Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sebuah sarana dalam merealisasikan hak asasi

manusia. Setiap warga negara berhak mengikuti jenjang pendidikan, baik pada

jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan

menengah atas, maupun pendidikan tinggi. Dari kesadaran potensi anak untuk

sebuah bangsa, pemerintah mencoba menjadikan seluruh sekolah di Indonesia

sebagai sekolah yang peduli terhadap anak. Adanya kekerasan yang terjadi

dilingkugan sekolah baik itu yang dilakukan guru kepada murid, teman sebaya,

yang berupa kekerasan fisik, psikis, maupun seksual. Hal ini menyadarkan

pemerintah untuk membuat program Sekolah Ramah Anak (SRA). Sebagaimana

yang tercantum dalam  UU No 23 Tahun 2002 pasal 4 tentang perlindungan anak:

“menyebutkan bahwa anak mempunyai hak untuk dapat hidup tumbuh,


berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.”

Untuk dapat memenuhi, menjamin dan melindungi hak anak, serta

memastikan bahwa satuan pendidikan mampu mengembangkan minat, bakat dan

kemampuan anak, maka pemerintah mencetus sebuah program yang disebut

Sekolah Rama Anak.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Praktek-praktek Kekerasan, Bullying, dan Pembelajaran

yang Tidak Menyenangkan di Sekolah?

2. Bagaimana Penerapan Sekolah Ramah Anak?

3. Bagaimana Implikasi Pelaksanaan SRA Terhadap Tumbuh Kembang

Anak?

4. Bagaimana Gambaran Masa Depan Bangsa Terhadap SRA?

5. Bagaimana Tuntunan Islam pada perhatian Anak dan SRA?

C. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui Praktek-praktek Kekerasan, Bullying, dan

Pembelajaran yang Tidak Menyenangkan di Sekolah?

2. Untuk mengetahui Penerapan Sekolah Ramah Anak?

3. Untuk mengetahui Implikasi Pelaksanaan SRA Terhadap Tumbuh

Kembang Anak?

4. Untuk mengetahui Gambaran Masa Depan Bangsa Terhadap SRA?

5. Untuk mengetahui Tuntunan Islam pada perhatian Anak dan SRA?

2
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Anak

Merujuk dari kamus umum bahasa Indonesia mengenai pengertian anak

secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun manusia

yang belum dewasa.1

Menurut R.A. Kosnan “Anak-anak yaitu manusia muda dalam umur muda

dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh untuk keadaan

sekitarnya”.2

Oleh karna itu anak-anak perlu diperhatikan secara sungguh-sungguh. Akan

tetapi, sebagai makhluk social yang paling rentan dan lemah, ironisnya anak-

anak justru sering kali ditempatkan dalam posisi yang paling dirugikan, tidak

memiliki hak untuk bersuara, dan bahkan mereka sering menjadi korban tindak

kekerasa dan pelanggaran terhadap hak-haknya.3 Di Indonesia sendiri terdapat

beberapa pengertian tentang anak menurut peraturan perundang-undangan,

salah satunya dalam UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

“Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,


termasuk anak yang masih dalam kandungan.”4

1
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka : Amirko,
1984), hal. 25
2
R.A. Koesnan, Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia, (Bandung :Sumur,
2005) , hal. 113
3
Arif Gosita, Masalah perlindungan Anak, (Jakarta : Sinar Grafika, 1992), hal. 28
4
Republik Indonesia, Undang-undang No 23 tahun 2002 tentang perlidungan anak

3
B. Konsep Sekolah Ramah Anak

sekolah ramah anak (SRA) di perkenalkan pada tahun 1990 oleh bagian

pendidikan kantor program UNICEF di New York. Sekolah Ramah Anak (SRA)

lahir dari dua hal besar yaitu adanya amanat yang harus diselenggarakan Negara

untuk memenuhi hak anak sebagaimana tercantum dalam Konvensi Hak Anak

yang telah di ratifikasi Indonesia pada Tahun 1990. Kerangka SRA dimaksudkan

untuk meningkatkat child seeking, child centred, gender senitive, inclusive,

community involved, protective and healty approach to shoooling an out of shcool

education. pendekatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas

pembelajaran, efesiensi dan jangkauan sistem pendidikan serta untuk

memungkinkan semua anak menyadari hak mereka untuk belajar.5

Kebjakan sekolah ramah anak (SRA) di Indonesia keluarkan oleh Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2014 yang di maksudkan sebagai acuan bagi pemangku

kepentingan termasuk anak dalam pengembangan SRA sebagai upaya untuk

mewejudkan salah satu Indikator kota layak anak. 6

Hal ini juga merupakan tuntutan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003

tentang Perlindungan Anak pada pasal 54 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :

“(1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib


mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan
seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain”. Di ayat dua
dinyatakan sebagai berikut :“(2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada

5
Mami Hajaroh Dkk, Analisis Kebijakan Sekolah Ramah Anak d Kawasan Pesisir Wisata,
(Yogyakarta: CV. AndI offset, 2017), h.20
6
Ibid., h. 26

4
ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, aparat pemerintah,
dan/atau masyarakat”. 7

Selain itu adanya program Sekolah Ramah Anak juga dilatarbelakangi adanya

proses pendidikan yang masih menjadikan anak sebagai obyek dan guru sebagai

pihak yang selalu benar, mudah menimbulkan kejadian bullying di sekolah.

Dalam pasal 3 Permendikbud No. 82 tahun 2015 tersebut dijelaskan, bahwa

pencegahan dan penanggulangan tindak kekerasan di lingkungan satuan

pendidikan bertujuan untuk (a) melindungi anak dari tindakan kekerasan yang

terjadi di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar

lingkungan satuan pendidikan; (b) mencegah anak melakukan tindakan kekerasan

di lingkungan satuan pendidikan maupun dalam kegiatan sekolah di luar

lingkungan satuan pendidikan; dan (c) mengatur mekanisme pencegahan,

penanggulangan, dan sanksi terhadap tindakan kekerasan di lingkungan satuan

pendidikan yang melibatkan anak, baik sebagai korban maupun pelaku.8

Pembelajaran ramah anak atau child friendly teaching merupakan

pembelajaran yang berbasis 3 P (Provisi, Proteksi, dan Partisipasi);

1. Provisi adalah ketersediaan kebutuhan anak seperti cinta/kasih sayang.

2. Proteksi adalah perlindungan terhadap anak dari ancaman, diskriminasi,

hukuman, salah perlakuan dan segala bentuk pelecehan serta kebijakan

yang kurang tepat.

3. Partisipasi adalah hak untuk bertindak yang digunakan peserta didik untuk

mengungkapkan kebebasan berpendapat, bertanya, berargumentasi,


7
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak
yang jelas pada pasal 54 ayat 1 dan 2
8
Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak
Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

5
berperan aktif di kelas dan di sekolah. Kebebasan berekspresi, bertanya,

menjawab harus ditanamkan sejak anak usia dini karena pada usia ini

karakter individu mulai terbentuk.9

Konsep Sekolah ramah anak merupakan upaya mewujudkan pemenuhan hak

dan perlindungan anak. Selama 8 jam anak berada di sekolah, melalui upaya

sekolah untuk menjadikan sekolah:

a. Bersih

b. Aman

c. Ramah

d. Indah

e. Inklusif

f. Sehat

g. Asri

h. Nyaman10

Adapun tujuan Sekolah Rama Anak yaitu untuk:

1. Mencegah kekerasan terhadap anak dan warga sekolah lainnya

2. Mencegah anak mendapatkan kesakitan karena keracunan makanan dan

lingkungan yang tidak sehat

3. Mencegah kecelakaan di sekolah yang disebabkan prasarana maupun bencana

alam

4. Mencegah anak menjadi perokok dan pengguna napza


9
Zainal Aqib, Sekolah Ramah Anak, (Bandung: Yrama Widya, 2008), h. 105
10
https://www.kla.id/sekolah-ramah-anak/ (Diakses 18 Oktober 2020)

6
5. Menciptakan hubungan antar warga sekolah yang lebih baik, akrab dan

berkualitas

6. Memudahkan pemantauan kondisi anak selama anak berada di sekolah

7. Memudahkan mencapai tujuan pendidikan

8. Menciptakan lingkungan yang hijau dan tertata

9. Ciri khusus anak menjadi lebih betah di sekolah

10. Anak terbiasa dengan pembiasaan- pembiasaan yang positif11

11
Ibid.,

7
BAB III

PEMBAHASAN

A. Praktek-praktek Kekerasan, Bullying, dan Pembelajaran yang Tidak

Menyenangkan di Sekolah

E.F Schumacher menekankan bahwa pendidikan mengandung hakekat

mendasar dalam perkembangannya, nilai-nilai yang bukan hanya sekedar dogma

kehidupan, tetapi juga sebagai instrumen yang dipergunakaan untuk memandang,

menginterpretasi dan menghayati dunia. Sehingga pendidikan yang berguna

adalah pendidikan yang menghasilkan kearifan (wisdom) terhadap manusia dan

elemen kehidupan lain, selanjutnya individu dapat menjalankan fungsinya dalam

menyebar pengetahuan dalam kehidupan12. Akan tetapi masih banyak hal-hal yang

terjadi dalam dunia pendidikan diantarnya:

1. Praktek-praktek Kekerasan

Kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan

kerugian atau bahaya terhadap anak secara fisik maupun psikis.13 Setiap generasi

akan melakukan hal yang sama untuk merespon kondisi situasional yang

menekannya, hingga pola perilaku yang diwariskan ini menjadi budaya

kekerasan.14

12
Prasetya Tri Wibowo, Schumacher: Tentang Pendidikan, (Jakarta: Driyakarya.XVI(1): 3-
9), h.3
13
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengembangan Puskesmas
Mampu Tatalaksana Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Jakarta; 2011
14
Yunika R, Alizamar, Sukmawati I. Upaya Guru Bimbingan dan Konseling Dalam
Mencegah Perilaku Bullying di SMA Negeri Se Kota Padang . Jurnal Ilmiah Konseling. 2013: 2:
21-25.

8
Dalam Pasal 54 pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun

2002 tentang Perlindungan anak menjelaskan bahwa “Anak di dalam dan di

lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan

oleh guru, pengelola sekolah atau teman-temannya di dalam sekolah yang

bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya” 15, selain itu dalam Pasal

72 Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengamanatkan masyarakat dan

lembaga pendidikan untuk berperan dalam perlindungan anak, termasuk

didalamnya melakukan upaya pencegahan kekerasan terhadap anak

dilingkungannya.16

Tabel 3.1

Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak 2011-2016

KASUS PERLINDUNGAN ANAK 2011 2012 2013 2014 2015 2016 JUMLAH
1,41 1,42 2,20 1,22
Anak Berhadapan Hukum (ABH) 695 3 8 8 1 733 7,698
Keluarga dan Pengasuhan Alternatif 416 633 931 921 822 571 4,294
Pendidikan 276 522 371 461 538 267 2,435
Kesehatan dan Napza 221 261 438 360 374 227 1,881
Pornografi dan Cyber Crime 188 175 247 322 463 314 1,709
Trafficking dan Eksploitasi 160 173 184 263 345 181 1,306
Agama dan Budaya 83 204 214 106 180 171 958
Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat 92 79 246 191 174 148 930
Lain-Lain 10 10 173 158 82 56 489
Hak Sipil dan Partisipasi 37 42 79 76 110 65 409

Sumber: Data KPAI

15
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Pasal 54 tahun 2002 pada tentang
Perlindungan anak
16
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Pasal 72 tahun 2002 pada tentang
Perlindungan anak

9
Berdasarkan tabel di atas ada banyak bentuk kekerasan di indonesia dan

adanya peningkatan yang segnifikan terhadap kekerasan yang terjadi terhadap

terhadap anak.

selanjutnya pada tahun 2019 KPAI telah mengumumkan data tingkat

kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 21 peristiwa, dengan jumlah korban

sebanyk 123 orang anak (KPAI, 2019)

Ironisnya kekerasan pada anak dimasa pandemi Covid 19 meningkat secara

drastis sebagaimana yang disampaikan KPPPA yang mendata terjadinya

peningkatan jumlah peristiwa kekerasan pada anak dan perempuan pada masa

pandemi covid 19. menteri PPPA, Gusti Ayu Bintang Darmawati menyampaikan

bahwa sebanyak 643 peristiwa kekerasan pada anak dan perempuan dan telah di

laporkan via Sitem Informasi Online (Simponi PPA) per tanggal 2 Maret 2020

sampai 25 April 2020 yaitu sebanyak 275 peristiwa kekerasan telah dialami oleh

perempuan dan sebanyak 277 korban. Adapun kekerasan terdapat anak

dilaporkan sebanyak 368 kasus kekerasan dan jumlah korban sebanyak 407

anak. Peningkatan kasus kekerasan pada anak dan perempuan dimasa pandemi

Covid 19 ini menyadarkan kita bahwa masalah kondisi psikologis ditengah

masyarakat sangat perlu diperhatikan. Hal tersebut dapat terjadi karena imunitas

tubuh yang menurun karena kondisi psikoloogis masyarakat yang tertekan

(katadata.co.id, 2020).17

17
Iin Kandedes, "Kekerasan Terhadap Anak di Masa Pandemi Covid 19", Jurnal Harkat:
Media Komunitas Gender, 16 (1), 2020. h.67

10
2. Bullying

Akhir-akir ini kasus akibat kekerasan di sekolah makin sering ditemui baik

melalui informasi di media cetak maupun yang kita saksikan di layar televisi.

Selain tawuran antar pelajar sebenarnya ada bentuk-bentuk perilaku agresif

atau kekerasan yang mungkin sudah lama terjadi di sekolah-sekolah, namun

tidak mendapat perhatian, bahkan mungkin tidak dianggap sesuatu hal yang

serius. Misalnya bentuk intimidasi dari teman-teman atau pemalakan,

pengucilan diri dari temanya, sehingga anak jadi malas pergi ke sekolah

karena merasa terancam dan takut, sehingga bisa menjadi depresi tahap

ringan dan dapat mempengaruhi pembelajar di kelas.

Pelaku bullying ini ternyata bukan hanya murid, tapi juga dilakukan oleh

guru yang notabene sebagai seorang pendidik yang diharapkan memberikan

nilai-nilai edukatif yang lebih bermakna bagi anak didik sebagai generasi

penerus bangsa. Bullying bisa terjadi pada semua tingkatan sekolah mulai

dari TK sampai dengan SMA, bahkan sampai dengan Perguruan Tinggi.18

Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau

mengganggu. Banyak definisi tentang bullying ini, terutama yang terjadi

dalam konteks lain (tempat kerja, masyrakat. komunitas virtual).

Mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap

siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang

memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan

menyakiti orang tersebut. Mereka kemudian megelompokkan bullying ke

dalam 5 kategori:
18
Ehan, Bullying dalam Pendidikan, Jurnal, 2009, h. 1

11
a. Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, mencubit, mencakar, juga

termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimliki orang lain).

b. Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan,

mengganggu, memberi panggilan nama (name–calling), sarkasme,

merendahkan (put-down), mencela/mengejek, mengintimidsi, mengejek,

menyebarkan gosip).

c. Perlaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah,

menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam,

biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).

d. Perilaku non verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi

persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau

mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).

e. Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).19

Maraknya kasus bullying di sekolah maka diperlukan strategi jitu dalam

mengatasi hal tersebut. Karena pendidikan merupakan usaha sadar, terencana

dan dilakukan bersama, maka kolaborasi yang efektif menjadi jawaban dalam

permasalahan tersebut. Peranan konkrit baik secara ideal maupun empiris bisa

dilaksanakan oleh pihak yang terkait, menurut penulis, sebagai berikut:

1. Pengelolah Sekolah dan Guru

Sebagai garda terdepan dalam mewujudkan tujuan pendidikan,

tentu guru memiliki peranan vital dalam membentuk karakter peserta


19
Ibid., h.3

12
didik yang pancasilais. Dalam konteks mengatasi fenomena bullying tentu

guru harus memiliki skema yang jelas dalam mengoptimalkan perannya

sebagai orang tua peserta didik di sekolah, mediator bahkan fasilitator.

Guru mengajarkan teori dan memberikan teladan terpuji agar diadopsi

peserta didik sehingga menjadi habituasi untuk berperilaku sehari-hari.

Terlebih guru yang diberikan tanggung jawab lebih sebagai pengelola

sekolah tentu harus memiliki program unggulan dalam meminimalisir

terjadinya bullying dipraktik pendidikan kita.

2. Pemerintah Daerah

Dikabulkannya tuntutan reformasi yaitu otonomi daerah, sehingga

melahirkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, mengakibatkan pemerintah daerah memiliki peran

sentral dalam mengelola pendidikan. Dalam konteks mengoptimalkan

perannya sebagai pembuat kebijakan pendidikan, tentu Pemerintah

Daerah harus memiliki standar prosedur yang jelas, baik pada fungsi

pembinaan maupun pengawasan. Terutama dalam ikhtiarnya mewujudkan

sekolah yang humanis, terbebas dari kejahatan bullying.

3. Keluarga dan Masyarakat

Sebagai lingkungan paling efektif dalam penanaman karakter,

keluarga memiliki peran signifikan sebagai mitra dalam mewujudkan

pendidikan yang bebas bullying. Dalam membentuk modal dasar untuk

anak-anaknya berkarier kelak. Keluarga perlu mengajarkan bagaimana

13
cara untuk beribadah, menghargai, menolong, bertanggung jawab, jujur

dan karakter lainnya.

Konsep pendidikan yang maha luas mengakibatkan peserta didik

tidak hanya belajar di lingkungan sekolah, tetapi juga di lingkungan

masyarakat sekitar. Pada tempat tersebut mereka diajarkan baik langsung

maupun tidak langsung untuk berpartisipasi dalam kepentingan umum,

sebagai investasi membentuk warga negara yang cerdas dan baik.20

3. Pembelajaran yang Tidak Menyenangkan di Sekolah

Pada saat ini terjadi sebuah fenomena bahwa sekolah yang seharusnya

mendewasakan berubah menjadi sekolah yang hanya menggurui dan digurui

atau sekedar pengajaran saja. Sekolah, sudah tidak lagi menjadi tempat yang

menyenangkan bagi siswa. Atmosfer kekeluargaan, kasih sayang, kebebasan

mengungkapkan diri siswa, sedikit demi sedikit mulai menghilang dari

sebuah lembaga pendidikan yang dikenal dengan sekolah.

Meskipun pencanangan peningkatan kualitas pembelajaran telah

dilakukan, namun masalah pembelajaran (learning problems) selalu ada.

Bahkan disinyalir semakin lama semakin bertambah seiring dengan semakin

cepatnya perubahan masyarakat dan meningkatnya tuntutan standar mutu.

Ada beberapa permasalah yang terjadi pada praktek pembelajaran di

sekolah pada khususnya dan praktek penyelenggaraan sekolah pada

umumnya. Masalah penyelenggaraan sekolah yang aktual dan kongkrit terjadi

di Indonesia pada umumnya adalah:

20
https://yoursay.suara.com/news/2020/02/28/103008/pendidikan-bebas bullying?
page=all. (diakses 22 November 2020)

14
1. Pencapaian tujuan pembelajaran yang parsial yang menyimpang dari tujuan

utuh sebagaimana diamanatkan undang-undang.

2. Masalah kurikulum, menyangkut konsep dan pelaksanaan kurikulum,

kandungan kokurikuler dan ekstra kurikuler, kandungan nasional dan lokal,

serta keluwesan atau fleksibilitas kurikulum.

3. Masalah peranan, citra diri, dan kualitas guru.

4. Pelaksanaan pendidikan dasar sembilan tahun yang sulit dicapai sejak

dicanangkan tahun 1993 sampai sekarang.21

Berdasarkan dengan hal-hal di atas, maka dibutuhkan gerakan yang dapat

membangun kesadaran guru-guru, kepala sekolah, bagian administrasi

pendidikan dan pemangku kebijakan pendidikan untuk membangun sekolah

sebagai tempat yang menyenangkan untuk belajar ilmu pengetahuan dan

bekal keterampilan hidup agar anak-anak menjadi pembelajar yang sukses.

Sekolah dikatakan menyenangkan apabila terdapat suasana yang rileks,

bebas dari tekanan, aman, menarik, bangkitnya minat belajar, adanya

keterlibatan penuh dari siswa, perhatian terhadap siswa tercurah, lingkungan

belajar yang menarik, siswa bersemangat, siswa memiliki perasaan gembira,

siswa memiliki konsentrasi tinggi dan lain sebagainya. Sementara sebaliknya

sekolah menjadi tidak menyenangkan apabila terdapat suasana yang menekan

siswa, siswa merasa terancam, siswa merasa takut, siswa merasa tidak

berdaya, siswa tidak bersemangat, siswa malas atau tidak berminat, siswa

21
Umar Tirtarahardja dan La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Depdiknas, 1994), h.
23

15
gampang jenuh atau bosan, suasana pembelajaran monoton, pembelajaran

tidakmenarik siswa dan lain sebagainya.

Istilah pembelajaran mengacu pada dua aktivitas yaitu mengajar dan

belajar. Aktivitas mengajar berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh guru

dan aktivitas belajar berkaitan dengan siswa. Pembelajaran adalah proses

penyampaian pesan dari sumber pesan ke penerima pesan melalui saluran

atau media tertentu.22 Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa dalam

pembelajaran memuat tiga unsur penting yaitu: 1. Proses yang direncanakan

guru, 2. Sumber belajar, 3. Siswa yang belajar. Dalam lingkup sekolah yang

menyenangkan, siswa lebih diarahkan untuk memiliki motivasi tinggi dalam

belajar dengan menciptakan situasi yang menyenangkan dan mengembirakan.

Adapun langkah-langkah untuk menciptakan gerakan sekolah

menyenangkan adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan dekorasi ruangan yang berbeda. Menciptakan ruang kelas

terlihat ceria dengan memberikan berbagai hiasan pada dinding kelas. Selain

sebagai dekorasi, hiasan dinding ini juga bermanfaat untuk membantu proses

belajar mengajar.

2. Perbanyak interaksi memancing ide anak. Perhatian penuh juga bisa

didapatkan dari memancing pendapat, diskusi atau debat argumen antara

murid dan guru. Memang tidak semua anak bisa dengan leluasa

mengeluarkan ide mereka.

22
Ghasya, Vilda, Auliya, Dyoty. Gerakan Sekolah Menyenangkan dan Ramah Anak
(GSMRA) sebagai Wujud Rekonstruksi Pelaksanaan Pendidikan pada Jenjang Sekolah Dasar.
Jurnal, h. 3.

16
3. Manfaatkan beragam media. Guru bisa memanfaatkan berbagai media untuk

membantunya mengajar, misalnya seperti menggunakan boneka peraga saat

ingin mengajar dengan cara mendongeng. Selain itu, guru juga bisa mengajak

muridnya menyaksikan berbagai video anak-anak yang menggunakan bahasa

inggris.

4. Cara mengajar. Ingatlah bahwa anak lebih suka bermain dari pada belajar,

karena itulah guru harus mampu membuat suasana belajar seperti sedang

bermain. Suasana kelas yang menyenangkan, akan membuat anak menjadi

lebih bersemangat setiap kali akan berangkat ke lembaga kursus untuk

belajar.

5. Menyapa siswa dengan ramah dan bersemangat. Menciptakan awal yang

berkesan adalah penting karena akan mempengaruhi proses selanjutnya. Jika

awalnya baik, menarik, dan memikat, maka proses pembelajaran akan lebih

hidup dan menggairahkan.

6. Menciptakan suasana rileks. Ciptakanlah lingkungan yang rileks, yaitu

dengan menciptakan lingkungan yang nyaman. Oleh karena itu aturlah posisi

tempat duduk secara berkala sesuai keinginan siswa.

7. Memotivasi siswa. Motivasi adalah sebuah konsep utama dalam banyak teori

pembelajaran. Motivasi ini sangatlah dikaitkan dengan dorongan, perhatian,

kecemasan dan umpan balik ataupun penguatan. Adanya dorongan dalam diri

individu untuk belajar bukan hanya tumbuh dari dirinya secara langsung,

tetapi bisa saja karena rangsangan dari luar, misalnya berupa stimulus model

17
pembelajaran yang menarik memungkinkan respon yang baik dari diri peserta

didik yang akan belajar.

8. Menggunakan teknologi. Hanya menjelaskan dengan menulis di papan tulis

bisa jadi sudah tidak zamannya lagi. Penggunaan teknologi dapat membantu

guru menciptakan suasana aktif dan segar di dalam kelas. Gunakan laptop,

internet dan proyektor untuk mengubah materi pelajaran text book ke dalam

audio visual.

9. Berikan perhatian yang sama pada semua anak. Terkadang guru akan lebih

cenderung memerhatikan murid yang pintar dan aktif di kelas. Anak yang

diam saja di kelas biasanya akan kesulitan untuk mendapatkan kesempatan

untuk menuangkan ide ataupun mengaktualisasikan dirinya di kelas.23

B. Penerapan Sekolah Ramah Anak

Sekolah ramah anak adalah sekolah berpenciri khusus yang saat ini banyak

diterapkan di sekolah. Sekolah ramah anak menjadi impian bagi setiap peserta

didik dan orang tua, karena di sekolah tersebut peserta didikakan mendapatkan

pembelajaran akademik dengan perasaan senang dan tenang. Sudah barang tentu

orang tua akan merasa tenang dan nyaman apabila putra putrinya sekolah di

tempat yang memberikan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak.

Prinsip prinsip dasar Sekolah Ramah Anak dikembangkan dari Konvensi Hak-Hak

Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (CRC). Prinsip ini dikembangkan sebagai

panduan bagi manajemen sekolah dan kelas (school and classroom management )

guna memastikan semua anak memiliki hak untuk memperoleh akses pendidikan

23
Ibid., h. 5

18
dasar yang berkualitas.24 Program sekolah ramah anak ini lebih mengedepankan

kegiatan-kegiatan partipatif untuk siswa. Dengan metode tersebut maka hak-hak

anak akan lebih terlindungi dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Bukan

hanya dalam kegiatan pembelajaran, bahkan saat membuat tata tertib kelas pun

anak dilibatkan. Ciri-ciri sekolah ramah anak antara lain:

1. Perlakuan adil bagi murid laki-laki dan perempuan.

2. Terjadinya proses belajar sedemikian rupa sehingga siswa merasakan

senang mengikuti pelajaran.

3. proses belajar mengajar didukung oleh media ajar.

4. Murid dilibatkan dalam berbagai aktifitas yang mengembangkan kompetensi.

5. Murid dilibatkan dalam penataan kelas, serta.

6. Murid dilibatkan dalam mengungkapkan gagasannya dalam menciptakan

lingkungan sekolah.

Beberapa penelitian tentang sekolah ramah anak telah dilakukan

diantaranya oleh Muti’ah (2014) melakukan penelitia dengan judul

“Manajemen Kesiswaan Model Sekolah Ramah Anak di SD Pangudi Luhur

Servatius Gunung Brintik”25 Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa

menejemen kesiswaan merupakan unsur inti pendidikan. Dalam

pelaksanaanny SD Pangud Luhu memilik visi menerapkan pembelajaran

penanaman kasih sayang kepada anak-anak serta pelaksanaan model sekolah


24
Kristanto, Identifikasi Model Sekolah Ramah Anak (SRA) Jenjang Satuan
Pendidikan anak usia dini se-kecamatan semarang selatan. JurnalPenelitian Paudia, Volume 1
No. 1. 2011. h. 6
25
Muti’ah.2014. Manajemen Kesiswaan Model Sekolah Ramah Anak di SD
Pangudi Luhur Servatius Gunung Brintik. Seminar Nasional Evaluasi Pendidikan, Jurnal, h. 89

19
ramah anak. Dengan kurang lebih 50% anak-anak merupakan anak jalanan,

sekolah memiliki peran penting untuk memberikan pembelajaran budi pekerti,

sopan santun yang bertujuan untuk merubah karakter anak dan perilaku anak

dimana lingkungan anak merupakan lingkungan yang tidak lepas dari budaya

kekerasan.

Implementasi pendidikan ramah anak di sekolah dapat dilakukan melalui

beberapa hal diantaranya:

1. Melalui kegiatan pembiasaan yang dilakukan secara rutin

2. Keteladanan guru

3. Proses pembelajaran yang menyenangkan

4. Serta melalui nasehat yang diberikan kepada siswa.

5. Siswa yang melanggar tata tertib maka guru menanggapi tanpa kekerasan dan

deskriminasi kepada siswa.26

C. Implikasi Pelaksanaan SRA Terhadap Tumbuh Kembang Anak

Berdasarkan hasil kajian dampak Sekolah Ramah Anak ini, dapat

digambarkan kondisi sekolah sebagai berikut:

1. Lingkungan sekolah dan toilet dalam keadaan bersih

2. Untuk pemenuhan hak kesehatan, SRA dikawal melalui UKS dan kondisi

makanan dikantin yang tergolong sehat.

3. Sebagian bessar sekolah telah memiliki petunjuk jalur evakuasi dan titik

kumpul

26
Rofi’ah. 2014, Implementasi Pendidikan Ramah Anak Dalam Pembentukan
Karakter Siswa Kelas Rendah SD Muhammadiyah Program Khusus Kotta Barat Tahun
Peajaran 2013/ 2014.Profesi Pendidikan Dasar Vol. 2, No. 1, Jurnal, h. 112

20
4. Lembaga dari 70% sekolah menerapkan informasi berwawasan lingkungan

dan hampir seluruh warga sekolah mendapatkan informasi tersebut

5. Sebagian besar sekolah tidak mengijinkan penggunaan Hp selama proses

belajar mengajar. Bagi sekolah yang mengijinkan, Hp yang dapat digunakan

adalah Hp tanpa fasilitas internet

6. Sebagian besar murid berpartisipasi dalam memilih ekstrakurikuler yang

diminati

7. Sekolah melibatkan peserta didik dalam setiap kepengurusan OSIS

8. 60% sekolah menyediakan mekanisme pengaduan melalui kotak saran

pengaduan

9. Lebih dari 90% sekolah menyediakan tempat pengaduan dan guru

memberikan waktu curhat bagi peserta didik yang membutuhkan27

Namun dari kondisi yang baik tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan

antara lain :

a. Masih ada kekerasan/bullying di sekolah Sebanyak 59% murid melihat

adanya bullying, tetapi yang memberikan pernyataan mengalami hanya

28%. Dapat dilihat bahwa masih banyak korban yang belum berani

untuk melaporkan atau memberikan kesaksian terhadap kekerasan yang

dialami.

b. Masih ada hukuman yang diberikan oleh guru jika ada murid indisipliner

seperti berdiri di depan kelas atau depan gerbang sekolah atau disuruh

27
https://sekolahramahanak.files.wordpress.com/2013/11/hasil-kajian-dampak-sra-
2017.pdf (diakses tanggal, 05 Desember 2020)

21
kembali ke rumah.

c. Masih ada murid yang diketahui merokok sebanyak 27% dan guru atau

warga sekolah dewasa yang diketahui merokok sebanyak 44%

d. Belum semua sekolah memberikan rambu-rambu berbahaya pada tempat-

tempat yang membahayakan peserta didik.

Kajian cepat SRA ini secara khusus bermaksud melihat apa yang dirasakan

oleh peserta didik mengenai kondisi di sekolah. Secara keseluruhan, lebih

dari 94% peserta didik menyatakan bahwa guru dan lingkungan sekolahnya

menyenangkan. Selain itu, sebanyak 94% peserta didik menyatakan bahwa

sekolahnya merupakan Sekolah Ramah Anak (SRA).28

D. Gambaran Masa Depan Bangsa Terhadap SRA

Pendidikan ramah anak merupakan proses bagaimana seorang anak bisa

bersemangat dan berbahagia dalam mengikuati perjalanan dikelas, peserta didik

tidak merasa terbebani malah mengikuti pembelajaran dengan nyaman dan

aman.29 Sebagaimana yang telah dicanangkan dalam UUD 45 “setiap anak berhak

atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan

dari kekerasan dan deskriminasi”.

Yayasan Setara merupakan salah satu lembaga yang mewadahi anak korban

kekerasan melalui program Sekolah ramah Anak yang mempunyai tujuan

memberikan pendidikan yang bebas dari diskriminasi dan kekerasan serta

perlindungan. Bentuk program Sekolah Ramah Anak yang dimaksud adalah

kegiatan yang diselenggarakan oleh Yayasan Setara dalam menjamin dan


28
Ibid.,
29
Yulianto, A. Pendidikan Ramah Anak Studi Kasus SDIT Nur Hidayah Surakarta. At
Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam, 2017. h, 137.

22
memenuhi hak anak melalui kegiatan forum guru, forum orang tua dan kegiatan

kelompok anak.

Program Sekolah Ramah Anak yang telah dijalankan oleh pihak Yayasan

Setara bertujuan untuk; a) Menolong anak korban kekerasan dari keterpurukan dan

pengembalian keberfungsian sosial anak melalui pengembangan kecakapan hidup

(life skill) agar dapat melaksanakan peranannya secara wajar di dalam masyarakat.

b) Kecakapan hidup yang dimaksud dalam hal ini adalah memberikan

pendampingan berupa sosialisasi. Misalnya diberikan sosialisasi tentang Hak-hak

anak sebagai bagian pentiang hak asasi manusia, dengan adanya sosialisasi

tersebut maka anak yang mendapat pendampingan tersebut mampu berpikir dan

sadar bahwa mereka berhak memperoleh hak-haknya untuk mendapatkan

pendidikan tanpa diskriminasi, kasih sayang yang penuh dari orang tua dan tempat

yang nyaman di sekolah maupun di rumah.

Harapan yang ingin dicapai setelah terlaksananya program Sekolah Ramah

Anak dalam mengambangkan kecakapan hidup yaitu untuk mempersiapkan anak

korban kekerasan memiliki kemampuan, kesanggupan dan keterampilan yang

diperlukan dalam menjaga kelangsungan hidup dan mengembangkan dirinya,

sehingga mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.30

Gambaran masa depan Sekolah Ramah anak dalam prinsip-prinsinya yaitu

sebagai berikut:

1. Non Deskriminasi yaitu menjamin kesempatan setiap anak untuk

30
Siti Mutiasari, Implementasi Program Sekolah Ramah Anak dalam Mengembangkan
Kecakapan Hidup, Skripsi. 2016, h. 18

23
menikmati hak anak untuk pendidikan tanpa deskriminasi gender, suku

bangsa, agama, dan latar belakang orang tua.

2. Kepentingan terbaik bagi anak yaitu dinilai an diambil sebgai pertimbangan

utama dalam keputusan dan tindakan yang diambil oleh pengelolah dan

penyelenggara pendidikan.

3. Hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan yaitu menciptakan

lingkunagan yang menghormati mertabat anak dan menjamin

pengembangan holistik dan terintegrasi setiap anak.

4. Penghormatan terhadap pandangan anak yaitu mencakup penghormatan

atas hak anak untuk mengekspresikan pandangan dalam segala hal yang

mempengaruhi anak dilingkunagan sekolah.

5. Pengelolaan yang baik, yaitu menjamin transparansi, akuntabilitas,

partisipasi, keterbukaan informasi dan supremasi hukum di satuan

pendidikan. 31

E. Tuntunan Islam pada perhatian Anak dan SRA

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dalam

dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak

merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan

bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang

menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Oleh

karna itu setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan

berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Dalam UU No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak bahwa anak


31
Ibid., h.27

24
adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang dalam

kandungan.32

Dalam pendidikan Islam, pendidikan merupakan suatu proses educatif

yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian.33 Kedua hal

tersebut berasal dari sumber yang sama yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Pada

hakikatnya tujuan pendidikan dalam Islam menurut Omar Muhammad Al-

Toumy Al-Shaibani adalah mewujudkan perubahan menuju pada kebaikan,

baik pada tingkah laku individu maupun pada kehidupan masyarakat di

lingkungan sekitarnya.34 Sebab masa depan bangsa tergantung pada kualitas

pendidikan anak-anak. Memikirkan, mempertimbangkan pendidikan anak-

anak sama dengan mempersiapkan generasi yang akan datang.

Oleh karena anak harus dilindungi, tidak hanya UU yang memberikan

perlindungan terhadap anak, agama Islam pun sangat memperhatikan tentang

perlindungan anak. Sebab hakikat perlindungan anak dalam Islam adalah

menampakan kasih sayang , yang diwujudkanpada pemenuhan hak dasar dan

pemberian perlindungan dari tindak kekerasan dan perbuatan deskriminasi.

Dalam diri orang tua Allah menanamkan perasaan cinta dan kasih sayang

terhadap anaknya.

Perasaan cinta dan kasih sayang yang terwujudkan dalam bentuk

pemenuhan kebutuhan anak baik jasmani aupun rohani, serta melindungi anak

dari setiap tindak kekerasan dan deskriminasi akan berpengaruh baik pada

32
UU RI No 23 Tahun 2002 Bab 1 Pasal 1
33
Jalaluddin dan Usman Said, Konsep Dan Perkembangan Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Grafindo, 1999), h. 37.
34
Akhyak, Meniti Jalan Pendidikan Islam, (Yogyakarta: P3M STAIn Tulungagung,
2003), h. 383

25
tumbuh kembang anak sehingga anak memiliki mental yang kuat dan

tangguh, dan modal untuk meraih keberhasilan dan kesuksesan kelak

dikemuadian hari.35 Betapa pentingnya peran kasih sayang orang tua pada

tumbuh kembang anak, Rasulullah mengingatkan dalam haditsnya “tidak

termasuk golongan kami, orang-orang yang tidak memuliakan orang yang

lebih besar diantara kami.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).36

Hadits tersebut menunjukkan bahwa kasih sayang dalam perlindungan

anak merupakan hakekat, yaitu sebagai fundamental dan motifasi bagi

kewajiban memenuhi hak dasar dan perlindungan anak, karena Islam adalah

agama rahmatan Lil alamin. Untuk itu pendidikan ramah anak dalam

Pendidikan Islam adalah merupakan upaya yang dilakukan oleh orang tua

maupun pendidik dalam mendidik anak-anak mereka dengan menciptakan

lingkungan yang penuh kasih sayang sebagai hakikat perlindungan anak

dalam Islam itu sendiri .

Tugas orang tua adalah mengupayakan agar cahaya-cahaya mata kita

tetap cemerlang di sepanjang zaman. Dengan senantiasa menananamkan

pendidikan Islam untuk memelihara akidahnya, membimbing mengenali

Rabbnya, membimbing untuk beribadah kepadaNya, dan tidak mengotori

jiwanya dengan nafsu dunia yang fana.

Pendidikan ramah anak dalam pendidikan Islam antara lain. Hadari

Nawawi menawarkan beberapa teknik pendidikan Islam:37

a. Mendidik melalui keteladanan: dalam proses pendidikan berarti setiap


35
Ibnu Anshori, Perlindungan Anak dalam Agama Islam , (Jakarta: KPAI, 2006), h. 14.
36
Ibid., h,15
37
Hadari Nawawi, Pendidikandalam Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1993), 213-245

26
pendidik harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya.

b. Mendidik melalui pembiasaan misalnya, membiasakan mengucapkan

salam, membaca basmalah setiap memulai pekerjaan dan mengucapkan

hamdalah setelah menyelesaikan pekerjaan.

c. Mendidik melalui nasihat dan cerita; banyak dalam al-Quran berupa

nasihat dan cerita mengenai para Rasul atau Nabi terdahulu yang bertujuan

menimbulkan kesadaran bagi iman dan berbuat amal kebaikan serta

berpengaruh pada perkembangan psikologi peserta didik.

d. Mendidik melalui disiplin; peserta didik sejak dini harus dikenalkan

dengan nilai-nilai yang mengatur kehidupan manusia yang berguna bagi

dirinya masing-masing agar berlangsung tertib, efisien, dan efektif. Seperti

mentaati peraturan-peraturan di sekolah.

27
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. pendidikan mengandung hakekat mendasar dalam perkembangannya, nilai-

nilai yang bukan hanya sekedar dogma kehidupan, tetapi juga sebagai

instrumen yang dipergunakaan untuk memandang, menginterpretasi dan

menghayati dunia. Sehingga pendidikan yang berguna adalah pendidikan

yang menghasilkan kearifan (wisdom) terhadap manusia dan elemen

kehidupan lain, selanjutnya individu dapat menjalankan fungsinya dalam

menyebar pengetahuan dalam kehidupan Akan tetapi masih banyak hal-hal

yang terjadi dalam dunia pendidikan diantarnya: Kekerasan. Bullying, dan

Pembelajaran yang Tidak Menyenangkan di Sekola.

2. Sekolah ramah anak adalah sekolah berpenciri khusus yang saat ini banyak

diterapkan di sekolah. Sekolah ramah anak menjadi impian bagi setiap peserta

didik dan orang tua, karena di sekolah tersebut peserta didikakan

mendapatkan pembelajaran akademik dengan perasaan senang dan tenang.

3. Berdasarkan hasil kajian dampak Sekolah Ramah Anak ini, dapat

digambarkan kondisi sekolah sebagai berikut: 1) Lingkungan sekolah dan

toilet dalam keadaan bersih. 2) Untuk pemenuhan hak kesehatan, 3) Sebagian

bear sekolah telah memiliki petunjuk jalur evakuasi dan titik kumpul, 4)

Lembaga dari 70% sekolah menerapkan informasi berwawasan lingkungan,

5) Sebagian besar sekolah tidak mengijinkan penggunaan Hp selama proses

28
belajar mengajar, 6) Sebagian besar murid berpartisipasi dalam memilih

ekstrakurikuler yang diminati, 7) Sekolah melibatkan peserta didik dalam

setiap kepengurusan OSIS 8) 60% sekolah menyediakan mekanisme

pengaduan melalui kotak saran pengaduan, 9) Lebih dari 90% sekolah

menyediakan tempat pengaduan dan guru memberikan waktu curhat bagi

peserta didik yang membutuhkan.

4. Pendidikan ramah anak merupakan proses bagaimana seorang anak bisa

bersemangat dan berbahagia dalam mengikuati perjalanan dikelas, peserta

didik tidak merasa terbebani malah mengikuti pembelajaran dengan nyaman

dan aman. Sebagaimana yang telah dicanangkan dalam UUD 45 “setiap anak

berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi”.

5. Pendidikan ramah anak dalam Pendidikan Islam adalah merupakan upaya

yang dilakukan oleh orang tua maupun pendidik dalam mendidik anak-anak

mereka dengan menciptakan lingkungan yang penuh kasih sayang sebagai

hakikat perlindungan anak dalam Islam itu sendiri . Pendidikan ramah anak

dalam pendidikan Islam antara lain. Hadari Nawawi menawarkan

beberapa teknik pendidikan Islam; a) Mendidik melalui keteladanan b)

Mendidik melalui pembiasaan c) Mendidik melalui nasihat dan d) Mendidik

melalui disiplin.

29
DAFTAR PUSTAKA

Akhyak, 2003. Meniti Jalan Pendidikan Islam. Yogyakarta: P3M STAIn


Tulungagung.

Anshori, Ibnu 2006.Perlindungan Anak dalam Agama Islam. Jakarta: KPAI.

Aqib, Zainal. 2008. Sekolah Ramah Anak. Bandung: Yrama Widya.

Ehan, 2009. Bullying dalam Pendidikan, Jurnal

Ghasya. Vilda, Auliya, Dyoty. Gerakan Sekolah Menyenangkan dan Ramah Anak
(GSMRA) sebagai Wujud Rekonstruksi Pelaksanaan Pendidikan pada
Jenjang Sekolah Dasar. Jurnal

Gosita, Arif. 1992. Masalah perlindungan Anak. Jakarta : Sinar Grafika

Hajaroh, Mami Dkk. 2017. Analisis Kebijakan Sekolah Ramah Anak d Kawasan
Pesisir Wisata. Yogyakarta: CV. AndI offset

https://sekolahramahanak.files.wordpress.com/2013/11/hasil-kajian-dampak-sra-
2017.pdf (diakses tanggal, 05 Desember 2020)

https://www.kla.id/sekolah-ramah-anak/ (Diakses 18 Oktober 2020)

https://yoursay.suara.com/news/2020/02/28/103008/pendidikan-bebas bullying?

page=all. (diakses 22 November 2020)

Iin Kandedes, 2020. "Kekerasan Terhadap Anak di Masa Pandemi Covid 19",
Jurnal Harkat: Media Komunitas Gender, 16 (1)
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengembangan
Puskesmas Mampu Tatalaksana Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan
dan Anak. Jakarta; 2011

Koesnan, 2005. Susunan Pidana dalam Negara Sosialis Indonesia. Bandung:


Sumur
Kristanto, Identifikasi Model Sekolah Ramah Anak (SRA) Jenjang Satuan
Pendidikan anak usia dini se-kecamatan semarang selatan.
JurnalPenelitian Paudia, Volume 1 No. 1. 2011. h. 6

30
La Sulo dan Umar Tirtarahardja. 1994. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Depdiknas

Muti’ah.2014. Manajemen Kesiswaan Model Sekolah Ramah Anak di SD


Pangudi Luhur Servatius Gunung Brintik. Seminar Nasional Evaluasi
Pendidikan, Jurnal

Mutiasari, Siti. 2016Implementasi Program Sekolah Ramah Anak dalam


Mengembangkan Kecakapan Hidup, Skripsi

Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikandalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.

Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan


Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan

Poerwadarminta, 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Balai Pustaka:


Amirko

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang


Perlindungan Anak yang jelas pada pasal 54 ayat 1 dan 2

Rofi’ah. 2014. Implementasi Pendidikan Ramah Anak Dalam Pembentukan


Karakter Siswa Kelas Rendah SD Muhammadiyah Program Khusus Kotta
Barat Tahun Peajaran 2013/ 2014.Profesi Pendidikan Dasar Vol. 2, No. 1,
Jurnal

Tri Wibowo, Prasetya. Schumacher: Tentang Pendidikan. Jakarta: Driyakarya

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Pasal 54 tahun 2002 pada tentang


Perlindungan anak

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Pasal 72 tahun 2002 pada tentang


Perlindungan anak
Usman Said, dan Jalaluddin, 1999. Konsep Dan Perkembangan Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta: Grafindo.

Yulianto, A. 2017. Pendidikan Ramah Anak Studi Kasus SDIT Nur Hidayah
Surakarta. At Tarbawi: Jurnal Kajian Kependidikan Islam

31
Yunika R, Alizamar, Sukmawati I. Upaya Guru Bimbingan dan Konseling
Dalam Mencegah Perilaku Bullying di SMA Negeri Se Kota Padang.
Jurnal Ilmiah Konseling. 2013: 2: 21-25.

32

Anda mungkin juga menyukai