anak. Sebab, perempuan dan anak dianggap rentan terhadap berbagai ancaman. Mulai dari
lingkungan yang membahayakan, kekerasan, dan sebagainya. Karenanya, pemerintah telah
menginisiasi Sekolah Ramah Anak (SRA) agar anak nyaman dan senang belajar. Begini
penjelasannya.
Dilansir dari situs resmi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
(Kemen PPPA), Pemerintah melalui Kementerian Kemen PPPA menginisiasi Sekolah Ramah
Anak (SRA) dalam rangka pemenuhan hak-hak dasar anak.
Sekolah Ramah Anak pada dasarnya adalah bagaimana 3 pilar yaitu sekolah, orang tua, dan
anak bersama-sama menciptakan kondisi sekolah yang bersih, rapih, indah, inklusif, sehat,
aman dan nyaman.
SRA juga harus memastikan anak terhindar dari ancaman yang ada di sekolah. Seperti
ancaman dari kekerasan, karakter buruk, makanan tidak sehat, lingkungan yang
membahayakan, rokok, napza, dan bencana. Sampai dengan Juni 2018, sudah ada
8.599 Sekolah Ramah Anak yang tersebar di 31 Provinsi dan 195 Kabupaten dan kota
seluruh Indonesia.
Panduan itu juga menjelaskan bawa Sekolah Ramah Anak bukanlah membangun
sekolah baru, namun mengkondisikan sebuah sekolah menjadi nyaman bagi anak.
Serta memastikan sekolah memenuhi hak anak dan melindunginya, karena sekolah
menjadi rumah kedua bagi anak setelah rumahnya sendiri.
Nantinya, satuan pendidikan diharapkan tidak hanya melahirkan generasi yang cerdas
secara intelektual, namun juga melahirkan generasi yang cerdas secara emosional dan
spiritual.
Dari panduan tersebut dijelaskan bahwa Kebijakan Sekolah Ramah Anak disusun
karena melihat sebagian proses pendidikan selama ini masih masih menjadikan anak
sebagai obyek dan guru sebagai pihak yang selalu benar. Kenyataan ini mudah
menimbulkan kejadian bullying di sekolah/madrasah. Serta menyebabkan bersekolah
tidak selalu menjadi pengalaman yang menyenangkan bagi anak.
Hal ini juga dibuktikan dengan Data KPAI tahun 2014-2015 tentang Kasus Kekerasan
(Kekerasan Fisik, Psikis, Seksual dan Penelantaran Terhadap Anak). Data tersebut
menunjukkan bahwa sebanyak 10 persen kasus kekerasan dilakukan oleh guru. Bentuk-
bentuk kekerasan yang banyak ditemukan berupa pelecehan (bullying), serta bentuk-
bentuk hukuman yang tidak mendidik bagi peserta didik. Seperti mencubit (504 kasus),
membentak dengan suara keras (357 kasus) dan menjewer (379 kasus).
Selain ancaman mengalami bullying dan kekerasan yang dilakukan oleh guru maupun
teman sebaya, hingga saat ini masih dijumpai kriteria sekolah yang belum ramah anak.
Contohnya, anak bersekolah di bangunan yang tidak layak, sarana prasarana yang tidak
memenuhi standar, kehujanan, kebanjiran, bahkan kelaparan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga memaparkan hasil pengawasan kasus
pelanggaran anak di bidang pendidikan selama Januari hingga April 2019. KPAI
mengatakan bahwa pelanggaran hak anak mayoritas terjadi pada kasus perundungan.
Nondiskriminasi yaitu menjamin kesempatan setiap anak untuk menikmati hak anak
untuk pendidikan tanpa diskriminasi berdasarkan disabilitas, gender, suku bangsa,
agama, dan latar belakang orang tua
Kepentingan terbaik bagi anak yaitu senantiasa menjadi pertimbangan utama dalam
semua keputusan dan tindakan yang diambil oleh pengelola dan penyelenggara
pendidikan yang berkaitan dengan anak didik
Hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan yaitu menciptakan lingkungan yang
menghormati martabat anak dan menjamin pengembangan holistik dan terintegrasi
setiap anak
Penghormatan terhadap pandangan anak yaitu mencakup penghormatan atas hak anak
untuk mengekspresikan pandangan dalam segala hal yang mempengaruhi anak di
lingkungan sekolah
Pengelolaan yang baik. Yaitu menjamin transparansi, akuntabilitas, partisipasi,
keterbukaan informasi, dan supremasi hukum di satuan pendidikan
E. Program Sekolah Ramah Anak
Beberapa program dari Kementerian/lembaga berbasiskan sekolah maupun program
inovatif dari sekolah untuk membantu mewujudkan Sekolah Ramah Anak antara lain:
Program-program yang mendukung ini selanjutnya diharapkan akan menjadi bagian dari
Sekolah Ramah Anak, sehingga semua pihak atau stakeholder yang terlibat dapat saling
bekerjasama mewujudkan Sekolah Ramah Anak.