Pustaka
Butler, J. (2005). Excitable Speech: A Politics of the Performative (p. 34). New York, USA:
Routledge.
Donegan, R. (2012). Bullying and Cyberbullying: History, Statistics, Las, Prevention and
Analysis. The Elon Journal of Undergraduate Research in Communications, 3 (1),
34.
Hoff, D. L., & Mitchell, S. N. (2009). Cyberbullying: causes, effects, and remedies. Journal
of Educational Administration, 47 (5), 652-665.
24
III, S. C., Colt, J. P., & Meyer, N. B. (2009). Cyber bullying: protecting kids and adults from
online bullies (p. 27). USA: Praeger Publishers.
Lenhart, A. (2010). Teens, cell phones, and texting. Dipetik October 20, 2015, dari Pew
Internet & American Life Project: http://pewresearch.org/pubs/1572/teens-
cellphones-text-messag
Notar, C. E., Roden, J., & Padgett, S. (2013). Cyberbullying: A Review of the Literature.
Universal Journal of Educational Research, 1 (1),
UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia UU No 24 Tahun 2000 tentang
Perjanjian Internasional
25
Wolak, J., Finkelhor, D., Mitchell, K. J., & Ybarra, M. L. (2008). Online “Predators” and
Their Victims: Myths, Realities, and Implications for Prevention and Treatment.
American Psychologist, 63 (2), 11-128.
26