Anda di halaman 1dari 39

Efektivitas Program Rumah Damai untuk Lansia Melalui Lembaga

Pelyanan Sosial “Kanaan”

PROPOSAL PRAKTIKUM LEMBAGA PELAYANAN SOSIAL

Disusun Oleh :

Finita Amadea

170910301063

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU
KESEJAHTERAAN SOSIAL
LEMBAGA KAJIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(LKPM) (OKTOBER,2021)
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Efektivitas Program Rumah Damai untuk Lansia Melalui


Lembaga Pelayanan Sosial “Kanaan”

Kelompok : 7 (Tujuh)

a. Data Mahasiswa
Nama : Finita Amadea
NIM 170910301063
HP/Email 089665313142
b. Lokasi
Kelurahan : Gebang
Kecamatan : Patrang
Kabupaten : Jember
c. Waktu Pelaksanaan : 27 Oktober 2021 – 15 Desember 2021

Jember, 9 Oktober 2021


Dosen Pembimbinga Praktikum Koordinator kelompok

Drs. Partono, M.Si Heni Nur Azizah

NIP. 195608051986031003 NIM. 180910301061

Mengetahui,
Ketua LKPM
Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP Universitas Jember

Arif,. S.Sos., M.AP


NIP. 197603102002121003
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial merupakan calon pekerja sosial yang


nantinya dituntut untuk memiliki, menguasai pengetahuan, dan keterampilan dalam
pekerjaan sosial, juga harus memiliki kompetensi untuk melakukan intervensi pekerjaan
sosial. Melalui Praktikum Lembaga Pelayanan Sosial ini yang dijadikan sebagai salah
satu mata kuliah praktikum wajib bagi mahasiswa Program Sarjana Ilmu Kesejahteraan
Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jember untuk mampu memahami
fenomena sosial yang ada di lingkungannya. Dengan pengalaman praktik dilapangan
nantinya akan membuat mahasiswa mampu menemukan realitas yang lebih luas dari
apa yang telah mereka pelajari di kelas. Kenyataan tersebut akan memotivasi praktikan
untuk mampu memadukan antara konsep atau teori yang dipelajari dengan kenyataan
yang dihadapi. Selain itu, praktikan juga melatih diri dengan memiliki sikap tanggap
terhadap permasalahan yang terjadi di masyarakat dan kesempatan mengasah
keterampilan dalam praktik pekerjaan sosial secara lebih memadai dengan
menggunakan metode dan teknik yang dimiliki pekerjaan sosial.
Praktik pekerjaan sosial modern tidak bisa terlepas dari organisasi karena para
pekerja sosial juga dapat dipahami sebagai representasi suatu organisasi pelayanan
sosial karena Kesejahteraan sosial sebagian sistem yang terorganisasi dari pelayanan
dan lembaga-lembaga sosial, yang dirancang untuk membantu individu maupun
kelompok agar mencapai tingkat hidup yang sejahtera.
Tapi realitanya pada saat ini Indonesia menunjukkan bahwa lembaga- lembaga
pelayanan sosial yang ada tidak mampu menjawab tantangan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan sosial dan mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks.
Salah satu penyebab utamanya karena sangat lemahnya pengorganisasian khususnya
manajemen lembaga pelayanan sosial tersebut, yang masih berlandaskan aktivitas
karitas. Melalui praktikum lembaga pelayanan sosial ini, praktikan berusaha membantu
menyelesaikan permasalahan yang ada pada lembaga pelayanan sosial guna mencapai
organisasi yang unggul dalam memberikan pelayanan yang efektif dan efisien dalam
memberdayakan kelompok sasaran. Dengan modal memiliki manajemen strategi yang
baik, nantinya lembaga pelayanan sosial akan mampu memfasilitasi dalam
memberdayakan kelompok sasaran.
Manajemen strategi adalah proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan
menjamin strategi tersebut dilaksanakan dengan baik sehingga menjamin
kesuksesan organisasi dalam jangka panjang. Menurut Goerge Terry dalam Nawawi
(2000:36) menjelaskan “manajemen adalah pencapaian tujuan organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya dengan menggunakan bantuan orang lain”. Pekerja sosial dapat
berperan sebagai manajer suatu lembaga pelayanan sosial, untuk menerapkan teknik-
teknik dalam melaksanakan assessment dan menyusun sebuah rancangan perlakuan
(Plan of Treatment), sampai pengaplikasian (treatment) kompetensi seorang manajer,
diantaranya adalah: penyusunan Perencanaan, pembuatan SOTK lembaga,
pengembangan SDM, dan fundrising di lembaga atau badan pelayanan sosial dengan
menggunakan konsep pekerjaan social yang telah dipelajari sebagai gagasan pokok.
Dengan peran pekerja sosial sebagai manajer ini nantinya dapat digunakan dalam
mendayagunakan orang lain melalui kegiatan menciptakan dan mengembangkan
kerjasama dalam mencapai tujuan organisasi.
Pada praktikum Lembaga Pelayanan Sosial ini, objek kajiannya adalah salah
satu lembaga pelayanan sosial yaitu Lembaga Sosial Panti Asuhan Kanaan yang
bertempat di Darwo Barat, kelurahan Patrang, kecamatan Gebang, kabupaten Jember,
Provinsi Jawa Timur. Lembaga pelayanan sosial merupakan suatu lembaga yang
bertanggung jawab untuk membantu dan memberikan pelayanan terbaik kepada
penerima manfaat yang mengalami masalah sosial agar dapat mencapai kesejahteraan
sosial. Di dalam lembaga pelayanan sosial, terdapat supervisi lembaga pelayanan sosial,
yang mana tugasnya yaitu mengawasi dan mengontrol jalannya lembaga sosial dan
menciptakan lembaga sosial dan mempertahankan kualitas lembaga pelayanan sosial
yang terbaik di hadapan masyarakat sebagai pembantu dalam penyelesaian permasalaah
sosial. Yayasan Panti Asuhan Kanaan, merupakan lembaga yang mengabdikan dirinya
untuk membina anak dan remaja serta lansia agar terpelihara dan bertumbuh layaknya
rumah asli dan rumah damai dan nyaman bagi melanjutkan hidupnya.

1.2 Tujuan Praktikum


a. Tujuan Umum:
Untuk meningkatkan kemampuan dalam menganalisis dan merancang
pengembangan manajemen lembaga pelayanan sosial yang ada di lembaga
b. Tujuan Khusus:
Praktikan mampu mengaplikasikan kompetensi seorang manajer, seperti:
1) Planning: Penyusunan Perencanaan lembaga
2) Organizing: Pembuatan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan
pengembangannya
3) Budgeting/ fundrising: Melaksanakan fundrising lembaga
4) HRD: Melaksanakan pengembangan SDM dan atau SDM Mapping. Dalam bentuk
pelatihan kemudian praktikan dapat sebagai EO atau trainer.

1.3 Manfaat Praktikum


Pelaksanaan Praktikum Lembaga Pelayanan Sosial memberikan manfaat bagi
mahasiswa, jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial dan khususnya Yayasan Panti Asuhan
Kanaan, yaitu sebagai berikut :
1. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam menganalisis dan merancang
pengembangan manajemen lembaga pelayanan sosial
b. Meningkatkan kepekaan mahasiswa terhadap permasalahan sosial yang dihadapi
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) maupun pendayagunaan
Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS)
c. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan proses pengembangan
lembaga pelayanan untuk meningkatkan/ mampu memfasilitasi kelompok
sasaran
2. Bagi Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
a. Meningkatkan kualitas kurikulum Program Sarjana S1 Pekerjaan Ilmu
Kesejahteraan Sosial Universitas Jember
b. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pekerjaan sosial dalam
melaksanakan proses atau kegiatan intervensi
3. Bagi Masyarakat dan Lembaga Pelayanan Sosial
a. Munculnya kesadaran lembaga pelayanan sosial maupun kelompok sasaran
untuk berpartisipasi menghadapi suatu permasalahan yang mereka hadapi
b. Memperoleh keberdayaan yang lebih bagi kelompok sasaran di Yayasan Panti
Asuhan Kanaan
1.4 Metode dan Teknik Pekerjaan Sosial
1. Metode
Praktikum lembaga pelayanan sosial dilakukan dengan menggunakan metode
pekerjaan sosial yang meliputi antara lain: Pengembangan Organisasi (Community
Organization), Asistensi Sosial (Social Assistence), dan Perencanaan Sosial (Social
Planning),
2. Teknik
Adapun teknik yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan Praktikum lembaga
pelayanan sosial, antara lain: Community Invollvement (CI), Neighborhood Survey
Study (NSS), Community/Night Meeting Forum (CMF), The Sustainable Livelihoods
(SLI) Ziel-Orientierte Project Planning (ZOPP), Technology Of Participation (ToP),
Advokasi Sosial (Social Advocacy).Focus Groups Disscusion (FGD), SWOT
ANALISYS.
1.5 Proses Supervisi Praktikum Lembaga Pelayanan Sosial
1. Engagement, Intake, Contract
Engagement,intake, contract merupakan suatu proses kegiatan penjajagan awal,
konsultasi dengan pihak terkait, identifikasi calon klien, seleksi, perumusan
kesepakatan.
2. Assesment
Asesment adalah suatu proses kegiatan pengumpulan dan analisis data untuk
mengungkapkan dan memahami masalah, kebutuhan, dan sistem sumber klien.
3. Planning: Penyusunan Rencana Strategi
Seluruh praktikan menjalankan pra lapangan yang sama sampai tahapan lapangan,
praktikan sudah berhubungan dengan lembaganya masing-masing (sesuai
lembaga yang ditentukan). Pada tahapan ini kelompok praktikan sudah menyusun
action plan untuk melaksanakan kompetensinya (lihat tahapan pra lapangan).

Praktikan mulai melakukan tahapan-tahapan yang telah disusun dalam action


plan. Berikut adalah susunan pentahapan yang dapat dilaksanakan oleh praktikan
untuk menyusun Renstra:
1) Tahap 1: Persiapan
a) Mengidentifikasi alasan-alasan untuk membuat rencana
b) Memeriksa kesiapan untuk membuat rencana
c) Memilih peserta perencana
d) Meringkasakan profil dan riwayat organisasi
e) Mengienditidikasi informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan strategis
f) Tulis “rencana” membuat rencana-rencana
Hasil Tahap1: Kesepakatan tentang kesiapan organisasi untuk membuat rencana dan
sebuah rencana kerja perencanaan strategis
2) Tahap 2: Mempertegas Misi dan Visi
a) Menuliskan (atau mengunjungi lagi) rumusan misi
b) Membuat konsep rumusan misi
Hasil Tahap 2: Konsep rumusan misi dan konsep rumusan visi
3) Tahap 3: Menilai Lingkungan
a) Memperbarui informasi yang dibutuhkan untuk perencanaan
b) Menyatakan strategi terdahulu dan strategi saat ini
c) Mengumpulkan masukan dari stakeholder internal
d) Mengumpulkan masukan dari stakeholder eksternal
e) Mengumpulkan informasi tentang efektifitas program
f) Mengidentifikasi pertanyaan atau persoalan strategis tambahan
Hasil Tahap 3: Terindetifikasi sejumlah persoalan kritis yang menuntut tanggapan dari
organisasi dan basis data yang akan mendukung para perencana dalam memilih prioritas
dan strategis
4) Tahap 4: Menilai Organisasi/Lembaga
a) Menganalisis kaitan antara kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
(SWOT)
b) Menganalisis kekuatan kompetitif program
c) Memilih kriteria yang digunakan dalam menetapkan prioritas
d) Memilih inti strategi masa depan
e) Meringkas cakupan dan skala program
f) Menuliskan tujuan dan sasaran
g) Mengembangkan proyeksi finansial jangka panjang
Hasil Tahap 4: Kesepakatan tentanag prioritas inti masa depan, tujuan jangka
panjang, dan sasaran khusus
5) Tahap 5: Penyusunan Rencana Aksi
a) Menuliskan rencana strategis
b) Menjelaskan rencana konsep untuk dikaji ulang
c) Mengadopsi rencana strategis
Hasil Tahap 5: Sebuah rencana strategis
Dalam pelaksanaan praktikum ini praktikan dituntut sampai tersusunnya rencana
strategis. Sedangkan untuk pelaksanaan renstra tersebut dan untuk tahapan monitoring
dan evaluasi tidak perlu dilaksanakan oleh praktikan. Sedangkan untuk keterampilan
atau keahlian dalam proses penyusunan renstra tersebut diberikan keleluasaan bagi
praktikan untuk berimprovisasi berdasarkan keterampilan dan pengetahuan yang telah
didapati oleh praktikan.
4. Organizing: Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK)
Dalam melaksanakan organizing untuk pembuatan SOTK, ada beberapa tahapan
yang dapat dilakukan oleh praktikan untuk terbentuknya SOTK tersebut, diantaranya
adalah:
1) Tahap 1: Mengidentifikasi Permasalahan
a) Mengidentifikasi alasan-alasan untuk membuat SOTK
b) Memeriksa kesiapan untuk membuat SOTK
c) Mengidentifikasi siapa yang akan terlibat dalam melaksanakan d) Analisis
jabatan (menghasilkan deskripsi jabatan)
d) Spesifikasi jabatan (manghasilakan jumlah dan kualifikasi orang yang
dibutuhkan untuk setiap jabatan)
2) Tahap 2: Teknik Analisis Jabatan
a) Metode BSP (business system planning)
b) Kegiatan organisasi dibagi pada sisi input; process; output
c) Kegiatan proses dipilah create dan use, dituangkan ke dalam matriks
Sedangkan untuk keterampilan atau keahlian dalam proses penyusunan SOTK
tersebut diberikan keleluasaan bagi praktikan untuk berimprovisasi berdasarkan
keterampilan dan pengetahuan yang telah didapati oleh praktikan.
5. HRD: Terlaksananya Pengembangan SDM, seperti Pelatihan Bagi Staf
Untuk melaksanakan kompetensi pengembangan SDM, praktikan diharuskan
melaksanakannya berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
organisasi. Tahapan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan rencana awal (Action
Plan), hal ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan organisasi. Sedangkan untuk
menunjang proses tersebut ada beberapa tahapan yang dapat dilakukan oleh praktikan,
adalah:
1) Tahap 1: Mengidentifikasi Permasalahan Organisasi
a) Mengidentifikasi alasan-alasan untuk perlunya pengembangan SDM
b) Memeriksa kesiapan untuk melakukan pengembangan SDM
c) Mengidentifikasi SDM yang perlu dikembangkan
d) Mengidentifikasi dan menyusun daftar pihak-pihak yang dapat diajak kerjasama
untuk melakukan pengembangan SDM
e) Melakukan kontrak kerja sama dengan pihak-pihak yang bersedia terlibat
dalam pelaksanaan pengembangan SDM
2) Tahap 2: Pelaksanaan Pengembangan SDM
a) Penentuan waktu dan tempat, dapat dilakukan bersama-sama dengan pihak
lembaga.
b) Penentuan siapa yang akan mengisi pengembangan SDM tersebut (ini bisa diisi
oleh praktikan atau lembaga lain yang sudah identifikasi sebelumnya)
c) Pemantapan kembali periapan-persiapan yang telah dilakukan.
d) Persiapan hari pelaksanaan
e) Melaksanakan sesuai peran praktikan berdasarkan perencanaan awal
f) Pelaksanaan kegiatan
g) Mengevaluasi dengan melihat hasil kegiatan, dapat dilakukan internal kelompok
praktikan dan hasil diberikan kepada organisasi atau evaluasi dilakukan langsung
bersama-sama dengan pihak organisasi.
Dalam pelaksanaan praktikum ini praktikan dituntut sampai dilaksanakannya
kegiatan pengembangan SDM. Sedangkan untuk keterampilan atau keahlian dalam
proses kegiatan secara keseluruhan tersebut diberikan keleluasaan bagi praktikan
untuk berimprovisasi berdasarkan keterampilan da n pengetahuan yang telah didapati
oleh praktikan.
6. Fundrising: Terlaksananya Fundrising
Dari tersusunya proposal sampai upaya-upaya yang dilakukan praktikan untuk
melaksanakan fundrising tersebut yang ditujukan pada pendonor. Bahkan praktikan
diupayakan sampai mendapatkan hasil berupa terjalinnya kerjasama antara pendonor
dengan lembaga lokasi praktikum
1) Tahap 1: Mengidentifikasi Permasalahan
a) Mengidentifikasi alasan-alasan untuk melakukan fundrising
b) Mengidentifikasi fundrising yang pernah dilakukan oleh organisasi
c) Mengidentifikasi siapa yang akan terlibat dalam melaksanakan fundrising
tersebut.
d) Bergerak bersama organisasi mengenai instrumen yang tepat untuk
melakukan fundrising
e) Pembuatan instrumen berdasarkan kebutuhan lembaga, dapat dilakukan bersama
organisasi
2) Tahap 2: Mengidentifikasi funding sumber dana
a) Mengidentifikasi funding-funding yang pernah melakukan kerja sama dengan
organisasi
b) Mengidentifikasi funding yang sesuai denga kebutuhan lembaga saat ini
c) Menyusun daftar fundrising yang akan dijadikan sasaran
d) Menghubungi organisasi sumber dana hingga bisa teridentifikasi contact
person terpercaya
e) Memasukkan proposal/apabila harus dilakukan presentasi, maka praktikan
harus siap untuk melakukannya
f) Lobby atau tawar menawar untuk mendapatkan bantuan dari funding
Sedangkan untuk keterampilan atau keahlian dalam proses fundrising
tersebut diberikan keleluasaan bagi praktikan untuk berimprovisasi berdasarkan
keterampilan dan pengetahuan yang telah didapati oleh praktikan.
7. Evaluasi
Suatu proses penilaian akan keberhasilan intervensi yang sudah dilaksanakan baik dari
segi proses maupun dari pencapaian hasil.
a) Memfasilitasi kelompok dalam melakukan pengukuran atau pemberian skor
akan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan perubahan.
b) Memfasilitasi kelompok dalam melakukan pengukuran atau pemberian skor
akan tingkat keberhasilan proses yang telah dijalani.
8. Terminasi dan Rekomendasi
Terminasi adalah tahap pengakhiran intervensi pekerjaan sosial. Terminasi
merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan lembaga atau kelompok
sasaran. Tahap ini harus dilakukan karena program sudah harus dihentikan, sesuai
dengan jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam mepersiapkan kegiatan
terminasi praktikan melakukan identifikasi kegiatan yang belum diselesaikan dan
persiapan administrasi lainya. Sebelum kegiatan ini juga dilakukan koordinasi dengan
pihak-pihak terkait.
9. Penyusunan Laporan
Pencatatan dan Pelaporan (recording) merupakan serangkaian kegiatan
penyusunan dan penyampaian Laporan Praktikum lembaga pelayanan sosial meliputi :
Laporan proses dan hasil praktik Pekerjaan Sosial pada lembaga pelayan sosial yang
telah dilakukan oleh praktikan.
Pencatatan dan Pelaporan (recording) digunakan sebagai bahan dokumentasi,
pertanggungjawaban, juga menjadi bahan masukan bagi optimalisasi kegiatan praktikan
baik secara individu maupun secara kelompok.
1) Tujuan
a) Menciptakan sistem koordinasi dan pertukaran informasi yang akurat dan
sistematis.
b) Memudahkan proses koordinasi dan monitoring yang dilakukan untuk
mempertanggungjawabkan mutu.
c) Sebagai bentuk tanggungjawab praktikum dari praktikan terhadap
Pembimbing atau pihak yang berhak mengetahui proses kegiatan yang telah
dilakukan.
Setiap mahasisiwa diwajibkan menyusun laporan praktikum paling
lambat 10 (sepuluh) hari setelah praktik lapangan. Laporan praktikum disusun
sesuai dengan sistematika laporan yang telah ditetapkan. Penyusunan laporan di
bimbing oleh dosen yang bertugas sebagai pembimbing lapangan ketika
mahasiswa melaksanakan praktik di lapangan untuk diujikan dalam ujian lisan
praktikum lembaga pelayanan sosial. Laporan Praktikum yang berisi:
1. Hasil Perancangan Kegiatan Praktikum Lembaga Pelayanan Sosial.
2. Proses praktikum yang dilakukan oleh Praktikan dengan
mengaplikasikan kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan lembaga.
BAB 11
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Lembaga Pelayanan Sosial (HSO)
Lembaga pelayanan sosial merupakan suatu wadah yang dibentuk dengan tujuan
untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan sosial dan mengatasi
masalah-masalah sosial yang semakin rumit. Suatu kenyataan yang ada di Indonesia,
bahwa lembaga-lembaga pelayanan sosial masih memiliki kendala dalam melaksanakan
fungsi manajemen, hal ini bisa disebabkan dari beberapa faktor antara lain kurangnya
kompetensi orang-orang dalam menyadari adanya organisasi, baik dalam pengelolaan
dan manejemeni lembaga, maupun lembaga yang masih berjalan dalam landasan amal,
sehingga kurang memperhatikan faktor manejemen dari lembaga itu. Sebuah lembaga
pelayanan sosial harus memiliki strategi yang tertuang dalam rencana strategi
organisasi, sehingga dalam menjalankan kegiatannya, lembaga bisa lebih objektif. Hal
tersebut tertuang dalam (Kettner, 2002: p. xxi) yang menyatakan bahwa: “Manajemen
strategi adalah proses pengarahan usaha perencanaan strategi dan menjamin strategi
tersebut dilaksanakan dengan baik, sehingga menjamin kesuksesan dalam jangka
panjang. Maka erencanaan merupakan kunci untuk menuju pelayanan yang efektif”

Organisasi Pelayanan Sosial (Human Services Organization/HSO) pada


dasarnya merupakan wujud dari kepedulian masyarakat, kewajiban masyarakat pada
kesejahteraan dan kemakmuran warga Negara serta keyakinan dan ketanggapan pada
kebutuhan kebutuhan manusia.

1. Sifat sifat yang melekat dalam Human Services Organization / HSO :

2. Orang sebagai bahan mentah ( Raw Material)

3. Pelayanan sosial merupakan pekerjaan moral

4. Pelayanan sosial sebagai pekerjaan Gender

5. Pentingnya lingkungan kelembagaan

6. Teknologi pelayanan sosial sebagai pengundangan indeologi – ideology praktek

7. Realitivitas Klien dan Proses (Trajektori) Pelayanan

8. Kepatuhan klien

9. Sentralitas hubungan klien pekerja


HSO membutuhkan bahan mentah atau orang untung menjadikan wewenang
dalam mempengaruhi proses transformasi dalam kehidupan. Setiap kegiatan HSO
tujuan utama adalah kepentingan klien yang berbentuk pelayanan nyata. HSO sangat
berkaitan dengan pekerjaan moral dan jender, karena HSO menghadapi persoalan
legitimasi yang pelik. Sangat membutuhkan dukungan terhadap posisi moral dengan
merujuk pada system moral yang telah melembaga di lingkungan sekitar. Organisasi
atau kelompok tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah, asosiasi professional,
organisasi organisasi pelayanan sosial lainnya, serta asosiasi politik dan kemasyarakatan
lainnya.

Bekerja dengan orang memasyarakatkan Human Services Organization/HSO


untuk memilih teknologi yang disetujui dan diakui secara sosial. Teknologi ini harus
sesuai dengan keyakinan kultural yang dominan tentang apa yang diinginkan dan
diterima untuk dilakukan terhadap orang. Namun, kemampuan Human Services
Organization/HSO untuk memilih teknologi pelayan terhambat oleh lingkungan
teknologinya, yaitu sumber-sumber lingkungan teknologi yang memiliki kewenangan.
Penyebab lain ketidaktentuan teknologi yang membedakan Human Services
Organization/HSOberkaitandengankemampuan klien untuk memberikan reaksi dan
berpartisipasi dalam teknologi pelayanan. Reaktifitas klien dan kapasitas potensial
mereka untuk menetralisasi akibat-akibat dari teknologi pelayanan berarti bahwa
organisasi tidak dapat menentukan proses dan hasil dariteknologipelayanan. Klien harus
dikendalikan sehhingga reaksi mereka tidak menetralisasikan akibat dari teknologi, dan
sungguh berperilaku yang mendukung kegiatan pekerja untuk kepentingan klien.
Dengan kepatuhan klien menjadi persoalan utama mengendalikan sector pelayanan.
Hubungan pekerja sosial dengan klien merupakan inti dari HSO, dapat diperumpamaan
sebagai informasi tentang klien mudah diperoleh seperti melakukan assessment,
pelayanan yang diberikan, tanggapan klien dievakuasi, dan kepatuhan klien diperoleh.

Human Services Organization/HSO memiliki mekanisme pengendalian interval


dan eksternal untuk menjamin hubungan pekerja dengan klien berdasarkan kepercayaan
dan kejujuran. Mekanisme interval seperti sosialisasi, prosedur operasional standar,
norma-norma tentang perilaku pekerja (kode etik), pembuatan catatan, pemantauan dan
supervisi. Mekanisme eksternal seperti akreditasi professional, regulasi pemerintah,
asuransi kelayakan dan audit.
2.2 Manajemen Lembaga Pelayanan Sosial
Manajemen organisasi pelayanan sosial merupakan suatu proses kegiatan untuk
mencapai tujuan - tujuan dalam bidang sosial dengan menggunakan sumber daya yang
terdapat di lingkungan masyarkat secara efisien dan efektif. Beberapa fungsi
manajemen yang harus ada antara lain:

1. Perumusan tujuan

2. Pengorganisasian usaha-usaha kesejahteraan social

3. Komunikasi baik vertikal maupun horizontal, formal atau informal, internal


maupun eksternal

4. Penyediaan fasilitas

5. Mencari, menggali memobilisasi dan memanfaatkan sumber/ potensi

6. Evaluasi kegiatan usaha kesejahteraan sosial

Manajemen seringkali diartikan secara berbeda dalam berbagai level


dan bidang kegiatan. Manajemen dapat diartikan sebagai seperangkat fungsi
khusus yang dijalankan oleh orang dalam seting pekerjaan yang ditujukan untuk
meningkatkan produktivitas dan pencapaian tujuan organisasi (Weinbach,
1994:11). Dalam seting pekerjaan sosial berarti bahwa para pekerja sosial yang
berfungsi sebagai manajer berupaya untuk membangun dan mencapai suatu lingkungan
kerja optimal yang kondusif bagi efisiensi penyediaan pelayanan yang
efektif bagi klien. Dengan demikian pemahaman akan manajemen dari suatu
organisasi pelayanan menjadi begitu penting, dalam rangka mencapai efektifitas
pelayanan sosial yag diberikan.

Sedangkan proses manajemen dalam organisasi pelayanan sosial tidak


jauh berbeda dengan proses yang dilakukan oleh organisasi lainnya. George Teery
mengemukakan fungsi-fungsi manajemen yang terkenal dengan sebutan POAC
(Planing, Organizing, Actuating and Controlling). Sedangkan para pe-nulis
manajemen lainnya ada yang hanya menggunakan planning, organizing dan
controling saja. Namun begitu, sebagaimana dikemukakan oleh Robert Weinbach
(p. 17) bahwa “all the list suggest the effort of a manager take a active role in
shaping various aspect of the work environment”. Artinya kesemua fungsi
managemen tersebut ditujukan agar manajer memiliki peran aktif dalam
mempengaruhi lingkunganh kerjanya. Selanjutnya menurut Thomas Wolf (1990:289-
297) organisasi nonprofit atau organisasi pelayanan manusia diatur dan dikelola dengan
baik secara sungguh-sungguh pada berbagai bidang. Sebagian dari keberhasilan
diperoleh dewan dan staf dalam komitmen terhadap suatu prosses mengevaluasi
permasalahan dan mengembangkan secara sistematis. Hal tersebut dilakukan dengan
memperkirakan kekuatan ( strengths ), kelemahan ( weaknesses ), permasalahan (
problems ) dan peluang ( opportunies ).

2.3 Metode Intervensi Organisasi


1. Perencanaan Sosial

Perencanaan sosial merupakan model intervensi komunitas yang berorientasi


pada tugas. Keterlibatan masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan, penentuan
tujuan dan pemecahan masalah bukan merupakan prioritas, karena pengambilan
keputusan dilakukan oleh pekerja sosial di lembaga formal seperti lembaga
pemerintahan atau swasta (LSM). Pekerja komunitas bertugas melakukan penelitian,
analisa masalah dan kebutuhan masyarakat, identifikasi, melaksanakan dan
mengevaluassi program pelayanan kemanusiaan.

Proses pragmatis untuk menentukan keputusan dan menetapkan tindakan guna


memecahkan masalah tertentu (misal: kemiskinan, pengangguran, kesehatan masyarakat
yang buruk, dll.) Pekerja sosial berperan sebagai expert yang membuat perencanaan
sosial, yang menempatkan masyarakat sebagai konsumen, beneficiaries, sehingga
keterlibatan masyarakat tidaklah menjadi prioritas. Keahlian yang harus dimiliki oleh
pekerja sosial meliputi: keahlian melakukan penelitian, menganalisis
masalah/kebutuhan masyarakat, mendiagnosis masyarakat, melaksanakan dan
mengevaluasi program pelayanan. Dalam intervensi perencanaan sosial memiliki
karakteristik. Karakteristik yang melekat pada model intervensi perencanaan sosial
adalah sebagai berikut :

 Tujuan dari model intervensi komunitas ini lebih ditekankan pada task goal,
yaitu menekankan pada penyelesaian tugas-tugas atau pemecah masalah yang
mengganggu fungsi sistem sosial. Pengoorganisasian perencanaan sosial
berhubungan dengan masalah-masalah yang konkret dalam masyarakat
 Praktisi perencana sosial melihat komunitas yang memiliki masalah sosial utama
yang dialami oleh anggota komunitas tersebut. Permasalahan yang ada dalam
komunitas berupa permasalahan sosial umum seperti kesehatan jiwa, lansia dan
lain-lain.
 Strategi yang dilakukan perencana sosial dalam melalkukan perubahan yaitu
berusaha untuk mengumpulkan fakta-fakta mengenai masalah yang dihadapi
masyarakat sebelum melakukan perubahan (tindakan rasional yang tapat
dilakukan)
 Teknik yang dilakukan dalam perencanaan sosial adalah teknik untuk
mengumpulkan data dan ketrampilan menganalisis. Kemudian taktik yang
digunakan yaitu consensus atau konflik
 Peran praktisi dalam perencanaan sosial adalah sebagai expert . Peran ini
menekankan terhadap penemuan fakta, implementasi , dan relasi berbagai
macam birokrasi, serta tenaga professional dari berbagai disiplin. Sedangkan
media perubahan yang digunakan untuk melakukan perubahan adalah
memanipulasi organsasi , seperti pengumpulan data dan analisis data
 Dalam perencanaan sosial , struktur kekuasaan muncul sebagai boss (employer)
dari praktisi atau perencana.
 Klien dari perencana sosial merupakan kelompok yang memiliki kesatuan
geografis, tetapi dapat pula kesatuan fungsionalnya
 Tidak ada asumsi pervasive mengenai intrakblitas ataupun konflik kepentingan.
Pendekatan yang digunakan bersifat pragmatis, dan berorientasi untuk mengatasi
masalah tertentu sehingga permufakatan atau konflik dapat ditolerir jika tidak
menghalangi proses pencapaian tujuan
 Klien dalam perencanaan sosial dilihat sebagai konsumen dari suatu layanan,
dan mereka akan menerima serta memanfaatkan program dan layanan sebagai
hasil dari proses perencanaan.
 Peran klien dalam model ini sebagai resipient /penerima layanan. Klien aktif
menggunakan layanan yang diberikan tetapi bukan dalam proses menentukan
tujuan dan kebijakan.

2. Administrasi Sosial
Administrasi Kesejahteraan Sosial adalah suatu proses penyelengaraan dan
pelaksanaan kegiatan usaha kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan
yang menyangkut bidang kesejahteraan sosial. AKS adalah segenap proses
penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan usaha kerjasama sekelompok orang
(instansi, lembaga, yayasan dsb.) dengan menggunakan sumber-sumber atau
fasilitas yang ada, untuk memberikan bantuan dan pelayanan kesejahteraan sosial.
sehingga dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosial dan dapat dapat
melaksanakan fungsi sosialnya serta ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan
pembangunan. John C. Kidneigh (1950), administrasi kesejahteraan sosial adalah
proses mentransformasikan kebijakan sosial ke dalam pelayanan-pelayanan sosial
melalui dua cara :

 Mentranformasikan kebijakan ke dalam pelayanan sosial kongkrit,


 Menggunakan pengalaman dlm merekomendasikan perubahan kebijakan.

Arthur Dunham, administrasi kesejahtraan sosial sebagai proses pemberian dukungan


dan fasilitas terhadap kegiatan yang diperlukan dalam pemberian pelayanan secara
langsung oleh suatu lembaga sosial. Kegiatan administrasi dimulai dari penentuan
fungsi dan kebijakan serta kepemimpinan eksekutif sampai pada pekerjaan-pekerjaan
rutin. Rex A. Skidmore, administrasi kesejahtraan sosial suatu tindakan staff yang
menggunakan proses sosial untuk menstranspormasikan kebijakan sosial lembaga ke
dalam pemberian pelayanan sosial. Kodney, administrasi kesejahtraan sosial adalah
suatu proses untuk memobilisasi sumber-sumber lembaga, manusia dan materi untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan, Harleigh Trecker,
mengintepretasikan administrasi kesejahtraan sosial suatu proses bekerja dengan
orang dengan cara mengarahkan dan menghubungkan energi mereka, sehingga
mereka mampu menggunakan atau memanfaatkan sumber yang tersedia untuk
mencapai tujuan pelayanan dan program pelayanan yang dibutuhkan masyarakat.

Selanjutnya Trecker merumuskan prinsip administrasi kesejahtraan sosial yg


ditulis para ahli yaitu:

 Administrasi suatu proses dinamis dan terus menerus.


 Proses dilaksanakan ut menyelesaikan atau mencapai tujuan umum.
 Sumber manusia dan materi dimanfaatkan sehingga tujuan umum dicapai.
 Koordinasi dan kerjasama adalah alat atau cara shg sumber manusia dan
materi dapat dimanfaatkan.
 Secara implisit dalam berbagai definisi terhadap unsur perencanaan,
pengorganisasian, dan kepemimpinan.

Adapun karakteristik-karakteristik yang terdapat dalam administrasi


kesehjahtraan sosial, antara lain :

 Administrasi yang dilaksanakan di lembaga pelayanan sosial ditujukan


membantu memenuhi kebutuhan masyarakat.
 Pelayanan yang diberikan lembaga sosial diklasifikasikan tiga kategori, yaitu:
 perbaikan keberfungsian sosial yg terganggu,
 penyediaan sumber2 sosial dan individual bagi keberfungsian sosial yg
efektif,
 pencegahan ketidakberfungsian sosial.
 Lembaga sosial secara khusus berbentuk suatu badan/lembaga yg umumnya
mewakili kepentingan masyarakat.
 Terdapat ukuran, skup, struktur dan jenis program dari organisasi badan/lembaga
sosial.
 Administrasi memiliki tanggung jawab untuk mengkaitkan kegiatan internal
lembaga dengan masyarakat.

Syarat-syarat Administrasi Kesejahteraan Sosial, adapun syarat-syarat dari


administrasi kesejahtraan sosial sendiri yakni:

 Adanya proses penyelenggaraan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan terutama


berupaya kegiatan pemberian bantuan dan pelayanan kesejahteraan.
 Adanya usaha kerjasama sekelompok orang yang bergerak dalam bidang
kesejahteraan sosial, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.
 Adanya tujuan untuk memberikan bantuan dan pelayanan kesejahteraan sosial
kepada perseorangan, keluarga, kelompok organisasi maupun masyarakat yang
menyandang masalah kesejahteraan sosial, sehingga dapat meningkatkan taraf
kesejahteraan sosial dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya serta
berpartisipasi dalam pelaksanaan pembangunan.
Fungsi Administrasi terbagi atas fungsi penunjang seperti merumuskan kebutuhan,
masalah kesejahteraan sosial, tujuan kesejahteraan sosial, antara lain :

 Pedoman arah dalam pelaksanaan kegiatan


 Pedoman menyusun pola dasar, pola penanganan masalah,organisasi tata kerja.
 Menetapkan kebijakan
 Pedoman dan pegangan menetapkan keputusan untuk memecahkan masalah
 Menyusun rencana, program proyek, termasuk anggaran pendapatan dan belanja
 Menetapkan standar penilaian hasil pelaksanaan rencana kegiatan.

Ada beberapa sarana manajemen (5M : Badan sosial, 6M : Badan usaha). Antara lain :

 Manusia
 Money
 Machine
 Metode
 Market

Juga ada beberapa Fungsi Manajemen, antara lain :

 Planning : perencanaan
 Organizing : organisasi
 Actuating : penggerakan
 Controling : pengawasan

Prinsip-prinsip dasar administrasi, prinsip adalah aturan dasar/utama atau kebenaran yg


berasal dari metoda yg diadopsi untuk digunakan dalam tindakan/perbuatan. Prinsip
administrasi pekerjaan sosial adalah pernyataan umum yang digunakan oleh administrator
ketika melaksanakan pekerjaannya. Pernyataan tersebut merupakan gagasan terpisah, tetapi
saling terkait dan merupakan sebuah falsafah administrasi. Dalam prinsip administrasi
pekerjaan sosial ada yang penting, antara lain :

 Mengarahkan dalam bertindak dan berperilaku secara profesional.


 Mengarahkan dalam membuat pilihan dan keputusan tidak hanya dalam arti
tehnis, tetap lebih didasari oleh keyakinan yang kuat tentang pekerjaan sosial,
nilai yang mendasarinya dan tujuan yg akan dicapai di masyarakat.
 Administrasi pekerjaan sosial diarahkan oleh prinsip bekerja secara terencana
dan konsisten.
 Ketika dihadapkan pada situasi dimana terjadi pertentangan nilai, administrator
membuat keputusan didasarkan apa yang terbaik bagi klien.
 Berguna untuk menganalisis masalah, penentuan tujuan, pemilihan metoda,
pelimpahan tanggung jawab, dan evaluasi hasil.

Pengetahuan administrator pekerjaan sosial, pengetahuan administrator


pekerjaan sosial yaitu memberikan kepemimpinan terhadap urusan internal lembaga
(perumusan kebijakan, pengembangan program, pegawai, evaluasi dan perencanaan
jangka panjang dan memberikan kepemimpinan terhadap urusan eksternal lembaga.
Tugas yang dilakukan administrator pekerjaan sosial diantaranya adalah :

 Menentukan tujuan dan sasaran organisasi


 Merencanakan dan pengembangkan program
 Mendapatkan legitimasi, dukungan, dan sumber-sumber sosial
 Merancang struktur dan proses administrasi.
 Mengembangkan dan memelihara kemampuan staf
 Merencanakan alokasi dan kontrol sumber finansial
 Monitoring dan evaluasi program.

Adapun 7 macam tindakan-tindakan yang dilakukan dalam administrator


pekerjaan sosial yakni :

 Menerima (accepting). Seorang administrator pekerjaan sosial menerima staf,


klien, personil profesional, dan masy apa adanya. Dia hrs menghargai setiap
orang sbg individu yg unik dg kelebihan dan keterbatasan, setiap orang berusaha
menjadi yg terbaik.
 Memperhatikan (caring). Menebarkan kehangatan dan memberi anggota rasa
memiliki. Tunjukkan tdk hanya dg kata2 ttp juga dg tindakan.
 Menciptakan (creating). Harus kreatif, gemar menjadi pionir/pembuat kebijakan
yg inovatif yg akan memperbaiki pelayanan lembaga dan staf.
 Menciptakan demokrasi (democratizing). Menghargai pendapat dan nilai2 staf.
Dia menyadari setiap anggota dpt memberikan kontribusinya ut kemajuan
lembaga. Dia bukan sorang diktator/otokratis.
 Memberikan persetujuan (approving). Memahami bahwa setiap orang
(staf/klien) mengharapkan persetujuan/pengakuan. Dia memberi pujian dan
pengharagaan kepada anggota/staf klw memang layak scr tertulis atau langsung.
 Mempercayai ( trusting). Mempunyai kepercayaan yg implisit kepada stafnya.
Dia menghargai pandangan/gagasan dr anggota, walaupun mungkin ada
perbedaan antara gagasan dg apa yg mereka lakukan.
 Memelihara keseimbangan personal/pribadi. Hidup dlm lingkungan yg baik,
mempunyai perhatian thd kesehatan fisik dan mental dan berusaha ut bersikap
rilek. Berusaha menyimpan prustrasi dan masalahnya shg tdk dilampiaskan
kepada stafnya. Dia suka berkreasi dan melakukan hal yg menyenangkan dn
mampu mendapatkan energi yang baru.

Metode Assessment

Asesmen merupakan proses kritis dalam praktik pekerjaan sosial. Penentuan


tujuan dan intervensi amat tergantung pada asesmen. Asesment yang tidak tepat atau
tidak lengkap mungkin akan berakibat pada penetapan tujuan yang tidak tepat dan
penetapan intervensi yang tidak tepat. Karena asesment yang dibuat tidak tepat atau
tidak lengkap, perubahan positif yang diharapkan dari klien nampaknya tidak akan
terjadi.

Hepworth and Larsen (1986) menjelaskan asesmen sebagai berikut, Asesmen


adalah proses pengumpulan, penganalisaan dan mensistesakan data kedalam suatu
formulasi yang menekankan dimensi vital sebagai berikut: (1) sifat permasalahan klien,
termasuk perhatian khusus terhadap peran-peran yang klien dan hal penting lainnya
yang sulit dijalankan; (2) keberfungsian klien (kekuatan, keterbatasan, aset pribadi dan
kekurangan) serta hal penting lainnya; (3) motivasi klien untuk mengatasi masalah; (4)
relevansi faktor lingkungan yang turut mendukung timbulnya masalah; dan (5) sumber-
sumber yang tersedian atau dibutuhkan untuk mengurangi/ menghilangkan kesulitan
klien. Asesmen terkadang menunjukkan sebagai suatu psychosocial diagnosis (Hollis,
1972). Asesmen tidak hanya mempertanyakan apa kesalahan klien tetapi juga sumber-
sumber, kekuatan, motivasi, komponen fungsional, dan faktor positif lainnya yang dapat
digunakan dalam mengatasi kesulitan, meningkatkan keberfungsian, dan mendukung
pertumbuhan. Dalam kenyataannya, asesmen memiliki arti yang lebih luas bagi
pengembangan rencana intervensi.
Sifat dari tugas-tugas asesment amat beragam sesuai dengan tipe seting dimana
pekerjan sosial berpraktik, meskipun seting berbeda tetapi proses yang digunakannnya
tetap sama. Seorang pekerja sosial yang bekerja pada sebuah rumah perawatan (nursing
home) yang melakukan asesmen pada aplikan potensial akan sangat berbeda jika
dibandingkan dengan pekerja sosial dalam seting pelayanan perlindungan yang
melakukan asesmen pemeliharaan anak-anak korban kekerasan.

Seorang pekerja sosial akan mengkompilasi suatu sejarah sosial yang mengkaji
latar belakang keluarga, dinamika pernikahan, faktor lingkungan, serta latar belakang
pekerjaan dan pendidikan. Dalam suatu seting dimana pekerja sosial sebagai asesor
utama, maka asesment umumnya dapat dilengkapi dalam satu, dua atau tiga sesi.
Dengan pendekatan suatu tim klinis, kasus biasanya lebih pelik, dan asesmen dengan
berbagai profesional mungkin memakan waktu sedikitnya seminggu.

Asesmen terkadang merupakan suatu hasil (product) atau terkadang merupakan


proses berjalan (an ongoing process). Sebagai suatu produk/hasil, aseemen merupakan
suatu formulasi berdasarkan waktu berkenaan dengan sifat kesulitan dan sumber-
sumber klien. Suatu ilustrasinya adalah hasil dari status asesmen mental pada rumah
sakit jiwa. Misalkan pertama-tama asesmen terfokus pada penentuan apakah klien sehat
jiwa atau psikotik. Jika klien dinilai psikotik, seorang psikiater memberinya label dan
merekomendasikan suatu pendekatan pengobatan tertentu. Bahkan saat suatu
assessment merupakan suatu produk, assessment biasanya akan selalu diperbarui dan
direvisi perbulan atau terkadang tiap tahun. Esensinya, assessment adalah suatu hipotesa
kerja mengenai kesulitan-kesulitan dan sumber-sumber klien berdasarkan pada data
terkini. Seiring dengan waktu, klien akan berubah dan selanjutnya faktor-faktor
lingkungan mempengaruhinya. Berdasarkan perubahan tersebut, assessment harus
diperbarui dan direvisi secara periodik.

Assessment juga dapat dilihat sebagai proses yang berjalan dari sejak mulai
wawancara hingga fase terminasi kasus. Lama waktu yang dibutuhkan untuk menerima
klien mungkin seminggu, sebulan, atau setahun. Selam waktu tersebut, profesional
bekerja dengan kasus yang secara terus-menerus menerima dan menganalisis informasi
baru yang secara gradual muncul. Dalam tahap awal kontak dengan klien, fokus
utamanya adalah mengumpulkan informasi untuk menilai (to assess) masalah dan
sumber-sumber klien. Pada suatu tentatif waktu tertentu, fase pemecahan (problem
solving) memliki penekanan yang lebih besar sebagai strategi penyelesaian yang
dianjurkan, dianalisis, dan kemudian satu atau lebih strategi yang terpilih dan
diimplementasikan. Namun apabila dalam fase pemecahan masalah, informasi baru
berkaitan dengan kesulitan dan sumber-sumber klien yang sesuai muncul, maka perlu
dilakukan revisi terhadap assessment.

Hepworth dan Larsen (1986) mencatat bahwa asesmen terus dilakukan bahkan
hingga fase terminasi. Proses asesmen berlanjut hingga fase akhir pelayanan. Selama
akhir wawancara, praktisi secara hati-hati mengevaluasi kesiapan klien untuk
mengakhiri pelayanan, menilai kesulitan-kesulitan yang mash tersisa yang di masa
depan mungkin menyebabkan kesulitan, serta mengidentifiasi reaksi emosional yang
mungkin muncul terhadap terminasi pelayanan. Praktisi juga mempertimbangkan
kemungkinan strategi untuk membantu klien mempertahankan kemajuan fungsional
atau mengupayakan tambahan perbaikan setelah pelayanan resmi pekerjaan sosial
diakhiri.

2.4 Sistem Usaha Kesejahetraan Sosial

Usaha kesejahteraan sosial sesungguhnya merupakan pengembangan lembaga


sosial tradisional untuk menyediakan layanan berbagai kondisi dari ketergantungan.
Dalam konteks yang lebih luas (makro) usaha kesejahteraan sosial demikian disebut
dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Di dalam negara kesejahteraan
masalah sosial yang terjadi bukan hanya tanggung jawab individu, kelompok, dan
masyarakat, tetapi menjadi tanggung jawab bersama, yakni merupakan tanggung jawab
negara. Secara teoritis, Edi Suharto (2006), menjelaskan bahwa negara kesejahteraan
harus berusaha untuk melindungi seluruh warganya pada kondisi sebaik mungkin. Di
dalam tataran praktis, negara kesejahteraan dapat ditelusuri, tidak dengan kondisi yang
ideal, yakni negara bisa menyediakan layanan, sejauh intervensi negara dapat diterima
dan syah, dan peran negara sesungguhnya sangat kompleks, yaitu mengawasi ketentuan
atau aturan kesejahteraan di seluruh lapisan masyarakat, menentukan peraturan,
memberikan mandat, membangkitkan semangat , dan membuka saluran alternatif bagi
ketentuan kesejahteraan sosial.

Sistem Usaha Kesejahteraan Sosial menekankan suatu sistem hukum, program,


dan layanan untuk memperkuat dan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar sehingga
tercapai kesejahteraan penduduk dan berfungsinya keteraturan sosial (Wickenden, 1965
p. vii; Friedlander, 1974: 3; Crampsto dan Caisar, 1970; Romanyshyn, 1971). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa usaha kesejahteraan sosial merupakan suatu sistem
yang meliputi pendekatan multiaspek terhadap permasalahan sosial dan ekonomi, dan
juga mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Turner (1974) dan Midgley (1995)
menyebutnya dengan pembangunan sosial, karena tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi saja, tetapi menyelaraskan antara kebutuhan ekonomi dengan
kebutuhan sosial.

Menurut UU No 6 tahun 1974 mengenai ketentuan-etentuan pokok


kesejahteraan sosial, Usaha kesejahteraan sosial merupakan puaya program dan
kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memuligkan dan
mengembangkan konsep kesejahteraan sosial itu sendiri. Dengan kata lain untuk
menuju suatu negara yang sejahtera maka diperlukan usaha-usaha dalam kesejahteraan
tersebut. Usaha kesejahteraan sosial sendiri negitu luas terdapat usaha kesejahteraan
anak, keluarga, kelompok anak terlantar/jalanan, kesehatan, Pendidikan, ekonomi dan
lains ebagainya. Dalam mewujudkan usaha-usaha kesejahteraan tersebut, tentu negara
indoensia telah memberikan fasilitas yang mereka naungi dalam suatu Lembaga untuk
menunjang kesejahteraan sosial.

Kesejahteraan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dengan melakukan


usaha-usaha kesejahteraan merupakan suatu hubungan yang bersinergis. Karena
kesejahteraan memiliki pandangan untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat,
kemudian dengan adanya usaha-usaha kesejahteraan sosial yang melayani untuk
mewujudkan cita-cita tersebut. Usaha kesejahteraan sosial sering juga disebutdengan
suatu Lembaga yang melayani manusia (HSO). Setiap manusia yang mendatangi
Lembaga tersebut, tentunya memiliki suatu masalah baik dalam pemenuhan kebutuhan
dasar ataupun kebutuhan lainnya (kesehatan, Pendidikan dll) dan memiliki harapan agar
meminimalisir permasalahan tersebut. Negara dikatakan sejahteran tidak hanya diukur
dalam konteks perekonomiannya saja, melainkan juga diukur dari kesejahteraan jasmani
dan rohani ataupun rasa nyaman dan aman dalam suatu negara tersebut. Hal itu sudah
tercantum dalam pembukaan UUD RI tahun 1945 yaitu memajukan kesejahteraan
umum.

Oleh karena itu, suatu sistem usaha kesejahteraan sosial sangat dibutuhkan
kehadirannya, karena dengan sistem ini, suatu profesi pekerjaan sosial mempunyai
kedudukan yang penting untuk melakukan berbagai bentuk intervensi sosial yang
dibutuhkan guna mewujudkan kesejahteraan sosial di masyarakat.

2.5 Perencanaan dan Kebijakan Sosial

Kebijakan social merupakan salah satu bentuk dari kebijakan public. Kebijakan
social sendiri merupakan ketetapan pemerintah yang dibuat untuk merespon isu-isu
yang bersifat public yaitu mengenai masalah social atau memenuhi kebutuhan
masyarakat banyak. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Bessant, Watts, Dalton dan
Smith (2006: 4):

“Kebijakan social menunjuk pada apa yang dilakukan oleh pemerintah sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia melalui pemberian beragam
tunjangan pendapatan, pelayanan masyarakan dan program-program tunjangan
social lainnya.”

Definisi diatas menunjukan bahwa kebijakan social merupakan suatu usaha yang telah
dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat melalui pemberian tunjangan-tunjangan social seperti pemberian jaminana
kesehatan pada masyarakat. Tujuan utama dari pemerintah memberikan guna mencapai
kesejahteraan pada masyarakat. Dalam mencapai suatu kesejahteraan masyarakat
menurut Midgley, (2000) sebagai beriku:

“Dalam garis besar, kebijakan social diwujudkan dalam tiga kategori yaitu
perundang-undnagan, program pelayanan social dan system perpajakan.”

Berdasarkan kategori tersebut, maka dinyatakan bahwa setiap perundang-undangan,


hokum atau peraturan daerah yang menyangkut masalah social merupakan wujud dari
sebuah kebiajkan social, tetapi tidak semua kebijakan social dapat berupa perundang-
undangan. Berikut wujud kategori menurut Midgley:

1. Peraturan perundang-undangan. Pemerintah memiliki kewenangan dalam


membuat kebijakan publik yang menatur lembaga pendidikan, pengusaha agar
melakukan ketetapan-ketetapan yang berdampak langsung pada kesejahteraan.

2. Program pelayanan social. Sebagia besar kebijakan diwujudkan dan


diaplikasikan dalam bentuk pelayanan social yang berupa bantuan barang,
tunjangan, dan perlindungan social. Dalah satu bentuk program pelayanan social
ialah adanya BPJS Kesehatan, Ketenagakerjaan, PKH, BPNT, dan program-
program lainnya yang ditujuan kepada masyarakat tertentu dengan kriteria yang
ditetapkan oleh pemerintah.

3. System perpajakan yang lebih dikenal dengan kesejahteraan fiscal. Selain


sebagai sumber utama pendanaan kebiajkan social. Pajak juga merupakan
instrument kebiajkan yang bertujuan untuk pendistribusian pendapatan yang
adil. Sehingga masyarakat dapat memperoleh pendapatan dengan merata.

Dengan adanya klasifikasi dari ketiga kategori tersebut, pernan Negara juga sangat
penting dalam menunjang kesejahteraan. Hal tersebut juga didefinisikan oleh Hill
(1996):

“Kebijakan social adalah studi mengenai peranan Negara dalam kaitanya denga
kesejahteraan rakyat.”

Maksud dari teori tersebut ialah. Bagaimana Negara sangat berperan penting dalam
meningkatkan kesejahteraan social. Peranan Negara yang dimaksud ialah untuk
mengusahakan adanya kesetaraan diantara masyarakat dalam mewujudkan
kesejahteraan. Perbedaan latar belakang masyarakat sering kali mengakibatkan posisi
dan kesempatan mereka tidak sama. Hal tersebut dapat mengakibatkan warga
masyarakat yang posisinya tidak menguntungkan akan merasa dikucilkan dan
mengalami masalah dalam mewujudkan kesejahetraannya, bahkan untuk sekedar
melakukan pemenuhan kebutuhan dasarnya. Oleh sebab itu, peranan pemerintah
ataupun Negara sangatlah penting.

Dari berbagai definisi yang dikemukaan diatas dapat disimpulkan bahwa


kebijakan social merupakan seperangkat tindakan atau strategi yang telah dirumuskan
oleh pemerintah atau lembaga terkait kedalam sebuah program untuk mecapai tujuan
dalam bidang kesejahteraan social. Kebijakan social merupakan salah satu bentuk dari
kebijakan public untuk mengatasi masalah social atau memenuhi kebutuhan masyarakat
banyak. Untuk mengatasi permasalahan social yang terjadi di masyarakat terdapat tiga
kategori yaitu perundang-undangan, pelayanan social dan system perpajakan. Ketika
kategori tersebut tentunya dikelola oleh pemerintah atau Negara guna untuk mencapai
tujuan yaitu kesejahteraan bagi masyarakat dan memenuhi hak-hak social
2.6 Supervisi lembaga Pelayanan Sosial

Secara morfologis, kata supervisi terdiri atas dua kata, yaitu super dan vision.
Super berarti atas atau lebih, sedangkan vision berarti lihat, tilik, dan awasi. Jadi
supervisi berarti melihat, menilik, dan mengawasi dari atas; atausekaligus menunjukkan
bahwa orang yang melaksanakan supervisi berada lebih tinggi dari orang yang dilihat,
ditilik, dan diawasi (Ametembun, 1981:1). Arti supervisi secara morfologis menjelaskan
bahwa kegiatan supervisi dilakukan oleh dua pihak yang memiliki kedudukan yang
berbeda, yaitu supervisor ( lebih tinggi ) dan supervisee ( lebih rendah ). Supervisor
menilik atau mengawasi kegiatan yang dilakukan oleh supervisee yang memiliki
kedudukan atau posisi yang lebih rendah.

Suhardan (2010) menyatakan ditinjau dari objek yang disupervisi terdapat tiga
macam supervisi, diantaranya yaitu : (1) Supervisi akademik, yang bertujuan untuk
memberdayakan seseorang dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai tenaga
professional yang bermanifestasi dalam kinerjanya; (2) Supervisi administratif, yaitu
supervisi yang ditujukan pada pembinaan dalam memanfaatkan setiap sarana bagi
keperluan pelayanan; serta (3) Supervisi lembaga, yaitu supervisi yang berorientasi pada
pembinaan aspek organisasi dan manajemen dari sebuah lembaga yang meliputi semua
aspek. Dari ketiga macam supervisi tersebut, tulisan ini lebih fokus pada pembahasan
mengenai supervisi lembaga, khususnya lembaga pelayanan sosial.

Pelayanan sosial merupakan usaha atau kegiatan terhadap pemenuhan kebutuhan


masyarakat uang bertujuan untuk menyelesaikan masalah sosial dan mencegah
terjadinya masalah sosial baru. Di sisi lain, pelayanan sosial juga bertujuan untuk
meningkatkan keberfungsian sosial individu baik dalam aspek biologis, psikis, sosial,
spiritual, dan keterampilan. Dalam melaksanakan kegiatannya, pelayanan sosial
membutuhkan tenaga professional seperti pekerja sosial dan profesi lainnya. Layanan
sosial pada dasarnya merupakan suatu program ataupun kegiatan yang ditujukan untuk
menjawab masalah, kebutuhan masyarakat, ataupun meningkatkan taraf hidup
masyarakat yang mana semua itu bisa ditujukan pada individu, keluarga, kelompok,
maupun komunitas. Agar semua program tersebut maka dibutuhkan suatu organisasi
ataupun lembaga yang mengelolanya baik dibawah naungan pemerintah maupun
swasta. Organisasi atau lembaga itu biasa disebut sebagai Human Service Organization
(HSO). Untuk dapat dikatakan sebagai lembaga pelayanan sosial maka diperlukan ciri-
ciri khusus, diantaranya yaitu

1. Penyediaan pelayanan yang diberikan berfokus pada manusia

Dalam melakukan tugasnya, yang dilayani oleh lembaga pelayanan sosial


adalah manusia. Jadi dapat dikatakan bahwa klien dari lembaga pelayanan
sosial adalah manusia. Maka dari itu jika lembaga melakukan kesalahan
dalam memberikan pelayanan maka akibatnya akan fatal, mengingat manusia
memiliki nilai dan karakteristik masing-masing yang berbeda antara manusia
satu dengan lainnya.

2. Mempunyai misi sosial untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat atas


dasar nilai-nilai kemanusiaan yang tabu berbicara keuntungan materi (non
profit)

Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa lembaga pelayanan sosial


bukan bertujuan untuk mencari keuntungan atau profit. Jika sebuah lembaga
memiliki niatan untuk memperoleh keuntungan, maka lembaga tersebut tidak
bisa dikatakan sebagai HSO (non-HSO). Jadi pelayanan yang diberikan oleh
lembaga tersebut murni bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
manusia. Namun bukan berarti lembaga tersebut tidak membutuhkan uang.
Mereka tetap membutuhkan uang agar pekerjaan yang mereka lakukan tetap
efektif, tetapi dana yang digunakan bukan berasal dari klien melainkan dari
sumbangan donatur dan pemerintah.

3. Kegiatan intinya terletak antara staf dengan klien

Kedudukan klien dan staff sangat penting dalam sebuah lembaga pelayanan
sosial. Jika tidak ada klien yang harus ditangani maka lembaga tersebut tidak
akan bisa berjalan. Begitupula sebaliknya. Jika dalam sebuah lembaga tidak
ada staff pengurus, maka klien tidak akan bisa terlayani dengan baik.
Contohnya seperti lembaga pelayanan sosial panti jompo. Jika didalam panti
jompo tidak ada lansia atau klien yang harus ditangani, maka panti tersebut
tidak ada kegiatan. Tidak hanya itu, karena yang melayani klien adalah
seorang staf yang bertugas, jika seandainya tidak ada staf maka lembaga
tersebut juga tidak bisa berjalan dengan semestinya. Pada intinya, antara
klien dengan staff pengurus lembaga saling membutuhkan satu sama lain.

Pada hakikatnya lembaga pelayanan sosial dibentuk karena


merupakan suatu bentuk kewajiban yang harus dilakukan oleh sebuah
negara. jadi negara harus menyediakan pelayanan sosial pada masyarakat
yang membutuhkan. Namun jika dilihat dari sudut pandang masyarakat,
lembaga pelayanan sosial tidak dipandang sebagai sebuah kewajiban bagi
negara namun dipandang sebagai rasa kepedulian yang didasari oleh
kesadaran diri. Jika tidak ada rasa kesadaran diri maka pelayananpun juga
tidak aka nada.

Supervisi lembaga pelayanan sosial dimaksudkan untuk meningkatkan


kualitas dan kinerja dari sebuah lembaga secara keseluruhan. Jadi, seorang
supervisor dapat melakukan supervisi pada sebuah lembaga dengan melihat
keefektifan pelayanan dan pemenuhan akan sumber-sumber yang diperlukan.
Keefektifan lembaga pelayanan sosial dapat dilihat dari tiga aspek kerja,
yaitu keberhasilan lembaga dalam menghasilkan perubahan pada klien atau
sasaran, dilihat dari kualitas pelayanan atau tingkat kompetensi lembaga
dalam melaksanakan metode dan teknik yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan pelayanan, serta dilihat dari kepuasan klien. Sedangkan yang
dimaksud dengan sumber-sumber yang diperlukan oleh lembaga adalah
sumber pendanaan, pekerja yang ada pada lembaga, klien, pengetahuan dan
keahlian, pelayanan pelengkap darii organisasi sosial lain, serta dukungan
sosial dan pengesahan dari lingkungan. Dengan dilakukannya supervisi pada
lembaga maka diharapkan dapat memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
ada, sehingga dapat lebih maksimal dalam memberikan pelayanan pada
masyarakat.

2.7 Supervisi Pekerjaan Sosial

Supervisi pekerjaan sosial merupakan kegiatan dalam pekerjaan sosial yang dapat
meningkatkan kapabilitas pekerja sosial. Supervisi dibutuhkan karena kegiatan di
dalamnya mencakup komponenkomponen yang dapat menunjang atau meningkatkan
kapabilitas pekerja sosial. Supervisi dikatakan juga sebagai proses penjaminan bagi pekerja
sosial baru yang akan melanjutkan dari tingkat perkuliahan ke dunia kerja. Dengan
demikian proses supervisi dalam praktik pekerjaan sosial yaitu seorang supervisor
memberikan pendampingan kepada pekerja sosial baru yang belum berpengalaman agar
bisa beradaptasi dan siap bekerja di dunia pekerjaan sosial. Pekerja sosial tak jarang
mengalama dilema dan kendala dalam menjalankan tugasnya, atau sekadar membutuhkan
transfer ilmu dari yang sudah lebih berpengalaman. Maka, proses supervisi dapat menjadi
cara untuk mendapatkan itu semua. Supervisi adalah proses antara sesorang yang disbeut
supervisior dan yang lainnya adalah supervisee. Biasanya bertujuan untuk meningktan
efektivitas membantu orang tersebut. Supervisi ini di dalamnya mencalup perolehan
ketermapilan praktis, penguasan pengetahuan teroritis atau teknis, dan pengembangan
professional. (Ferguson dalam Davis: ). Lebih lanjut lagi akan di bahas di dalam bagian
selanjutnya bagaimana supervisi berperan dalam peningkatan kapabilitas pekerja sosial.

Kapabilitas sebagai pekerja sosial merupakan hal fundamental yaitu sebagai modal untuk
memberikan kepercayaan kepada pihak-pihak yang terlibat, termasuk klien. Supervisi
pekerjaan sosial merupakan saran untuk meningkatkan kapabilitas pekerja sosial. Supervisi
sendiri memiliki banyak pengertian, untuk supervision sendiri berasal dari bahasa latin,
yaitu super(over) dan videre(to watch, to see). Dari situ, dapat diartikan bahwa supervise
adalah melihat secara mendalam atu mengontrol untuk mempertahankan atau
meningkatkan kualitas. Jadi,supervisi dalam pekerjaan sosial melibatkan mereka para
supervisor yang melakukan supervise kepada para supervisee yang melakukan praktik
pekerjaan sosial. Dalam melakukan supervisi, supervisior hanya memeberikan arahan
bukan langsung mendikte supervisee untuk melakukan tindakan tertentu dan membatasi
kemampuannya, dan juga bukan langsung menintervensi klien yang sedang ditangani oleh
supervisee, tapi tetap supervisee yang bersentuhan langsung dengan klien.

Secara umum Supervisi pekerjaan sosial mempunyai 3 fungsi, yaitu :

1. Fungsi Administrasi

Supervisi administrasi adalah salah satu aspek dari supervisi yang berhubungan
dengan administrasi dalam suatu konteks organisasional. Tujuan dari adanya
supervise administrasi ini yaitu untuk menjamin kualitas pelayanan yag diberikan
terhadap klien sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang terdapat pada lembaga
tersebut. Selain itu supervise administrasi juga memiliki tujuan untuk menyediakan
supervisee agar bekerja dengan konteks pekerjaan yang memungkinkan dia untuk
melakukan pekerjaan secara efektif.
2. Fungsi Edukatif

Supervisi edukatif adalah salah satu aspek dalam supervisi yang berkaitan
dengan pemberian proses pembelajaran dan penguatan dari seorang supervisor
kepada supervisee. Tujuan dari supervisi edukatif ini adalah memberkan transfer
ilmu yaitu skill, attitude, dan knowledge kepada supervisee. Selain itu di dalam
supervisi edukatif ini seorang supervisor pun harus berperan dalam mengajarkan
serta memberikan pengembangan keterampilan profesional yang berkelanjutan
terhadap supervisee itu sendiri.

3. Fungsi Dukungan

Supervisi dukungan atau supportif merupakan salah satu aspek dari supervisi
yang berfungsi untuk memberikan dukungan terutama dukungan moral kepada
supervisee dimana sang supervisor menyemangati supervisee jika pada suatu
keadaan supervisee mengalami masalah yang sangat berat dan dia benar-benar
membutuhkan dukungan dan semangat dari orang yang bisa dipercaya untuk
membantu supervisee agar merasa lebih baik dan tetap tenang di dalam melakukan
pekerjaannya. Supervisor pun bertanggung jawab untuk menghilangkan tekanan
yang ada pada diri supervisee serta membuat supervisee selalu berada dalam kondisi
yang nyaman sehingga supervisee dapat menjalankan tugasnya dengan efektif dan
efisien.

Dalam praktik supervisi pekerjaan sosial tentu saja di dalamnya terdapat


suatu hubungan antara supervisor dan supervisee. Hubungan antara supervisor dan
supervisi ini selayaknya terjadi secara intens dan harmonis Namun, pada
kenyataannya sering terjadi halhal yang tidak diinginkan terjadi di dalam proses
supervisi ini seperti adanya kriris supervisi. Krisis supervisi ini dapat terjadi jika
terdapat adanya perilaku disfungsional pada salah satu pihak, baik itu disfungsi
supervisor atau disfungsi supervisee. Lambat laun hal itu akan menimbulkan suatu
dilema di dalam proses supervisi itu sendiri.
2.8 Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial merupakan implementasi dari upaya pencapaian peningkatan


kemampuan berfungsi sosial masyarakat, sehingga terciptanya kesejahteraan sosial yang
tertuang dalam definisi menurut Kahn yang dikutip oleh Soetarso (1993:26) dalam buku
Praktek Pekerja Sosial, sebagai berikut:
“Pelayanan sosial terdiri dari program-program yang diadakan tanpa
mempertimbangkan kriteria pasar untuk menjamin suatu tingkatan dasar dalam
penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan untuk melaksanakan fungsi-fungsinya. Untuk memperlancar
kemampuan menjangkau dan menggunakan pelayanan-pelayanan serta lembaga
yang telah ada dan membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan atau
ketelantaran”.
Dari definsi Kahn tersebut sangatlah jelas bahwa pelayanan sosial merupakan
program yang dibuat untuk pemenuhan kebutuhan dasar dan lanjutan bagi masyarakat yang
mengalami kesulitan. Secara umum definisi pelayanan sosial dibedakan menjadi 2 arti,
yaitu seperti yang dikemukakan Muhidin (1995) dalam buku Pengantar Kesejahteraan
Sosial, berikut ini :
a. Pelayanan sosial dalam arti luas adalah pelayanan sosial yang mencakup fungsi
pengembangan termasuk pelayanan sosial dalam bidang pendidikan, kesehatan,
perumahan tenaga kerja dan sebagainya.
b. Pelayanan sosial dalam arti sempit atau disebut juga pelayanan kesejahteraan sosial
mencakup program pertolongan dan perlindungan kepada golongan yang kurang
beruntung, seperti pelayanan sosial bagi anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna
susila dan sebagainya.
Selain itu, pengertian pelayanan sosial tidak sama untuk setiap negara, hal itu
menurut peneliti dikarenakan kategori atau bentuk pelayanan sosial di tiap negara berbeda,
bisa saja disebabkan dengan indikator atau ukuran masalah sosial yang mempengaruhi
perbedaan ini. Menurut Johnson yang dikutip Adi Fahrudin (2012:50) dalam buku
Pengantar Kesejahteraan Sosial, mendefinisikan Pelayanan sosial sebagai program-program
dan tindakan- tindakan yang memperkerjakan pekerja-pekerja sosial atau tenaga
professional yang berkaitan dan diarahkan pada tujuan-tujuan kesejahteraan sosial. Menurut
pendapat peneliti, Johnson lebih menekankan pada program kerja yang dikerjakan pekerja
sosial atau tenaga profesional yang bertujuan untuk kesejahteraan sosial, Johnson tidak
secara spesifik menjelaskan apa yang dimaksud dengan tenaga profesional.
Pelayanan social dalam prosesnya mengacup ada tahap-tahap pelayanan sosial
seperti yang diungkapkan oleh Siporin yang dikutip Iskandar (1993:65) dalam buku
beberapa keahlian Penting Dalam Pekerjaan Sosial, sebagai berikut :
1. Tahap Engagement, Intake dan Kontrak
Tahap ini adalah tahap permulaan pekerja sosial bertemu dengan klien. Dalam proses
ini terjadi pertukaran informasi mengenai apa yang dibutuhkan klien, pelayanan apa
yang dapat diberikan oleh pekerja sosial dan lembaga sosial dalam membantu
memenuhi kebutuhan klien atau memecahkan masalah klien. Dengan demikian
terjadilah proses saling mengenal dan tumbuhnya kepercayaan klien kepada pekerja
sosial. Pada akhirnya dapatlah dibuat suatu kontrak antara pekerja sosial dengan klien.
Kontrak adalah kesepakatan antara pekerja sosial dengan klien yang di dalamnya
dirumuskan hakekat permasalahan klien, tujuan-tujuan pertolongan yang hendak
dicapai, peranan-peranan dan harapan-harapan pekerja sosial dan klien, metode-metode
pertolongan yang akan digunakan serta pengaturan- pengaturan pertolongan lainnya.
2. Tahap Assement
Assesment proses pengungkapan dan pemahaman masalah klien, yang meliputi : bentuk
masalah, ciri-ciri masalah, ruang lingkup masalah, faktor- faktor penyebab masalah,
akibat dan pengaruh masalah, upaya pemecahan masalah yang terdahulu yang pernah
dilakukan oleh klien, kondisi keberfungsian klien saat ini dan berdasarkan hal itu semua
maka dapatlah ditetapkan focus atau akar masalah klien. Dalam rangka assessment ini
pekerja social dapat mempergunakan teknik-teknik wawancara, observasi dan teknik
pengumpulan data lainnya yang dianggap tepat.
3. Tahap Membuat Perencanaan Intervensi
Rencana intervensi merupakan proses rasional yang disusun dan dirumuskan oleh
pekerja sosial yang meliputi kegiatan-kegiatan apa yang akan dilakukan untuk
memecahkan masalah klien, apa tujuan pemecahan masalah tersebut, siapa sasarannya
dan bagaimana cara memecahkan masalah tersebut di masa mendatang. Rencana
intervensi disusun dan dirumuskan haruslah berdasarkan hasil assessment yang telah
dilakukan sebelumnya oleh pekerja sosial.
4. Tahap Melaksanakan Program
Berdasarkan rencana intervensi di atas maka selanjutnya pekerja social mulai
melaksanakan program kegiatan pemecahan masalah klien. Dalam pelaksanaan
pemecahan masalah ini hendaknya pekerja social melibatkan klien secara aktif pada
setiap kegiatan.
5. Tahap Evaluasi
Pada tahap ini pekerja social harus mengevaluasi kembali semua kegiatan pertolongan
yang telah dilakukan untuk melihat tingkat keberhasilannya, kegagalannya atau
hambatan-hambatan yang terjadi. Ada dua aspek yang harus dievaluasi oleh klien, yaitu
tujuan hasil dan tujuan proses.
6. Tahap Terminasi
Tahap terminasi dilakukan bila mana tujuan pertolongan telah dicapai atau bila mana
terjadi kegiatan referral atau bilamana karena alasan-alasan yang rasional klien meminta
pengakhiran pertolongan atau karena adanya faktor- faktor external yang dihadapi
pekerja social atau karena klien lebih baik dialihkan kelembaga-lemabaga atau tenaga
ahli lainnya yang lebih berkompeten.
Pelaksanaan proses pelayanan sosial yang dilakukan oleh lembaga sosial melibatkan
beberapa profesi tidak hanya pekerja social saja, pembagian kerja yang jelas akan
mempermudah pelaksanaan pelayanan social sampai pada tujuan yang diharapkan.
BAB III
GAMBARAN LEMBAGA SASARAN
3.1 Profil Lembaga
Panti Asuhan Kanaan yang beralamat di Jl. Manggar nomor 62, Kelurahan Gebang,
Kecamatan Patrang, Kota Jember, Provinsi Jawa Timur, Kode Pos 68117. Sejarah
berdirinya panti asuhan ini didirikan oleh organisasi “Youth With a Mission” atau dalam
bahasa indonesia anak muda dengan sebuah misi. Pemilik organisasi ini berasal dari
Hawai yang bernama Laurent. Namun di Indonesia tepatnya di Jember sendiri di tahun
1980-an organisasi ini digerakan oleh pak Anantha dan ibu Oli, dengan misi melakukan
kerinduan untuk melayani hati Tuhan bagi orang yang tidak mampu atau bahkan
dipinggirkan oleh lingkungan sosialnya. Memiliki visi dan misi : Membentuk manusia
menjadi utuh, dipulihkan, dan berharga.
3.2 Prosedur Layanan
Penerima manfaat yang bisa tertampung atau bisa dirawat dan diberdayakan oleh panti
asuhan ini tidak memiliki kriteria spesial. Jadi jika menemui orang tua yang sudah hidup
sebatang kara dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri maka bisa langsung di
jemput dan di layani begitupun dengan anak-anak yang terlantar.
3.3 Pendanaan Lembaga
Sistem pendanaan atau dana yang diterima oleh lembaga ini secara sukarela dari donatur
tidak tetap, untuk sesama yang memiliki berkat lebih dan ingin berbagi yayasan akan
menerima dengan senang hati karena berkat yang yayasan trima juga akan diolah untuk
memberkati sesama juga dari program yang ada dan dilakukan di lembaga ini.
3.4 Program dan Kegiatan Lembaga
 Program
1. Ketahanan Pangan (Berkebun dan Beternak)
2. Kantin Gratis
 Kegiatan
1. Ibadah Bersama
2. Melakukan Aktifitas selayakanya Rumah Bersama
3. Mezbah doa dan Puasa
3.5 Sarana dan Prasaran Lembaga
1. Gedung atau ruang serbaguna
2. Kantor
3. Kamar Tidur lansia
4. Kamar Tidur anak
5. Dapur
6. Taman dan Kolam
7. Tempat Parkir
8. Sepeda Motor
3.6 Assesment Klien Lembaga
Jumlah Klien yang ada dalam Yayasan Panti Asuhan Kanaan ini kurang lebih ada 25
anak dan 5 lansia. Disini praktikan mengambil program dari yayasan yang berfokus pada
lansia. Terdapat lima lansia yang dirawat oleh yayasan ini tiga lansia sudah tidak bisa
beraktifitas seperti lansia yang lain karena sakit stroke.
IV. RENCANA PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Rencana pelaksanaan praktik pekerjaan sosial komunitas meliputi:

NO RENCANA SASARAN OUTPUT METODE JADWAL


KEGIATAN YANG PELAKSANA
DIGUNAKA AN
N

1. Melakukan Ketua Mengetahui Supervisi 15-18


identifikasi Lembaga Profil Lembaga yaitu Oktober
profil Lembaga Yayasan Panti Lembaga dan Pengembangan
2021
sasaran Asuhan sasaran Organisasi (
Kanaan penerima Community
(Bapak Daniel manfaat dari Development)
Lantakay lembaga dengan teknik
S.Th) sesuai Wawancara
tidaknya
dengan visi
dan misi serta
tujuan dari
lembaga.

2. Melakukan Ketua Mendapatkan Supervisi 19-23


identifikasi Lembaga informasi Lembaga Oktober
prosedur Yayasan Panti lembaga Asistensi
2021
pelayanan Asuhan tentang Sosial dengan
Lembaga Kanaan prosedur teknik
(Bapak pelayanan Wawancara
Daniel)beserta yang
dengan staff diterapkan di
Lansia (Sdr. Yayasan
Putri) Panti Asuhan
Kanaan
terlebih untuk
penerimaa
manfaat yaitu
Lansia

3. Melakukan Bendahara Mendapatkan Wawancara 24-26


Assessment Yayasan Panti gambaran dan Observasi Oktober
pendanaan Asuhan umum
2021
Lembaga Kanaan (Ny kebutuhan,
Katwati) pendapatan
dan
pengeluaran
keuangan

4. Melakukan Staff Teknis Mendapatkan Wawancara 27-30


assessment Lapang dan informasi dan Observasi Oktober
program dan Anggota program dan 2021
kegiatan yang Yayasan Panti kegiatan yang
dilakukan Asuhan masih
Lembaga Kanaan berjalan dan
program yang
terkendala

5. Melakukan Ketua Yayasan Mendapatkan Wawancara 1-5 November


assessment Panti Asuhan informasi dan Observasi 2021
terhadap sarana Kanaan sarana dan
dan prasarana prasarana
yang dimiliki
oleh Lembaga

6. Melakukan Staff Mendapatkan Wawancara, 6-10 November


assessment Administrasi informasi dokumentasi 2020
terhadap dan Ketua jaringan dan Observasi
jaringan Yayasan Panti kerjasama
Kerjasama yang Asuhan lembaga
telah dan akan Kanaan dengan
dilakukan oleh pihak-pihak
Lembaga terkait
7. Melakukan Penerima Mendapatkan Supervisi 10-14
assessment Manfaat yaitu Informasi Lembaga November 2021
terhadap Lansia dan penanganan analisis SWOT
penangan 1 atau dibantu dengan Lembaga dengan teknik
2 kasus klien staff pengurus terhadap Wawancara
Lembaga sesuai lansia klien sesuai dan studi
dengan tahapan dengan observasi
intervensi Tujuan
(mulai dari Lembaga.
intake sampai
dengan
terminasi)

Anda mungkin juga menyukai