Anda di halaman 1dari 31

Referat

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK

Rufina Adelia W. 011823143055


Mercy Sikku 011823143051
Cholifatin Nur Ardhiyah 011823143052
Airlangga B. P. Sihotang 011823143053
Nur Imroatul M 011823143054
Faizal Okta W 011823143145

Pembimbing :
dr. H. Edi Suyanto, Sp.F, S.H., M.H.Kes
01 Latar Belakang
Epidemiologi

01
84,4 juta anak-anak di Indonesia
(32,24% dari total jumlah penduduk)
berada di tengah bayang-bayang
kekerasan. Lembaga Perlindungan Saksi dan
Kementrian PPPA Korban (LPSK) mencatat ada
peningkatan kasus kekerasan
seksual pada anak yang terjadi sejak
2016 sejumlah 25 kasus, lalu
meningkat pada 2017 menjadi 81
kasus, dan puncaknya pada 2018
menjadi 206 kasus. Angka tersebut
terus bertambah setiap tahun.
Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis kekerasan seksual terhadap anak?
2. Apa dasar hukum kekerasan seksual di bidang Forensik dan Medikolegal?
3. Apa peran dokter terhadap kasus kekerasan seksual pada anak di
Indonesia?
4. Bagaimana peran pemerintahan dalam mencegah kasus kekerasan seksual
pada anak?
5. Kendala apa saja yang dihadapi dalam rangka upaya pencegahan kekerasan
seksual pada anak?
Tujuan

01 Menjelaskan jenis-jenis kekerasan


seksual pada anak

02 dasar hukum terhadap kekerasan


seksual terhadap anak

peranan dokter terhadap kasus


03 kekerasan seksual pada anak

peranan pemerintah dalam mencegah


04 kasus kekerasan seksual pada anak

kendala yang dihadapi dalam


05 upaya mencegah kekerasan
seksual
Manfaat
Teoritis
• membuka paradigma berpikir dalam mendalami
permasalahan kekerasan seksual terhadap anak, serta
menjadi bahan kajian dan memberi sumbangan
pemikiran dan informasi dalam upaya pencegahan
kekerasan seksual terhadap anak.
Praktis
• mahasiswa kedokteran, mengetahui batasan dan
peranan mahasiswa yang kelak akan menjadi dokter
dalam menghadapi kasus kekerasan seksual
• Bagi masyarakat, lebih sadar dan mengerti akan hukum
Indonesia yang mengatur tentang kekerasan seksual
pada anak
Tinjauan Pustaka
Konvensi Hak Anak-anak Dunia
The World Convention On the Rights Of the Child
Tahun 1989

a. Hak atas kelangsungan hidup atau survival rights,


The rights of life
The rights to the highest standart of health and medical care attainnable.

b. Hak anak untuk berkembang atau development rights

c. Hak Perlindungan atau protection rights

d. Hak Partisipasi, atau participation rights


The rights of child to express her, his views in all matter
affecting the child
Konvensi Hak Anak-anak Dunia
The World Convention On the Rights Of the Child

Diratifikasi Indonesia melalui Kepres No. 39 Tahun 1990


Dasar Hukum di Indonesia

UUD 1945 Pasal 34

Undang-Undang Perlindungan Anak tahun 2002


- Non-diskriminasi
- Kepentingan terbaik sang anak
- Hak untuk hidup, bertahan, dan berkembang
- Hak untuk berpartisipasi

Inpres Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak


(GN-AKSA) Nomor 5 tahun 2014
Jenis-jenis Kekerasan Sexual pada Anak

84,4 juta anak-anak di Indonesia


(32,24% dari totalFamilial Abuse Termasuk familial abuse adalah incest,
jumlah penduduk)
yaitu
berada di tengah kekerasan seksual dimana antara korban dan pelaku
bayang-bayang
masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga
kekerasan.
inti.
Kementrian PPPA

Extra Familial Abuse Kekerasan seksual adalah kekerasan


yang dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban .
Dasar Hukum Kekerasan Sexual pada Anak

84,4 juta anak-anak di Indonesia


(32,24% dari total jumlah
Undang-Undang penduduk)
Dasar 1945 pasal 28 B (2) menyatakan bahwa “Setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”
berada di tengah bayang-bayang
kekerasan. Lembaga Perlindungan Saksi dan
UndangUndang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Kementrian
Perlindungan Anak PPPA
pasal 13 (1) menyatakan “Setiap anak Korban (LPSK)
selama dalam mencatat ada
pengasuhan
orang tua, wali atau pihak lain manapun yang bertanggung jawab atas pengasuhan berhak mendapat
perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupunpeningkatan kasus kekerasan
seksual, penelantaran,
kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya”
seksual pada anak yang terjadi sejak
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang termuat dalam Bab XII 2016
yaitusejumlah
mulai Pasal 77 25 kasus, lalu
sampai dengan Pasal 90 serta UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal 65 mengatur adanya hak anak
meningkat pada 2017 menjadi 81
untuk mendapatkan perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan,
perdagangan anak serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, kasus, dan
psikotropika, danpuncaknya
zat adiktif pada 2018
lainnya.
menjadi 206 kasus. Angka tersebut
UU No. 23 tahun 2002 Pasal 88 mengatur adanya ketentuan pidana bagi setiap orang yang
mengeksploitasi ekonomi ataupun seksual anak dengan maksud menguntungkanterus bertambah
diri sendiri atausetiap
orang tahun.
lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 
Dasar Hukum Kekerasan Sexual pada Anak

84,4 juta anak-anak di Indonesia


UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
(32,24% dari total jumlah penduduk)
Anak, perbuatan cabul termasuk terhadap anak di bawah umur diatur dalam Pasal 290 KUHP
berada
yangdimenyatakan:
tengah bayang-bayang
Pelaku pencabulan termasuk terhadap anak diancam dengan pidana penjara Perlindungan
Lembaga paling lama tujuh Saksi dan
tahun: kekerasan.
1. barang siapaKementrian Korban
PPPA cabul dengan seorang, padahal
melakukan perbuatan (LPSK)
diketahuinya bahwamencatat
orang ada
itu pingsan atau tidak berdaya;
peningkatan kasus kekerasan
2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang seksual pada
padahal anak yang
diketahuinya atauterjadi sejak
sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin; 2016 sejumlah 25 kasus, lalu
meningkat pada 2017 menjadi 81
3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas kasus,
yang dan puncaknya
bersangkutan belumpada 2018
waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau
bersetubuh di luar perkawinan
menjadi 206
dengan orang
kasus. Angka
lain.”
tersebut
terus bertambah setiap tahun.
Dasar Hukum Kekerasan Sexual pada Anak
Kemudian, terkait ketentuan mengenai pencabulan terhadap anak, terdapat dalam Pasal 81 jo. Pasal 76D danPasal 82 jo.
Pasal 76E UU 35/2014 yang berbunyi:
84,4
Pasaljuta
76Danak-anak di Indonesia
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya
(32,24% dari orang
atau dengan totallain.
jumlah penduduk)
Pasal 81
berada di tengah bayang-bayang
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara
kekerasan.
paling singkat Lembaga
5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda Perlindungan
paling banyak Saksi(lima
Rp5.000.000.000,00 dan
miliar rupiah). Korban (LPSK) mencatat ada
Kementrian PPPA
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan
peningkatan
tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannyakasus kekerasan
atau dengan orang lain.
(3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik,
seksual
atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pada
pidana anak yang
sebagaimana terjadi
dimaksud pada sejak
ayat
(1).
Pasal 76E
2016 sejumlah 25 kasus, lalu
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, meningkat padatipu
melakukan 2017 menjadi
muslihat, melakukan81
serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
Pasal 82 kasus, dan puncaknya pada 2018
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara
menjadi
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda 206
paling kasus.
banyak Angka tersebut
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
terus bertambah setiap tahun.
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak,
pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).

01
Peran Dokter Terhadap Kekerasan seksual pada
anak

Peran Dokter :
• Attending Doctor : Mendiagnosis, mengobati dan menyembuhkan
• Accesing Doctor : membantu pencarian bukti tindak pidana

Sikap dokter : Objektif-imparsial, Konfidensial, dan professional.


Pemeriksaan

 Prinsip Pemeriksaan
a. Lakukan pemeriksaan sedini mungkin setelah kejadian
b. Saat Pemeriksaan dokter didampingi perawat/bidan yang berjenis kelamin
sama dengan korban (biasanya wanita).
c. Pemeriksaan dilakukan menyeluruh
Langkah-langkah Pemeriksaan
1. Anamnesis secara Umum

Umur dan tanggal lahir


Status pernikahan
Riwayat paritas dan/ abortus
Riwayat menstruasi
Riwayat koitus
Penggunaan obat-obatan
Riwayat penyakit
Keluhan dan gejala
Anamnesis Khusus (5W+1H)
• What & How
• When
Jenis tindakan Tanggal dan jam kejadian
Adanya kekerasan atau ancaman Apakah tindakan baru sekali atau
kekerasan
berulang
Upaya perlawanan
Korban sadar/tidak setelah kejadian • Where
Adanya pemberian makanan, minuman Tempat kejadian
atau obat oleh pelaku Jenis tempat kejadian
Penetrasi sampai mana • Who
Nyeri pada daera kemaluan Apakah korban mengenaal pelaku
Nyeri saat buang air kecil/besar
Jumlah pelaku
Pendarahan daerah kemaluan
Ejakulasi diluar/didalam vagina Usia pelaku
Memakai kondom Hubungan pelaku dan korban
Tindakan yang dilakukan setelah kejadian
Pemeriksaan Fisik (head to toe)
Tingkat Kesadaran Rambut (tercabut/rontok)
Tanda vital Gigi dan Mulut
Penampilan Kuku
Afek Tanda perkembangan seksual sekunder
Pakaian Tanda intoksikasi Napza
Status generalis Status lokalis dari luka-luka
TB/BB
Pemeriksaan Fisik Khusus
 Daerah Pubis Uterus
Penyisiran rambut pubis Mulut (berdasarkan anamnesis)
 Daerah vulva dan kulit sekitar vulva/paha Daerah-daerah erogen
bagian dalam
Tanda kehamilan
Labia mayora dan minora
Vestibulum dan fourchette posterior
Pemeriksaan pakaian
Hymen
Pemeriksaan pelaku
 Vagina
Serviks dan porsio
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Lab
a. Menentukan cairan mani : Reaksi As. Fosfatase, Reaksi Barberio,
reaksi Florence
b. Pemeriksaan Spermatozoa :
Tanpa pewarnaan atau pemeriksaan langsung
Dengan pewarnaan Malachite green 1%
Pewarnaan Baeechi
Pemeriksaan Tersangka
Pemeriksaan golongan darah
Menentukan adanya sel epitel vagina pada glangs penis
Pemeriksaan secret uretra
Pemeriksaan DNA
- Upaya pengenalan persetubuhan, 
- Bercak sperma, darah, tanah dan pakaian, robekan. 
- Bentuk tubuh : memungkinkan tindakan kekerasan.
- Tanda cedera : adakah tanda perlawanan korban
- Rambut terlepas.
- Pemeriksaan menyeluruh alat kelamin  
- Tanda infeksi gonokokus, 
- Sekret
- Smegma
Menentukan ada tidaknya persetub
uhan
Tanda Langsung
adanya robekan selaput dara
Luka lecet atau memar di liang senggama
Ditemukan sperma

Tanda tidak langsung


Kehamilan
Penyakit hubungan seksual
Kendala dalam pembuktian kasus p
emerkosaan
Dalam system peradilan yang dianutnegara kita, seorang hakim tidak dap
at menjatuhkan hukuman kepada seseorang terdakwa kecuali dengan se
kurangnya dua alat bukti yang sah ia merasa yakin bahwa tindak pidana i
tu memang telah terjadi (pasal 183 KUHAP). Sedang yang dimaksud deng
an alat bukti yang sah adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, pe
tunjuk, dan keterangan terdakwa (pasal 184 KUHAP).
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka pada suatu kasus perkosaan dan kejahatan seksual lainnya pe
rlu diperjelas keterkaitan antara: 
1. Bukti-bukti yang ditemukan di tempat kejadian perkara
2. Pada tubuh atau pakaian korban
3. Pada tubuh atau pakaian pelaku
4. Pada alat yang digunakan pada kejahatan ini (yaitu penis) 

Keterkaitan antara berbagai faktor inilah yang sering dijabarkan dan merupakan salah satu hal yang d
apat menimbulkan keyakinan hakim.
Pada banyak kasus perkosaan keterkaitan empat faktor ini tidak jelas atau tidak dapat ditemukan sehi
ngga mengakibatkan tidak timbul keyakinan pada hakim yang bermanifestasi dalam bentuk suatu huk
uman yang ringan dan sekadarnya.
Beberapa hal yang dapat mengakibatkan terjadinya
hal ini adalah sebagai berikut:
a. Masalah keutuhan barang bukti
b. Masalah tehnis pengumpulan barang butki
c. Masalah tehnis pemeriksaan forensik dan laboratorium
d. Masalah pengetahuan dokter pemeriksa
e. Masalah pengetahuan aparat penegak hukum
Kesimpulan
1. Peran dalam mengatasi tindak pidana pelecehan seksual atas segala
macam tindak kekerasan terhadap anak, kemudian melakukan pemer
iksaan kepada saksi, korban, maupun pelaku sesuai dengan prosedur
hukum yang berlaku kemudian menetapkan pasal atau UU yang telah
dilanggar oleh si pelaku agar jera. Polisi juga berperan memberikan p
erlindungan terhadap saksi maupun korban dan untuk korban juga dib
erikan pendampingan agar dapat menghilangkan trauma akan kekera
san yang telah menimpanya.

2. Hambatan yang dihadapi dalam menangani kasus tindak pidana pele


cehan seksual terhadap anak adalah komunikasi terhadap korban, m
asalah bahasa sehari-hari yang digunakan tersangka, korban, dan sa
ksi-saksi, serta kurangnya kesadaran hukum dari masyarakat.
Saran
1. Lebih berperan aktif dalam mencegah pelecehan seksual terh
adap anak di bawah umur.

2. Melakukan sosialisasi agar memupuk kesadaran masyarakat


atau keluarga dalam mencegah terjadinya pelecehan seksual t
erhadap anak di bawah umur.

3. Masyarakat khususnya keluarga atau orang tua lebih menjaga


buah hatinya agar terhindar dari pelecehan seksual dan memb
erikan pemahaman yang benar mengenai anggota tubuhnya.

Anda mungkin juga menyukai