Anda di halaman 1dari 7

TOR

Sosialisasi dan Edukasi terhadap Penguatan


Mental Wanita Indonesia
(GERAKAN ANTI BULLIYING SEBAGAI UPAYA MENUJU PERWUJUDAN
SEKOLAH RAMAH ANAK)
Kasus kekerasan pada anak di dunia pendidikan belakangan ini makin marak. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat laporan sedikitnya ada 1.850 kasus (2014)
kekerasan (bullying) yang terjadi, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
Kondisi ini disinyalir akibat ada yang salah di sekolah (harnas 2015).

Sementara Jumlah anak sebagai pelaku kekerasan (Bullying) di sekolah mengalami


kenaikan dari 67 kasus pada 2014 menjadi 79 kasus di 2015. Anak sebagai pelaku tawuran
juga mengalami kenaikan dari 46 kasus di 2014 menjadi 103 kasus di 2015. Ketua Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, data naiknya
jumlah anak sebagai pelaku kekerasan di sekolah menunjukkan adanya faktor lingkungan
yang tidak kondusif bagi perlindungan anak.

"Faktor keteladanan yang kurang, serta internalisasi semangat tanggung jawab dan
kewajiban anak belum optimal," ujarnya di kantor KPAI. KPAI menilai ada pilar
penyelenggara perlindungan anak yang belum berfungsi secara benar, yakni pilar
masyarakat dan pemerintah. Maraknya tayangan yang mengeksploitasi kekerasan
melahirkan sifat permisif terhadap kekerasan pada diri anak, dan meneladankan
penyelesaian masalah dengan cara kekerasan (REPUBLIKA.CO.ID, 2012)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyebutkan ada kenaikan jumlah pengaduan


kekerasan dan keterlibatan anak terhadap masalah hukum sebesar 15 persen pada 2016
(majalah tempo). Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh mengatakan pengaduan masalah
hukum dan kekerasan terhadap anak meningkat per triwulan tahun ini. "Totalnya sudah
mencapai 645 laporan," kata Asrorun dalam workshop Penyelenggaraan Perlindungan Anak
di Hotel Bumi Wiyata, Jumat, 15 April 2016. Dari jumlah tersebut, sebanyak 167 kasus anak
berhadapan dengan masalah hukum, seperti pencurian, bullying, dan tindak pidana lainnya.
Pada urutan kedua, ada permasalahan keluarga terkait dengan hak asuh anak yang
mencapai 152 kasus. (Tempo, 2016).

Kekerasan anak di sekolah di berbagai daerah di Indonesia sudah memasuki tahap


memprihatinkan. Menurut Survey ICRW; 84% Anak Indonesia Alami Kekerasan di
Sekolah. Cukup banyak siswa yang menganggap bahwa kekerasan yang dialami atau yang
dilakukan sebagai tindakan wajar, apalagi ketika dilakukan dalam kegiatan MOS. Banyak
guru dan orangtua siswa yang cenderung tidak mengadukan kekerasan di sekolah karena
khawatir akan menjadi pihak yang disalahkan.
Dewan Pertimbangan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Doni Koesuma mengatakan,
guru harus punya peran penting dalam menangani kasus kekerasan anak di sekolah.
Mereka juga harus berani memberi sanksi tegas pada siswa yang melanggar atau
melakukan tindak kekerasan maupun bullying. Hal senada disampaikan Ketua Yayasan
Sejiwa Diena Haryana. Ia mengatakan, salah satu penyebab kekerasan anak marak terjadi
di lembaga pendidikan adalah lantaran pihak terkait membiarkan kekerasan sebagai
proses kewajaran. Selain itu kurangnya rasa memiliki pada masalah di antara pemangku
negeri juga menjadi problem utama. (Liputan6.com, 2015).

Bermula dari Bullying

Diena mengatakan, permasalahan kekerasan berakar dari tindakan bullying. Bullying


sendiri hanya bisa dilihat dalam perspektif korban. Karena tidak semua anak ketika diejek
akan berdampak serius pada psikologisnya. Namun demikian, bullying tidak bisa dianggap
enteng karena bisa berdampak pada tumbuh kembang anak. Bahkan bisa memicu tindak
kekerasan, pengeroyokan, hingga pembunuhan.

Sementara aktivis Gerakan Nasional Anti-Bullying (Genab) Mardianto Janna


mengatakan, bullying terjadi karena rasa saling menghormati antar-teman, orangtua, guru
mulai hilang. Ia mengajak kepada semua pihak baik guru, orangtua, pemerintah maupun
masyarakat umum lebih sadar terhadap permasalahan kekerasan anak di sekolah ini.
"Harus dibangun awareness bahwa kekerasan di sekolah sudah menjadi gawat darurat
di negara ini. Kita harus mendorong partisipasi aktif terutama seluruh ekosistem
pendidikan untuk memutus mata rantai kekerasan di sekolah," ucap Mardianto.
(Liputan6.com, 2015).

Mengejutkan, ternyata bullying di sekolah mengalami peningkatan. Tak heran kalau


Presiden dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menaruh perhatian serius.
Menurut Ketua KPAI Asrorun Niam, presiden memerintahkan Kepala Staf Kepresidenan
Teten Masduki untuk menjadwal rapat terbatas Presiden dengan KPAI, Mendikbud, Jaksa
Agung, Kapolri dan BNN.

Rapat itu dilakukan karena salah satu masalah anak yang membutuhkan penanganan serius
adalah bulliying di sekolah serta korban narkotika. “Pada saat angka kekerasan terhadap
anak di 2015 secara kumulatif turun, tetapi kasus anak menjadi pelaku bulliying di
sekolah justru meningkat,” jelas Niam. KPAI secara khusus meminta presiden
mencanangkan Gerakan Nasional Perlindungan Anak yang bersifat massal guna
mengarusutamakan prinsip perlindungan anak di setiap kebijakan, baik pusat maupun
daerah.

“Menyelamatkan jiwa dan melindungi anak dari kekerasan merupakan hal yang tak
boleh ditunda,” demikian pesan Presiden kepada KPAI seperti ditirukan Niam.

Menurut psikolog Andrew Mellor terdapat beberapa jenis bullying, yakni: (1) bullying
fisik, yaitu jenis bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. (2)
bullying verbal melibatkan bahasa verbal yang bertujuan menyakiti hati seseorang. (3)
bullying relasi sosial adalah jenis bullying bertujuan menolak dan memutus relasi sosial
korban dengan orang lain. Merujuk pada penjelasan Andrew Mellor, kasus kekerasan
lingkungan pendidikan sebagaimana yang makin banyak terjadi saat ini merupakan bentuk
bullying fisik, dan ini termasuk persoalan serius dan membahayakan, tidak hanya
terhadap korban- tetapi juga pelaku dan saksi. Hal itu harus segera dihentikan dan
dicarikan solusi yang tepat, cepat dan komprehensif oleh semua pihak.

Setelah mencuatnya banyak kasus bullying di dunia pendidikan tersebut, lalu what
next? Padahal aktifitas bullying bukanlah muncul secara tiba-tiba, melainkan ada proses
panjang yang melatarbelakanginya- sehingga perlu penanganan yang komprehensif-
tentunya dengan pendekatan holistik. Terhadap kasus ini, sebaiknya kita lebih memilih
untuk mengedepankan aspek preventif, yakni melalui media ‘Pendidikan Karakter’.

Selama beberapa tahun terakhir, pendidikan karakter memang sempat menjadi isu utama
dalam dunia pendidikan kita dan sudah ditekankan dalam kurikulum 2013. Namun harus
diakui, implementasinya di lapangan masih cukup lemah. Internalisasi nilai-nilai karakter
yang semestinya dimiliki oleh anak-anak bangsa- masih bersifat parsial. Karena itu- dengan
makin masifnya kejadian ini, mau tidak mau pemerintah dan masyarakat harus lebih serius
lagi menata sistem pendidikan karakter di lingkungan pendidikan, agar kita dapat
melakukan deteksi dini dan pencegahan terhadap kasus tersebut di kemudian hari

Salah satu butir tuntutan anak Indonesia ke pemerintah di Kongres Anak Indonesia
2016 di Mataram adalah; Jadikan sekolah dan kurikulum kami ramah anak sampai ke
daerah pelosok.

Dasar Hukum Sekolah Ramah Anak :

1. Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 20013 Pasal 1 :

“Pemenuhan Hak Pendidikan Anak adalah; usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik pada usia anak
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

2. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak:


menyebutkan bahwa; “anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Disebutkan di atas salah
satunya adalah berpartisipasi yang dijabarkan sebagai hak untuk berpendapat dan
didengarkan suaranya.”

Sebagaimana amanat dalam pasal 4 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
tersebut, telah Mewajibkan Institusi Sekolah Harus Menerapakan dan Mengembangkan
Sekolah Ramah Anak. yakni; sekolah yang terbuka melibatkan anak untuk berpartisipasi
dalam segala kegiatan, kehidupan sosial, serta mendorong tumbuh kembang dan
kesejahteraan anak.

Sekolah Ramah Anak adalah; sekolah/madrasah yang aman, bersih, sehat, hijau, inklusif
dan nyaman bagi perkembangan fisik, kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-
laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan
khusus.
Berdasarkan pemaparan diatas maka, perlu dilakukan segera langkah-langkah kongrit dan
bersifat masif serta terintegrasi dengan beragam stakeholder pendidikan dan komponen
bangsa lainya. Salah satu kegitan yang kami anggap strategis adalah dengan
menyelanggarakan Seminar Perlindungan Anak untuk membangun Gerakan Anti
Bulliying dalam rangka upaya membangun Sekolah Ramah Anak.

Tujuan :

1. Mengetahui aktifitas Bulliying dan cirinya di sekitar kita dan lingkungan sekolah.

2. Menditeksi dini akan kejadian Bulliying dan tindakan pencegahanya.

3. Mendorong tumbuhnya kesadaran bersama akan bahaya Bulliying terhadap masa


dapan anak kita dan genersi muda harapan bangsa.

4. Merajut kesepahaman bersama guna membangun Gerakan Anti Buliying di


lingkungan sosial kita khususnya di lingkungan pendidikan.

5. Mendorong terciptanya Sekolah Ramah Anak dalam rangka upaya memujudkan


Akhlakul Karimah dilingkungan pendidikan berbasis Pendidikan Karakter.

Peserta Seminar

Peserta seminar perlindungan anak ini adalah; 400 orang kepala sekolah SD, SMP dan SMA
se-Kota Bogor, 10 orang undangan khusus dari kelembagaan serta ormas/lsm
(stakeholder perlindugan anak) dan 10 orang dari tim panitia.

Tema Seminar :  
“GERAKAN ANTI BULLIYING SEBAGAI UPAYA MENUJU PERWUJUDAN
SEKOLAH RAMAH ANAK”
Materi & Narasumber Seminar

1. Dukungan dan Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Bogor Terhadap Gerakan Anti
Bulliying sebagai upaya memujudkan Akhlakul Karimah di lingkungan pendidikan
melalui penerapan Pendidikan Karakter dan Sekolah Ramah Anak.
H. Fakhrudin (Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor)
2. Sosialisasi Gerakan Anti Bulliying sebagai upaya memujudkan Perlindungan Anak
dilingkungan pendidikan melalui penerapan Sekolah Ramah Anak
Dudih Syiarudin (Ketua Komisioner Komisi Perlindingan Anak (KPAI) Kota Bogor)
3. Siklus Tumbuh Kembang Anak dan Penerapan Pendidikan Akhlakul Karimah
Menuju Generasi yang Berbudi Luhur.
Fauziah Fauzan el Muhammady (Konsultan Pendidikan Diniyah Centre dan
Pimpinan Ponpes Modern Diniyah Putri Padang Panjang - Sumbar).
4. Penguatan Pendidikan Karakter melalui Gerakan Menulis Quran bagi Pelajar dan
Insan Pendidikan
Iyus Khaerunnas (Direktur Eksekutif Bidik Global Foundation)

Waktu dan Tempat Seminar


Kegiatan seminar ini rencananya akan dilaksanakan pada hari senin tanggal 7 Agustus
2017 . Dimulai pada pukul 08.00 WIB sampai dengan pkl 11.45 WIB.
Adapun tempat kegiatan seminar direncanakan akan dilaksanakan di Aula Sekolah Borces
Salabenda.

Panitia Seminar
Kegiatan seminar perlindungan anak ini merupakan hasil kolaborasi antara Komisi
Perlindingan Anak (KPAI) Daerah Kota Bogor, Dinas Pendidikan Kota Bogor, Bidik Global
Foundation dan Sekolah Borces. Sehingga kepanitiaanya pun dibuat sebagai panitia
bersama dengan susunan sebagai berikut;

Penanggungjawab :
1. Dudih Syiaruddin (Ketua Komisioner Komisi Perlindingan Anak Kota Bogor)
2. H. Fakhrudin (Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor)
3. Iyus Khaerunnas (Direktur Eksekutif Bidik Global Foundation)

Ketua Pelakasana : Ade Gunawan (sekretaris umum Bidik Global Foundation)


Wakil Ketua Pelaksana : Anni Farhani (Komisioner Bidang Pendidikan KPAI-Kota Bogor)

Seksi Acara : Sumedi dan Mita


Seksi Konsumsi : Ani
Seksi Logistik : Ade Insyaf
Seksi Pubdekdok : Syahrijal
Seksi Keamanan : Dadan & Pei
Admin :

Sumberdana Seminar
Sumber dana Seminar berasal dari donasi tak terikat dan dana taktis lembaga yang terlibat
dalam kolaborasi kegiatan ini. (Rincian Terlampir).

Roundown Acara
(Terlampir)
Rundown Acara Seminar
Waktu Agenda PJ Acara Keterangan

07.30 – 08.00 Registrasi Peserta Admin

08.00 – 08.05 Pembukaan MC

08.05 – 08.10 Menyayikan Lagu Indonesia Raya MC

08.10 – 08.15 Laporan Panitia Ketua OC Ag

08.15 – 08.20 Sambutan Ketua Yayasan Pendidikan Bogor Muztahidin Al FM


Centre (Borces) Ayubi

08.20 – 08.30 Sambutan Walikota Bogor sekaligus Membuka Dr.Bima Arya


Seminar Secara Resmi

08.30 – 08.50 Perform Duta Dongeng KPAID Kota Bogor Kak Mal
“Stop Bulliying menuju sekolah layak anak”

08.50 – 11.00 Diskusi Panel Narsum 4 Panelis

08.50 - 09.15 Dukungan dan Kebijakan Dinas Pendidikan Kota Kadis Diknas FM
Bogor Terhadap Gerakan Anti Bulliying upaya Kota Bogor
memujudkan Akhlakul Karimah di lingkungan
pendidikan melalui penerapan Pendidikan
Karakter dan Sekolah Ramah Anak.

09.15 – 09.35 Sosialisasi Gerakan Anti Bulliying sebagai upaya Ketua DS


memujudkan Perlindungan Anak dilingkungan Komisioner
pendidikan melalui penerapan Sekolah Ramah KPAI Kota
Anak Bogor

09.35 – 10.00 Siklus Tumbuh Kembang Anak dan Penerapan Konsultan FFEM
Pendidikan Akhlakul Karimah Menuju Generasi Pendidikan
yang Berbudi Luhur.

10.00 – 10.20 Penguatan Pendidikan Karakter melalui Gerakan Direktur Bidik UY


Menulis Quran bagi Pelajar dan Insan Pendidikan Global
Foundation

10.20 – 11.20 Tanya Jawab Moderator

11.20 – 11.25 Doa Penutup Ketua MUI Ust. Mustofa


Kota Bogor

11.25 – 11.35 Penandatanganan MOU Dukungan terhadap MC Semua


Gerakan Anti Bulliying dan Sekolah Ramah Anak Peserta

11.35 – 11.50 Foto Bersama MC Semua


Peserta

Anda mungkin juga menyukai